• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syarat Tumbuh Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar (Glycine max) merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L) Merril. Kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Tanaman kedelai kemudian menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Di Indonesia, tanaman ini dibudidayakan pada abad ke 17 sebagai pupuk hijau karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Purwono dan Purnamawati, 2008).

Kedelai biasa ditanam pada lahan sawah setelah pertanaman padi. Namun, kedelai juga bisa ditanam pada lahan kering. Berdasarkan tingkat kesesuaian lahan terdapat tiga prioritas upaya pengembangan kedelai. Prioritas pertama di lahan irigasi teknis dan setengah teknis dengan jenis tanah Aluvial, Grumosol, Andosol, dan Latosol. Prioritas kedua di lahan tadah hujan dengan jenis tanah Aluvial dan Grumosol. Sedangkan prioritas ketiga adalah di lahan kering jenis tanah Grumosol dan Andosol (Puslitbang Tanaman Pangan, 1998).

Kedelai dapat tumbuh lebih baik pada pH 5.8−7.0, namun pada pH kurang dari 5.5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan aluminium. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100−400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100−200 mm/bulan (Purwono dan Purnamawati, 2008).

Kedelai dikembangkan oleh petani di lahan sawah dan lahan kering dengan menerapkan sistem produksi atau sistem usahatani sesuai dengan kondisi sosial ekonomi. Budidaya yang diterapkan oleh petani bervariasi menurut lokasi, kondisi sosial-ekonomi serta teknologi dan kemampuan petani (Manwan et al., 1996).

Tanaman kedelai yang sudah cukup tua, yaitu berumur 75−110 hari sebaiknya segera dipanen. Panen yang terlambat akan merugikan petani, karena banyak buah yang kering sehingga banyak biji yang rontok. Tanda-tanda kedelai yang sudah waktunya di panen adalah daun menguning dan sebagian sudah rontok, polong berwarna kuning sampai coklat, serta pada umumnya batang

5 berwarna kuning sampai coklat dan gundul. Cara pemanenan kedelai yaitu dengan mencabut beserta akarnya atau memotong batangnya menggunakan sabit.

Pengaruh Gulma pada Pertanaman Kedelai

Gulma antara lain berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan atau spesies baru yang telah berkembang sejak timbulnya pertanian. Gulma dapat menyebabkan kerugian pada berbagai bidang kehidupan. Pada bidang pertanian, gulma dapat menurunkan kuantitas hasil tanaman. Penurunan kuantitas hasil tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi gulma dengan tanaman dalam memperebutkan air tanah, cahaya matahari, unsur hara, ruang tumbuh dan udara yang menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Kandungan alelopati pada gulma juga dapat menekan pertumbuhan tanaman utama. Pertumbuhan tanaman yang terhambat akan menyebabkan hasil menurun.

Gulma merupakan pesaing bagi tanaman kedelai dalam mendapatkan ruang tumbuh, hara, air dan cahaya. Gulma juga bisa merupakan tempat berkembang atau sumber hama dan penyakit tanaman. Apabila tidak dikendalikan, gulma dapat menyebabkan menurunnya hasil antara 10–60 %. Oleh karena itu, selama pertanaman keberadaan gulma di lahan kedelai harus diminimalisir (Sastroutomo, 1990).

Ragam dan pertumbuhan gulma di setiap lahan dipengaruhi oleh keadaan, lingkungan dan perlakuan lahan. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa gulma yang biasa tumbuh pada lahan pertanaman kedelai sekitar 56 macam meliputi 20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian, dan 30 jenis gulma berdaun lebar. Pada lahan dengan indeks pertanaman 300 % atau tidak mengalami masa istirahat lama, ragam dan jumlah gulma relatif sedikit. Sebaliknya, pada lahan yang mengalami masa istirahat lama (bera), ragam dan jumlah gulma relatif banyak.

Penelitian Nurfaidah (1999) menyebutkan beberapa gulma yang tumbuh di lahan kedelai pada Rumah Plastik Kebun Percobaan Baranang Siang IPB Bogor dengan ketinggian 240 m dpl, tanpa diberi mulsa pada 2 minggu setelah tanam (MST) antara lain Axonopus compressus, Cleome asvera, Sinedrella nudiflora, Borreria alata, Mimosa pudica, dan Amaranthus sp.

Mulsa dan Manfaatnya

Untuk memperoleh produksi pertanian yang tinggi ada dua hal yang dapat dilakukan yaitu penggunaan benih atau bibit unggul (faktor genetis) dan perbaikan atau manipulasi lingkungan tumbuh tanaman (faktor lingkungan). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memanipulasi lingkungan tumbuh adalah dengan penggunaan mulsa (Umboh, 2000). Mulsa adalah bahan yang tidak hidup seperti bahan kimia sintetis, bahan organik dan anorganik yang dihamparkan diatas permukaan tanah.

Bahan organik meliputi sisa-sisa hasil kegiatan di bidang pertanian dan tanaman pupuk hijau. Beberapa contoh dari limbah pertanian yang berasal dari sisa-sisa panen yaitu jerami padi, batang dan daun jagung, daun-daun pisang, alang-alang, daun tebu, dan rumput kering. Sedangkan sisa hasil kegiatan pertanian seperti serbuk gergaji, serpihan kayu, kertas, bonggol jagung, kulit kacang tanah dan sebagainya (Purwowidodo, 1983). Termasuk pula dalam bahan- bahan mulsa adalah rerumputan yang sengaja ditumbuhkan sebagai bahan mulsa misalnya: Chloris guyana dan Penissetum purpureum, gulma yang telah mati misalnya alang-alang dan bahan-bahan mati lainnya (Sukman dan Yakup, 2002).

Pemberian mulsa dimaksudkan untuk mendapatkan beberapa manfaat diantaranya adalah membantu tanaman utama dalam berkompetisi dengan gulma untuk memperoleh sinar matahari, hara dan ketersediaan air tanah. Dengan adanya mulsa, pemeliharaan tanaman juga tidak terlalu sering dilakukan seperti pemberian pupuk yang hanya dilakukan sekali saja pada awal penanaman. Begitu pula dengan penyiangan dan penyiraman yang dapat dikurangi intensitasnya, yaitu hanya dilakukan pada lubang tanam yang tidak tertutup mulsa (Umboh, 2000).

Pemberian mulsa 6 ton per hektar dan pengolahan tanah sedalam 30 cm memberikan hasil jagung yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada perlakuan tanpa pemberian mulsa dan pengolahan tanah (Rusman, 1985).

Penggunaan mulsa jerami pada pertanaman kedelai yaitu dengan menghamparkannya di permukaan tanah yang telah ditanami benih kedelai. Untuk setiap hektar lahan dibutuhkan 5 ton jerami (Adisarwanto dan Rini, 2002).

7

Potensi Alelopati Mulsa Gulma

Gangguan gulma terhadap tanaman di lahan meliputi kompetisi dan alelopati. Sastroutomo (1990) mengartikan kompetisi sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tanaman yang satu terhadap jenis yang lainnya tanpa mempertimbangkan terbatas atau tidaknya sumberdaya yang ada. Sedangkan peristiwa alelopati adalah peristiwa adanya pengaruh negatif dari zat kimia (alelopati) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman lain jenis yang tumbuh di sekitarnya (Moenandir, 1988).

Rice (1974) meyatakan bahwa alelopati berarti pengaruh yang merugikan secara langsung atau tidak langsung oleh suatu tanaman (termasuk mikroorganisme) terhadap tanaman lain melalui produksi bahan-bahan kimia yang dilepaskan ke lingkungan. Einhellig (1995) menambahkan fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, antar mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme. Macias et.al (1998) dalam bukunya menyatakan bahwa definisi alelopati menurut The International Allelopathy Society (IAS 1996) adalah proses-proses yang melibatkan produksi metabolisme kedua pada tanaman, alga, bakteri, dan cendawan (tidak termasuk hewan) yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada sistem biologi dan pertanian, memiliki dampak positif maupun negatif.

Sebagian besar gulma mengeluarkan alelopati yang dapat menekan pertumbuhan tanaman utama di lahan pertanaman. Namun, selain untuk menekan tanaman utama, senyawa ini juga digunakan untuk menekan gulma lain yang ada di lahan. Disebutkan oleh Moenandir (1988) bahwa spesies yang mengeluarkan alelopati dapat berpengaruh pada tumbuhan tetangga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alelopati pada gulma tertentu tidak hanya mempengaruhi tanaman utama pada lahan, tapi juga pada gulma yang ada disekitarnya. Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh alelokimia bersifat selektif yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu namun tidak terhadap organisme lain.

Dokumen terkait