• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Rumah Kaca Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura dan Tropika (PKHT) IPB di Tajur. Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei 2013 sampai dengan bulan Mei 2014.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman pepaya varietas IPB 9, koloni Paracoccus marginatus fase imago, buah cabai jawa, biji tanaman srikaya, daun kacang babi, sabun cuci piring cair, aquades, detergent, dan metanol. Alat-alat yang digunakan meliputi polybag, mikroskop binokuler, plastik silindris, kain kasa, labu erlenmeyer, gelas ukur, corong kasa, kertas tisu, alat semprot, lampu meja, pipet volumetrik, dan rotary evaporator.

Metode Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pepaya

Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dari Kebun Percobaan PKHT. Bibit pepaya berumur 2 minggu ditanam di polybag hitam berukuran 5 cm x 10 cm sebanyak 1 bibit per polybag. Bibit kemudian dipindahtanamkan pada polybag

hitam berukuran 25 cm x 25 cm sebanyak 1 bibit per polybag. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos (1:1; w/w). Pemeliharaan bibit dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama lain secara mekanis jika ada. Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji

Imago P. marginatus yang diperoleh dari kebun pepaya di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dipelihara dan diperbanyak pada bibit pepaya yang berumur 2 bulan atau telah mencapai tinggi tanaman ± 25 - 30 cm di laboratorium. Tanaman disungkup dengan plastik mika silindris yang bagian atasnya berupa kasa. Hal ini dilakukan untuk menghindari serangan predator ataupun organisme pengganggu lain. P. marginatus dibiarkan berkembang biak hingga imago yang keluar pada generasi berikutnya mencapai jumlah yang mencukupi untuk pengujian.

Ekstraksi Tumbuhan

Bahan tumbuhan yang digunakan berasal dari wilayah yang berbeda-beda. Biji A. squamosa diperoleh dari wilayah Jawa Tengah, buah P. retrofractum dibeli dari Pasar Anyar Bogor, dan daun T. vogelii diambil dari wilayah Cipanas, Kabupaten Cianjur. Masing-masing bahan tumbuhan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringanginkan di dalam ruangan tanpa terpapar sinar matahari langsung. Bahan tanaman yang telah kering angin tersebut, kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga berbentuk serbuk dan diayak hingga mendapatkan serbuk yang benar-benar halus dengan ukuran yang relatif seragam. Ekstraksi tanaman dilakukan melalui metode maserasi. Setiap bahan tanaman yang telah

12

dihaluskan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan metanol (1:10; w/w) hingga seluruh bahan terendam, lalu disimpan selama 2 malam (48 jam). Rendaman masing-masing bahan tumbuhan disaring dengan menggunakan corong kaca yang dialasi kertas saring. Hasil saringan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 oC dan tekanan 337 mbar hingga diperoleh ekstrak kasar. Setiap ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari pendingin pada suhu ± 4 oC hingga saat digunakan.

Uji Campuran Ekstrak

Ekstrak yang digunakan yaitu A. squamosa, P. retrofractum, dan T. vogelii. Masing-masing ekstrak dikombinasikan sehingga dihasilkan campuran ekstrak A. squamosa dan P. retrofractum (SR), T. vogelii dan A. squamosa (VS), dan T. vogelii dan P. retrofractum (VR). Masing-masing campuran dua ekstrak diencerkan dengan metanol 1%, pengemulsi 0.1%, dan aquades. Konsentrasi terdiri dari 5 taraf yang didasarkan pada penghitungan LC masing-masing ekstrak pada uji tunggal.

Pengamatan dilakukan pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan (JSP) terhadap jumlah serangga yang mati. Data hasil pengamatan tersebut kemudian diolah menggunakan program POLO PC (LeOra Software 1987) untuk menentukan nilai LC50, LC90, dan LC95, sehingga dapat ditentukan nilai indeks

kombinasi campuran (IK) pada taraf LCx dari masing-masing kombinasi yang

dihitung dengan menggunakan rumus: IK= ��� (��) ���

+

��� (��) ���

+

��� �� ���

��� �� ���

LCxa(mj) dan LCxb(mj) merupakan LCx percobaan campuran dikalikan

proporsi konsentrasi dalam campuran tersebut yang mengakibatkan mortalitas x (5% - 95%), sedangkan LCxa dan LCxb merupakan ekstrak tunggalnya (Chou &

Talalay 1984). Kategori sifat interaksi campuran adalah sebagai berikut (diadaptasi dari Gisi 1996; Kosman & Cohen 1996):

(1) bila IK < 0.5, komponen campuran bersifat sinergistik kuat;

(2) bila IK 0.5 < IK < 0.77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah; (3) bila 0.77 < IK < 1.43, komponen campuran bersifat aditif;

(4) bila IK > 1.43, komponen campuran bersifat antagonistik.

Nilai LC ekstrak tunggal yang digunakan untuk menghitung sifat interaksi campuran ini berasal dari hasil penelitian Asnan (2013) dan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Penduga parameter toksisitas tiga jenis ekstrak terhadap P. marginatus

Jenis Ekstrak LCa Waktu pengamatan (JSP)

a 24 48 72 T. vogelii LC50 0.071 0.036 0.020 LC95 18.968 5.823 1.250 A. squamosa LC50 0.105 0.065 0.042 LC95 2.574 1.095 0.469 P. retrofractum LC50 0.127 0.018 0.007 LC95 29.395 2.905 1.482 a

Uji Stabilitas dan pH dengan Berbagai Jenis Adjuvant

Campuran ekstrak A. squamosa dan P. retrofractum (SR), T. vogelii dan A. squamosa (VS), dan T. vogelii dan P. retrofractum (VR) masing-masing pada perbandingan 2:1 (w/w) dilarutkan dengan pelarut metanol 5%, adjuvant dengan tiga konsentrasi yaitu 0.1% (v/v), 0.3% (v/v), dan 0.5% (v/v) serta akuades. Pada pengujian ini digunakan 3 jenis adjuvant yang berbeda yaitu Agristik 400 L, Tween 80, dan Miracle. Terhadap masing-masing campuran ekstrak kemudian dilakukan uji stabilitas emulsi on standing dengan cara membalik gelas ukur hingga 180o sebanyak satu kali dan gelas ukur dibalik kembali ke posisi semula dalam dua detik. Setelah satu jam dilakukan pengamatan untuk mengevaluasi terbentuknya endapan atau tidak.

Pengujian pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus (kertas pH) ke dalam formulasi insektisida nabati, kemudian warna yang didapatkan pada kertas pH dicocokan dengan warna yang terdapat pada pH-indikator. Formulasi yang menunjukkan sifat baik akan digunakan pada pengujian selanjutnya.

Uji Kombinasi Sabun dan Formulasi Insektisida Nabati

Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah aplikasi formulasi insektisida nabati setelah penyemprotan sabun 0.2% (v/v) dan aplikasi formulasi insektisida yang dicampur dengan sabun. Formulasi insektisida yang digunakan adalah A. squamosa dan P. retrofractum yang ditambah dengan Tween (SRT) dan

A. squamosa dan P. retrofractum yang ditambah dengan Agristick (SRA), masing-masing pada konsentrasi 0.5% (b/v). Konsentrasi sabun yang digunakan pada pengujian ini adalah 0.2% (Asnan 2013). Aplikasi dilakukan dengan melakukan penyemprotan terhadap 10 ekor imago kutu putih yang telah diinfestasikan pada daun pepaya di dalam cawan petri yang telah dialasi tisu. Masing-masing perlakuan diamati pada 24, 48, dan 72 JSP dengan menghitung jumlah imago kutu putih yang mati. Hasil pengujian ini kemudian akan dijadikan dasar dalam aplikasi formulasi insektisida di lapangan.

Uji Persistensi Formulasi

Formulasi ekstrak yang digunakan adalah SRT, SRA, dan insektisida deltametrin (Decis 25 EC) sebagai pembanding. Formulasi dibuat dalam dua jenis yaitu formulasi yang ditambahkan para aminobenzoic acid (PABA) dan formulasi tanpa penambahan PABA. Masing-masing formulasi disimpan di dalam botol coklat dan botol bening, kemudian dipaparkan di bawah sinar matahari selama 7 jam per hari (08.00 – 15.00). Lama waktu pemaparan berbeda-beda yaitu 1, 3, 5, dan 7 hari sebelum digunakan untuk menyemprot imago kutu putih. Sebanyak 10 ekor imago kutu putih diinfestasikan pada potongan daun pepaya yang berada di atas cawan petri yang telah dialasi dengan kertas tisu berwarna hijau. Formulasi yang telah dipaparkan pada waktu-waktu tersebut kemudian diencerkan dengan menambah aquades dan digunakan untuk menyemprot kutu putih. Pengamatan dilakukan pada 24, 48, dan 72 JSP dengan melihat mortalitas kutu putih. Masing- masing pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Uji Daya Simpan Formulasi

Pengujian dilakukan dengan menyimpan formulasi tanpa PABA dan insektisida deltametrin pada dua kondisi berbeda, yaitu suhu kamar dan suhu

14

rendah. Lama waktu penyimpanan berbeda-beda yaitu 1, 2, 3, dan 4 minggu sebelum digunakan untuk menyemprot imago kutu putih. Metode aplikasi yang digunakan sama seperti pada metode sebelumnya, yaitu formulasi yang dilarutkan disemprotkan pada 10 ekor imago kutu putih pada cawan petri. Pengamatan dilakukan pada 24, 48, dan 72 JSP terhadap mortalitas kutu putih dan masing- masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Uji Lapangan

Pengujian lapangan terdiri dari tujuh perlakuan yaitu 0.5% (b/v) SRT, 1% (b/v) SRT, 0.5% (b/v) SRA, 1% (b/v) SRA, 0.5% (v/v) deltametrin, 1% (v/v) deltametrin, dan kontrol. Pengujian dilakukan sebanyak tiga ulangan, setiap ulangan dilakukan pada pohon pepaya yang berbeda. Setiap satu pohon pepaya terdiri dari seluruh perlakuan yang ada, masing-masing perlakuan dilakukan pada satu daun pepaya. Metode aplikasi yang digunakan adalah penyemprotan insektisida pada daun perlakuan setelah penyemprotan sabun 0.2%. Sebelum dilakukan penyemprotan, jumlah kutu putih pada masing-masing daun perlakuan terlebih dahulu dihitung dengan menggunakan hand counter sebagai jumlah kutu putih awal. Pengamatan dilakukan pada 24 JSP dengan menghitung jumlah kutu putih yang masih hidup pada masing-masing perlakuan sebagai jumlah kutu putih akhir. Penyemprotan di lapangan dilakukan dengan dua intensitas berbeda, yaitu satu kali dalam satu minggu dan dua kali dalam satu minggu. Persentase mortalitas dihitung dengan rumus berikut :

% mortalitas =

Selain pengamatan mortalitas, pada pengujian lapangan juga dilakukan pengamatan pengaruh insektisida yang digunakan terhadap parasitoid. Pengamatan ini dilakukan dengan memanen kutu putih yang telah terparasit (mumi kutu putih), kemudian mumi kutu putih tersebut dibawa ke laboratorium. Mumi kutu putih dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah dialasi kertas tisu, masing-masing sebanyak 20 mumi. Pengujian dilakukan dengan menyemprotkan sabun yang diikuti oleh cairan insektisida pada mumi kutu putih tersebut. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan pengamatan dilakukan pada 7 hari setelah perlakuan (HSP) dengan melihat jumlah imago parasitoid yang berhasil keluar.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua rancangan percobaan berbeda, yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji campuran ekstrak, uji kombinasi sabun dengan formulasi insektisida nabati dan uji semilapangan, sedangkan uji lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Analisis data dilakukan dengan menggunakan Program

Microsoft Excel 2013, Program SAS for Windows ver 9.3, Program POLO PC (LeOra Software 1987) untuk menentukan nilai LC50 dan LC95 dan Program

POLO Plus untuk membuat grafik persamaan regresi.

jumlah kutu putih yang mati jumlah kutu putih awal x 100

Dokumen terkait