• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Infeksi PRSV di Lapangan

Survei dilakukan di lahan pepaya milik petani seluas ± 400 m2 di Medan (Desa Namo Belin) dan pada 114 pohon pepaya di kebun percobaan PKHT-Bogor (Desa Ciomas). Semua tanaman pepaya di Desa Namo Belin menunjukkan gejala berat infeksi PRSV, sedangkan gejala PRSV pada tanaman pepaya di Desa Ciomas. Tanaman pepaya yang terinfeksi PRSV Medan menunjukkan gejala mosaik, klorosis, mosaik memanjang pada petiol, bercak hijau pada batang, dan bercak cincin pada buah (Gambar 4), sedangkan di Desa Ciomas, gejala terlihat pada buah, namun daun, petiol, dan batang tidak menunjukkan adanya gejala sebagaimana pada pepaya yang terinfeksi PRSV di Medan. Tanaman pepaya yang terinfeksi PRSV Medan (Gambar 5).

Gambar 4 Gejala PRSV pada tanaman pepaya ‘Orange lady’ di Medan (Desa Namo Belin), (A) gejala pada tajuk, (B) gejala pada petiol (atas) dan batang (bawah), dan (C) gejala pada buah.

Gambar 5 Tanaman pepaya di Bogor (Desa Ciomas), (A) Petiol dan batang tidak menunjukkan gejala PRSV, (B) bercak cincin pada buah.

Tanaman pepaya pada kedua lahan tersebut menunjukkan gejala khas infeksi PRSV, sebagaimana yang dinyatakan oleh Tripathi et al. (2008) PRSV tidak hanya menyebabkan pola cincin pada buah, namun juga menghasilkan gejala mosaik dan klorosis pada daun, garis berminyak pada petiol dan bagian atas batang, distorsi daun muda yang kadang-kadang menyebabkan gejala menyerupai tali (shoestring) dan menyerupai kerusakan tungau. Bila infeksi terjadi pada awal pertumbuhan tanaman mengalami pengerdilan dan bunga mudah gugur saat masih muda.

18

Deteksi PRSV dengan metode RT-PCR

Deteksi PRSV dari sampel lapangan dan hasil perbanyakan sumber inokulum virus dilakukan dengan metode RT-PCR. Pita DNA PRSV berukuran ±470 pb berhasil diamplifikasi dengan baik dari sampel tanaman menggunakan primer spesifik protein selubung PRSV yaitu PRSV326/PRSV800 tetapi pita DNA tidak diperoleh pada sampel kontrol negatif (Gambar 6). Hasil deteksi ini membuktikan bahwa semua sampel tanaman dari lapangan positif terinfeksi PRSV. Dilaporkan sebelumnya bahwa pasangan primer yang sama, PRSV326/PRSV 800, telah digunakan untuk mendeteksi PRSV dari sampel tanaman labu di Sudan dan menghasilkan amplikon sebesar ±475 pb (Mohammed

et al. 2012). Selain primer PRSV326/PRSV800, PRSV berhasil dideteksi menggunakan primer universal Poty MJ1/MJ2 dan primer 1298/PRSV1942 yang akan mengamplifikasi berturut-turut, bagian gen Coat Protein (CP) Potyvirus dan gen Nuclear inclusion protein (NIb), dengan amplikon, berturut-turut sebesar ±320 pb dan ±650 pb (Lestari 2014). Amplikon sebesar ±920 pb berhasil diperoleh sebagai hasil amplifikasi PRSV menggunakan primer spesifik gen CP, yaitu PRSV9016(5’-CTTGARCARGCTCCATTC-3’)/PRSV10253 (5’CTA AAA AGCACGGAGG-3’) (Martínez et al. 2014). PRSV juga berhasil diamplifikasi menggunakan primer spesifik gen CP SC 501 (5’-AAA

GTGGTATGAGGGAGTGAGGAA3’)/SC104(5’ATTCATACCTAGGAGAGA

GTG-3’) dengan amplikon sebesar ±550pb (Siriwan et al. 2013), MB11A (5’ -GGATCCATGTCCAAAAATGAAGCTGTGGATGCT-3’)/MB11B (5’TCAAT

GGCGCATACCCAGGAGAGT-3’) dengan amplikon sebesar ±905 pb (Cruz et al. 2009).

Gambar 6 Hasil amplifikasi DNA Papaya ringspot virus (PRSV) dengan teknik RT-PCR menggunakan primer spesifik gen CP PRSV 326/PRSV 800. Sampel DNA berasal dari daun pepaya yang diinokulasi secara mekanis dengan: (A) isolat PRSV asal Aceh, dan (B) Bogor (Desa Situgede), serta sampel tanaman bergejala dari lapangan di (C) Medan, (D) Bogor (Desa Ciomas), dan (E) Bali. Penanda DNA (M), (K+) kontrol positif, dan (K-) kontrol negatif.

19

Perunutan DNA PRSV

Perunutan DNA PRSV hasil amplifikasi memberikan sikuen sepanjang 470pb, 471pb, 470pb, 510pb, dan 472pb, berturut-turut untuk isolat Medan (Desa Namo Belin), Aceh (Desa Lambaro), Bogor (Desa Situgede), Bogor (Desa Ciomas), dan Bali.

Berdasarkan analisis sikuen nukleotida diketahui bahwa PRSV isolat Bali, Aceh, Bogor (Desa Situgede), Medan (Desa Namo Belin), dan Bogor (Desa Ciomas) memiliki homologi yang sangat tinggi satu dengan lainnya (96.5-99.3%). Kemiripan sikuen nukleotida PRSV isolat Bali, Medan, Aceh, dan Bogor (Situgede dan Ciomas) tersebut juga memiliki homologi yang tinggi dengan sikuen nukleotida PRSV dari beberapa negara, seperti Thailand, Australia, Tiongkok, Jepang, Vietnam, dan Taiwan. Homologi tertinggi dan terendah berturut-turut dengan PRSV asal Thailand (95.9-98.3 %) dan PRSV asal Taiwan (91.3-96.1%) (Tabel 4).

Dilaporkan oleh Martínez et al. (2014) bahwa beberapa isolat PRSV dari Brazil memiliki kemiripan yang tinggi (91-100%), demikian pula dengan beberapa isolat PRSV dari Cuba (92-99%). Tingkat homologi yang tinggi menunjukkan kemiripan sikuen gen selubung protein (CP) PRSV dan rendahnya keragaman genetik PRSV di beberapa daerah tersebut. Tingkat kesamaan sikuen nukleotida kelompok Potyvirus berkisar antara 83-99% untuk strain virus yang sama dan 39-53% untuk strain virus yang berbeda (Frenkel et al. 1989). Lebih lanjut Jain et al. (2004) menyatakan bahwa keragaman asam amino dan asam nukleat tertinggi untuk PRSV adalah di antara PRSV isolat Asia. Oleh karena itu, PRSV yang ditemukan menginfeksi tanaman papaya di Aceh, Bogor, Medan, dan Bali merupakan strain PRSV yang sama.

Tabel 4 Tingkat homologi sikuen nukleotida gen CP PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor dengan isolat dari daerah dan negara lain

No. Asal Isolat Homologi (%)

a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Indonesia-Bali ID 2 Indonesia -Aceh 99.1 ID 3 Indonesia -Medan 98.3 98.7 ID 4 Indonesia -Bogor (Ciomas) 96.6 97.0 96.5 ID 5 Indonesia - Bogor (Situgede) 99.1 99.3 98.9 97.2 ID 6 Thailandb 98.0 98.3 98.0 95.9 98.3 ID 7 Australiac 97.2 97.4 97.2 95.1 97.4 98.3 ID 8 Tiongkokd 94.9 95.1 94.9 92.7 95.1 95.9 95.5 ID 9 Jepange 94.7 94.9 94.7 92.5 94.9 95.7 95.7 96.8 ID 10 Vietnamf 94.2 94.4 94.2 92.1 94.4 95.3 95.3 98.5 97.0 ID 11 Taiwang 93.4 93.6 93.0 91.3 93.6 94.4 94.0 95.9 95.3 96.1 ID

aTingkat kemiripan urutan basa nukleotida PRSV dihitung menggunakan program Bioedit versi 6.05.

b

gen CP PRSV isolat Thailand (AF374862.1), cgen CP PRSV isolat Australia (AF506898.1),

dgen CP PRSV isolat Tiongkok (JN559382.1), egen CP PRSV isolat Jepang (AB583225.1),

f PRSV Isolat Vietnam (FN822239.1), dan

20

Kisaran Inang PRSV

Hasil penularan virus secara mekanis pada 10 jenis tanaman dari famili Caricaceae dan Cucurbitaceae menunjukkan periode inkubasi dan tipe gejala yang berbeda-beda (Tabel 5).

Periode inkubasi PRSV pada famili Caricaceae lebih cepat dibandingkan dengan pada famili Cucurbitaceae. Hari ke-5 setelah inokulasi, tanaman pepaya telah menunjukkan gejala pemucatan tulang daun dan mosaik ringan. Agrios (2005) mengungkapkan bahwa sebagian besar virus membutuhkan 2 sampai 5 hari atau lebih untuk mengekspresikan gejala setelah inokulasi. Sekali virus masuk ke dalam floem, maka akan cepat masuk ke daerah pertumbuhan, meristem dan apikal, atau bagian tanaman penting lainnya. Virus menyebar masuk ke seluruh tanaman secara sistemik di dalam floem, dan masuk ke sel parenkim yang berbatasan dengan floem melalui plasmodesmata. Begitu juga dengan Maule et al.

(2007), mengungkapkan bahwa virus yang memiliki daya virulensi yang tinggi mampu dengan cepat menginfeksi tanaman.

Gejala yang muncul pada tanaman belum cukup untuk menyatakan bahwa tanaman tersebut terinfeksi oleh PRSV. Untuk itu, guna memastikan keberadaan virus tersebut perlu dilakukan deteksi lebih lanjut di laboratorium. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Azad et al. (2014) bahwa diagnosis awal PRSV dapat dinilai dari gejala, diagnosis secara visual yang cepat, namun tidak akurat. Gejala PRSV mirip dengan kekurangan nutrisi mikro di dalam tanah dan bervariasinya kondisi lingkungan/cuaca, sehingga perlu dilakukan deteksi secara molekuler.

Secara umum, infeksi PRSV pada tanaman pepaya menunjukkan gejala yang relatif sama untuk semua varietas, namun sebaliknya dengan gejala yang muncul pada tanaman dari famili Cucurbitaceae. Gejala PRSV pada tanaman dari famili Caricaceae menunjukkan gejala khas, sedangkan pada famili Cucurbitaceae menunjukkan gejala yang ringan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Silva-Rosales et al. (2000) bahwa gejala khas PRSV hanya ditemukan pada tanaman pepaya.

Semua tanaman pepaya yang diinokulasi dengan PRSV menunjukkan gejala awal yang hampir sama, yaitu mosaik ringan dan pemucatan tulang daun. Infeksi PRSV pada tanaman pepaya semakin menunjukkan variasi gejala dengan semakin

bertambahnya waktu. Tanaman pepaya varietas ‘California’ dan ‘Callina’

menunjukkan gejala yang sama untuk semua isolat, yaitu mosaik, penebalan lamina daun (rugose), tulang daun menjadi lebih hijau dibandingkan dengan bagian daun lainnya (vein banding), vein clearing,daun berbentuk seperti tali sepatu(shoestring), mosaik bergaris pada petiol, dan tanaman menjadi kerdil. Tanaman pepaya var. ‘Lokal’ yang diinokulasi dengan PRSV isolat Medan

menunjukkan gejala mosaik, rugose, vein clearing dan vein banding, sedangkan

var. ‘Lokal’ yang diinokulasi dengan PRSV Aceh dan Bogor tidak menunjukkan

gejala vein banding sebagaimana yang diinokulasi dengan PRSV isolat Medan.

Varietas ‘Bangkok’ dan ‘Red Lady’ juga menunjukkan gejala yang sama untuk

semua isolat PRSV, yaitu mosaik, rugose, dan vein clearing (Tabel 5).

Tanaman dari famili Cucurbitacae secara umum menunjukkan gejala yang ringan, sebagian besar tanaman menunjukkan gejala mosaik ringan dan daun agak melepuh (Tabel 5). Ketiga isolat PRSV yang diinokulasikan ke tanaman kabocha tidak menyebabkan munculnya gejala, begitu pula dengan tanaman semangka

21

yang diinokulasi dengan PRSV isolat Medan. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Martínez et al. (2014) yang menyatakan bahwa daun tanaman kabocha yang diinfeksi dengan PRSV-P akan menunjukkan gejala bercak klorotik pada semua permukaan daun dan vein clearing, dengan spot klorotik yang lebih luas. Omar et al. (2011), juga melaporkan bahwa tanaman kabocha yang diinfeksi dengan PRSV akan memperlihatkan gejala mosaik hijau yang dibarengi dengan malformasi pada daun, blister, puckering, distorsi daun, dan helaian daun menjadi menciut, serta malformasi dan munculnya bercak cincin pada buah.

Berdasarkan ekspresi gejala yang muncul dan hasil konfirmasi dengan metode DIBA, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua varietas pepaya yang diujikan merupakan inang dari PRSV asal Medan, Aceh dan Bogor, sedangkan untuk Famili Cucurbitaceae, ada sedikit perbedaan kisaran inang. PRSV asal Medan dan Aceh dapat menginfeksi tanaman mentimun, mentimun jepang, semangka, dan melon; PRSV asal Bogor hanya dapat menginfeksi tanaman mentimun, mentimun jepang dan melon. PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor dapat menginfeksi baik tanaman Caricaceae maupun Cucurbitaceae, sehingga dapat disimpulkan bahwa PRSV yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia tersebut termasuk dalam strain yang sama,yaitu PRSV-P. Namun demikian, Fatmawati (2003) telah melaporkan bahwa tanaman kabocha bergejala mosaik kuning asal Cipanas terdeteksi terinfeksi oleh PRSV-W.

Insidensi penyakit pada semua varietas tanaman pepaya yang diinokulasi secara mekanis dengan PRSV mencapai 100%, walaupun berdasarkan hasil DIBA diketahui bahwa sinyal yang muncul pada membran nitroselulosa berbeda-beda yang menandakan bahwa titer virus pada tanaman tersebut juga berbeda-beda (Lampiran 7). Tanaman dari famili Cucurbitaceae menunjukkan periode inkubasi yang sangat bervariasi, yaitu 0-100%. Demikian pula dengan hasil DIBA menunjukkan perubahan warna ungu yang tidak jelas, yang menandakan titer virus pada tanaman cucurbitaceae rendah. Sinyal virus pada membran nitroselulosa sangat tipis (Lampiran 13), sehingga perlu dilakukan uji konfirmasi dengan metode RT-PCR (Lampiran 14). Maule et al. (2007) menyatakan bahwa

lemahnya sinyal pada membran nitroselulosa menunjukkan bahwa tanaman yang diinokulasi virus memiliki tingkat ketahanan

yang tinggi sehingga dapat menghambat laju replikasi dan translokasi virus di dalam tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman mentimun, timun jepang, dan melon yang diinokulasi dengan PRSV Medan memiliki insidensi yang sama, yaitu 40%; sedangkan tanaman semangka yang diinokulasi dengan isolat PRSV yang sama menunjukkan insidensi penyakit 60%. PRSV isolat Aceh yang diinokulasikan ke mentimun dan mentimun jepang, semangka, dan melon, menunjukkan insidensi penyakit berturut-turut, 40, 80, dan 100%; sedangkan mentimun dan timun jepang, serta melon yang diinokulasi dengan PRSV isolat Bogor memperlihatkan insidensi penyakit sebesar 60 serta 40%. Insidensi penyakit pada tanaman kabocha 0% untuk semua isolat PRSV, hal ini menunjukkan bahwa tanaman kabocha bukan merupakan inang PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor.

Berdasarkan hasil penghitungan skor keparahan penyakit, tanaman dari famili Caricaceae memperlihatkan keparahan penyakit lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman dari famili Cucurbitaceae. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman pepaya lebih rentan terhadap infeksi PRSV dibandingkan dengan tanaman

22

cucurbitaceae. Pepaya var. ‘California’, ‘Callina’, dan ‘Lokal’ menunjukkan

respons yang sangat rentan terhadap infeksi PRSV isolat Medan. Pepaya var.

‘Bangkok’ dan ‘Red lady’ memperlihatkan respons rentan terhadap infeksi PRSV

isolat Medan. Pepaya varietas ‘California’ dan ‘Callina’ juga menunjukkan

respons rentan terhadap infeksi PRSV isolat Aceh dan Bogor, sedangkan pepaya

var. ‘Lokal’, ‘Bangkok’ dan ‘Red lady’ agak rentan terhadap infeksi kedua isolat

PRSV tersebut. Tanaman Cucurbitaceae menunjukkan respons imun dan tahan terhadap infeksi semua isolat PRSV. Walaupun demikian, keberadaan cucurbitaceae, terutama mentimun, mentimun jepang, semangka, dan melon, tetap harus diperhatikan karena dapat menjadi inang alternatif jika tanaman pepaya tidak ditemukan.

23

Tabel 5 Periode inkubasi (PI) dan jenis gejala pada beberapa tanaman hasil inokulasi Papaya ringspot virus (PRSV) secara mekanis

Famili Spesies tanaman

PRSV Medan PRSV Aceh PRSV Bogor

PIa

(hari) Jenis gejala

b PIa

(hari) Jenis gejala

b PIa

(hari) Jenis gejala b Caricaceae Pepaya (Carica papaya L.)

var. ‘California’ 5-10 m,ts, tl, tt, pt, k*

8-11 m, ts, tl, tt, pt, k 10-12 m, ts, tl, tt, pt, k Pepaya var.’ Callina’ 5-10 m,ts, tl, tt,

pt, k

9-10 m, ts, tl, tt, pt, k 10-11 m, ts, tl, tt, pt, k Pepaya var. ‘Lokal’ 10-14 m, ts, tl, tt,

pt

8-10 m, tl, pt 10-11 m, tl, pt

Pepaya var. ‘Bangkok’ 5-12 m, tl, pt 10-11 m, tl, pt 10-12 m, tl, pt

Pepaya var. ‘Red lady’ 10-11 m, pt 10-11 m, tl, pt 10-14 m, tl, pt

Cucurbitaceae Ment(Cucumis sativus) 22-25 m 22-25 m 19-28 mr

Mentimun Jepang var.

‘Roberto’ 21-24 m 19-24 mk 22-26 mk, md

Kabocha var. ‘Golden

Mama’ - tg - tg - tg

Semangka (Citrulus lunatus)

var. ‘Gadjah’ 22-24 m, ml 18-24 m, ml, pt - tg

Melon (C. melo) var.

‘Reticulatus’ 21-25 m, ml 16-24 md, mr, ml 22-25 mr, pt

a

PI, periode inkubasi, waktu sejak diinokulasi sampai muncul gejala;b Jenis gejala: k, kerdil; m, mosaik; md, malformasi daun; mk, menguning; ml, melepuh; pt, pemucatan tulang daun; tg, tidak bergejala; tl, penebalan lamina daun; ts, daun seperti tali sepatu; dan tt, penebalan tulang daun.

24

Tabel 6 Insidensi penyakit (IP), keparahan penyakit (KP), dan respons tanaman (RT) dari famili Caricaceae dan Cucurbitaceae yang diinokulasi Papaya ringspot virus (PRSV) secara mekanis

Famili Spesies tanaman

PRSV Medan PRSV Aceh PRSV Bogor

IPa (%) KP (%) RT b IP(%) KP (%) RT IP(%) KP (%) RT Caricaceae Pepaya (Carica papaya L.) var.

‘California’ 5/5 (100) 77.33 SR 5/5 (100) 63.8 R 5/5 (100) 50.5 R

Pepaya var. ‘Callina’ 5/5 (100) 76.79 SR 5/5 (100) 58.47 R 5/5 (100) 55.57 R

Pepaya var. ‘Lokal’ 5/5 (100) 62.09 SR 5/5 (100) 43.6 AR 5/5 (100) 46.61 AR

Pepaya var. ‘Bangkok’ 5/5 (100) 69.69 R 5/5 (100) 46.59 AR 5/5 (100) 33.82 AR

Pepaya var. ‘Red lady’ 5/5 (100) 55.43 R 5/5 (100) 42.9 AR 5/5 (100) 36.75 AR Cucurbitaceae Mentimun (Cucumis sativus) 2/5 (40) 6.85 T 2/5 (40) 10.13 T 3/5 (60) 5.66 T

Mentimun Jepang var. ‘Roberto’ 2/5 (40) 6.15 T 2/5 (40) 5.60 T 3/5 (60) 8.25 T

Kabocha var. ‘Golden Mama’ 0/5 (0) 0 I 0/5 (0) 0 I 0/5 (0) 0 I

Semangka (Citrulus lunatus) var.

‘Gadjah’ 3/5 (60) 3.76 T 4/5 (80) 5.96 T 0 0 0 I

Melon (C. melo) var. ‘Reticulates’ 2/5 (40) 3.45 T 5/5 (100) 10.56 T 2/5 (40) 12.84 T

a

IP, n/N x 100% dengan n, jumlah tanaman positif terdeteksi PRSV, N, total tanaman yang diuji. IP didasarkan pada hasil deteksi dengan metode DIBA. b

25

Infeksi PRSV berpengaruh terhadap penurunan bobot kering tanaman. Produksi bahan kering dapat digunakan sebagai cara pengukur dinamika fotosintesis dalam analisa pertumbuhan tanaman. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Dengan hanya memperhatikan bobot kering tanaman, maka dapat diukur laju pertumbuhan tanaman (Leopold dan Kriederman 1975).

Secara umum, pepaya yang diinokulasi dengan PRSV isolat Medan memperlihatkan penurunan bobot lebih banyak dibandingkan dengan tanaman pepaya yang diinokulasi dengan dua isolat PRSV lainnya, diikuti oleh tanaman pepaya yang diinokulasi dengan PRSV isolat Bogor dan Aceh. Penurunan bobot kering terbanyak dialami oleh tanaman pepaya var. ‘Callina’ yang diinokulasi PRSV isolat Medan dan terendah pepaya var. ‘Red lady’ yang diinokulasi dengan

PRSV isolat Bogor (Gambar 7). Keberadaan virus di dalam tubuh tanaman menjadi faktor dalam penghambat pertumbuhan tanaman.

Tanaman yang diinfeksi oleh PRSV akan menyebabkan daun, sebagai pabrik pembentuk makanan bagi tanaman, tidak dapat berfungsi dengan baik dikarenakan klorofil daun banyak berkurang sehingga menyebabkan terganggunya fotosintesis. Agrios (2005) menyebutkan bahwa keberadaan patogen akan mengganggu fotosintesis tanaman, sehingga menyebabkan menurunnya pertumbuhan tanaman dan produksinya. Kebanyakan virus menyebabkan klorosis dan kerdil. Tanaman yang terinfeksi virus berkurang laju

fotosintesisnya, bahkan tinggal seperempat dibandingkan tanaman normal.

Gambar 7 Persentase penurunan bobot kering relatif pada tanaman famili Caricaceae yang diinokulasi dengan PRSV terhadap kontrol

Tanaman dari famili Cucurbitaceae memperlihatkan penurunan bobot kering yang bervariasi. Namun tidak seperti pada tanaman dari famili Caricaceae yang diinokulasi dengan PRSV yang banyak mengalami penurunan bobot kering, tanaman dari famili Cucurbitaceae yang diinokulasi dengan PRSV tersebut, kecuali kabocha, tidak menunjukkan penurunan bobot, melainkan kenaikan bobot. Banyak faktor yang mempengaruhi tanaman tersebut sehingga terjadi

26

penambahan bobot saat diinokulasi dengan virus, di antaranya adalah tanaman mengeluarkan senyawa tertentu sehingga dapat mengeliminasi atau mengurangi infeksi virus dan keberadaan virus tidak mengganggu metabolisme tanaman. Di antara beberapa tanaman Cucurbitaceae yang diinokulasi dengan PRSV, respons tanaman kabocha tergolong imun, tidak dapat diinfeksi oleh PRSV, namun pada Gambar 8, tanaman kabocha menunjukkan penurunan bobot kering paling tinggi jika dibandingkan dengan tanaman cucurbitaceae lainnya, hal ini diduga karena adanya faktor lain yang mempengaruhinya, yaitu adanya serangan tungau yang menyebabkan tanaman menjadi merana.

Gambar 8 Persentase penurunan bobot kering relatif pada tanaman famili Cucurbitaceae yang diinokulasi dengan PRSV terhadap kontrol Secara umum, infeksi PRSV pada tanaman pepaya menunjukkan persentase penghambatan tinggi tanaman relatif terhadap kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman dari famili cucurbitaceae. Persentase penghambatan tinggi tanaman pada tanaman pepaya dan cucurbitaceae, berturut-turut, berkisar 16.71%-52.96% (Tabel 7) dan (-61.21%)-21.47% (Tabel 8).

Infeksi PRSV pada tanaman pepaya menyebabkan fisiologis tanaman terganggu sehingga pertumbuhannya terhambat yang diperlihatkan dari tingginya persentase hambatan tinggi tanaman, sehingga tanaman menjadi kerdil. Namun, infeksi PRSV tidak dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman Cucurbitaceae, hal ini dimungkinkan karena tanaman dari famili Cucurbitaceae ini sangat sensitif terhadap sinar matahari, sehingga tanaman mudah sekali mengalami etiolasi dan tanaman menjadi semakin panjang, selain itu cucurbitaceae memiliki respons tahan sehingga keberadaan PRSV tidak mengganggu fisiologis tanaman tersebut. Di antara beberapa tanaman Cucurbitaceae yang diinokulasi dengan PRSV, kabocha tergolong tanaman yang mengalami penghambatan relatif tinggi tanaman yang tinggi, yaitu sebesar 21.47%, walaupun tanaman tersebut memiliki respon yang imun terhadap PRSV, hal ini diduga karena adanya faktor lain yang mempengaruhinpertumbuhannya, yaitu adanya serangn tungau yang menyebabkan tanaman menjadi merana.

27

Tabel 7 Pengaruh infeksi PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor terhadap prosentase tingkat hambatan relatif (THR) tinggi tanaman pada famili Caricaceae Var PRSV isolat Medan THR (%) PRSV isolat Aceh THR (%) PRSV isolat Bogor THR (%)

Tinggi tanaman minggu ke- Tinggi tanaman minggu ke- Tinggi tanaman minggu

ke-I II III IV V I II III IV V I II III IV V

California 5,08 8,76 9,92 11,53 13,16 45,17 5,05 7,5 10,6 13,22 15,3 34,89 5,15 6,4 8,56 10,93 15,5 31,11 Kontrol 5 8 14,33 19,63 24 4,3 7,5 11,17 18,10 23,5 6 7,5 12,10 18,00 22,5 Callina 5,17 7,8 9,37 10,13 10,82 52,96 5,97 8,8 10,93 13,93 16,02 46,24 4,82 7,1 10,06 13,84 17,24 26,64 Kontrol 5 9 12,33 19,00 23 6,3 8,5 12,33 23,50 29,8 5 9 12,00 19,20 23,5 Lokal 5,67 8,8 10,75 13,49 16,4 41,01 5,88 9,5 13,4 19,03 23,32 16,71 5,45 7,2 10,4 13,23 17,56 35,91 Kontrol 5 9 11,83 17,17 27,8 6,3 9,5 15,33 22,83 28 6 9 15,00 22,83 27,4 Bangkok 5,25 7,9 9,17 10,87 12,28 51,46 5,88 9 13,13 14,23 22,2 20,71 4,35 6,1 8,88 12,17 18,48 36,49 Kontrol 5 7,5 9,83 18,83 25,3 6,8 13 19,67 24,33 28 6,3 10 19,20 24,34 29,1 Red Lady 5,33 7,7 10,3 13,68 15,7 35,39 5,22 8,4 12,03 17,97 24,1 19,09 5,64 8,2 12,6 19,49 24,7 22,27 Kontrol 6 9 13,67 21,57 24,3 5,3 9 13,17 17,00 19,5 4,5 7 11,83 16,5 19,2

28

Tabel 8 Pengaruh infeksi PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor terhadap prosentase tingkat hambatan relatif (THR) tinggi tanaman pada famili Cucurbitaceae Tanaman PRSV isolat Medan THR (%) PRSV isolat Aceh THR (%) PRSV isolat Bogor THR (%) Tinggi tanaman minggu ke- Tinggi tanaman minggu ke- Tinggi tanaman minggu ke-

I II III IV V I II III IV V I II III IV V

Mentimun 16 32,5 65 147,6 188,5 1,05 14,26 26,9 61,4 128,67 167,8 -20,29 16,4 33,1 72,64 136,67 139,45 -21,39 Kontrol 20 39,5 65 142,33 190,5 10 20 45 100,33 139,5 14,5 30 58 83,67 114,88 Mentimun Jepang 16,4 25,9 46,2 113,47 146,7 -61,21 17,04 17,04 26 57,8 108,67 12,72 16,32 27,9 68,9 116,2 133,85 -17,41 Kontrol 10 12,5 19,5 48,67 91 10,5 20 39 98,33 124,5 9,5 19 46 93 114 Kabocha 15 22,1 49,6 83,33 107,2 21,47 9,8 15,3 39,8 68,7 90,1 14,59 12,1 18,9 45,3 66,53 79,78 -0,66 Kontrol 18 28 67 109,33 136,5 9 13 34 74 105,5 5,5 11 40 65,67 79,25 Semangka 15,5 19,5 32,4 65,73 100,7 -16,42 17,9 25,1 45 75,13 99,2 -18,05 14,8 19,7 38,4 61,53 73,13 -53,14 Kontrol 17.2 25 35 60 86,5 7 13 24 25,33 43,5 8 10 21 36,67 47,75 Melon 10,67 34,2 38,4 91,53 131,4 -9,5 10,52 20,2 41,2 80,733 109,39 -10,81 8,5 14,3 40,2 84,87 107,6 -34,5 Kontrol 11 14 30 72,67 120 8 15 35 70 98,72 5,5 10 36 63,33 80

29

Identifikasi kutudaun

Kutudaun yang akan digunakan untuk penularan virus, terlebih dahulu di identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan metode Blackman dan Eastop (2000). Identifikasi dilakukan terhadap beberapa penciri utama dari kedua serangga tersebut, yaitu tuberkel, sifunkuli, dan proses terminal (Gambar 10 dan 11).

Imago A. gossypii tidak bersayap (aptera) berwana hijau hingga kehitaman. Proses terminal memiliki basal base dan terminal base yang hampir sama panjang, sifunkuli lebih gelap dibandingkan dengan warna tubuhnya, dan tuberkel antena tidak berkembang.

Gambar 9 Ciri morfologi A. gossypii (A) imago (aptera), (B) proses terminal (40x10), (C) sifunkuli (10x10), dan (D) antena tuberkel(10x10). Tubuh imago M. persicae tidak bersayap (aptera) berbentuk oval (seperti pir), lunak, dan berwana kuning hingga hijau terang. Proses terminal memiliki terminal base lebih panjang dibandingkan dengan basal base, ujung sifunkuli agak membuka, dan tuberkel antena berkembang dengan baik dengan kedua sisi hampir bersentuhan (konvergen).

Gambar 10 Ciri morfologi M. persicae, (A) imago (aptera), (B) proses terminal (40x10), (C) sifunkuli (10x10), dan (D) antena tuberkel(10x10).

Efisiensi penularan PRSV dengan A. gossypii dan M. persicae

Hasil uji penularan PRSV dengan kutudaun sebagai vektor memperlihatkan bahwa kedua spesies kutudaun mampu menularkan PRSV walaupun dengan tingkat efisiensi yang berbeda. Lima imago A. gossypii sudah mampu menginfeksi tanaman pepaya sedangkan M. persicae baru dapat menularkan PRSV saat jumlahnya mencapai 10 imago. Periode inkubasi PRSV pada tanaman pepaya yang diinokulasi menggunakan 10 imago M.persicae lebih cepat dibandingkan dengan A. gossypii, yaitu 5 hari. Tanaman pepaya yang diinokulasi dengan jumlah kutudaun lebih banyak menunjukkan periode inkubasi yang lebih cepat dibandingkan dengan dengan kutudaun yang jumlahnya lebih sedikit. Nurlaelah (2006) menyebutkan bahwa ada hubungan yang cukup erat antara jumlah kutudaun sebagai vektor untuk menularkan virus dengan masa inkubasi. Semakin banyak kutudaun yang digunakan untuk inokulasi, maka akan semakin banyakn pula konsentrasivirus yang ditularkan, sehingga kemungkinannya tinggi untuk memunculkan gejala lebih cepat.

Tabel 9 Periode inkubasi (PI), insidensi penyakit (IP), dan tipe gejala tanaman pepaya California yang diinokulasi Papaya ringspot virus melalui vektor Aphis gossypii dan Myzus persicae

Jumlah imago kutudau n A. gossypii M. persicae PI (hari) Tipe gejalaa IP (%) b PI (hari) Tipe gejalaa IP(%) b Kontrol- - Tg 0/15 (0) - Tg 0/15 (0) 1 - Tg 0/15 (0) - Tg 0/15 (0) 5 10-11 Mr, Ms, Vc, Rg, Mg, Kd. 2/15 (13.33) - Tg 0 /15 (0) 10 6-11 Mr, Ms, Mp, Vc, Rg, Mg, Ss, Kd. 9/15 (60) 5-18 Mr, Mp, Vc, Rg, Mg, Kd. 5/15 (33.33) a)

Tg= tidak bergejala, Mr= mosaik ringan, Ms= mosaik sedang, Mb= mosaik berat, Rg=rugose, Ss=shoe sting, Vc=vein clearing, Mg= Mosaik bergores pada batang, Kd=Kerdil.

b)

IP, n/N x 100% dengan n, jumlah tanaman positif terdeteksi PRSV, N, total tanaman yang diuji. IP didasarkan pada hasil deteksi dengan metode DIBA.

Penularan PRSV dengan A. gossypii menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan M. persicae. Keparahan gejala ini ditunjukkan dengan munculnya malformasi daun yang parah sehingga daun berbentuk seperti tali (shoestring) (Lampiran 16). Pada penelitian ini, tanaman yang diinokulasi dengan menggunakan 1 dan 5 imago M. persicae tidak menunjukkan gejala dan

Dokumen terkait