• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Analisis total protein umbi, aktivitas lektin umbi, toksisitas dan penanaman

T. flagelliforme dari bulan Februari 2011 hingga Februari 2013 dilakukan di laboratorium Pusat Teknologi Farmasi Medika dan Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Serpong, Indonesia. Sedangkan analisis identifikasi genetika lektin dilakukan di laboratorium Fisiologi dan Genetika Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dari bulan Maret 2013 hingga Januari 2015.

Bahan Tanaman

Penelitian ini menggunakan umbi segar dari 7 aksesi T. flagelliforme

(Lodd.) Blume yang didapatkan dari berbagai wilayah di Indonesia (Tabel 1). Tanaman tersebut telah diaklimatisasi dan ditumbuhkan di dalam rumah kaca (November 2009 hingga Januari 2011) pada Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Serpong, Indonesia. Tanaman yang telah teraklimatisasi menjadi tanaman mother stock. Setiap umbi yang digunakan pada penelitian ditanam pada media yang sama dengan menggunakan wadah polybag

yang berbeda dengan tanaman mother stock dan ditanam berkelompok berdasarkan umur masa tanam 1, 3, 5, dan 6 bulan di rumah kaca. Umbi yang digunakan sebagai umbi awal adalah anakan umbi dari umbi utama pada tanaman

mother stocklalu ditanam dan dipanen pada umur tanaman 1, 3, 5, dan 6 bulan.

Tabel 1 Daerah aksesiT.flagelliformeyang digunakan dalam penelitian

Aksesi Lokasi Bogor Jawa Barat Singaraja Bali

Merapi Farm Yogyakarta Indmira Yogyakarta Ogan Ilir Sumatera Selatan Matesih Jawa Tengah Solok Sumatera Barat

Metode

Ekstraksi Protein Umbi. Prosedur ekstraksi protein umbi yang dilakukan berdasar metode Luoet al. (2007) dengan modifikasi. Ekstraksi protein umbi dari setiap aksesi yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas 3 bagian dengan tahapan yang sama (Gambar 5). Bagian ekstraksi pertama dilakukan dari umbi tanaman yang berumur 1 hingga 6 bulan setelah tanam, menggunakan pelarut 0.15 M NaCl, dan bobot umbi tertentu sesuai dengan umur tanaman. Bagian kedua

13

dilakukan dari umbi tanaman yang berumur 6 bulan setelah tanam sebanyak 15 g dengan menggunakan pelarut akuades dan ekstrak ini digunakan untuk analisis toksisitas terhadap Artemia sp. serta sel MCF-7. Bagian ketiga dilakukan dari umbi tanaman yang berumur 6 bulan setelah tanam sebanyak 25 g dengan menggunakan pelarut 0.15 M NaCl dan ekstrak ini digunakan untuk fraksinasi protein umbi. Selain itu, umbi yang digunakan untuk 3 ekstraksi tersebut ditanam berbeda kelompok, yaitu kelompok pertama ditanam untuk ekstraksi bagian pertama, kelompok dua ditanam untuk ekstraksi bagian kedua, dan kelompok ketiga ditanam untuk ekstraksi bagian ketiga.

Tahapan ekstraksi diawali dengan membersihkan umbi yang akan digunakan, lalu ditimbang bobotnya. Umbi segar yang sudah dibersihkan lalu diblender dan dicampur dengan pelarut yang volumenya dua kali dari bobot umbi. Setelah direndam semalam pada 4 °C, campuran tersebut disentrifugasi (Hettich Mikro 22R, Germany) dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit dalam kondisi dingin. Supernatan yang dihasilkan adalah ekstrak kasar protein umbi.

Gambar 5 Bagian-bagian ekstraksi protein umbi yang dilakukan pada penelitian

Uji Kadar Total Protein Metode Bradford. Konsentrasi total protein terlarut diukur kadarnya dengan menggunakan metode Bradford. Protein BSA (Bovine Serum Albumin) digunakan sebagai larutan protein baku. Kurva standar yang digunakan adalah hasil regresi linear dari protein BSA dengan konsentrasi bertingkat yang diukur pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi protein ekstrak didapatkan dari hasil pengukuran nilai absorbansi larutan pada panjang gelombang 595 nm, lalu diplotkan pada persamaan kurva standar (Bintang 2010). Setiap ekstrak protein umbi yang didapatkan pada penelitian ini dihitung kadar total proteinnya dengan menggunakan metode ini. Perhitungan kadar total protein umbi dilakukan dengan formulasi sebagai berikut:

= konsentrasi total protein (mg/ml) x volume pelarut ekstrak (ml)

Uji Hemaglutinasi. Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi lektin yang terkandung pada protein terlarut. Uji ini dilakukan menggunakan 96-well micro

Ekstraksi Protein Umbi

-Umbi berumur 6 bulan setelah tanam -Bobot: 15 g -Pelarut: akuades -Umbi berumur 1, 3, 5, dan 6 bulan setelah tanam

-Bobot yang digunakan sesuai dengan yang dihasilkan tanaman selama masa tanam 1, 3, 5, dan 6 bulan -Pelarut: 0.15 M NaCl -Umbi berumur 6 bulan setelah tanam -Bobot: 25 g -Pelarut: 0.15 M NaCl Kadar total protein (mg)

titer U plate. Eritrosit domba sebanyak 50 µl (2% di dalam phosphate buffer saline pH 7.0) dicampur dengan ekstrak kasar protein umbi dengan berbagai jumlah volume (150, 125, 100, 75, 50, 25, 12.5 µL). Hasil reaksi tersebut dilihat setelah 2 jam inkubasi pada suhu ruang. Aktivitas hemaglutinasi dari reaksi dinyatakan dalam unit, yaitu perbandingan volume eritrosit yang digunakan dengan volume ekstrak ( Wanget al. 2000). Hasil positif reaksi aglutinasi adalah warna merah seragam pada larutan sedangkan hasil negatif aglutinasi adalah warna merah titik di tengah. Setiap larutan protein dari hasil ektraksi dilakukan uji hemaglutinasi untuk mendeteksi kandungan lektin. Perhitungan hemaglutinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Aktivitas hemaglutinasi = Volume eritrosit Volume larutan protein

Visualisasi Profil Protein dengan SDS-PAGE. Profil protein yang didapatkan dari tiap ekstrak dan hasil fraksinasi divisualisasikan dengan sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Gel yang digunakan terdiri dari 4 %stakcing gel dan 12 %separating gel. Sebanyak 17 µl larutan protein di dalam loading dye (1:1) dimasukan ke setiap sumur. Elektroforesis dilakukan dengan mini gel electrophoresis unit dengan voltase stabil pada 165 V selama 45 menit. Pewarnaan pita protein menggunakan

coomassie brilliant blue(Biorad, USA) danunstained protein ladder (Fermentas, USA) digunakan untuk marka bobot molekul protein (Bintang 2010).

Fraksinasi Esktrak Protein Umbi Aksesi Terseleksi dengan Metode Kromatografi. Ekstrak protein umbi yang terseleksi untuk dilakukan fraksinasi adalah ekstrak protein umbi aksesi Solok umur 6 bulan setelah tanam. Ekstrak kasar protein umbi disaring dengan 0.2 µmmicro filter, lalu sebanyak 2 ml filtrat dimasukan ke dalamHiTrapDEAE-Sepharose Fast Flow column(GE Healthcare Life Science, USA) yang sudah diekuilibrasi dengan 20 mM Tris-HCl pH 8.0. Larutan protein tersebut dielusi dengan 30 ml larutan gradien 0-1 M NaCl dan laju alir yang digunakan adalah 1 ml/menit. Larutan buffer dari fraksi aktif pada tahap ini diganti dengan 20 mM buffer asetat pH 4.3 menggunakan HiTrap Desalting column (GE Healthcare Life Science, USA). Setelah itu, larutan protein dimasukan ke dalam CM monolithic column (BIA Separations, Austria) yang sudah diekuilibrasi dengan 20 mM buffer asetat pH 4.3. Larutan protein ini dielusi dengan 30 ml larutan gradien 0-1 M NaCl dan laju alir yang digunakan adalah 2 ml/menit. Fraksi aktif dari tahap ini kemudian diganti larutan buffernya dengan PBS pH 7.2 (Luoet al. 2007 dengan modifikasi).

Karakterisasi Lektin Terhadap Suhu dan pH. Pengukuran kestabilan lektin terhadap suhu dilakukan dengan melihat aktivitas aglutinasinya pada uji hemaglutinasi setelah diinkubasi pada berbagai suhu. Lektin (di dalam PBS pH 7.2) diinkubasi pada suhu 20, 30, 40, 50, 60, 70, and 80 °C selama 30 menit. Kemudian, larutan didinginkan pada suhu ruang selama 5 menit dan diuji aktivitas aglutinasinya. Sedangkan pengukuran kestabilan lektin terhadap pH dilakukan dengan melihat aktivitas aglutinasinya setelah larutan lektin dilarutkan pada berbagai 100 mM larutan buffer, yaitu buffer asetat (pH 5 and 6), PBS pH 7.2,

15

buffer Tris-HCl (pH 8 and 9). Larutan tersebut diinkubasi 30 menit pada suhu ruang dan diuji aktivitas aglutinasinya (Luoet al. 2007 dengan modifikasi).

Isolasi DNA.Metode isolasi DNA ini menggunakan metode dari Doyle dan Doyle (1987) dengan beberapa modifikasi. Bahan tanaman yang digunakan adalah bagian daun dari setiap aksesi T. flagelliforme. Tahap awal dari proses adalah 100 mg daun dipotong dan dimasukan ke dalam microtube ukuran 2 mL. Selanjutnya daun tersebut digerus dengan kondisi direndam pada N2 cair. Setelah halus ditambahkan dengan 650 µL buffer ekstraksi yang telah diinkubasi pada temperatur 65 °C dan mengandung 2 % PVP (Poly Vinyl Pyrrolidone) serta 2 µL merkaptoetanol. Campuran tersebut diinkubasi pada temperatur 65 °C selama 30 menit dengan setiap 10 menit diaduk. Sebelum ditambah dengan kloroform-isoamilalkohol (24:1) sebanyak satu kali volume, campuran diinkubasi di dalam es selama 5 menit. Campuran tersebut diaduk secara perlahan selama 10 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit pada temperatur 4 °C. Supernatan yang terbentuk ditambahkan fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1) sebanyak satu kali volume dan diaduk secara perlahan selama 10 menit. Setelah itu, disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada temperatur 4 °C. Supernatan yang dihasilkan ditambahkan 2 M Na-asetat pH 5.2 sebanyak 0.1 volume dan etanol absolut sebanyak 2 kali volume. Larutan diaduk perlahan selama 5 menit dan disimpan semalam pada temperatur -20 °C untuk mengendapkan DNA.

Setelah diendapkan semalam, larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada temperatur 4 °C. Supernatan yang didapatkan dihilangkan dan endapan yang terbentuk ditambah etanol 70 % sebanyak 500 µL. Kemudian, disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit pada temperatur 4 °C. Larutan etanol 70 % dihilangkan dan endapan DNA dikeringkan pada inkubator 37 °C. Setelah kering, ditambahkan 20 µL ddH2O dan 5 µL RNAse untuk diinkubasi pada temperatur 37 °C selama 10 menit. Setelah itu dilakukan inaktivasi RNAse dengan menginkubasi larutan pada temperatur 70 °C selama 10 menit. DNA yang didapat disimpan pada temperatur -20 °C.

Analisis Profil Larutan DNA. Analisis visualisasi profil larutan DNA menggunakan elektroforesis gel agarosa. Konsentrasi gel yang digunakan adalah 1 % dengan buffer TBE (Tris-Boric-EDTA) sebagai pelarut serbuk agarosa (LE GQ Top Vision, Fermentas, Kanada). Kemudian larutan ditempatkan pada cetakan gel dan diberi sisir untuk mencetak sumur pada gel. Larutan gel tersebut telah mengandung 8 µL etidium bromida (EtBr) untuk gel dengan volume 100 mL. Setelah gel memadat, dipindahkan ke bak elektroforesis yang berisi larutan TBE 1X. Larutan DNA sebanyak 3 µL ditambahkan denganloading dyesebanyak 2 µL dan diaduk. Setelah itu, larutan DNA tersebut dimasukan ke dalam sumur-sumur gel agarosa. Elektroforesis dilakukan dengan voltase konstan 75 V selama 45 menit. Marka DNA yang digunakan adalah DNA lamda (50 ng/µL). Selanjutnya, hasil elektroforesis divisualisasi dengan sinar UV. Perhitungan ukuran DNA dilakukan dengan cara membandingkan pita DNA dengan pita DNA lamda dan jumlah volume yang digunakan pada proses elektroforesis.

Perancangan primer.Primer yang digunakan pada penelitian ini dirancang berdasarkan basis data (www.ncbi.nlm.nih.gov/) sekuen complete CDS lektin beberapa tumbuhan yang memiliki famili sama dengan T. flagelliforme, yaitu Araceae. Tumbuhan tersebut adalah Pinellia ternata (JF293072.1; EU199445.1),

Remusatia vivipara (EU924066.1), Typhonium divaricatum (EF194099.1),

Pinellia cordata (EF090419.1), Pinellia pedatisecta (AY451853.1), Arisaema lobatum (AY557617.1), dan Arisaema amurense (EU409835.1). Sekuen tersebut dilakukan pensejajaran menggunakan program Bioedit 7 untuk mendapatkan bagianconserve sequence. Hasil pensejajaran digunakan untuk merancang primer dengan menggunakan sekuens basa pada bagian ujung 5' dan 3'. Selanjutnya, sekuen primer yang didapatkan dianalisis kembali dengan BLASTN (www.ncbi.nlm.nih.gov/) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan basis data yang telah digunakan dalam perancangan primer.

Analisis Amplikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Analisis fragmen lektin dari DNA genom dilakukan dengan primer spesifik lektin yang dirancang dari beberapa sekuens CDS (Coding DNA Sequence) dan full length cDNA lektin tanaman famili Araceae. Primer yang digunakan adalah 5'-TCT TCC TCC TCC CGG CCA TC-3' sebagai forward dan 5'-GAG CTC GCC CTT GTG GTT CA-3' sebagai reverse. Reaksi PCR menggunakan kit

KAPA2G™ Fast ReadyMix (2x) (Kapa Biosystems, USA) dengan volume total 25 µl. Komposisi PCR yang digunakan adalah 100 ng DNA template, 10 µM primer forward dan reverse, 1x KAPA2G™ Fast ReadyMix (2x), dan free nuclease watersampai volume total 25 µl. Program PCR yang digunakan adalah pra-denaturasi 95°C, 3 menit; diikuti dengan 35 siklus denaturasi 95°C, 15 detik; penempelan primer 55°C, 15 detik; pemanjangan 72°C, 20 detik; dan diakhiri dengan pasca-PCR 72°C, 10 menit; penyimpanan 4°C, 10 menit. Hasil PCR ini dianalisis lanjut sekuensnya dan divisualisasi kembali dengan elektroforesis.

Penyisipan Fragmen Lektin ke dalam Vektor pGEM®-T Easy. Proses penyisipan fragmen lektin dengan vektor pGEM®-T Easy menggunakan kloning kit pGEM®-T Easy Vector System (Gambar 6) (Promega, USA). Komposisi reaksi ligasi yang digunakan adalah 5µl 2X Rapid Ligation Buffer, 1 µl vektor pGEM®-T Easy , 2 µl produk PCR, 1 µl T4 DNA Ligase, dan 1µl free nuclease water. Kemudian, campuran diinkubasi pada suhu 4 °C selama semalam.

17

Introduksi Vektor pGEM®-T Easy ke dalam Bakteri Escherichia coli DH5α. Proses introduksi vektor pGEM®-T Easy_lektin ke dalam bakteri

Escherichia coli DH5α dilakukan mengikuti metode Transform Aid Bacterial Transformation Kit (Thermo Scientific, USA). Bakteri transforman ditumbuhkan dalam media seleksi Luria Agar (LA) yang mengandung 100 ppm ampisilin. Koloni bakteri yang tumbuh diambil untuk PCR koloni dengan tahapan lisis pada awal proses PCR. Kondisi program lisis yaitu 96ºC, 5 menit; 50ºC, 1,5 menit; 96ºC, 1,5 menit; 45ºC, 1,5 menit, 96ºC, 1 menit; 40ºC, 1 menit (PCR di pause

untuk memasukkan mix PCR); kemudian diikuti dengan 35 siklus program PCR dengan menggunakan metode KAPA2G™ Fast ReadyMix (2x) (Kapa Biosystems, USA). Berdasarkan PCR koloni, maka koloni yang positif membawa vektor pGEM®-T Easy_lektin diisolasi menggunakan GeneJET Plasmid Miniprep Kit (Thermo Scientific, USA). Hasil isolasi ini dianalisis lanjut sekuensnya.

Analisis Sekuens. Analisis ini dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa sekuens yang didapatkan merupakan sekuens dari gen lektin umbiT. flagelliforme. Analisis menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) pada NCBI (National Center for Biotechnology Information) untuk menunjukkan homologinya dengan gen lektin dari tumbuhan lainnya. Sedangkan untuk pensejajaran antara fragmen DNA setiap aksesi dan dengan tumbuhan lainnya menggunakan program BioEdit 7. Analisis dendrogram gen lektin menggunakan program MEGA5 dengan metode maximum parsimony dan bootstrap sebanyak 1000 kali.

Uji Toksisitas Metode BSLT. Ekstrak protein yang didapatkan diuji toksisitas dengan menggunakan metodebrine shrimp lethality test(BSLT). Media pertumbuhan untuk telur larva udang menggunakan air laut buatan menggunakan 38 g garam di dalam 1 l akuades. Ruang untuk inkubasi telur yang digunakan terdapat bagian tanpa dan terkena cahaya. Telur udang Artemia sp. diinkubasi pada bagian tanpa cahaya selama 24 jam pada suhu ruang. Telur yang menetas pada bagian terkena cahaya dipindahkan ke media pertumbuhan yang baru dan diinkubasi kembali dengan terkena cahaya selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah itu, 10 larva udang dipindahkan kembali ke tabung uji yang berisi 5 ml media pertumbuhan dan ekstrak kasar protein umbi dengan berbagai konsentrasi (5, 7.5, 10, 15, 20 ppm). Campuran tersebut diinkubasi dengan terkena cahaya selama 24 jam pada suhu ruang. Kemudian, persentase kematian dari udang tersebut diukur pada tiap konsentrasi ekstrak dan diukur nilai LC50 (Meyer et al. 1982)

Uji Antiproliferasi Sel Kanker Metode MTT. Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas antiproliferasi dari ekstrak protein umbi T. flagelliforme

secarain vitrodengan menggunakan metode MTT (3-(4, 5-dimethylthiazol-2-yl)-2, 5-diphenyltetrazolium bromide) terhadap sel kanker MCF-7 yang didapatkan dari Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Indonesia. Sel kanker ditumbuhkan pada media RPMI (Roswell Park Memorial Institute) 1640 yang mengandung 10 % serum fetal bovine (Gibco, USA) dan 1 % penisilin-streptomisin (Gibco, USA) pada inkubator CO2 (5 % CO2) dengan suhu 37 °C selama 24 jam. Setelah itu, sel ditumbuhkan pada

96-well plate dengan konsentrasi sel 5x103 di setiap sumur dan diinkubasi dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Berbagai konsentrasi ekstrak protein (6.25, 12.5, 25, 100, 200 ppm) ditambahkan kemudian lalu diinkubasi kembali dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Selanjutnya, setiap sumur dicuci dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) pH 7.0 untuk menghilangkan sel yang mati, lalu ditambahkan 100 µL MTT (0.5 mg/ml di dalam PBS) dan diinkubasi kembali selama 4 jam pada inkubator CO2pada suhu 37 °C. Sebanyak 100 µL SDS 20 % ditambahkan setelah inkubasi, lalu dilakukan inkubasi kembali pada ruang gelap selama semalam. Sel yang hidup akan mereduksi reagen MTT yang berwarna kuning dengan bantuan suksinat dehidrogenase mitokondria sehingga membentuk molekul formazan yang berwarna ungu (American Type Culture Collection 2011). Endapan formazan yang terbentuk setelah inkubasi diukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm dan hasil tersebut digunakan untuk mengukur nilai LC50(Luoet al. 2007 dengan modifikasi). Perhitungan daya hambat proliferasi sel diformulasikan sebagai berikut:

Daya hambat = Absorban sel terkoreksi–Absorban ekstrak terkoreksi x 100% Absorban sel terkoreksi

Uji Sitotoksisitas Terhadap Sel Normal Metode MTT

Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui efek toksik ekstrak protein umbiT. flagelliformeterhadap sel normal atau sel non kanker. Sel yang digunakan adalah sel fibroblas manusia. Sel tersebut didapatkan dari Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Indonesia. Metode yang digunakan untuk pengujian ini menggunakan metode MTT. Sel fibroblas ditumbuhkan pada media RPMI 1640 yang mengandung 10 % serum fetal bovine (Gibco, USA) dan 1 % penisilin-streptomisin (Gibco, USA) pada inkubator CO2 (5 % CO2) dengan suhu 37 °C selama 48 jam. Setelah itu, sel ditumbuhkan pada96-well platedengan konsentrasi sel 5x104di setiap sumur dan diinkubasi dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya selama 24 jam. Berbagai konsentrasi ekstrak protein (6.25, 12.5, 25, 100, 200 ppm) ditambahkan kemudian lalu diinkubasi kembali dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Selanjutnya, setiap sumur dicuci dengan PBS pH 7.0 untuk menghilangkan sel yang mati, lalu ditambahkan 100 µL MTT (0.5 mg/ml di dalam PBS) dan diinkubasi kembali selama 4 jam pada inkubator CO2pada suhu 37 °C. Sebanyak 100 µL SDS 20 % ditambahkan setelah inkubasi, lalu dilakukan inkubasi kembali pada ruang gelap selama semalam. Endapan formazan yang terbentuk setelah inkubasi diukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm dan hasil tersebut digunakan untuk mengukur persentase daya proliferasi ekstrak terhadap sel fibroblas (Luo et al. 2007 dengan modifikasi). Perhitungan daya proliferasi sel diformulasikan sebagai berikut:

Daya proliferasi = Absorban ekstrak terkoreksi x 100% Absorban sel terkoreksi

19

Rancangan Percobaan.Setiap umbi T. flagelliformeditanam berkelompok berdasar kelompok umur masa tanam 1, 3, 5, dan 6 bulan dan kelompok ekstraksi (kelompok pertama ditanam untuk ekstraksi bagian pertama, kelompok dua ditanam untuk ekstraksi bagian kedua, dan kelompok ketiga ditanam untuk ekstraksi bagian ketiga). Data yang digunakan untuk analisis bobot, protein total, dan aktivitas lektin setiap masa tanam didapatkan dari dua ulangan penanaman umbi perkelompok umur masa tanam. Data yang digunakan untuk analisis toksisitas terhadap Artemia sp. dan sel kanker serta untuk fraksinasi protein umbi didapatkan dari tiga kali ulangan menggunakan umbi dari setiap aksesi yang berumur 6 bulan setelah tanam. Seluruh data dinyatakan sebagai nilai rata-rata ± standar deviasi.

Dokumen terkait