• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN KITOSAN TERHADAP PENEKANAN

INFEKSI

Bean common mosaic virus

DAN VEKTORNYA,

Aphis craccivora

Koch., PADA TANAMAN KACANG PANJANG

DITA MEGASARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

DITA MEGASARI. Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI dan SUGENG SANTOSO.

Aphis craccivora merupakan salah satu hama penting pada kacang panjang. Hama ini menimbulkan kerugian bagi tanaman dan juga berperan penting sebagai vektor Bean common mosaic virus (BCMV) di lapang. Penelitian ini dilakukan untuk menguji keefektifan kitosan dalam menekan BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora dan menguji pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora. Kitosan diaplikasikan dengan cara penyemprotan pada daun dengan konsentrasi antara 0.1-1%. Penularan BCMV dilakukan dengan vektor A. craccivora, yaitu dengan tiga imago per tanaman. Pengamatan periode inkubasi, kejadian penyakit dan keparahan penyakit BCMV dilakukan hingga empat minggu setelah penularan. Deteksi serologi untuk mengetahui akumulasi BCMV dilakukan pada empat minggu setelah penularan virus. Uji pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora dilakukan di laboratorium dengan menggunakan konsentrasi yang sama. Secara umum, tanaman dengan perlakuan kitosan bisa menekan keparahan penyakit, meringankan gejala, menekan kejadian penyakit, dan menekan akumulasi BCMV secara signifikan. Seluruh tanaman dengan perlakuan kitosan menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman kontrol tanpa perlakuan. Perlakuan kitosan menekan perkembangan populasi dan mengurangi preferensi makan A. craccivora. Hal ini menunjukkan kitosan mampu menekan penyakit BCMV, sekaligus menekan perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora pada tanaman kacang panjang. Penekanan infeksi BCMV ini diduga berhubungan juga dengan kemampuan kitosan sebagai penghambat makan (anti-feedant) A. craccivora. Dari konsentasi kitosan yang diuji, konsentrasi 0.9% merupakan konsentrasi kitosan yang paling efektif dalam menekan BCMV dan vektornya A. craccivora secara nyata.

(3)

ABSTRACT

DITA MEGASARI. The Effectiveness of Chitosan in Suppression of Bean common mosaic virus and its Vector, Aphis craccivora Koch., on Yard Long Bean. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI and SUGENG SANTOSO.

Aphis craccivora is one of important pests on yard long bean. It can cause direct damage and also indirect effect as vector of Bean common mosaic virus (BCMV). The research was done to test the effectiveness of chitosan in suppressing BCMV transmitted by A. craccivora and also its effect on aphids population growth and feeding preference. Chitosan with concentration ranged from 0.1-1% was applied as leaf spraying at 1 day before BCMV transmission. BCMV was transmitted by viruliferous 3 aphids per plant. The incubation period, disease incidence and severity, was observed up to 4 weeks post BCMV transmission. BCMV accumulation was detected serologically at 4 weeks post viral transmission. The effect of chitosan on population and feeding preference of A. craccivora was conducted in laboratory trial using similar chitosan concentrations. Generally, plants treated by chitosan showed lower severity and milder symptom, lower disease incidence and reduced BCMV accumulation significantly in compared with untreated control plants. All treatment plants showed better growth than untreated plants significantly. The chitosan treatments either on the leaves or plants suppressed the population and feeding preferences of A. craccivora significantly in compare to that of untreated ones. These showed the positive effects of chitosan on either suppressing BCMV or A. craccivora population and feeding preference. The suppression of BCMV infection transmitted by aphid might correlate with the antifeedant effect of chitosan on ability of A. craccivora. Based on obtained data, among chitosan concentrations tested, chitosan with concentration 0.9% was the most effective concentration in suppressing BCMV and its vector A. craccivora.

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(5)

KEEFEKTIFAN KITOSAN TERHADAP PENEKANAN

INFEKSI

Bean common mosaic virus

DAN VEKTORNYA,

Aphis craccivora

Koch., PADA TANAMAN KACANG PANJANG

DITA MEGASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang

Nama Mahasiswa : Dita Megasari

NIM : A34080049

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr. Dr. Ir. Sugeng Santoso, M. Agr. Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si. Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga, Laboratorium Virologi Tumbuhan dan Laboratorium Pendidikan, Departemen Proteksi Tanaman mulai bulan Mei hingga November 2012.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan khususnya kepada Ibunda Dyah Wiyati dan Ayahanda Suprijanto yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil, kasih sayang dan doa restu kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr. dan Dr. Ir. Sugeng Santoso, M. Agr. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang sangat bermanfaat sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan tugas akhir ini. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Endang Sri Ratna Ph. D. selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik tercinta Diyan Maharani, seluruh keluarga besar Prawoto dan Syaiful Khoiri yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, dukungan, motivasi serta doa kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Edi, Bapak Saefuddin, Bapak Wawan Juandi, Bapak Sodik, Ibu Euis, seluruh anggota laboratorium Virologi Tumbuhan, teman-teman PTN angkatan 45 serta kepada seluruh teman-teman dan civitas akademika Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam bidang pertanian dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan kegiatan selanjutnya.

Bogor, Maret 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Metode Penelitian 4

Perbanyakan Inokulum BCMV 4

Identifikasi Kutudaun 4

Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun 5

Penanaman Tanaman Uji 5

Pembuatan Larutan Kitosan 5

Perlakuan 5

Perkembangan Populasi Kutudaun 6

Preferensi Makan Kutudaun 6

Peubah Pengamatan 6

Deteksi BCMV Secara Serologi 7

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 9

Hasil Identifikasi Kutudaun 9

Pengaruh Kitosan terhadap Kejadian Penyakit, Periode Inkubasi 10 dan Tipe Gejala

Pengaruh Kitosan terhadap Akumulasi BCMV, Keparahan 11 Penyakit, dan Penghambatan Penyakit

Pengaruh Kitosan terhadap Peubah Pertumbuhan Tanaman 12 Pengaruh Kitosan terhadap Perkembangan Populasi dan

Preferensi makan A. craccivora 13

Pembahasan Umum 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22

(9)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh perlakuan terhadap kejadian penyakit, periode inkubasi virus

dan tipe gejala 10

2 Pengaruh perlakuan terhadap NAE dan keparahan penyakit 12

DAFTAR GAMBAR

1 Skala kategori serangan penyakit a. Skor 0, b. Skor 1, c. Skor 2, d. Skor

3,e. Skor 4 7

2 Preparat imago kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap a. Imago, b. Kauda, c. Sifunkuli, d. Kepala tempat perlekatan antena tidak

berkembang (lingkaran merah) 9

3 Tipe gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV a. Pemucatan tulang daun, b. Penebalan tulang daun, c. Mosaik ringan, d. Mosaik sedang, e.

Mosaik berat dan f. Malformasi daun 11

4 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman 12

5 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman 13

6 Visual daun tanaman a. Kontrol sehat, b. Kontrol sakit, c. K0.1, d. K0.3,

e. K0.5, f. K0.7, g. K0.9, h. K1.0 13

7 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi A. craccivora 14

8 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada tanaman kacang panjang. JSI: jam setelah infestasi 14

9 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang panjang yang diletakkan pada baki. JSI: jam setelah

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengaruh kitosan terhadap periode inkubasi virus 23

2 Pengaruh kitosan terhadap keparahan penyakit 23

3 Sidik ragam keparahan penyakit 4 MSI 24

4 Pengaruh kitosan terhadap nilai absorbansi ELISA 24

5 Sidik ragam NAE pada 4 MSI 25

6 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI 25

7 Sidik ragam tinggi tanaman pada 2 MSI 25

8 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 4 MSI 26

9 Sidik ragam tinggi tanaman pada 4 MSI 26

10 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 6 MSI 27

11 Sidik ragam tinggi tanaman pada 6 MSI 27

12 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun pada 2 MSI 28

13 Sidik ragam jumlah daun pada 2 MSI 28

14 Pengaruh terhadap jumlah daun pada 4 MSI 29

15 Sidik ragam jumlah daun pada 4 MSI 29

16 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun pada 6 MSI 30

17 Sidik ragam jumlah daun pada 6 MSI 30

18 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-1 31

19 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-1 31

20 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-2 31

21 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-2 32

22 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-3 32

23 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-3 32

24 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-4 34

25 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-4 34

26 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-5 34

27 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-5 35

28 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-6 35

29 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-6 35

(11)

31 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-7 35

32 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 1 JSI 35

33 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 1 JSI 36

34 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 2 JSI 36

35 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 2 JSI 36

36 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 4 JSI 37

37 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 4 JSI 37

38 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 6 JSI 37

39 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 6 JSI 38

40 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 8 JSI 38

41 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 8 JSI 38

42 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun

tanaman kacang panjang di baki (1 JSI) 39

43 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang

panjang di baki (1 JSI) 39

44 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada pada daun

tanaman kacang panjang di baki (2 JSI) 39

45 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang

panjang di baki (2 JSI) 40

46 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun

tanaman kacang panjang di baki (4 JSI) 40

47 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang

panjang di baki (4 JSI) 40

48 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun

tanaman kacang panjang di baki (6 JSI) 41

49 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang

panjang di baki (6 JSI) 41

50 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun

tanaman kacang panjang di baki (8 JSI) 41

51 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang

panjang di baki (8 JSI) 42

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Kacang panjang memiliki kandungan gizi cukup lengkap yaitu terdiri dari protein, lemak, mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin B dan vitamin C (Haryanto et al. 1999). Produksi kacang panjang pada tahun 2010 mencapai 489.449 ton dan pada tahun 2011 menurun menjadi 458.307 ton (BPS 2011). Penurunan produksi kacang panjang ini dapat disebabkan oleh serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma.

Hama yang umumnya menyerang kacang panjang adalah ulat penggerek polong (Maruca testulalis Geyer), kutudaun (Aphis craccivora Koch.), ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufnagel), kepik polong (Riptortus linearis Fabr.), lalat bibit (Agromyza phaseoli Coq.) dan wereng (Empoasca sp.) (Syahrawati dan Busniah 2009). Penyakit penting kacang panjang yang sering ditemui diantaranya layu cendawan (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), puru akar (Meloidogyne sp.) dan mosaik yang disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya Bean common mosaic virus (BCMV), Bean yellow mosaic virus (BYMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).

Masalah utama dalam budidaya kacang panjang adalah serangan kutudaun yang juga merupakan vektor BCMV dan mampu menurunkan hasil produksi sebesar 65.87% (Kuswanto et al. 2007). Lebih dari 190 spesies kutudaun diketahui dapat menularkan virus. Genus yang paling umum sebagai vektor virus tanaman adalah Aphis, Macrosiphum, Myzus, Ropalosiphum, Toxoptera dan Brevicoryne. Aphis merupakan genus yang mampu menularkan lebih dari 160 virus yang berbeda. Virus yang ditularkan oleh kutudaun kebanyakan menyebabkan penyakit mosaik dan umumnya ditularkan kutudaun secara nonpersisten, semipersisten dan persisten (Nurhayati 2012).

A. craccivora termasuk dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata, kelas Insecta, ordo Homoptera, famili Aphididae, genus Aphis, spesies Aphis craccivora (Kranz et al. 1978). A. craccivora adalah hama utama pada tanaman kacang-kacangan dan telah dilaporkan di semua benua kecuali Antartika. Spesies ini menyebabkan kerugian secara kualitatif dan kuantitatif pada produksi kacang panjang serta dapat menularkan beberapa virus tanaman, diantaranya adalah BCMV dan CaBMV. Kerusakan disebabkan oleh imago dan nimfa A. craccivora yang makan secara bergerombol pada daun, tunas, polong dan bunga kacang panjang (Nayar et al. 1976).

Damayanti et al. (2009) melaporkan pada pertengahan tahun 2008 di Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Indramayu dan Cirebon) terjadi ledakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan gejala mosaik kuning yang disebabkan oleh BCMV-black eye cowpea (BCMV-BlC) yang menginfeksi secara tunggal atau bersama dengan Cucumber mosaic virus (CMV).

(13)

2

tunggal). Kandungan asam nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan protein dalam coat protein sebesar 95%. BCMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis, beberapa spesies kutudaun secara non-persisten, melalui benih dan polen (Morales dan Bos 1988).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 ditetapkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT), selanjutnya dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian OPT merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan (Martono et al. 2004).

Penggunaan kitosan merupakan alternatif pengendalian OPT yang baik, karena memiliki spektrum luas dan bersifat tidak beracun terhadap manusia dan organisme bukan sasaran, mudah terurai serta mampu bersifat sebagai insektisida, fungisida dan bakterisida (Rabea et al. 2006). Kitosan berasal dari deasetilasi kitin yang merupakan biopolimer alami terbanyak kedua di alam setelah selulosa. Kitosan dapat menginduksi sistem ketahanan sistemik dengan menginduksi ketahanan pada tanaman sehingga meningkatkan resistensi terhadap serangan hama dan penyakit (Boonlertnirun et al. 2008). Kandungan logam yang terikat pada kitosan seperti Ag, Cu, Hg, Ni dan Zn dilaporkan mampu meningkatkan aktifitas biologi kitosan (Wang et al. 2005). Perbedaan berat molekul dan kandungan logam pada kitosan dilaporkan dapat mempengaruhi aktifitas makan kutudaun. Menurut Badawy dan El-Aswad (2012) semakin tinggi berat molekul dan semakin tinggi kandungan logam Cu yang terikat pada kitosan menunjukkan penghambatan makan terhadap kutudaun semakin tinggi.

(14)

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas kitosan dalam menekan infeksi Bean common mosaic virus dan vektornya, Aphis craccivora, pada tanaman kacang panjang.

Manfaat Penelitian

(15)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga, Laboratorium Virologi Tumbuhan, dan Laboratorium Pendidikan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei hingga November 2012.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Uji keefektifan beberapa konsentrasi kitosan dalam menekan infeksi BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora dan (2) Uji keefektifan kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora.

Perbanyakan Inokulum BCMV

Isolat BCMV strain black eye (BCMV-BlC) yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat asal Cangkurawok, koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak dengan inokulasi mekanis pada tanaman kacang panjang varietas Parade yang berumur 7 hari setelah tanam (HST). Daun kacang panjang yang terinfeksi BCMV digerus menggunakan mortar steril dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7 yang mengandung 1% mercaptoethanol dengan perbandingan 1:5 (b/v) sehingga didapatkan cairan perasan (sap). Sap dioleskan di atas permukaan daun yang telah ditaburi carborundum 600 mesh dan dibilas menggunakan air aquades yang mengalir.

Identifikasi Kutudaun

Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Kelurahan Situ Gede, Kabupaten Bogor. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku identifikasi Blackman dan Eastop (2000), yaitu menggunakan kutudaun yang tidak bersayap (apterae). Karakter yang diamati terdiri dari kepala, abdomen, sifunkuli, kauda, dan antena.

Identifikasi kutudaun dilakukan dengan membuat preparat kutudaun. Kutudaun yang tidak bersayap dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit kemudian dituangkan pada cawan “sirakus”. Kutudaun selanjutnya dimasukkan kembali ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan hingga terlihat

transparan, kemudian dituangkan kembali pada cawan “sirakus”. Kutudaun

(16)

5

Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun

Kutudaun dari lapangan yang telah diidentifikasi dibebasviruskan pada daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) yang ujung tangkai daunnya dibalut dengan kapas basah. Kutudaun imago yang tidak bersayap dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi daun talas dan dipelihara hingga imago kutudaun melahirkan nimfa. Nimfa tersebut dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat varietas Parade hingga berkembang biak untuk digunakan sebagai serangga vektor dalam penularan BCMV.

Penanaman Tanaman Uji

Kacang panjang yang digunakan adalah kacang panjang varietas Parade. Benih kacang panjang ditanam pada polibag berukuran 35 x 35 cm yang diisi dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Setiap polibag ditanami dengan 5 benih kacang panjang. Pada umur 7 HST dipilih satu tanaman dengan pertumbuhan terbaik yang akan digunakan sebagai tanaman perlakuan.

Pembuatan Larutan Kitosan

Kitosan yang digunakan adalah kitosan komersial Soft Guard Chitosan Oligo Saccharin dengan konsentrasi 2%. Konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.1%, 0.3%, 0.5%, 0.7%, 0.9% dan 1% yang diperoleh dari pengenceran kitosan menggunakan air aquades steril. Kitosan yang telah diencerkan, disemprotkan pada tanaman kacang panjang yang telah berumur 7 HST, satu hari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora.

Perlakuan

Konsentrasi kitosan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Kitosan 0.1% (K0.1)

2) Kitosan 0.3% (K0.3) 3) Kitosan 0.5% (K0.5) 4) Kitosan 0.7% (K0.7) 5) Kitosan 0.9% (K0.9) 6) Kitosan 1.0% (K1.0)

7) Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus (K+) 8) Kontrol sehat (K-)

(17)

6

Perkembangan Populasi Kutudaun

Imago kutudaun yang tidak bersayap diletakkan pada pucuk tanaman kacang panjang varietas Parade berumur 14 HST yang telah disemprot kitosan sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masing-masing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman sebagai ulangan. Jumlah kutudaun yang diletakkan sebanyak 1 imago per tanaman. Tanaman diberi kurungan plastik untuk mencegah adanya infestasi serangga lain. Perkembangan populasi kutudaun diamati setiap hari hingga 7 kali pengamatan dengan menghitung jumlah kutudaun yang ada pada setiap tanaman, tidak dibedakan antara nimfa, imago bersayap dan imago tidak bersayap.

Preferensi Makan Kutudaun

Tanaman perlakuan yang telah berumur 14 HST disemprot dengan kitosan sehari sebelum penularan BCMV dengan A. craccivora sesuai dengan masing-masing perlakuan kecuali tanaman kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 5 tanaman sebagai ulangan. Setiap tanaman perlakuan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kasa. Bagian bawah tanaman ditutup menggunakan kertas karton berwarna putih dan diinfestasi imago kutudaun yang tidak bersayap sebanyak 20 imago. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 6, dan 8 jam setelah infestasi (JSI) untuk melihat kutudaun memilih makan pada tanaman perlakuan yang mana dari ketujuh perlakuan.

Perlakuan ini juga dilakukan pada baki yang alasnya diberi kertas putih. Pucuk kedua trifoliet daun kacang panjang yang berumur 30 HST diberi kapas basah pada ujung tangkai daunnya dan disemprot dengan kitosan sebelum perlakuan. Daun tersebut dimasukkan ke dalam baki dan dimasukkan 20 imago kutudaun yang tidak bersayap. Setiap perlakuan terdiri dari 5 baki sebagai ulangan. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 6, dan 8 JSI untuk melihat kutudaun memilih makan pada daun perlakuan yang mana dari ketujuh perlakuan.

Peubah Pengamatan

Peubah pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Periode inkubasi virus dan tipe gejala. Periode inkubasi virus dalam tanaman adalah waktu timbulnya gejala, dari mulai inokulasi sampai terlihat gejala pertama.

2. Persentase kejadian penyakit (KP) dihitung dengan rumus:

KP = kejadian penyakit (% tanaman bergejala) n = tanaman bergejala

N = jumlah tanaman yang diamati/diinokulasi

3. Persentase keparahan penyakit diamati pada 4 minggu setelah inokulasi (MSI). Skor kategori serangan penyakit yang digunakan seperti dilaporkan Haryanto (2010):

n

(18)

7

Skala kategori serangan penyakit yang digunakan adalah sebagai berikut (Gambar 1):

Skor 0 = Tanaman tidak bergejala

Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun Skor 2 = Gejala mosaik sedang

Skor 3 = Gejala mosaik berat

Skor 4 = Gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil, atau mati

Gambar 1 Skala kategori serangan penyakit a. Skor 0, b. Skor 1, c. Skor 2, d. Skor 3, e. Skor 4

4. Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun pada 2, 4 dan 6 MSI (2, 4, 6 MSI = 21, 35, 49 HST).

5. Perkembangan populasi kutudaun diamati pada hari ke-1 hingga hari ke-7 dengan menghitung jumlah kutudaun yang ada pada setiap tanaman.

6. Preferensi makan kutudaun diamati pada 1, 2, 4, 6, dan 8 JSI untuk melihat kutudaun memilih makan pada tanaman perlakuan.

Deteksi BCMV Secara Serologi

Deteksi virus dilakukan pada 4 MSI. Daun kacang panjang diambil menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml (bobot daun 1 tutup eppendorf = 0.01 g). Satu daun dari tanaman uji dibuat dalam satu sampel, sehingga total sampel berjumlah 80 sampel untuk seluruh perlakuan. Metode serologi yang digunakan untuk deteksi virus adalah metode ELISA tidak langsung (indirect-ELISA), menggunakan antiserum BCMV (Agdia, USA).

Sap tanaman sebagai antigen disiapkan dengan menggerus daun kacang panjang menggunakan mortar dengan bufer ekstraksi pH 9.6 (1.59 g Na2CO5, 0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air steril) dengan perbandingan 1:100 (v/v). Sebanyak 100 μl sap diisi ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu, plat dicuci 8 kali dengan PBST (Phosphate buffer saline tween-20). Tiap sumuran diisi dengan 100 μl antiserum BCMV (1:200) dalam ECI buffer pH 7.4 (2 g bovine serum albumin, 20 g polyvinylpyrrolidone PVP 40.000, 0.2 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air steril). Setelah itu, plat diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 2 jam, kemudian plat dicuci 5 kali dengan PBST. Selanjutnya, masing-masing sumuran diisi dengan

100 μl enzim konjugat RaM-AP (Rabbit Antimouse IgG-Alkaline phosphatase)

dalam ECI buffer dengan perbandingan (1:200) dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 ºC. Plat dicuci dengan PBST sebanyak 5 kali. Setelah plat dicuci dengan

PBST, tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat PNP (p-nitrophenylphosphate)

dan diinkubasi selama 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna diamati

(19)

8

pada masing-masing sumuran. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 2 kali lebih besar dibandingkan kontrol negatif (tanaman sehat).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Identifikasi Kutudaun

Hasil identifikasi kutudaun yang diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Kelurahan Situ Gede, Kabupaten Bogor Barat, menunjukkan bahwa spesies tersebut adalah A. craccivora. Ciri-ciri penting A. craccivora yang diamati sesuai dengan kunci identifikasi Blackman dan Eastop (2000) yaitu imago kutudaun yang tidak bersayap berwarna hitam dengan panjang tubuh 1.53 mm. Panjang kauda 0.21 mm, berwarna hitam yang mengecil di bagian ujung dan terdapat beberapa rambut kecil yaitu 2-5 rambut pada satu sisi dan 3 rambut pada sisi lainnya. Panjang sifunkuli 0.38 mm, berwarna hitam dan berbentuk silinder yang mengecil di bagian ujungnya. Kepala tempat perlekatan antena tidak berkembang (weakly developed) (Gambar 2).

Gambar 2 Preparat imago kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap a. Imago, b. Kauda, c. Sifunkuli, d. Kepala tempat perlekatan antena tidak berkembang (lingkaran merah)

a

1.53 mm 0.21 mm

0.38 mm

d c

(21)

10

Pengaruh Kitosan terhadap Kejadian Penyakit, Periode Inkubasi dan Tipe Gejala

Kejadian Penyakit. Kejadian penyakit menunjukkan keberadaan suatu

patogen pada tanaman (Agrios 2005). Beberapa tanaman yang diberi perlakuan kitosan tidak menunjukkan gejala infeksi BCMV. Kejadian penyakit tanaman perlakuan menunjukkan lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol. Diantara perlakuan kejadian penyakit terendah ditunjukkan pada perlakuan kitosan 0.9% (Tabel 1).

Periode Inkubasi. Periode inkubasi merupakan tenggang waktu antara

masuknya virus hingga timbulnya gejala pertama pada tanaman (Boss 1990). Berdasarkan hasil penelitian, periode inkubasi yang diperoleh beragam pada masing-masing perlakuan. Periode inkubasi BCMV berkisar antara 5-10 HSI. Periode inkubasi BCMV pada tanaman yang diberi perlakuan kitosan cenderung lebih panjang dari kontrol tanpa perlakuan kitosan (Tabel 1). Gejala pertama kali terlihat pada 5 HSI yaitu pada perlakuan kitosan 0.1%, sedangkan gejala paling lama muncul pada perlakuan kitosan 0.5% (10 HSI).

Tabel 1 Pengaruh perlakuan terhadap kejadian penyakit, periode inkubasi virus dan tipe gejala

Perlakuan1 KP (n/N)2(%) Periode Inkubasi (HSI3) Tipe Gejala4 K0.1

K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

6/105 (60) 1/95 (11) 1/95 (11) 2/95 (22) 0/105 (0) 6/95 (66) 10/105 (100) 0/95 (0)

5 8 10

8 -6 7 5 -

Mr, Ms, Mb Mr, Ms, Mb Mr, Ms, Mb Mr, Ms, Mb Tidak ada gejala Mr, Ms, Mb Mr, Ms, Mb, Md Tidak ada gejala

1

K0.1: Kitosan 0.1%, K0.3: Kitosan 0.3%, K0.5: Kitosan 0.5%, K0.7: Kitosan 0.7%, K0.9: Kitosan 0.9%, K1.0: Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan, K-: Kontrol sehat

2

n: jumlah tanaman yang terinfeksi, N: jumlah tanaman yang diamati (KP = n/N x 100%)

3

HSI: Hari setelah inokulasi

4

Ket: Mr = mosaik ringan, Ms= mosaik sedang, Mb = mosaik berat, Md= malformasi daun

5

N<10: tanaman uji mati oleh serangan busuk pangkal batang

6

- = tidak ada

Tipe Gejala. Gejala merupakan ekspresi dari tanaman akibat adanya

(22)
(23)
(24)

12

Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap NAE dan keparahan penyakit

Perlakuan1 NAE2 Keparahan

Penyakit3

Penghambatan Penyakit (%)5 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

0.319 ± 0.231 a 0.148 ± 0.203 a 0.153 ± 0.217 a 0.278 ± 0.291 a 0.186 ± 0.017 a 0.328 ± 0.288 a 1.442 ± 0.468 b 0.178 ± 0.020 a

2.2 ± 1.9 c 0.4 ± 1.3 a 0.4 ± 1.3 a 0.8 ± 1.7 ab 0.0 ± 0.0 a 1.7 ± 1.5 bc 3.6 ± 0.8 d 0.0 ± 0.0 a

38.9 88.9 88.9 77.8 100.0 52.8 0.0 100.0 1

K0.1: Kitosan 0.1%, K0.3: Kitosan 0.3%, K0.5: Kitosan 0.5%, K0.7: Kitosan 0.7%, K0.9: Kitosan 0.9%, K1.0: Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan, K-: Kontrol sehat

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α=0.05)

3

Keparahan penyakit pada 4 MSI

4

Penghambatan penyakit: (Keparahan Penyakit Kontrol - Keparahan Penyakit Perlakuan) x 100%

Keparahan Penyakit Kontrol

Pengaruh Kitosan terhadap Peubah Pertumbuhan Tanaman

Tinggi. Perlakuan kitosan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman

dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan kitosan. Tanaman perlakuan yang terinfeksi BCMV cenderung tumbuh lebih baik dan secara visual tampak lebih baik dibandingkan tanaman kontrol tanpa perlakuan. Tanaman perlakuan yang terinfeksi BCMV tumbuh sebaik tanaman kontrol sehat (Gambar 4).

Jumlah Daun. Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman perlakuan yang

terinfeksi BCMV lebih banyak dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan kitosan dan cenderung sama dengan jumlah daun tanaman kontrol sehat (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat mempengaruhi pertumbuhan daun tanaman. Jumlah daun tanaman perlakuan berkisar antara 2-18 daun dengan penampakan visual yang terlihat lebih baik (Gambar 6).

Gambar 4 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman

b b b b b b a b

ab

b b b b b

a

ab ab

b b b b b

a b 0 50 100 150 200 250

K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+

K-T ing g i T ana man (c m)

2 MSI 4 MSI 6 MSI

(25)
(26)
(27)

14

Gambar 7 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi A. craccivora

Preferensi Makan A. craccivora. Perlakuan kitosan berpengaruh terhadap

tingkat preferensi makan A. craccivora (Gambar 8 dan 9). Tanaman tanpa perlakuan kitosan terlihat lebih disukai dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan kitosan. Konsentrasi kitosan antar perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap preferensi makan A. craccivora. Hal ini dapat disebabkan karena kitosan dapat menghambat aktifitas makan A. craccivora sehingga A. craccivora lebih memilih makan pada tanaman yang tanpa diberi perlakuan kitosan. Penghambatan makan kutudaun mempengaruhi kemampuan A. craccivora dalam menularkan BCMV, sehingga kejadian penyakit tanaman perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan.

Gambar 8 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada tanaman kacang panjang. JSI: jam setelah infestasi.

0 50 100 150 200 250 300 350 400

1 2 3 4 5 6 7

P opulasi Kutuda un/T ana man (e kor)

Pengamatan Hari ke- Kontrol K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 c

b a a

a ab b ab a a bc

ab b

a

a ab

b

ab a

a ab ab ab ab a a a b b b ab

ab ab ab

a 0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 4 6 8

Juml

ah

Kutuda

un (e

kor)

Waktu Pengamatan (JSI)

(28)

15

Gambar 9 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada daun tanaman kacang panjang yang diletakkan pada baki. JSI: jam setelah infestasi.

Pembahasan Umum

BCMV merupakan salah satu virus penting penyebab penyakit mosaik pada kacang panjang (Udayashankar et al. 2010), termasuk di Indonesia. Virus ini ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun termasuk A. craccivora secara non persisten (Shukla et al. 1994). Penggunaan A. craccivora sebanyak 3 ekor dalam penelitian ini menunjukkan cukup efisien dalam menularkan BCMV, hal ini mengkonfirmasi laporan Susetio (2011). Keberhasilan kutudaun menularkan virus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ketepatan kutudaun menghisap cairan tanaman dari sel tanaman yang mengandung virus (Djikstra dan De Jager 1998).

Perbedaan konsentrasi kitosan yang digunakan berpengaruh terhadap peubah pengamatan. Perlakuan kitosan mampu memperpanjang periode inkubasi. Periode inkubasi virus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti inang, konsentrasi virus, lingkungan, sifat virus, dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus (Walkey 1991; Susetio 2011). Diantara konsentrasi kitosan yang diuji, tanaman yang diberi perlakuan kitosan 0.9% tidak menunjukkan gejala, hal ini diduga karena kitosan mampu menekan infeksi dan multiplikasi virus serta mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus dalam tanaman (Pospieszny et al. 1991). Menurut Mukeshimana et al. (2003) gejala infeksi BCMV berupa mosaik, pemucatan tulang daun (vein clearing), penebalan tulang daun (vein banding), daun menggulung, malformasi daun, kerdil, dan polong serta biji yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sehat. Dalam penelitian ini gejala infeksi BCMV yang muncul pada tanaman perlakuan berupa mosaik ringan hingga mosaik berat. Tipe gejala mosaik berat dan malformasi daun hanya muncul pada tanaman kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi BCMV. Menurut Agrios (2005) keparahan penyakit tergantung oleh umur tanaman saat terserang virus, tingkat virulensi virus serta keberadaan serangga sebagai vektor virus.

b

c

b

a

b

a

b

a

a a

a

ab

a

a

a

a ab

a a a

a

ab

a

a a

a

a

a a a

a

b

a a a

0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 4 6 8

Juml

ah

Kutuda

un (e

kor)

Waktu Pengamatan (JSI)

(29)

16

Secara umum, tanaman yang diberi perlakuan kitosan menunjukkan kejadian dan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kontrol tanpa perlakuan kitosan dan berkorelasi dengan akumulasi BCMV yang nyata lebih rendah (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa kitosan mampu menghambat infeksi BCMV. Penghambatan akumulasi BCMV ini kemungkinan karena nanopartikel kitosan dapat mengikat asam nukleat pada saat virus melakukan penetrasi dan menyebabkan kerusakan pada virus. Selain itu, kitosan juga mampu menonaktifkan sintesis mRNA (Rabea et al. 2003; Chirkov et al. 2006). Alternatif lain, penekanan BCMV mungkin disebabkan oleh kemampuan kitosan dalam menginduksi ketahanan sistemik kacang panjang seperti yang pernah dilaporkan terjadi pada kentang yang lebih tahan terhadap infeksi PVX setelah diberi kitosan (Chirkov et al. 2001).

Penghambatan infeksi paling efektif berdasarkan periode inkubasi, kejadian dan keparahan penyakit serta akumulasi BCMV terdapat pada perlakuan kitosan dengan konsentrasi 0.9%, kemudian berturut-turut pada perlakuan kitosan 0.5%, 0.3%, 0.7%, 1%, dan 0.1%. Ramadhan (2011) melaporkan pada konsentrasi kitosan 1% mampu menghambat penyakit mosaik BCMV strain NL sebesar 67.6% dan 52.8% (BCMV-BlC) pada penelitian ini. Perbedaan strain BCMV yang digunakan dan cara penularan BCMV saat perlakuan kemungkinan berpengaruh terhadap penghambatan penyakit; efek penekanan BCMV oleh kitosan tergantung strain virus dan cara penularan. Tingkat penekanan infeksi virus oleh kitosan bervariasi sesuai dengan berat molekul kitosan (Kulikov et al. 2006). Berat molekul kitosan yang rendah memiliki efek penghambatan yang lebih besar terhadap fitopatogen dibandingkan dengan kitosan yang memiliki berat molekul yang tinggi (Hirano et al. 1989).

Pada penelitian ini kitosan yang digunakan telah dicampur dengan Cu dan Zn dan unsur hara lainnya dengan berat molekul kitosan ≤ 3 kDa. Terikatnya unsur metal dilaporkan meningkatkan aktifitas biologi kitosan (Wang et al. 2005) dan tambahan unsur lainnya, berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman kacang panjang yang diberi perlakuan kitosan, secara visual menunjukkan tinggi tanaman, dan jumlah daun yang nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol tanaman sakit tanpa perlakuan kitosan. Tanaman yang diberi perlakuan kitosan mampu tumbuh lebih baik walaupun tanaman terinfeksi BCMV. Menurut Bautista et al. (2005) tanaman yang diberi perlakuan kitosan secara signifikan lebih terlihat segar, memiliki bobot kering yang lebih tinggi dan jumlah daun yang lebih banyak bila dibandingkan dengan tanaman sakit yang tidak diberi perlakuan kitosan.

(30)

17

kontrol. Konsentrasi paling baik dalam menekan perkembangan populasi kutudaun adalah konsentrasi kitosan 0.9%. Kitosan mampu mempengaruhi proses ganti kulit pada kutudaun (Lehane et al. 1997; Badawy dan El-Aswad 2012) dan mempunyai efek antixenosis dan antibiosis serta mampu mengurangi periode pra-reproduksi, fekunditas harian dan lama hidup kutudaun (Saguez et al. 2005). Rendahnya populasi kutudaun pada perlakuan kitosan diduga dipengaruhi oleh efek antibiosis yang bisa menyebabkan kematian serangga dan kemampuan kitosan dalam menekan fekunditas harian.

(31)

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Perlakuan kitosan mampu menekan infeksi BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora. Selain itu, kitosan juga menekan perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora. Kitosan 0.9% merupakan perlakuan yang paling efektif menekan infeksi BCMV dan vektornya A. craccivora dibandingkan dengan konsentrasi perlakuan lainnya.

SARAN

(32)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi sayuran di Indonesia [internet]. Jakarta (ID). [diunduh 2012 November 19]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id /tab_sub/view.php.

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. New York (US): Academic Press. Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. 2005. Indonesian vegetable seeds: Current

condition and prospects in business of vegetable seeds. Bul Agron. 33(1):38-47.

Badawy MEI, El-Aswad A. 2012. Insecticidal activity of chitosans of different molecular weights and chitosan-metal complexes against cotton leafworm Spodoptera littoralis and oleander aphid Aphis nerii. Plant Protect Sci. 48(3):131-141.

Bautista BS, Velazques MG, Hernandes LM, Bosquez ME, Wilson CL. 2005. Chitosan as potential natural compound to control pre and postharvest diseases of horticultural commodities. Crop Prot. 25:108-118.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World Crop: An Identification and Information Guide. London (GB): The Natural History Museum.

Boonlertnirun S, Boonraung C, Suvanasara R. 2008. Application of chitosan in rice production. J Metals, Materials, Minerals. 18(2):47-52.

Boss L. 1990. Pengantar Virology Tumbuhan. Triharso, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction of Plant Virology.

Chirkov SN, Illina AV, Surgucheva NA, Lethunova EV, Varitsev, Yu A, Tatarinova, Yu N, Varlamov VP. 2001. Effect of chitosan on systemic infection and some defense responses in potato plants. Russian J Plant Physiol. 48:774-779.

Chirkov SN, Kulikov SN, Il’ina AV, Lopatin SA, Varlamov VP. 2006. Effect of the molecular weight of chitosan on its antiviral activity in plants. Prik Biokhim Mikrobiol. 42(2):224-228.

Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a Yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati J Biosci. 16(2):78-82.

Djikstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston (US): Springer.

El Ghaouth A, Arul J, Asselin A, Benhamou N. 1992. Antifungal activity of chitosan on post-harvest pathogens: induction of morphological and cytological alterations in Rhizopus stolonifer. Mycol Res. 96(3):769-779. Faoro F, Sant S, Iriti M, Appiano A. 2001. Chitosan-elicited resitance to plant

viruses: a histochemical and cytochemical study. Di Dalam: Muzzarelli RAA, editor. Chitin Enzymology. Grottammare, Italy. Italy (IT):57–62. Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 1999. Budi Daya Kacang Panjang. Jakarta

(ID): Penebar Swadaya.

(33)

20

Helander IM, Nurmiaho EL, Ahvenainen R, Rhoades J, Roller S. 2001. Chitosan disrupts the barrier properties of the outer membrane of Gram-negative bacteria. Int J Food Microbiol. 71(2):235-244.

Hirano S, Nakahira T, Nakagawa M, Kim SK. 1989. The preparation and applications of functional fibres from crab shell chitin. J Biotech. 70(1):373–377.

Kranz J, Schmuttrer H, Koch W. 1978. Disease, Pests and Weed in Tropical Crops. Chichester (GB): Wiley.

Kulikov SN, Chirkov SN, Il’ina AV, Lopatin SA, Varlamov VP. 2006. Effect of the molecular weight of chitosan on its antiviral activity in plants. Prik Biokhim Mikrobiol. 42(2): 224–228.

Kuswanto, Soetopo L, Afandhi A, Waluyo B. 2007. Perakitan varietas tanaman kacang panjang (Vigna sesquipedalis (L.) Fruwirth) toleran hama aphid dan berdaya hasil tinggi . [laporan penelitian]. Malang (ID): Fakultas pertanian, Universitas Brawijaya.

Lehane MJ, Wu D, Lehane SM. 1997. Peritrophic matrix structure and function. Ann Rev Ent. 43(5):525-550.

Martono B, Hadipoentyanty E, Udarno L. 2004. Plasma nutfah insektisida nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat [Internet]. [diunduh 2012 November 19]. Tersedia pada://www.balittro.go.id./index.php.

Morales FJ, Bos L. 1988. Description of Plant Viruses: Bean common mosaic virus [internet]. Hangzhou (CH). [diunduh 2012 November 19]. Tersedia pada: http//www.dpvweb.net/dpv/showdpv.php? dpvno:337.

Mukeshimana G, Hart LP, Kelly JD. 2003. Bean common mosaic virus and Bean common mosaic necrosis virus. Ext Bul. E-2894.

Nayar KK, Ananthakrishnan TN, David BV. 1976. General and Applied Entomology. New Delhi (IN): Tata Mc Graw-Hill Publishing.

Nurhayati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Palembang (ID): Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

Pospieszny H, Chirkov S, Atabekov J. 1991. Introduction of antiviral resistance in plants by chitosan. Plant Sci. 79(2):63-68.

Pospieszny H. 1997. Antiviroid activity of chitosan. Crop Prot. 16(1):105-106. Pracaya.2008. Pengendalian Hama & Penyakit Tanaman secara Organik.

Yogyakarta (ID): Kanisius.

Rabea EI, Badawy MEI, Rogge TM, Stevens CV, Steurbaut W, Hofte M, Smagghe G. 2006. Enhancement of fungicidal and insecticidal activity by reductive alkylation of chitosan. Pest Manage Sci. 62(3):890-897.

Ramadhan R. 2011. Evaluasi beberapa konsentrasi kitosan terhadap penekanan infeksi Bean common mosaic virus pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.). [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Saguez J, Hainez R, Cherqui A, Van WO, Jeanpierre H, Lebon G, Noiraud N, Beaujean A, Jouanin L, Laberche J, Vincent C, et al. 2005. Unexpected effect of chitinases on the peach-potato aphid (Myzus persicae Sulzer) when delivered via transgenic potato plants (Solanum tuberosum Linne) and in vitro. Trans Res. 14(1):57-67.

(34)

21

Susetio H. 2011. Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons kultivar kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui kutudaun (Aphis craccivora Koch.). [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syahrawati M, Busniah M. 2009. Serangga hama dan predator pada pertanaman kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk) fase generatif di kota Padang. [laporan DIPA]. Padang (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Padang.

Udayashankar AC, Nayaka SC, Kumar HB, Mortensen CN, Shetty HS, Prakash HS. 2010. Establishing inoculum threshold levels for Bean common mosaic virus strain blackeye cowpea mosaic infection in cowpea seed. African J Biotech. 9(53):8958-8969.

Walkey DGA. 1991. Applied Plant Virology. 2nd ed. London (UK): Chapman and Hall.

Wang X, Du Y, Fan L, Liu H, Hu Y. 2005. Chitosan-metal complexes as antimicrobial agent, synthesis, characterization and structure activity study. Pol Bul. 55:105-113.

Zeng D, Luo X, Tu R. 2012. Application of bioactive coatings based on chitosan for soybean seed protection. Int J Carbo Chem. 10(4):565-585.

(35)
(36)

Lampiran 1 Pengaruh kitosan terhadap periode inkubasi virus

Ulangan Periode Inkubasi (HSI

1 )

K0.12 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 - - - 6 4 4 - 4 4 6 Mati 8 - - - - - - - - - - Mati - - - - - - 10 - 12 Mati - - - - - - 4 - - - - - - - - - - 8 6 - Mati 8 8 6 4 - - 4 4 6 4 6 4 4 4 6 4 - - - - - - Mati - - -

Rerata 5 8 10 8 - 7 5 -

1

HSI: Hari Setelah Inokulasi

2

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat

Lampiran 2 Pengaruh kitosan terhadap keparahan penyakit

Ulangan Skor Keparahan Penyakit

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0 0 4 4 4 0 3 3 4 Mati 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Mati 0 0 0 0 0 0 4 0 4 Mati 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 2 0 Mati 2 4 2 2 0 0 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Rerata ± Stdev2 2.2 ± 1.9 c 0.4 ± 1.3 a 0.4 ± 1.3 a 0.8 ± 1.7 ab 0.0 ± 0.0 a 1.7 ± 1.5 bc 3.6 ± 0.8 d 0.0 ± 0.0 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

(37)

Lampiran 3 Sidik ragam keparahan penyakit 4 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 104.181 14.883 8.787 0.000

Error 67 112.889 3.322

Total Koreksi 74 217.070

Lampiran 4 Pengaruh kitosan terhadap nilai absorbansi ELISA

Ulangan NAE

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.148 (-)2 0.162 (-) 0.160 (-) 0.226 (+) 0.673 (+) 0.363 (+) 0.187 (-) 0.228 (+) 0.239 (+) 0.804 (+) Mati 0.778 (+) 0.199 (-) 0.183 (-) 0.178 (-) 0.224 (-) 0.164 (-) 0.144 (-) 0.151 (-) 0.147 (-) 0.153 (-) 0.168 (-) Mati 0.160 (-) 0.178 (-) 0.159 (-) 0.174 (-) 0.202 (-) 0.175 (-) 0.822 (+) 0.149 (-) 0.853 (+) Mati 0.171 (-) 0.165 (-) 0.154 (-) 0.161 (-) 0.154 (-) 0.185 (-) 0.793 (+) 0.175 (-) 0.188 (-) 0.196 (-) 0.193 (-) 0.179 (-) 0.182 (-) 0.194 (-) 0.170 (-) 0.161 (-) 0.225 (-) 0.877 (+) 0.256 (+) 0.207 (-) Mati 0.218 (+) 0.869 (+) 0.221 (+) 0.223 (+) 0.204 (-) 0.208 (-) 2.046 (+) 0.770 (+) 1.283 (+) 1.867 (+) 1.025 (+) 1.008 (+) 1.224 (+) 1.508 (+) 2.171 (+) 1.519 (+) 0.198 (-) 0.193 (-) 0.193 (-) 0.163 (-) 0.188 (-) 0.176 (-) Mati 0.176 (-) 0.186 (-) 0.132 (-) Rerata ± Stdev3

0.319±0.231 a 0.148±0.295 a 0.153±0.288 a 0.278±0.291 a 0.186±0.017 a 0.328±0.288 a 1.442±0.468 b 0.178±0.020 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat

2

Uji dinyatakan positif jika NAE sampel dua kali NAE kontrol negatif ELISA, Perlakuan K0.1, K0.5, K0.7, K1.0, K-, K+ [NAE K(-): 0.102]; Perlakuan K0.3,K0.9 [NAE K(-): 0.153]

3

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

(38)

Lampiran 5 Sidik ragam NAE pada 4 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 11.885 1.698 26.899 0.000

Error 67 4.518 0.158

Total Koreksi 74

Lampiran 6 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI

Ulangan Tinggi Tanaman (cm)

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 34 27 32 31 29 30 32 31 39 33 Mati 22 27 38 37 39 38 39 33 40 32 31 Mati 42 34 43 35 26 38 33 39 33 Mati 30 34 42 36 32 37 33 36 30 34 30 32 35 37 33 39 47 34 45 31 Mati 32 37 39 33 34 32 28 31 25 22 28 27 24 35 25 29 32 35 36 32 33 29 Mati 33 31 30 Rerata ± Stdev2 31.8 ± 3.2 b 34.7 ± 6.2 b 34.8 ± 5.3 b 35.1 ± 3.7 b 35.3 ± 5.0 b 35.2 ± 4.4 b 27.4 ± 3.7 a 32.2 ± 2.2 b

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 7 Sidik ragam tinggi tanaman pada 2 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 505.513 72.216 3.526 0.003

Error 67 1308.989 33.939

Total Koreksi 74 1814.502

(39)

Lampiran 8 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 4 MSI

Ulangan Tinggi Tanaman (cm)

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 124 79 150 173 143 158 101 193 168 176 Mati 94 130 192 207 156 191 164 158 162 203 172 Mati 200 167 175 164 170 112 94 149 109 Mati 132 145 242 174 182 179 167 171 172 197 189 140 145 148 180 143 156 118 129 141 Mati 196 183 214 134 209 137 115 131 121 129 112 116 110 146 115 121 146 141 141 150 144 113 Mati 146 154 173 Rerata ± Stdev2 146.5±35.7 ab 161.5±34.4 b 161.8±36.4 b 164.3±37.7 b 164.1±20.4 b 162.3±37.7 b 121.6±10.9 a 145.3±15.6 ab

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 9 Sidik ragam tinggi tanaman pada 4 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 15277.674 2182.525 2.408 0.031

Error 67 61138.911 1858.570

Total Koreksi 74 76416.585

(40)

Lampiran 10 Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman pada 6 MSI

Ulangan Tinggi Tanaman (cm)

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 177 128 194 203 188 184 132 237 197 201 Mati 123 176 234 251 198 263 194 187 206 247 213 Mati 256 197 192 205 207 175 143 187 153 Mati 189 206 285 201 227 202 196 231 218 265 243 196 184 189 208 198 207 182 183 185 Mati 227 214 268 163 261 174 156 187 192 198 184 141 128 137 150 159 196 198 201 199 187 166 Mati 202 195 255 Rerata ± Stdev2 184.1±32.7 ab 203.5±42.3 b 203.8±34.2 b 205.1±35.8 b 213.9±25.6 b 206.3±38.3 b 163.2±251 a 199.8±23.4 b

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 11 Sidik ragam tinggi tanaman pada 6 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 18789.211 2684.173 2.453 0.028

Error 67 71500.289 1988.109

Total Koreksi 74 90289.500

(41)

Lampiran 12 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun pada 2 MSI

Ulangan Jumlah Daun

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 3 2 3 4 3 2 3 3 4 3 Mati 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Mati 2 3 3 3 3 4 3 3 3 Mati 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 Mati 3 3 3 4 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 4 3 3 Mati 3 3 2 Rerata ± Stdev2 3.0 ± 0.6 b 2.8 ± 0.3 ab 3.0 ± 0.5 b 3.1 ± 0.6 b 3.3 ± 0.4 b 3.2 ± 0.6 b 2.4 ± 0.5 a 2.8 ± 0.6 ab

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 13 Sidik ragam jumlah daun pada 2 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 5.237 0.748 2.324 0.037

Error 67 20.722 0.550

Total Koreksi 74 25.959

(42)

Lampiran 14 Pengaruh terhadap jumlah daun pada 4 MSI

Ulangan Jumlah Daun

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 8 5 8 9 8 8 7 10 13 12 Mati 8 10 10 11 10 11 10 8 7 11 9 Mati 12 10 11 10 9 7 8 9 10 Mati 8 11 9 8 9 11 12 11 9 9 9 10 9 11 7 10 8 9 11 8 Mati 10 9 12 9 10 9 8 9 7 8 7 7 9 9 7 8 7 10 8 12 8 8 Mati 8 11 9 Rerata ± Stdev2 8.8 ± 2.3 ab 9.4 ± 1.4 ab 9.6 ± 1.5 b 9.6 ± 1.4 b 9.3 ± 1.2 ab 9.6 ± 1.2 b 7.9 ± 0.8 a 9.0 ± 1.6 ab

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 15 Sidik ragam jumlah daun pada 4 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 24.257 3.465 1.384 0.229

Error 67 156.822 3.796

Total Koreksi 74 181.079

(43)

Lampiran 16 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun pada 6 MSI

Ulangan Jumlah Daun

K0.11 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0 K+ K-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 9 11 11 10 13 10 14 14 17 Mati 11 13 12 14 14 15 17 10 11 16 14 Mati 18 12 13 14 11 10 11 13 14 Mati 11 14 13 10 13 15 16 14 13 12 13 15 13 15 10 13 12 13 13 11 Mati 12 13 17 12 15 11 10 12 11 11 9 10 11 12 9 10 10 14 12 16 11 13 Mati 11 15 12 Rerata ± Stdev2 12.1 ± 2.4 ab 13.0 ± 2.2 b 13.2 ± 2.5 b 13.2 ± 1.8 b 13.0 ± 1.4 b 13.0 ± 1.9 b 10.5 ± 1.0 a 12.6 ± 2.0 b

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K+: Kontrol tanpa perlakuan kitosan yang diinokulasi virus, K-: Kontrol sehat.

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 17 Sidik ragam jumlah daun pada 6 MSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 7 56.734 8.105 1.834 0.098

Error 67 266.511 5.556

Total Koreksi 74 323.245

(44)

Lampiran 18 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-1

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 18 17 15 17 18 15 12 18 12 11 12 11 12 9 10 18 10 9 7 2 5 6 3 9 11 2 5 4 5 6 5 9 5 6 5 Rerata ± Stdev2 16.6 ± 1.1 e 13.6 ± 2.8 de 10.8 ± 1.3 cd 9.2 ± 5.8 bc 6.8 ± 3.1 abc 4.4 ± 1.5 a 6.0 ± 1.7 ab

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 19 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-1

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 571.171 95.362 10.135 0.000

Error 28 242.000 13.453

Total Koreksi 34 814.171

Lampiran 20 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-2

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 34 38 28 24 35 13 17 24 16 17 18 6 6 16 17 15 14 11 6 8 14 4 11 14 16 6 9 6 11 17 11 19 9 5 3 Rerata ± Stdev2 31.8 ± 5.6 c 17.4 ± 4.0 b 13.2 ± 5.3 ab 10.8 ± 3.0 ab 11.8 ± 4.7 ab 9.8 ± 4.5 a 9.4 ± 6.2 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

(45)

Lampiran 21 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-2

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 1887.143 314.524 11.634 0.000

Error 28 694.400 38.422

Total Koreksi 34 2581.543

Lampiran 22 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-3

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5

56 32 44 42 68

15 14 22 16 28

26 14 14 19 22

24 29 14 14 11

17 9 14 16 21

11 11 17 24 16

22 28 18 11 5 Rerata ± Stdev2 48.4 ± 13.8 b 19.0 ± 5.9 a 19.0 ± 5.1 a 18.4 ± 7.7 a 15.4 ± 4.3 a 15.8 ± 5.3 a 16.8 ± 9.0 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 23 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-3

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 4138.771 697.295 10.365 0.000

Error 28 1775.200 107.442

Total Koreksi 34 5958.971

(46)
(47)

Lampiran 24 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-4

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 88 51 72 63 96 23 24 28 24 26 31 16 19 22 26 24 35 18 11 14 24 13 19 22 26 14 22 30 21 26 26 26 21 11 10 Rerata ± Stdev2 74.0 ± 18.2 b 25.0 ± 2.0 a 22.8 ± 5.8 a 20.4 ± 9.5 a 20.8 ± 5.0 a 22.6 ± 5.9 a 18.8 ± 7.8 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 25 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-4

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 11826.800 1971.133 24.442 0.000

Error 28 2342.800 165.272

Total Koreksi 34 14169.600

Lampiran 26 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-5

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 107 82 171 88 131 43 44 37 46 42 44 34 40 48 45 36 58 28 31 38 41 36 21 42 51 21 25 28 26 18 36 38 30 26 11 Rerata ± Stdev2 115.8 ± 36.3 b 42.4 ± 3.3 a 42.2 ± 5.4 a 38.2 ± 11.7 a 38.2 ± 11.0 a 23.6 ± 4.0 a 28.2 ± 10.7 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

(48)

Lampiran 27 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-5

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 29167.486 4861.248 17.145 0.000

Error 28 6998.400 331.874

Total Koreksi 34 36165.886

Lampiran 28 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-6

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5

235 192 238 164 193

77 83 64 92 70

56 48 64 53 86

56 93 41 49 55

62 54 35 49 81

42 34 37 20 30

37 24 89 44 12 Rerata ± Stdev2 204.4 ± 31.5 c 77.2 ± 10.9 b 61.4 ± 14.9 ab 58.8 ± 20.0 ab 56.2 ±16.9 ab 32.6 ± 8.2 a 41.2 ± 29.4 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 29 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-6

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 102418.171 17069.695 37.356 0.000

Error 28 11844.800 676.474

Total Koreksi 34 114262.971

(49)

Lampiran 30 Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi kutudaun hari ke-7

Ulangan Populasi Kutudaun (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 353 276 304 292 271 115 67 142 126 135 106 74 80 64 157 87 137 67 88 89 87 108 35 49 81 42 34 37 20 30 64 31 15 66 15 Rerata ± Stdev2 299.2 ± 32.2 b 117.0 ± 29.7 a 96.2 ± 37.3 a 93.8 ± 26.3 a 56.2 ± 16.9 ab 32.6 ± 8.2 a 66.2 ± 54.2 a

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 31 Sidik ragam perkembangan populasi kutudaun hari ke-7

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 196434.743 32739.124 26.156 0.000

Error 28 31642.400 1652.183

Total Koreksi 34 228077.143

Lampiran 32 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 1 JSI

Ulangan Jumlah Kutudaun pada Perlakuan (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 6 5 5 4 6 5 4 3 1 2 4 3 3 5 3 2 3 2 5 3 1 2 4 2 1 2 1 1 2 1 0 2 2 1 4 Rerata ± Stdev2 5.2 ± 0.8 c 3.0 ± 1.5 ab 3.6 ± 0.8 bc 3.0 ± 1.2 ab 2.0 ± 1.2 ab 1.4 ± 0.5 a 1.8 ± 1.4 ab

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

(50)

Lampiran 33 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 1 JSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 50.286 8.381 5.293 0.001

Error 28 38.000 1.582

Total Koreksi 34 88.286

Lampiran 34 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 2 JSI

Ulangan Jumlah Kutudaun pada Perlakuan (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5

5 7 2 5 5

3 1 4 6 5

1 2 1 4 3

4 2 4 5 3

3 4 4 0 1

1 1 0 0 3

3 3 5 0 0 Rerata ± Stdev2 4.8 ± 1.7 b 3.8 ± 1.9 b 2.2 ± 1.3 ab 3.6 ± 1.1 b 2.4 ± 1.8 ab 1.0 ± 1.2 a 2.2 ± 2.1 ab

1

K0.1 : Kitosan 0.1%, K0.3 : Kitosan 0.3%, K0.5 : Kitosan 0.5%, K0.7 : Kitosan 0.7%, K0.9 : Kitosan 0.9%, K1.0 : Kitosan 1%, K: Kontrol

2

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α= 0.05)

Lampiran 35 Sidik ragam preferensi makan kutudaun pada 2 JSI

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadran Kuadrat Tengah F hitung Pr > F

Perlakuan 6 48.686 8.114 2.510 0.050

Error 28 77.600 3.233

Total Koreksi 34 126.286

(51)

Lampiran 36 Pengaruh kitosan terhadap preferensi makan kutudaun pada 4 JSI

Ulangan Jumlah Kutudaun pada Perlakuan (ekor)

K1 K0.1 K0.3 K0.5 K0.7 K0.9 K1.0

1 2 3 4 5 5 4 4 6 5 1 6 4 2 3 1 1 4 3 1

Gambar

Gambar 1  Skala kategori serangan penyakit a. Skor 0, b. Skor 1, c. Skor 2, d.
Gambar 2  Preparat imago kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap a. Imago, b.
Gambar 4  Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman
Gambar 7  Pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi A. craccivora
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Edward K Morlok, Pemilihan moda itu adalah apabila jumlah dari total masing-masing tempat asal ke setiap tujuan telah diperkirakan untuk setiap maksud perjalanan,

“Manawi ing sejatosipun kisanak, kula piyambak dereng sumerep, sarta dereng terang dhateng nalar-nalaripun, namung nyariosaken lelabuhanipun para sujanma ing jaman

Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas IX MTs Negeri 1 Pringsewu dalam menulis iklan baris tergolong baik sekali dengan skor rata-rata

Salah satu data yang diperlukan dalam perencanaan tersebut adalah debit, dimana debit tersebut akan diperoleh dari pengolahan data lapangan berupa lebar penampang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Rancang Bangun Aplikasi E-commerce Sebagai Peningkatan Penjualan Hasil Pertanian Desa Dukuhwulung kesimpulan

Pada bulan Agustus, yaitu saat kebutuhan energi desa Praingkareha tidak dapat dipenuhi oleh PLTMH Laputi, maka PLTD Tabundung akan membantu dalam memasok energi

Prije prelaska na ovu fazu organizacija mora još jednom redefinirati svoju strategiju ako je to potrebno, provjeriti svoju organizacijsku strukturu te posegnuti za

Dari pengamatan dan analisis data hasil penelitian pada enam varietas kacang tanah yang ditanam di tanah bertekstur liat dapat disimpulkan bahwa varietas berbeda