• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Tuban, Jawa Timur pada tanggal 01 Oktober 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suprijanto dan Ibu Dyah Wiyati. Tahun 2008 penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 02 Tuban dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai Staff HRD Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman IPB (2009-2010), Sekretaris Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman IPB (2010-2011), Anggota Entomologi Club (2009-2012) dan Anggota Capung Fotografi Club (2009-2012). Pada tahun 2009 penulis magang di kelompok tani Makmur Abadi, Batu, Jawa Timur. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis mendapatkan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian (PKM-P), kewirausahaan (PKM-K) dan pengabdian masyarakat (PKM-M). Penulis menjadi juara II Linnaean Game dalam kongres VIII Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) tahun 2012 dan juara II Lomba Cerdas Cermat Departemen Proteksi Tanaman dalam rangka PORSSITA tahun 2012.

ABSTRAK

DITA MEGASARI. Keefektifan Kitosan terhadap Penekanan Infeksi Bean common mosaic virus dan Vektornya, Aphis craccivora Koch., pada Tanaman Kacang Panjang. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI dan SUGENG SANTOSO.

Aphis craccivora merupakan salah satu hama penting pada kacang panjang. Hama ini menimbulkan kerugian bagi tanaman dan juga berperan penting sebagai vektor Bean common mosaic virus (BCMV) di lapang. Penelitian ini dilakukan untuk menguji keefektifan kitosan dalam menekan BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora dan menguji pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora. Kitosan diaplikasikan dengan cara penyemprotan pada daun dengan konsentrasi antara 0.1-1%. Penularan BCMV dilakukan dengan vektor A. craccivora, yaitu dengan tiga imago per tanaman. Pengamatan periode inkubasi, kejadian penyakit dan keparahan penyakit BCMV dilakukan hingga empat minggu setelah penularan. Deteksi serologi untuk mengetahui akumulasi BCMV dilakukan pada empat minggu setelah penularan virus. Uji pengaruh kitosan terhadap perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora dilakukan di laboratorium dengan menggunakan konsentrasi yang sama. Secara umum, tanaman dengan perlakuan kitosan bisa menekan keparahan penyakit, meringankan gejala, menekan kejadian penyakit, dan menekan akumulasi BCMV secara signifikan. Seluruh tanaman dengan perlakuan kitosan menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman kontrol tanpa perlakuan. Perlakuan kitosan menekan perkembangan populasi dan mengurangi preferensi makan A. craccivora. Hal ini menunjukkan kitosan mampu menekan penyakit BCMV, sekaligus menekan perkembangan populasi dan preferensi makan A. craccivora pada tanaman kacang panjang. Penekanan infeksi BCMV ini diduga berhubungan juga dengan kemampuan kitosan sebagai penghambat makan (anti-feedant) A. craccivora. Dari konsentasi kitosan yang diuji, konsentrasi 0.9% merupakan konsentrasi kitosan yang paling efektif dalam menekan BCMV dan vektornya A. craccivora secara nyata.

ABSTRACT

DITA MEGASARI. The Effectiveness of Chitosan in Suppression of Bean common mosaic virus and its Vector, Aphis craccivora Koch., on Yard Long Bean. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI and SUGENG SANTOSO.

Aphis craccivora is one of important pests on yard long bean. It can cause direct damage and also indirect effect as vector of Bean common mosaic virus (BCMV). The research was done to test the effectiveness of chitosan in suppressing BCMV transmitted by A. craccivora and also its effect on aphids population growth and feeding preference. Chitosan with concentration ranged from 0.1-1% was applied as leaf spraying at 1 day before BCMV transmission. BCMV was transmitted by viruliferous 3 aphids per plant. The incubation period, disease incidence and severity, was observed up to 4 weeks post BCMV transmission. BCMV accumulation was detected serologically at 4 weeks post viral transmission. The effect of chitosan on population and feeding preference of A. craccivora was conducted in laboratory trial using similar chitosan concentrations. Generally, plants treated by chitosan showed lower severity and milder symptom, lower disease incidence and reduced BCMV accumulation significantly in compared with untreated control plants. All treatment plants showed better growth than untreated plants significantly. The chitosan treatments either on the leaves or plants suppressed the population and feeding preferences of A. craccivora significantly in compare to that of untreated ones. These showed the positive effects of chitosan on either suppressing BCMV or A. craccivora population and feeding preference. The suppression of BCMV infection transmitted by aphid might correlate with the antifeedant effect of chitosan on ability of A. craccivora. Based on obtained data, among chitosan concentrations tested, chitosan with concentration 0.9% was the most effective concentration in suppressing BCMV and its vector A. craccivora.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Kacang panjang memiliki kandungan gizi cukup lengkap yaitu terdiri dari protein, lemak, mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin B dan vitamin C (Haryanto et al. 1999). Produksi kacang panjang pada tahun 2010 mencapai 489.449 ton dan pada tahun 2011 menurun menjadi 458.307 ton (BPS 2011). Penurunan produksi kacang panjang ini dapat disebabkan oleh serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma.

Hama yang umumnya menyerang kacang panjang adalah ulat penggerek polong (Maruca testulalis Geyer), kutudaun (Aphis craccivora Koch.), ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufnagel), kepik polong (Riptortus linearis Fabr.), lalat bibit (Agromyza phaseoli Coq.) dan wereng (Empoasca sp.) (Syahrawati dan Busniah 2009). Penyakit penting kacang panjang yang sering ditemui diantaranya layu cendawan (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), puru akar (Meloidogyne sp.) dan mosaik yang disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya Bean common mosaic virus (BCMV), Bean yellow mosaic virus (BYMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).

Masalah utama dalam budidaya kacang panjang adalah serangan kutudaun yang juga merupakan vektor BCMV dan mampu menurunkan hasil produksi sebesar 65.87% (Kuswanto et al. 2007). Lebih dari 190 spesies kutudaun diketahui dapat menularkan virus. Genus yang paling umum sebagai vektor virus tanaman adalah Aphis, Macrosiphum, Myzus, Ropalosiphum, Toxoptera dan Brevicoryne. Aphis merupakan genus yang mampu menularkan lebih dari 160 virus yang berbeda. Virus yang ditularkan oleh kutudaun kebanyakan menyebabkan penyakit mosaik dan umumnya ditularkan kutudaun secara nonpersisten, semipersisten dan persisten (Nurhayati 2012).

A. craccivora termasuk dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata, kelas Insecta, ordo Homoptera, famili Aphididae, genus Aphis, spesies Aphis craccivora (Kranz et al. 1978). A. craccivora adalah hama utama pada tanaman kacang-kacangan dan telah dilaporkan di semua benua kecuali Antartika. Spesies ini menyebabkan kerugian secara kualitatif dan kuantitatif pada produksi kacang panjang serta dapat menularkan beberapa virus tanaman, diantaranya adalah BCMV dan CaBMV. Kerusakan disebabkan oleh imago dan nimfa A. craccivora yang makan secara bergerombol pada daun, tunas, polong dan bunga kacang panjang (Nayar et al. 1976).

Damayanti et al. (2009) melaporkan pada pertengahan tahun 2008 di Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Indramayu dan Cirebon) terjadi ledakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan gejala mosaik kuning yang disebabkan oleh BCMV-black eye cowpea (BCMV-BlC) yang menginfeksi secara tunggal atau bersama dengan Cucumber mosaic virus (CMV).

BCMV termasuk ke dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Potyvirus merupakan kelompok virus terbesar yang beranggotakan lebih dari 100 spesies (Agrios 2005). Partikel BCMV berbentuk filamen dengan panjang 750 nm dan lebar 12-15 nm. Tipe asam nukleatnya single stranded RNA (ssRNA/RNA utas

2

tunggal). Kandungan asam nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan protein dalam coat protein sebesar 95%. BCMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis, beberapa spesies kutudaun secara non-persisten, melalui benih dan polen (Morales dan Bos 1988).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 ditetapkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT), selanjutnya dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian OPT merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan (Martono et al. 2004).

Penggunaan kitosan merupakan alternatif pengendalian OPT yang baik, karena memiliki spektrum luas dan bersifat tidak beracun terhadap manusia dan organisme bukan sasaran, mudah terurai serta mampu bersifat sebagai insektisida, fungisida dan bakterisida (Rabea et al. 2006). Kitosan berasal dari deasetilasi kitin yang merupakan biopolimer alami terbanyak kedua di alam setelah selulosa. Kitosan dapat menginduksi sistem ketahanan sistemik dengan menginduksi ketahanan pada tanaman sehingga meningkatkan resistensi terhadap serangan hama dan penyakit (Boonlertnirun et al. 2008). Kandungan logam yang terikat pada kitosan seperti Ag, Cu, Hg, Ni dan Zn dilaporkan mampu meningkatkan aktifitas biologi kitosan (Wang et al. 2005). Perbedaan berat molekul dan kandungan logam pada kitosan dilaporkan dapat mempengaruhi aktifitas makan kutudaun. Menurut Badawy dan El-Aswad (2012) semakin tinggi berat molekul dan semakin tinggi kandungan logam Cu yang terikat pada kitosan menunjukkan penghambatan makan terhadap kutudaun semakin tinggi.

Zeng et al. (2012) melaporkan bahwa konsentrasi kitosan 5% mampu mengurangi serangan Agrotis ipsilon pada tanaman kedelai di Cina. Kitosan dilaporkan memiliki efek insektisida yang mematikan Aphis nerii pada tanaman oleander dan Spodoptera littoralis pada tanaman kapas di Mesir (Badawy dan El- Aswad 2012) serta mampu mematikan Plutella xylostella dan Helicoverpa armigera (Zhang et al. 2003). Kitosan memiliki efek penghambat makan, aktifitas insektisida (Zhang et al. 2003), serta memiliki efek antixenosis dan antibiosis (Saguez et al. 2005). Kitosan juga mampu menekan infeksi Alternaria alternata, Botrytis cinerea, Colletotrichum gloeosporioides (El Ghaouth et al. 1992), Erwinia amylovora, Agrobacterium tumefaciens (Helander et al. 2001), Alfalfa mosaic virus (ALMV) (Pospiezny et al. 1991) dan Potato spindle tuber viroid (PSTVd) (Pospiezny 1997). Haryanto (2010) melaporkan bahwa kitosan mampu menekan infeksi BCMV melalui aplikasi kitosan pada benih, dan penyemprotan pada daun sebelum serta sesudah inokulasi mekanis BCMV. Namun, belum diketahui efek kitosan terhadap BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora dan terhadap perkembangan populasi serta preferensi makan A. craccivora. Selain dapat ditularkan melalui benih, penularan dan penyebaran BCMV di lapang difasilitasi oleh kutudaun. Oleh karena itu, perlu dikaji potensi kitosan dalam menekan infeksi BCMV dan efeknya terhadap kemampuan A. craccivora dalam menularkan BCMV.

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas kitosan dalam menekan infeksi Bean common mosaic virus dan vektornya, Aphis craccivora, pada tanaman kacang panjang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan strategi pengendalian Bean common mosaic virus dan vektornya, Aphis craccivora, pada tanaman kacang panjang.

Dokumen terkait