• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan Bawah IPB, Darmaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan ketinggian 250 m dpl. Curah hujan rata-rata di lahan tersebut adalah 3300 mm/tahun. Penelitian ini dilaksakan pada bulan Maret−Juni 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih kedelai varietas Willis, Marshal 25ST, karbofuran, inokulan, pupuk kandang 2 ton/ha, urea 50 kg/ha, SP 18 200 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Bahan mulsa yang digunakan meliputi alang-alang, eceng gondok, teki, jerami padi, masing-masing dengan dosis 5 ton/ha kering dicacah dan mulsa plastik hitam perak. Alat-alat yang digunakan antara lain peralatan olah tanah, alat tulis, meteran, oven dan timbangan analitik.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian beberapa jenis mulsa dari gulma dan mulsa yang sudah biasa digunakan oleh petani meliputi gulma alang-alang, eceng gondok, teki, jerami padi, plastik hitam perak dan tanpa mulsa (kontrol), sehingga total perlakuan yang digunakan adalah 6 perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Tata letak petak perlakuan disajikan pada Lampiran 1. Persamaan umum statistik untuk rancangan ini adalah:

Yij = µ + βj + Mij + εij i = 1,2,3,4 j : Mulsa jerami, eceng gondok, alang-alang, teki, plastik, kontrol Yij : Nilai peubah yang diamati akibat perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ : Rataan umum

9 Mj : Pengaruh mulsa ke-j

εij : Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan SAS. Bila hasil analisis ragam nyata pada taraf 5 %, selanjutnya perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan 14 hari sebelum tanam dengan olah tanah sempurna. Lahan dibuat petakan dengan ukuran 4 m x 5 m dengan jarak antar petak 30 cm.

Penanaman

Lubang tanam dibuat dengan tugal dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, dengan arah barisan Utara-Selatan. Benih kedelai yang digunakan adalah benih varietas Willis. Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap lubang diberi tiga benih kedelai yang telah dicampur Marshal 25ST, inokulan serta karbofuran, kemudian lubang ditutup dengan tanah.

Pemupukan

Setiap petak diberi pupuk kandang 40 kg/petak, dibiarkan satu minggu untuk kemudian ditanami. Pupuk dasar berupa pupuk urea 50 kg/ha, SP 18 200 kg/ha dan KCl 50 kg/ha, diberikan seluruhnya pada saat penanaman.

Pemberian Mulsa

Mulsa gulma yang digunakan berasal dari gulma-gulma yang tumbuh secara alami, kemudian dikeringkan dan dicacah. Mulsa diberikan setelah benih ditanam, kemudian mulsa dihamparkan di lahan secara merata menutupi areal penanaman, disisakan sekitar 5 cm dari lubang tanam untuk tempat aplikasi pupuk. Petak yang sudah diberi mulsa kemudian diberi label sesuai dengan perlakuannya.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penjarangan, penyiraman serta pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan tanaman dilakukan pada 7−10 hari setelah tanam yaitu mengambil tanaman yang kurang sehat dan menyisakan dua tanaman yang sehat per lubang. Pengendalian hama yang dilakukan yaitu penyemprotan menggunakan Deltamethrin dengan konsentrasi 1 cc/l. Penyemprotan dilakukan setiap satu minggu sekali sejak tanaman berumur 3 MST hingga 9 MST. Tidak dilakukan pengendalian terhadap penyakit, karena penyakit tidak menyebabkan kerusakan yang berarti pada kedelai. Pada penelitian ini pengendalian gulma juga tidak dilakukan, gulma dibiarkan tumbuh hingga akhir pertanaman.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh yang ditentukan secara acak untuk setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif, komponen hasil, hasil, serta analisis vegetasi gulma dan analisis tanah. Berikut ini adalah parameter-parameter yang diamati serta metode pengamatannya.

Pengamatan Pertumbuhan Vegetatif

Tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. Jumlah daun trifoliet (helai) dan jumlah cabang, dilakukan pada saat 2 minggu setelah tanam (MST) sampai 8 MST. Menghitung jumlah dan bobot kering bintil akar (g), bobot basah dan kering tanaman (g), bobot bagian bawah tanaman (akar) dan bobot tanaman bagian atas (tajuk). Bobot basah ditimbang segera setelah tanaman diambil dari lahan. Bobot kering ditimbang setelah tanaman dan bintil akar di oven pada temperatur 1100C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap 5 tanaman diluar tanaman contoh dan petak panen pada 6 MST dan 7 MST.

Pengamatan Komponen Hasil

Pengamatan terhadap komponen hasil meliputi jumlah polong isi dan jumlah polong hampa per tanaman contoh, dihitung pada saat panen. Bobot kering

11 100 butir biji (g) dan bobot polong per petak panen (g/4 m2), ditimbang saat panen setelah polong dipisahkan dari brangkasan. Bobot 100 butir biji dihitung dengan mengambil biji kedelai secara acak, termasuk biji yang keriput dan rusak.

Analisis Vegetasi Gulma

Analisis vegetasi gulma dilakukan pada setiap perlakuan saat tanaman berumur 3 MST dan 6 MST. Metode yang digunakan yaitu dengan metode kuadrat. Kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m ditempatkan secara acak di masing- masing petakan sebanyak dua kali. Pengamatan yang dilakukan meliputi identifikasi spesies gulma, jumlah individu per spesies dan bobot kering per spesies. Perhitungan bobot kering dilakukan dengan terlebih dahulu mengoven gulma pada suhu 1100C selama 24 jam, kemudian ditimbang. Selanjutnya dominasi gulma didapatkan dengan menghitung Nisbah Jumlah Dominasi (NJD). Nilai NJD diperoleh berdasarkan rata-rata 3 nilai dari kerapatan, frekuensi dan bobot kering gulma.

Analisis tanah

Pengamatan terhadap keadaan kimia tanah diperlukan untuk mengetahui tingkat kesuburan dan kesesuainnya bagi tanaman kedelai. Analisis tanah dilakukan dua kali yaitu sebelum tanam dan setelah panen secara komposit dari setiap perlakuan.

HASIL

Kondisi Umum

Penelitian dilaksanakan di lahan kering. Kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman (bera) selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum pertanaman adalah gulma Imperata cylindrica (alang-alang). Lahan dibersihkan dari semua gulma, kemudian ditanami dalam kondisi bersih dari gulma.

Hasil analisis tanah Laboratorium Balai Penilitian Tanah menunjukkan bahwa kondisi awal tanah tergolong masam (pH H2O 5.20). Kandungan

C-organik dan P tergolong sedang dengan masing-masing bernilai 3.47 % dan 21.1 ppm. Kandungan K tergolong rendah yaitu bernilai 0.2 me/100g. Sedangkan N- total tergolong tinggi yaitu bernilai 0.36 % (Kriteria penilaian disajikan dalam Lampiran 8).

Berdasarkan hasil penelitian Nursyamsi dan Suprihati (2005), jenis tanah di areal penelitian (Kecamatan Darmaga, Bogor) merupakan jenis tanah Latosol- inceptisol. Tipe tanah inceptisol memiliki kriteria: tanah agak masam, kandungan N-organik, C-organik, P total, K, Ca, dan Mg tergolong rendah namun kandungan Al dan Fe tergolong tinggi. Sifat kimia dan mineral tanah termasuk baik karena masih mengandung mineral mudah lapuk sehingga potensi kesuburannya masih relatif tinggi. Pada jenis tanah ini ketersediaan P sangat rendah karena P difiksasi oleh Al dan Fe bebas membentuk senyawa Al-P dan Fe-P yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Hasil analisis tanah setelah perlakuan menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH dari 5.2 menjadi 4.8 pada perlakuan mulsa jerami, eceng gondok dan mulsa teki. Sedangkan pada mulsa plastik hitam perak, alang-alang dan kontrol memiliki pH 4.7. Terjadi penurunan nilai pada N-organik, C-organik dan P2O5. Nilai N-organik tertinggi terjadi pada kontrol (0.17 %). Nilai C-organik

tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa jerami (1.76 %) dan terendah pada perlakuan mulsa eceng gondok (1.50 %) dan mulsa plastik hitam perak (1.51 %). Nilai P2O5 tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa jerami (15.6 ppm) dan

13 parameter K2O Morgan (ppm) dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan

mulsa jerami (70 ppm) dan terendah pada perlakuan alang-alang (30 ppm). Hasil analisis tanah sebelum dan sesudah perlakuan disajikan dalam Lampiran 6 dan 7.

Setelah satu minggu dilakukan penjarangan sehingga hanya ada 2 tanaman per lubang. Persentase tumbuh 98−100 % pada setiap petaknya. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi Darmaga kelembaban udara selama masa pertanaman berkisar antara 77 % hingga 86 %. Curah hujan pada awal pertanaman (bulan Maret) cukup tinggi yaitu sebesar 414.5 mm, pada bulan April hanya 42.9 mm, dan pada akhir pertanaman yaitu bulan Mei dan Juni berkisar 330.9 mm– 303.4 mm (Lampiran 9).

Pada stadia awal pertumbuhan tanaman kedelai (1 MST dan 2 MST), terjadi serangan lalat pucuk (Melanagromyza dolicostigma) dan ulat penggulung daun (Omiodes indicata). Serangan lalat pucuk dan ulat penggulung daun ini terjadi hampir diseluruh petak namun tidak pada banyak tanaman disetiap petaknya, terjadi sejak awal pertumbuhan hingga panen. Pada 3 MST terjadi serangan ulat jengkal (Plusia chalcites).Pada 5 dan 6 MST, terdapat serangan kutu daun(Aphis glycines matsumura). Kemudian pada saat 8 MST, terjadi serangan hama ulat grayak(Spodoptera litura) dan ulat pemakan polong(Helicoperva armigera).

Beberapa penyakit yang ditemukan saat penanaman antara lain karat daun, yang terjadi hanya pada mulsa plastik hitam perak sejak 1 MST hingga panen, berupa bercak-bercak berwarna coklat kemerahan seperti warna karat pada daun. Rebah kecambah dan batang (Rhizoctonia solani) terjadi pada awal pertanaman, yaitu 2 MST–4 MST. Pada tanaman yang baru tumbuh terjadi busuk (hawar) dekat akar yang menyebabkan tanaman mati karena rebah.

Pengaruh Mulsa Terhadap Pertumbuhan Gulma

Tabel 1 menunjukkan bahwa golongan daun lebar menunjukkan keragaman spesies lebih banyak diikuti golongan rumput dan golongan teki. Hasil analisis vegetasi pertama pada 3 MST menunjukkan bahwa terdapat 31 spesies gulma yang ada di lahan, meliputi 21 spesies golongan daun lebar, 9 spesies golongan rumput dan 1 spesies golongan teki. Pada analisis vegetasi kedua yaitu 6 MST, terjadi perubahan komposisi dari 31 spesies menjadi 25 spesies gulma, dengan

4 spesies baru meliputi 17 spesies golongan daun lebar, 6 spesies golongan rumput, dan 2 golongan teki.

Tabel 1. Pertumbuhan Gulma pada Berbagai Perlakuan

Perlakuan Waktu (MST) Rata-Rata Jumlah Jenis Gulma Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) (%)

Berat Kering Gulma (gram) BK Gulma Total (gram) T R DL T R DL T R DL Jerami 3 1 8 15 1.49 59.04 39.46 0.50 73.91 29.21 103.61 6 1 6 9 6.54 50.35 43.11 7.40 42.09 45.55 95.04 Eceng Gondok 3 0 5 9 7.81 58.46 33.73 11.10 41.88 32.05 85.03 6 1 6 8 6.30 72.65 21.04 4.70 91.96 34.35 113.25 Plastik Hitam Perak 3 1 4 3 0.00 60.94 39.06 0.00 6.63 5.87 12.5 6 0 4 4 0.00 69.44 30.56 0.00 32.85 21.80 54.65 Alang- Alang 3 0 5 8 0.00 67.76 32.23 0.00 40.94 20.73 61.67 6 1 7 9 6.87 70.46 22.66 3.40 92.18 26.25 121.83 Teki 3 1 5 9 3.17 67.96 28.86 0.90 69.48 22.13 92.51 6 1 7 6 4.88 72.18 22.92 1.28 53.68 16.18 71.14 Kontrol 3 1 5 9 2.65 67.31 30.03 1.70 72.08 34.35 108.13 6 0 5 8 0.00 65.78 34.21 0.00 137.3 33.00 170.30 Keterangan : BK : Bobot Kering

T : Teki R : Rumput DL : Daun Lebar

Pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa bobot gulma golongan rumput lebih tinggi diikuti gulma golongan daun lebar dan gulma teki. Hal ini menunjukkan bahwa gulma golongan rumput mendominasi lahan selama penelitian. Jenis gulma golongan rumput relatif sama pada setiap perlakuan, sedangkan gulma daun lebar lebih beragam pada setiap perlakuan (Lampiran 3). Petak perlakuan mulsa jerami memiliki jumlah spesies terbanyak dengan golongan daun lebar lebih banyak dari golongan rumput dan gulma teki pada 3 MST. Namun pada 6 MST, gulma pada setiap perlakuan memiliki jumlah spesies yang hampir sama antara golongan rumput dan daun lebar. Berdasarkan bobot kering gulma, perlakuan kontrol memiliki bobot kering tertinggi pada 3 MST maupun 6 MST.

15 54,03 55,32 62,04 60,85 47,4 49,18 0 10 20 30 40 50 60 70 2 3 4 5 6 7 8 Jerami Eceng Gondok Plastik Hitam Perak Alang-Alang Teki

Kontrol

Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai

Tinggi Tanaman

Selama pertumbuhan, perlakuan mulsa jerami nyata mempengaruhi tinggi tanaman pada 2 MST, 3 MST, dan 4 MST. Sedangkan pada 8 MST, perlakuan mulsa plastik hitam perak nyata meningkatkan tinggi tanaman kedelai (Lampiran 4). Tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak (62.04 cm) berbeda nyata dengan kontrol sebesar 49.18 cm (Gambar 1). Tinggi tanaman terendah diperoleh pada mulsa teki yaitu 47.40 cm, lebih rendah dari kontrol (49.18 cm).

Gambar 1. Tinggi Tanaman Kedelai pada 2 MST−8 MST pada Berbagai Perlakuan

Pada akhir pengamatan yaitu 8 MST terjadi penurunan tinggi tanaman pada mulsa eceng gondok, jerami, teki dan kontrol. Hal ini disebabkan karena beberapa tanaman contoh terkena serangan hama lalat pucuk yang mengakibatkan batang tanaman patah.

Jumlah Daun Trifoliet

Perlakuan mulsa plastik hitam perak nyata mempengaruhi jumlah daun trifoliet pada 5 MST, 6 MST dan 7 MST (Lampiran 4). Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan daun trifoliet terjadi pada 2 MST–5 MST pada semua perlakuan,

(MST) Tinggi (cm)

11 19 11 9 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 3 4 5 6 7 8 Jerami Eceng Gondok Plastik Hitam Perak Alang-Alang Teki

Kontrol

namun pada 6 MST mulai terjadi penurunan jumlah daun trifoliet pada perlakuan kontrol dan pada 8 MST terjadi penurunan pada perlakuan mulsa eceng gondok, teki, dan jerami.

Gambar 2. Jumlah Daun Trifoliet Kedelai pada 2 MST−8 MST pada Berbagai Perlakuan

Jumlah Cabang

Perlakuan mulsa tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang (Lampiran 4). Meskipun demikian, data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian mulsa meningkatkan jumlah cabang pada tanaman kedelai dibandingkan kontrol sebesar 1–2 cabang. Cabang kedelai sebagian besar mulai muncul pada 4 MST, kecuali pada mulsa jerami yang muncul sejak 3 MST.

Tajuk dan Akar

Perlakuan mulsa hitam perak nyata mempengaruhi bobot basah dan bobot kering akar tanaman kedelai pada 6 MST (Lampiran 4). Pemberian mulsa meningkatkan bobot basah akar dan tajuk kedelai serta bobot kering tajuk dibandingkan kontrol (Tabel 2).

Jumlah Daun

17 Tabel 2. Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk dan Akar Tanaman Kedelai

pada 6 MST dan 7 MST Berbagai Perlakuan

6 MST 7 MST

Perlakuan Tajuk Akar Tajuk Akar

BB (g) BK (g) BB (g) BK (g) BB (g) BK (g) BB (g) BK (g) Jerami 17.33a 3.60a 0.91b 0.25b 17.11a 4.41a 1.19a 0.34a Eceng Gondok 25.91a 3.86a 1.53b 0.38b 16.77a 4.45a 0.79a 0.37a Plastik Hitam Perak 26.28 a 5.57a 1.55a 0.32a 21.51a 5.72a 1.73a 0.56a Alang-Alang 25.88a 5.20a 1.64b 0.87b 15.17a 4.09a 1.00a 0.34a Teki 14.60a 3.35a 1.12b 0.39b 12.31a 3.49a 1.00a 0.32a Kontrol 11.14a 2.43a 0.88b 0.31b 9.38a 2.5 a 0.77a 0.26a

Keterangan : - BB : Bobot Basah - BK : Bobot Kering

- Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5 %

Bintil Akar

Perlakuan mulsa alang-alang, jerami dan eceng gondok nyata mempengaruhi jumlah bintil pada 6 MST, namun tidak pada bobotnya (Lampiran4).

Tabel 3. Jumlah dan Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai pada 6 MST dan 7 MST pada Berbagai Perlakuan

Perlakuan 6 MST 7 MST Jumlah Bintil Bobot Kering (g) Jumlah Bintil Bobot Kering (g) Jerami 4.33a 0.01a 12.00 a 0.11 a Eceng Gondok 4.67a 0.03 a 8.67 a 0.11 a

Plastik Hitam Perak 0.33c 0.00 a 0.67 a 0.01 a

Alang-Alang 5.00a 0.05 a 7.67 a 0.05 a

Teki 3.67ab 0.03 a 4.00 a 0.04 a

Kontrol 1.00bc 0.00 a 4.33 a 0.02 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5 %

Mulsa alang-alang memiliki jumlah bintil tertinggi dengan bobot kering bintil tertinggi pada 6 MST. Sedangkan pada 7 MST mulsa jerami memiliki jumlah bintil tertinggi, namun bobot tertinggi sama antara mulsa jerami dengan mulsa alang-alang. Untuk jumlah bintil dan bobot kering bintil terendah pada 6 MST dan 7 MST, keduanya sama yaitu pada mulsa plastik hitam perak.

15,3 7,93 7,5 15,28 3,73 8,34 16,43 23,23 36,97 35,5 15,06 11,38 0 5 10 15 20 25 30 35 40 J E P A T K Polong Hampa Polong Isi

Jumlah Polong Hampa dan Jumlah Polong Isi

Perlakuan mulsa tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah polong hampa dan jumlah polong isi (Lampiran 5).

Keterangan : J : Mulsa Jerami : E : Mulsa Eceng Gondok : P : Mulsa Plastik Hitam Perak : A : Mulsa Alang-Alang : T : Mulsa Teki : K : Kontrol

Gambar 3. Jumlah Polong Hampa dan Jumlah Polong Isi pada Berbagai Perlakuan Mulsa

Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa meningkatkan jumlah

polong isi sebesar 3−25 polong dibandingkan kontrol. Perlakuan mulsa juga

menurunkan jumlah polong hampa dibandingkan kontrol, kecuali pada mulsa jerami dan alang-alang.

Bobot Polong Per Petak Panen (gram/4m2) dan Bobot 100 Biji (gram).

Perlakuan mulsa plastik hitam perak nyata mempengaruhi bobot polong per petak panen dan sangat nyata terhadap bobot 100 biji (Lampiran 5). Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa dapat meningkatkan bobot polong per petak panen serta bobot 100 biji dibandingkan kontrol. Nilai bobot polong tertinggi diperoleh pada mulsa plastik hitam perak (1023.00 g) dan terendah pada mulsa teki (158.90 g) dan kontrol (99.23 g).

(Jenis Mulsa) (Jumlah Polong g/4m2)

19 y = 443.05 - 29.413x R² = 0.6317 0 100 200 300 400 500 600 700 0 5 10 15 20

Tabel 4. Bobot Polong Per Petak Panen (gram/4m2) dan Bobot 100 Biji (gram) pada Berbagai Perlakuan Mulsa

Perlakuan Bobot Polong / petak panen (gram) Bobot 100 biji (gram)

Jerami 236.47b 5.17b

Eceng Gondok 386.40b 6.67b

Plastik Hitam Perak 1023.00a 12.43a

Alang-Alang 278.60b 4.41b

Teki 158.90b 5.54b

Kontrol 99.23b 4.06b

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5 %

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa bobot 100 biji tertinggi diperoleh pada mulsa plastik hitam perak dengan 12.43 gram dan terendah pada kontrol dengan nilai 4.06 gram.

Pengaruh Gulma terhadap Produksi Kedelai

Gambar 4. Hubungan Antara Bobot Kering Gulma pada 3 MST terhadap Bobot Polong / petak panen (g/4m2)

Dari semua perlakuan dan ulangan menunjukkan bahwa bobot gulma dapat menurunkan bobot polong kedelai. Gambar 4 menunjukkan bahwa keberadaan gulma dapat menurunkan hasil produksi kedelai, terjadi penurunan hasil kedelai

seiring dengan kenaikan bobot kering gulma dengan persamaan

y = 443.05−29.413x. (Bobot Gulma g/4m2)

PEMBAHASAN

Sebagian besar perubahan jenis gulma pada setiap perlakuan terjadi pada gulma golongan daun lebar, sedangkan golongan rumput relatif tetap pada 3 MST dan 6 MST. Hal ini diduga dipengaruhi oleh umur dormansi biji golongan rumput yang sangat pendek dibandingkan gulma daun lebar (Sastroutomo, 1990). Oleh karena itu, golongan rumput dapat tumbuh dengan cepat di lahan dibandingkan gulma golongan daun lebar. Hal ini juga dibuktikan dengan bobot serta Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) gulma yang baru tumbuh pada 6 MST masih kecil di pertanaman (Tabel 1).

Golongan daun lebar menunjukkan keragaman spesies lebih banyak diikuti golongan rumput dan golongan teki (Tabel 1). Berdasarkan bobot kering gulma total, dapat dilihat bahwa perlakuan mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma hingga 30 % dibandingkan dengan kontrol. Bobot kering gulma terendah pada pengamatan pertama (3 MST) diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak, diikuti oleh perlakuan mulsa alang-alang (61.67 g) dan eceng gondok (85.03 g). Data ini memberikan indikasi bahwa mulsa alang-alang dan eceng gondok lebih efektif menekan gulma dibandingkan dengan mulsa teki atau jerami.

Meskipun demikian, pada pengamatan kedua (6 MST) terjadi hal yang sebaliknya. Mulsa teki dan jerami lebih efektif menekan gulma dibandingkan dengan mulsa alang-alang atau eceng gondok (Tabel 1). Hal ini dapat dilihat dari bobot kering total gulma pada perlakuan mulsa teki (71.41 g) dan jerami (95.04 g) yang lebih rendah dibandingkan dengan alang-alang (121.83 g) dan eceng gondok (113.25 g). Hal ini diduga karena pada 3 MST mulsa alang-alang dan eceng gondok memiliki tingkat kerapatan penutupan lahan yang lebih tinggi dari mulsa teki dan mulsa jerami. Oleh karena itu, cahaya yang masuk pada lahan dengan mulsa alang-alang dan mulsa eceng gondok lebih sedikit dibandingkan lahan dengan mulsa teki dan jerami. Sedangkan saat 6 MST mulsa teki dan jerami telah mengalami pelapukan/dekomposisi, sehingga diduga kandungan alelopati pada teki dan jerami dapat membantu dalam menekan pertumbuhan gulma. Menurut Sastroutomo (1990) setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia tanaman yang mudah terlarut dapat tercuci dengan cepat.

21 Pada mulsa eceng gondok dan alang-alang setelah pelapukan (6 MST), bobot gulma naik dua kali lipat, sedangkan pada mulsa teki dan jerami terjadi penurunan (Tabel 1). Pada perlakuan mulsa teki semula (3 MST) terdapat 9 jenis gulma daun lebar, kemudian pada pengamatan berikutnya (6 MST) menurun menjadi 6 jenis. Hal ini karena tertekannya gulma Galinsoga parviflora, Mikania mikranta, Ageratum haustonianum, Portulaca sp., Mimosa pigra dan Boreria alata serta munculnya gulma baru seperti Euphorbia hirta, Commelina difusa dan

Ageratum conizoides (Lampiran 3). Berkurangnya jenis gulma daun lebar pada perlakuan mulsa konsisten diikuti oleh perubahan nilai dominasi dan bobot kering gulma daun lebar. Nilai jumlah dominasi (NJD) untuk gulma daun lebar menurun dari 28.86 menjadi 22.92 dan bobot kering gulma daun lebar juga menurun dari 22.13 g menjadi 16.18 g (Tabel 1).

Kecenderungan menurunnya jumlah jenis gulma daun lebar juga terjadi pada mulsa jerami, tetapi tidak terjadi penurunan nilai jumlah dominasi dan bobot keringnya seperti pada perlakuan mulsa teki. Pada perlakuan ini bahkan terjadi peningkatan nilai dominasi dan bobot kering dari gulma daun lebar. Sebaliknya, mulsa jerami lebih menekan gulma golongan rumput. Terjadi penurunan jenis gulma rumput dari 8 jenis (3 MST) menjadi 6 jenis (6 MST). Hal ini dikarenakan tertekannya gulma Ischaemum sp., Echinochloa colonum, Paspalum conjugatum

dan munculnya gulma baru Cynodon dactylon (Lampiran 3). Meskipun berkurangnya jenis gulma rumput tidak sebanyak gulma daun lebar, namun perubahan ini menyebabkan penurunan NJD gulma dari 59.04 (3 MST) menjadi 50.35 (6 MST) dan bobot kering gulma rumput dari 73.91 g (3 MST) menjadi 42.09 g (6 MST).

Kedua hal tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa mulsa gulma teki dapat menekan pertumbuhan gulma daun lebar dan jerami terhadap gulma rumput setelah melalui proses dekomposisi. Alelokimia terdapat pada semua bagian tanaman yang dikeluarkan dengan berbagai mekanisme, termasuk dari residu tanaman yang terdekomposisi (batang atau akar), eksudasi akar dan penguapan (Radosevich et al., 2007). Dugaan bahwa mulsa teki dapat menekan gulma daun lebar semakin diperkuat karena ternyata produksi kedelai (Bobot kering polong/petak panen) terendah juga diperoleh pada mulsa teki (Tabel 4).

Selain terhadap gulma daun lebar, mulsa teki juga diduga mempunyai pengaruh alelopati terhadap kedelai yang ditunjukkan dengan rendahnya produksi kedelai pada mulsa teki. Hal ini memperkuat dugaan bahwa mulsa teki berpotensi alelopati secara spesifik terhadap tumbuhan berdaun lebar. Hasil penelitian Inawati (2000) memperlihatkan bahwa gulma Cyperus rotundus lebih menekan produksi kedelai (jumlah polong isi dan bobot 100 biji) dibanding Ageratum conyzoides dan Borreria alata. Penelitian Wibowo (2002) menambahkan bahwa senyawa alelopati dari perlakuan ekstrak bahan kering gulma Cyperus rotundus

dapat menurunkan jumlah polong isi kedelai hingga 35.98 % pada konsentrasi 15 g/l dan 20 g/l.

Semua perlakuan menunjukkan bahwa pemberian mulsa mampu meningkatkan komponen produksi serta produksi kedelai. Meskipun beberapa variabel menunjukkan nilai yang tidak berpengaruh nyata menurut statistik seperti bobot tajuk, bobot dan jumlah bintil akar, jumlah polong hampa dan polong isi, namun nilainya tetap lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Perlakuan mulsa plastik hitam perak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai kecuali pada bintil akar yang justru paling rendah. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil panen dan bobot 100 biji. Mulsa plastik hitam perak memiliki bobot panen dan bobot 100 biji tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa antara jumlah dan bobot kering bintil akar tidak selalu berkorelasi positif dengan hasil panen kedelai. Penelitian Suryantini (2002) menyatakan bahwa peningkatan hasil biji pada kedelai tidak dipengaruhi oleh inokulasi rizhobium maupun pemupukan N.

Tingginya hasil panen dan bobot 100 biji pada mulsa plastik hitam perak diduga lebih dipengaruhi oleh tertekannya pertumbuhan gulma. Mulsa plastik hitam perak dapat menekan jumlah serta bobot gulma di pertanaman sehingga tidak terjadi persaingan dalam perebutan hara antar gulma dan tanaman. Menurut

Dokumen terkait