• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai Desember 2014. Perbanyakan sumber inokulum virus dan serangga vektor, uji kisaran inang, uji efisiensi penularan oleh serangga vektor, dan uji virus tular benih dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, IPB; deteksi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, IPB; identifikasi serangga vektor dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga, IPB; dan pengeringan tanaman dilakukan di Laboratorium Toksikologi Serangga, IPB dan Wilayah Kerja Kantor Pos Bogor, BBKP Tanjung Priok.

Metode Penelitian Penyiapan Sampel Tanaman Pepaya Terinfeksi PRSV

Pengamatan dan pengambilan sampel tanaman yang bergejala dilakukan di lahan pepaya milik petani di Medan (Desa Namo Belin) dan lahan percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT)-Bogor (Desa Ciomas). Daun pepaya asal Desa Namo Belin yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan gejala mosaik, malformasi daun, dan didukung dengan mosaik hijau bergaris pada petiolnya, sedangkan sampel dari Desa Ciomas adalah buah yang menunjukkan gejala bercak cincin. Sampel daun bergejala PRSV juga diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, IPB, yaitu PRSV isolat Aceh (Desa Lambaro) dan Bogor (Desa Situgede), dan BKP Kelas II Denpasar (PRSV isolat Bali). Sebagian sampel daun disimpan pada suhu -80⁰C dan sebagian lagi digunakan sebagai sumber inokulum untuk perbanyakan inokulum virus (PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor).

Deteksi PRSV dengan metode Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Sampel daun dan buah bergejala dari lapangan digunakan untuk dekteksi PRSV secara molekuler dengan RT-PCR yang terdiri atas empat tahapan, yaitu ekstraksi RNA total, sintesis DNA komplemen (cDNA), amplifikasi DNA target, dan visualisasi hasil amplifikasi.

Ekstraksi RNA total. RNA total diekstraksi dari daun tanaman bergejala PRSV dengan metode Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) (Doyle dan

10

Doyle 1987). Sebanyak 0.1 g daun tanaman bergejala digerus menggunakan nitrogen cair dan ditambah dengan 500 µL bufer ekstraksi yang mengandung 1% 2-β-mercaptoethanol yang sebelumnya telah diinkubasikan pada suhu 65ºC selama 10 menit. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 mL dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 65ºC selama 30 menit, dan dibolak–

balik setiap 10 menit sekali untuk membantu proses lisis. Setelah diinkubasi, tabung diangkat dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan dengan 500 µL campuran Chloroform:Isoamilalcohol (24:1). Tabung dibolak-balik selama 5 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditempatkan ke dalam tabung mikro yang baru, dan ditambah Isopropanol dengan volume yang sama dengan supernatan yang diperoleh. Tabung dibolak balik kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 500µL etanol 70% pada pelet RNA, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm selama 5 menit. Etanol dibuang, pelet RNA dikeringkan dengan meletakkan tabung pada posisi terbalik. Pelet RNA yang diperoleh dilarutkan dalam 50 µL bufer TE 1x(10 mM Tris-HCl pH 8.0 mM EDTA) dan siap digunakan sebagai templet dalam reaksi transkipsi balik.

Sintesis cDNA. RNA hasil ekstraksi digunakan sebagai templet dalam reaksi transkripsi balik untuk menghasilkan cDNA. Setiap 10 µL reaksi transkripsi balik terdiri atas 2 µL bufer RT, 0.50 µL dNTP 10 mM, 0.35 µL DTT 50 mM, 0.35 µL RNAse Inhibitor (Thermo Scientific, US), 0.35 µL M-MuLV (ThermoScientific, US), 3.7 µL H2O bebas nuklease, 0.75 µL Oligo d(T), dan 2µL RNA templet. Transkripsi balik RNA dilakukan pada suhu 37 ºC selama 1 jam, dan 70 ºC selama 10 menit. cDNA yang dihasilkan digunakan sebagai templet DNA dalam reaksi PCR.

Amplifikasi cDNA. Setiap reaksi amplifikasi (25 µL) terdiri atas 1 µL cDNA, 1 µL Primer F 10 µM, 1 µL primer R 10 µM, 12.5 µL GTG Master mix, 9.5 µL dH2O. Primer yang digunakan adalah primer spesifik dengan target protein selubung PRSV yaitu PRSV326(‘5 TCGTGCCACTCAATCACAAT-3’)

sebagai primer F dan PRSV800(5’-GTTACTGACACTGCCGTCCA-3’) sebagai primer R, dengan target amplikon berukuran ±475 pb. Amplifikasi cDNA dimulai dengan tahapan predenaturasi pada suhu 94 ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus. Tahapan selanjutnya sebanyak 35 siklus yang terdiri atas denaturasi pada 94 ºC selama 30 detik, penempelan pada 50 ºC selama 1 menit, ekstensi pada 72 ºC selama 1 menit, ekstensi final pada 72 ºC selama 7 menit.

Visualisasi DNA. DNA hasil amplifikasi dianalisis pada gel agarosa 1% yang dilarutkan dalam bufer 0.5xTris-Borate EDTA (TBE). Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 50 volt selama 50 menit, selanjutnya direndam dalam larutan Etidium bromida 1% selama 15 menit. Visualisasi DNA dilakukan di bawah UV transluminator dan didokumentasikan dengan kamera digital. Sampel dikatakan positif, saat muncul pita DNA.

Analisis susunan Nukleotida

DNA hasil amplifikasi dikirim ke First Base (Singapura) untuk dirunut sikuen nukleotidanya. Hasil sikuen dianalisis dengan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada situs National Center for Biotechnology

11

Informatio (www.ncbi.nlm.nih.gov). Hasil sikuen nukleotida tersebut dibandingkan dengan sikuen nukleotida virus asal negara lain yang terdaftar di

GenBank. Tingkat homologi nukleotida diperoleh dengan program ClustalW multiple alignment dan Sequences Identity Matrix menggunakan perangkat lunak BioEdit7.05.

Perbanyakan Sumber Inokulum PRSV

Perbanyakan sumber inokulum virus dilakukan untuk 4 isolat PRSV, yaitu Medan, Aceh, Bogor (Situgede), dan Bali pada tanaman pepaya var. ‘California’

yang berumur 3-4 minggu dengan metode inokulasi secara mekanis. Sebanyak 2 daun pertama dari tanaman pepaya sehat ditaburi karborondum 600 mesh dan diolesi dengan sap tanaman terinfeksi PRSV. Pengolesan dilakukan menggunakan jari telunjuk, karena jari telunjuk ini sangat sensitif sehingga penekanan ke permukaan daun dapat diperkirakan dan tidak menyebabkan luka yang terlalu dalam di permukaan daun (Dijkstra dan De Jager 1998). Sap tanaman diperoleh dengan cara menggerus daun tanaman sakit dalam bufer fosfat yang mengandung 1% β-mercaptoethanol dengan perbandingan 1:5 (b/v). Setelah inokulasi, daun dibilas dengan air mengalir. Tanaman yang telah diinokulasi dipelihara selama beberapa hari sampai muncul gejala.

Identifikasi dan Perbanyakan Kutudaun

Kutudaun yang digunakan dalam penelitian ini adalah A. gossypii dan

M.persicae (Ordo: Hemiptera, Famili: Apididae). A. gossypii diperoleh dari tanaman cabai dan M. persicae diperoleh dari tanaman kubis di daerah Bogor.

Identifikasi Kutudaun. Identifikasi kutudaun dilakukan untuk memastikan bahwa kutudaun yang akan diperbanyak merupakan kutudaun yang dimaksud. Identifikasi dilakukan terhadap imago kutudaun yang tidak bersayap dan karakter yang diamati meliputi kepala, sifunkuli, dan antena. Preparat awetan dibuat guna memudahkan identifikasi yang dilakukan di bawah mikroskop. Preparat dibuat sesuai dengan metode Blackman dan Eastop (2000). Kutudaun dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95%, kemudian dipanaskan dalam pemanas air selama 5 menit. Alkohol bersama kutudaun dituang ke dalam cawan sirakus, selanjutnya kutudaun ditusuk pada bagian torak dengan jarum. Kutudaun kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10%, dan dipanaskan kembali sampai kutudaun dalam tabung reaksi terlihat transparan. Tabung reaksi yang berisi kutudaun dikeluarkan dari pemanas air dan kutudaun beserta KOH dituang ke dalam cawan sirakus. Kutudaun kemudian dicuci dengan air steril sebanyak 2 kali, setelah itu dilakukan dehidrasi kutudaun dengan cara merendam kutudaun yang telah dibersihkan isi tubuhnya dengan alkohol secara berurutan mulai dari kepekatan 50%, 70%, 80%, 95%, dan 100% masing-masing selama 10 menit. Tahap berikutnya kutudaun direndam dalam minyak cengkeh selama 10 menit. Kutudaun diletakkan di atas gelas objek yang sebelumnya telah ditetesi minyak cengkeh, kemudian minyak cengkeh diserap kembali dengan tisu sampai bersih. Posisi kutudaun diatur, kemudian ditetesi dengan balsam kanada. Pengerjaan ini dilakukan di bawah mikroskop stereo. Selanjutnya preparat ditutup dengan gelas penutup dan tepinya diberi

12

kuteks untuk menjaga agar gelas penutup tidak bergeser. Setelah itu, diamati di bawah mikroskop kompon.

Perbanyakan Kutudaun. A. gossypii diperbanyak pada tanaman cabai dan

M. persicae diperbanyak pada tanaman brokoli. Tanaman tersebut ditanam pada polibag berukuran 35x35 cm dengan media tumbuh terdiri atas campuran tanah steril dan pupuk kandang steril dengan perbandingan 2:1 dan dimasukkan ke dalam kurungan pemeliharaan serangga.

Imago kutudaun yang akan dibiakkan, terlebih dahulu dibebasviruskan pada daun talas (tanaman bukan inang) yang sehat. Daun talas dicuci, kemudian tangkai daun dibalut dengan kapas basah dan diletakkan ke dalam cawan petri, satu cawan berisi satu kutudaun. Kutudaun diposisikan di bawah permukaan daun talas dengan menggunakan kuas yang telah dibasahi. Setelah itu, cawan ditutup dan dibiarkan hingga kutudaun menghasilkan nimfa. Nimfa yang baru lahir tersebut dipindahkan ke daun tanaman inang sehat dan dibiarkan berkembangbiak. Kutudaun inilah yang kemudian digunakan untuk pengujian selanjutnya. Kutudaun yang baru lahir selalu bebas dari virus (Dijkstra dan De Jager 1998). Uji Kisaran Inang PRSV

Uji kisaran inang dilakukan pada 5 varietas pepaya, yaitu ‘California’, ‘Callina’, ‘Lokal’, ‘Bangkok’, dan ‘Red Lady’; serta 5 jenis tanaman dari famili Cucurbitaceae, yaitu timun (Cucumis sativus), timun jepang var. ‘Roberto’,

kabocha (Cucurbita pepo) var. ‘Golden Mama’, semangka (Citrulus lunatus) var.

‘Gadjah’, dan melon (Cucumis melo) var. ‘reticulatus’. Tanaman tersebut

diinokulasi secara mekanis dengan isolat PRSV asal Medan, Aceh, dan Bogor (Situgede) (Tabel 1).

Tabel 1 Famili, spesies tanaman, dan umur tanaman yang digunakan dalam pengujian kisaran inang

Famili Spesies tanaman

Umur tanaman saat

diinokulasi (HST)* Caricaceae Pepaya (Carica papayaL.) var.‘California’ 26

Pepaya var. ‘Callina’ 26

Pepaya var. ‘Lokal’ 26

Pepaya var. ‘Bangkok’ 26

Pepaya var. ‘Red lady’ 26

Cucurbitaceae Timun (Cucumis sativus) 10

Timun Jepang var. ‘Roberto’ 10

Kabocha (Cucurbita pepo) var. ‘Golden Mama’ 10 Semangka (Citrulus lunatus) var. ‘Gadjah’ 10 Melon (Cucumis melo) var. ‘Reticulatus’ 10 * HST : Hari setelah tanam

13

Inokulasi dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan sari air perasan (sap) tanaman sakit seperti yang diuraikan sebelumnya. Jumlah tanaman yang diinokulasi sebanyak 5 tanaman untuk setiap spesies tanaman. Kontrol negatif merupakan tanaman sehat. Deteksi PRSV dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah inokulasi dengan metode DIBA menggunakan antiserum PRSV (Agdia, Inc).

Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap periode inkubasi, jenis gejala yang muncul, insidensi penyakit, keparahan penyakit, tinggi tanaman, dan bobot kering tanaman. Periode inkubasi ditentukan pada saat pertama gejala muncul. Insidensi penyakit dihitung menggunakan rumus:

IP = n ×100% N

IP : insidensi penyakit

N : jumlah tanaman yang sakit

N : jumlah seluruh tanaman yang diinokulasi

Jumlah tanaman yang sakit didasarkan pada hasil deteksi PRSV menggunakan metode DIBA yang merujuk pada metode Mahmood et al. (1997). Keparahan penyakit dihitung dengan rumus:

KP = ∑(nxv)

X 100% NxZ

KP : keparahan penyakit

N : jumlah sampel untuk setiap kategori serangan V : nilai skor untuk setiap kategori serangan N : jumlah sampel yang diamati

Z : nilai skor tertinggi dalam kategori serangan

Keparahan penyakit diukur dengan skoring (Tabel 2). Pengelompokan repons varietas tanaman dilakukan menggunakan kriteria ketahanan (Tabel 3).

Tabel 2 Kriteria gejala Papaya ringspot virus untuk menentukan keparahan penyakit (Pacheco et al. 2003)

Skor Gejala

0 Tidak bergejala

1 Mosaik ringan pada daun

2 Mosaik sedang, tulang daun memucat, malformasi daun ringan, penebalan lamina daun

3 Mosaik parah/sebagian besar lamina daun menguning, penebalan tulang daun 4 Daun berbentuk tali dan tanaman kerdil

14

Tabel 3 Pengelompokkan ketahanan tanaman terhadap infeksi Papaya ringspot virus berdasarkan keparahan penyakit

Respons Gejala Keparahan Penyakit (KP)

Imun Tidak bergejala KP = 0%

Tahan Ringan 1% < KP ≤ 25

Agak rentan Sedang 26% < KP ≤ 50%

Rentan Berat 51% < KP ≤ 75%

Sangat rentan Sangat berat KP ≥ 75%

Tingkat hambatan relatif infeksi PRSV terhadap tinggi tanaman. Persentase hambatan relatif (THR) infeksi PRSV terhadap tinggi tanaman perlakuan terhadap kontrol dihitung dengan rumus:

THR = K-P X 100% K

THR : tingkat hambatan tinggi tanaman relatif K : tinggi tanaman kontrol

P : tinggi tanaman perlakuan

Penurunan Bobot Kering Tanaman. Tanaman yang digunakan pada uji kisaran inang dipanen setelah 4 minggu pengamatan. Bobot segar ditimbang sebelum dilakukan pengeringan menggunakan oven. Tanaman dimasukkan ke dalam amplop kertas dan dikeringkan dengan oven pada suhu 70⁰C selama 72 jam (sampai tanaman benar-benar kering). Tanaman yang sudah kering ditimbang kembali untuk mengetahui bobot kering. Persentase penurunan relatif bobot kering tanaman perlakuan terhadap kontrol dihitung:

PB = BK-BU X 100% BK

PB : Penurunan bobot relatif BK : bobot kering kontrol BU : bobot kering tanaman uji

Deteksi PRSV dengan metode Dot blot Immunobinding Assay (DIBA)

Deteksi dengan metode DIBA digunakan untuk mengetahui keberadaan virus pada tanaman yang diinokulasi dengan PRSV pada uji kisaran inang, dan efisiensi penularan virus oleh serangga. Deteksi dilakukan dengan merujuk pada metode Mahmood et al. (1997). Jaringan tanaman yang terinfeksi PRSV digerus dengan tris buffer saline (TBS: Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15 M, pH 7.5) dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sebanyak 2 µL sap tanaman diteteskan di atas membran nitroselulosa. Setelah tetesan sap pada membran kering, membran direndam di dalam 10 mL larutan blocking yang terdiri atas non fat milk 2% dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%, dan

15

digoyang dengan kecepatan 50 rpm selama 180 menit atau sampai dengan membran bersih dari sap tanaman. Membran dicuci sebanyak 5 kali dengan 0.05% Tween 20 dalam TBS (TBST). Membran direndam dalam TBS yang mengandung 1st antibodi PRSV ditambah susu bebas lemak dengan konsentrasi akhir 2% dan diinkubasikan selama semalam sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran nitroselulosa dicuci dengan TBST sebanyak 5 kali dan direndam kembali dalam 5 mL TBS yang mengandung 5 µ L GAR (goat anti rabbit) ditambah dengan susu bebas lemak dengan konsentrasi akhir 2%, diinkubasi selama 60 menit sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran dicuci kembali dengan TBST sebanyak 5 kali dan direndam selama 5 menit (ditunggu sampai tetesan sap pada membran berubah warna menjadi ungu) dalam 10 mL bufer substrat (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M, dan MgCl2 5 mM) yang mengandung 45 µL nitro blue tetrazolium (NBT) dan 35 µL bromo chloro indolil phosphate (BCIP). Perendaman dihentikan saat membran nitroselulosa yang ditetesi dengan sap tanaman berubah warna menjadi ungu. Reaksi perubahan warna dapat dihentikan dengan merendam membran dalam dH2O.

Efisiensi penularan PRSV dengan serangga vektor

Uji efisiensi penularan PRSV dengan serangga vektor dilakukan pada

pepaya var. ‘California’ dan digunakan PRSV isolat Medan. Imago kutudaun A. gossypii dan M. persicae digunakan sebagai vektor penularan PRSV secara non persisten.

Sejumlah imago kutudaun dipindahkan ke dalam cawan petri dengan menggunakan kuas gambar yang dibasahi air dan dipuasakan selama 1 jam, kemudian kutudaun dipindahkan ke tanaman bergejala PRSV selama 10 menit guna memperoleh periode makan akuisisi. Ciri kutudaun yang telah menusukkan stiletnya ke dalam jaringan tanaman adalah antenanya mengarah ke belakang dan labium menempel pada tanaman. Pada saat tersebut, kutudaun telah melakukan pengambilan makanan dan periode makan akuisisi sudah dapat mulai dihitung. Kutudaun kemudian dipindahkan ke tanaman sehat berumur 3-4 minggu setelah semai (MSS). Kutudaun yang digunakan sebanyak 1, 5, dan 10 imago per tanaman uji. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, setiap ulangan terdiri atas 3 tanaman, dengan satu kontrol. Perlakuan pada tanaman kontrol sama dengan tanaman uji lainnya, hanya saja periode makan akuisisi dilakukan pada tanaman sehat. Kutudaun dibiarkan pada tanaman uji tersebut selama 10 menit (periode makan inokulasi), setelah itu kutudaun dimatikan secara mekanis.

Pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap hari sejak hari pertama sampai satu bulan setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan terhadap gejala yang muncul, waktu inkubasi, dan insidensi penyakit. Waktu inkubasi dihitung sejak tanaman tersebut diinokulasi virus melalui serangga vektor sampai dengan memunculkan gejala. Insidensi penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah tanaman yang menunjukkan gejala dibagi dengan total tanaman yang diamati dan dikalikan 100%.

Uji PRSV Tular Benih

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan PRSV dapat tular benih dari biji yang berasal dari buah terinfeksi PRSV. Bahan yang digunakan dalam

16

penelitian ini berupa biji pepaya (C. papaya L.) yang dihasilkan dari buah yang bergejala PRSV. Buah pepaya bergejala diambil dari lahan petani di Medan (Desa Namo Belin) dan Bogor (Desa Situgede), kemudian biji diambil dan dijemur agar tidak mudah busuk. Biji pepaya kering, masing-masing diambil 50 biji, direndam pada air hangat (suam-suam kuku) selama semalam, lalu dikecambahkan di dalam kotak persemaian selama ± 15 hari. Biji pepaya yang sudah berkecambah dipindah ke tray penyemaian yang berisi campuran tanah dan kompos (1:2). Saat bibit pepaya sudah muncul dua atau tiga daun, dipindah tanam ke dalam polibag ukuran 25 x 25 cm yang telah diisi dengan campuran tanah dan kompos (2:1). Bibit pepaya dalam polibag disiram setiap dua hari sekali.

Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap gejala yang muncul pada bibit pepaya selama 1 bulan dan untuk memastikan keberadaan virus di dalam tanaman tersebut, daun tanaman uji dideteksi dengan metode DAS-ELISA dan dikonfirmasi dengan metode RT-PCR (metode seperti yang diuraikan sebelumnya).

Deteksi PRSV dengan metode Double Antibody Sandwich-Enzim Linked Immunosorbent Assay (DAS-ELISA)

DAS-ELISA dilakukan sebagai uji konfirmasi terhadap keberadaan PRSV pada tanaman uji yang digunakan pada uji tular benih. Sampel uji merupakan sampel komposit dari 10 tanaman uji. Deteksi serologi dengan teknik langsung DAS-ELISA dilakukan sesuai dengan prosedur dari produsen antiserum (Agdia Inc.).

Sebanyak 0.5 µL antisera PRSV dicampur ke dalam 100 µL coating buffer

(0.1 g magnesium klorida, 0.2 g sodium azida, dan 97 mL dietanolamini

dilarutkan dalam1000 mL dengan pH akhir 9.8) dan dimasukkan ke plat mikrotiter sebanyak 100 µL tiap sumuran plat kemudian diinkubasikan pada suhu 37 ⁰C selama 2 jam atau -4 ⁰C selama semalam. Selanjutnya plat mikrotiter dicuci sebanyak 6 kali dengan bufer PBST (8 g sodium klorid, 1.15 g tween-20 yang dilarutkan dalam 1 L air dengan pH 7.4), sebanyak 0.1 g jaringan daun pepaya bergejala digerus dalam 1 mL general extract buffer (1.3 g sodium sulfite, 20 g

polyvinylpyrolidane, 0.2 g sodium azida, 2 g powdered egg (chicken) albumin, dan 20 g tween20 yang dilarutkan dalam 1 L PBST dengan pH 7.4. Sari air perasan (sap) yang dihasilkan diambil sebanyak 100 µL kemudian dimasukkan ke dalam sumuran plat mikrotiter dan diinkubaskan selama waktu seperti tahap sebelumnya. Selanjutnya plat mikrotiter dicuci lagi sebanyak 6 kali dengan PBST. Sebanyak 100 µL konjugat yang sudah diencerkan dengan buffer ECl (2 g bavine serum albumin, 20 g polyvylpyrrolidane, dan 0.2 g sodium azida yang dilarutkan dalam 1 L PBST dan PH 7.4) dan diinkubasikan pada 37 ⁰C selama 2 jam. Setelah pencucian, sumuran kemudian ditambah 100 µL larutan PNP (1 mg/mL p-nitrophenyl phosphate dalam 10% triethanolamine, pH 9.8) dan diinkubasikan sampai muncul warna kuning (± 30 menit). Analisa secara kuantitatif hasil ELISA ditentukan menggunakan ELISAreader (BIO-RAD model 550) pada panjang gelombang 405 nm. Pengujian dinyatakan positif jika nilai absorban 2x nilai kontrol negatif (tanaman sehat).

Dokumen terkait