• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga, Laboratorium Virologi Tumbuhan, dan Laboratorium Pendidikan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei hingga November 2012.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Uji keefektifan beberapa konsentrasi kitosan dalam menekan infeksi BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora dan (2) Uji keefektifan kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora.

Perbanyakan Inokulum BCMV

Isolat BCMV strain black eye (BCMV-BlC) yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat asal Cangkurawok, koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak dengan inokulasi mekanis pada tanaman kacang panjang varietas Parade yang berumur 7 hari setelah tanam (HST). Daun kacang panjang yang terinfeksi BCMV digerus menggunakan mortar steril dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7 yang mengandung 1% mercaptoethanol dengan perbandingan 1:5 (b/v) sehingga didapatkan cairan perasan (sap). Sap dioleskan di atas permukaan daun yang telah ditaburi carborundum 600 mesh dan dibilas menggunakan air aquades yang mengalir.

Identifikasi Kutudaun

Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Kelurahan Situ Gede, Kabupaten Bogor. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku identifikasi Blackman dan Eastop (2000), yaitu menggunakan kutudaun yang tidak bersayap (apterae). Karakter yang diamati terdiri dari kepala, abdomen, sifunkuli, kauda, dan antena.

Identifikasi kutudaun dilakukan dengan membuat preparat kutudaun. Kutudaun yang tidak bersayap dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit kemudian dituangkan pada cawan “sirakus”. Kutudaun selanjutnya dimasukkan kembali ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan hingga terlihat

transparan, kemudian dituangkan kembali pada cawan “sirakus”. Kutudaun

selanjutnya dicuci dengan air destilata sebanyak dua kali. Perlakuan selanjutnya adalah dehidrasi kutudaun, dengan cara merendam kutudaun yang telah dibersihkan dalam alkohol secara berurutan mulai dari tingkat kepekatan 50%, 80%, 95%, dan absolut 100% selama 10 menit untuk setiap perendaman. Isi tubuh kutudaun dikeluarkan dengan cara menekan tubuh serangga tersebut menggunakan jarum dibawah mikroskop. Kutudaun yang sudah bersih diletakkan di atas gelas obyek yang diberi larutan hoyer, ditata hingga terlihat bagian-bagian tubuhnya dan ditutup dengan gelas penutup. Bagian-bagian tubuh kutudaun diamati dan diukur panjang masing-masing.

5

Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun

Kutudaun dari lapangan yang telah diidentifikasi dibebasviruskan pada daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) yang ujung tangkai daunnya dibalut dengan kapas basah. Kutudaun imago yang tidak bersayap dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi daun talas dan dipelihara hingga imago kutudaun melahirkan nimfa. Nimfa tersebut dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat varietas Parade hingga berkembang biak untuk digunakan sebagai serangga vektor dalam penularan BCMV.

Penanaman Tanaman Uji

Kacang panjang yang digunakan adalah kacang panjang varietas Parade. Benih kacang panjang ditanam pada polibag berukuran 35 x 35 cm yang diisi dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Setiap polibag ditanami dengan 5 benih kacang panjang. Pada umur 7 HST dipilih satu tanaman dengan pertumbuhan terbaik yang akan digunakan sebagai tanaman perlakuan.

Pembuatan Larutan Kitosan

Kitosan yang digunakan adalah kitosan komersial Soft Guard Chitosan Oligo Saccharin dengan konsentrasi 2%. Konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.1%, 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1% yang diperoleh dari pengenceran kitosan menggunakan air aquades steril. Kitosan yang telah diencerkan, disemprotkan pada tanaman kacang panjang yang telah berumur 7 HST, satu hari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora.

Perlakuan

Konsentrasi kitosan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Kitosan 0.1% (K0.1) 2) Kitosan 0.3% (K0.3) 3) Kitosan 0.5% (K0.5) 4) Kitosan 0.7% (K0.7) 5) Kitosan 0.9% (K0.9) 6) Kitosan 1.0% (K1.0)

7) Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus (K+) 8) Kontrol sehat (K-)

Tanaman perlakuan yang telah berumur 7 HST disemprot dengan kitosan sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masing- masing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Penyemprotan dilakukan dengan jarak sekitar 30 cm sehingga butiran semprot yang terbentuk berupa butiran halus pada daun. Penyemprotan yang terlalu basah akan menyebabkan daun mengering. Setiap perlakuan terdiri dari 10 tanaman sebagai ulangan. Keesokan harinya tanaman diinokulasi BCMV menggunakan kutudaun stadia imago sebanyak 3 imago per tanaman. Kutudaun yang telah dipelihara dipindahkan dari tanaman kacang panjang ke dalam cawan petri untuk periode puasa selama 30 menit. Kutudaun kemudian dipindahkan ke tanaman terinfeksi BCMV yang telah bergejala untuk makan akuisisi selama 30 menit. Kutudaun yang telah makan akuisisi dipindahkan ke tanaman perlakuan sehat yang telah diberi perlakuan kitosan sehari sebelumnya untuk periode makan inokulasi selama satu malam. Kutudaun kemudian dimatikan, tanaman dipelihara dan disiram setiap hari.

6

Perkembangan Populasi Kutudaun

Imago kutudaun yang tidak bersayap diletakkan pada pucuk tanaman kacang panjang varietas Parade berumur 14 HST yang telah disemprot kitosan sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masing-masing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman sebagai ulangan. Jumlah kutudaun yang diletakkan sebanyak 1 imago per tanaman. Tanaman diberi kurungan plastik untuk mencegah adanya infestasi serangga lain. Perkembangan populasi kutudaun diamati setiap hari hingga 7 kali pengamatan dengan menghitung jumlah kutudaun yang ada pada setiap tanaman, tidak dibedakan antara nimfa, imago bersayap dan imago tidak bersayap.

Preferensi Makan Kutudaun

Tanaman perlakuan yang telah berumur 14 HST disemprot dengan kitosan sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masing- masing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman sebagai ulangan. Setiap tanaman perlakuan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kasa. Bagian bawah tanaman ditutup menggunakan kertas karton berwarna putih dan diinfestasi imago kutudaun yang tidak bersayap sebanyak 20 imago. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 6, dan 8 jam setelah infestasi (JSI) untuk melihat kutudaun memilih makan pada tanaman perlakuan yang mana dari ketujuh perlakuan.

Perlakuan ini juga dilakukan pada baki yang alasnya diberi kertas putih. Pucuk kedua trifoliet daun kacang panjang yang berumur 30 HST diberi kapas basah pada ujung tangkai daunnya dan disemprot dengan kitosan sebelum perlakuan. Daun tersebut dimasukkan ke dalam baki dan dimasukkan 20 imago kutudaun yang tidak bersayap. Setiap perlakuan terdiri dari 5 baki sebagai ulangan. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 6, dan 8 JSI untuk melihat kutudaun memilih makan pada daun perlakuan yang mana dari ketujuh perlakuan.

Peubah Pengamatan

Peubah pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Periode inkubasi virus dan tipe gejala. Periode inkubasi virus dalam tanaman adalah waktu timbulnya gejala, dari mulai inokulasi sampai terlihat gejala pertama.

2. Persentase kejadian penyakit (KP) dihitung dengan rumus:

KP = kejadian penyakit (% tanaman bergejala) n = tanaman bergejala

N = jumlah tanaman yang diamati/diinokulasi

3. Persentase keparahan penyakit diamati pada 4 minggu setelah inokulasi (MSI). Skor kategori serangan penyakit yang digunakan seperti dilaporkan Haryanto (2010):

n

KP = x 100% N

7 Skala kategori serangan penyakit yang digunakan adalah sebagai berikut (Gambar 1):

Skor 0 = Tanaman tidak bergejala

Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun Skor 2 = Gejala mosaik sedang

Skor 3 = Gejala mosaik berat

Skor 4 = Gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil, atau mati

Gambar 1 Skala kategori serangan penyakit a. Skor 0, b. Skor 1, c. Skor 2, d. Skor 3, e. Skor 4

4. Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun pada 2, 4 dan 6 MSI (2, 4, 6 MSI = 21, 35, 49 HST).

5. Perkembangan populasi kutudaun diamati pada hari ke-1 hingga hari ke-7 dengan menghitung jumlah kutudaun yang ada pada setiap tanaman.

6. Preferensi makan kutudaun diamati pada 1, 2, 4, 6, dan 8 JSI untuk melihat kutudaun memilih makan pada tanaman perlakuan.

Deteksi BCMV Secara Serologi

Deteksi virus dilakukan pada 4 MSI. Daun kacang panjang diambil menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml (bobot daun 1 tutup eppendorf = 0.01 g). Satu daun dari tanaman uji dibuat dalam satu sampel, sehingga total sampel berjumlah 80 sampel untuk seluruh perlakuan. Metode serologi yang digunakan untuk deteksi virus adalah metode ELISA tidak langsung (indirect- ELISA), menggunakan antiserum BCMV (Agdia, USA).

Sap tanaman sebagai antigen disiapkan dengan menggerus daun kacang panjang menggunakan mortar dengan bufer ekstraksi pH 9.6 (1.59 g Na2CO5, 0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air steril) dengan perbandingan 1:100 (v/v). Sebanyak 100 μl sap diisi ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu, plat dicuci 8 kali dengan PBST (Phosphate buffer saline tween-20). Tiap sumuran diisi dengan 100 μl antiserum BCMV (1:200) dalam ECI buffer pH 7.4 (2 g bovine serum albumin, 20 g polyvinylpyrrolidone PVP 40.000, 0.2 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air steril). Setelah itu, plat diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 2 jam, kemudian plat dicuci 5 kali dengan PBST. Selanjutnya, masing-masing sumuran diisi dengan

100 μl enzim konjugat RaM-AP (Rabbit Antimouse IgG-Alkaline phosphatase)

dalam ECI buffer dengan perbandingan (1:200) dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 ºC. Plat dicuci dengan PBST sebanyak 5 kali. Setelah plat dicuci dengan

PBST, tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat PNP (p-nitrophenylphosphate)

dan diinkubasi selama 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna diamati

8

pada masing-masing sumuran. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 2 kali lebih besar dibandingkan kontrol negatif (tanaman sehat).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS versi 17.0 (Statistical Package for Social Scienses, USA). Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%.

Dokumen terkait