• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Imunologi dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Uji Hewan PT. Biofarma Bandung dan Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) Bogor, berlangsung selama 14 bulan.

Bahan

Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam layer strain Isa Brown umur 22 minggu untuk pembuatan antibodi anti-idiotipe (Ab2), kelinci

New Zealand White berbobot 2,5 kg sebagai hewan percobaan pada uji serologi terhadap virus rabies dan mencit strain ddY umur 3 – 5 minggu, berat badan 14-16 gram. Pakan yang diberikan pada ayam adalah ransum komersial produksi PT. Missouri, sebanyak 100 gram/hari/ekor, sedangkan untuk kelinci diberikan pakan berbentuk pellet standar untuk pakan hewan laboratorium PT. Biofarma, diberikan 5 gram/100 gram BB/hari. Pakan untuk mencit diberikan sebanyak 6 gram/hari/ekor dan diberikan minum secara ad libitum.

Ayam dipelihara secara individual pada kandang yang dibuat dari kayu dan bambu dengan sistem baterai, ditempatkan pada ruang terbuka. Kandang kelinci dibuat dari stainless dengan ukuran 48 X 32 X 60 cm/ekor dan kandang mencit berupa kotak plastik berukuran 30 X 60 X 15 cm yang dapat menampung sebanyak 10 ekor mencit. Pemeliharaan kelinci dan mencit dilakukan dalam ruangan dengan suhu 25 - 26 oC dan kelembaban 54 – 60%, serta diberikan penerangan selama 10 jam/hari.

Serum Kuda Anti Rabies (SAR)

Serum kuda anti rabies (SAR) adalah serum yang mengandung imunoglobulin spesifik yang mampu menetralisasi virus rabies, merupakan serum anti rabies Produksi PT. Bio Farma, Bandung. Serum dipanen dari kuda yang telah diimunisasi dengan virus rabies yang dibiakkan pada otak kelinci.

Pemurnian antibodi dilakukan melalui pengendapan dengan amonium sulfat jenuh dan didialisis dalam Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 8 selama 24 jam. SAR digunakan sebagai imunogen dalam pembuatan antibodi anti-idiotipe (Ab2)

Challenge Virus Standard (CVS)

Challenge Virus Standard (CVS) adalah sediaan virus standard dari WHO untuk uji tantang (Challenge Test) terhadap vaksin rabies dan / atau serum rabies untuk penentuan nilai potensi vaksin rabies dan / atau serum rabies uji dengan memperbandingkannya dengan vaksin dan / atau serum rabies referensi. Dalam penelitian ini, CVS digunakan untuk uji potensi SAR yang akan digunakan sebagai imunogen untuk menginduksi antibodi anti-idiotipe.

Bahan dan Media

Media dan bahan yang digunakan adalah serum kuda normal (SKN) 2% sebagai bahan pengencer pada uji potensi SAR. Vaksin rabies komersial, digunakan untuk reidentifikasi SAR. Bahan -bahan untuk uji imunodifusi, di antaranya : Agarose, Polyethylene Glycol (PEG) 6000, NaN3, Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7,4 dan pH 8. Bahan -bahan untuk pemurnian protein, yaitu : amonium sulfat ((NH4)2 SO4) jenuh, NaCl fisiologis, kantung dialisis, kolom kromatografi, matriks afinitas spesifik IgY, matriks Diethylaminoethyl (DEAE) - cellulosae, Potasium Sulfat (K2SO4), NaH2PO4, propanol dan akuades. Uji

Sodium Dodecyl Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) menggunakan

Tetra Methyl Etilen Diamin (TEMED), Acrylamide, Bisacrylamide, Sodium Dodecyl Sulfate (SDS), Tris HCl dan amonium ferosulfat, serta bahan-bahan yang digunakan pada teknik Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).

Peralatan

Peralatan yang digunakan di antaranya : alat suntik, tabung reaksi, tabung sentrifus, pipet 1 ml, 5 ml, 10 ml, mikropipet, mikrotip, gelas objek, tis sue, rak tabung, gel elektroforesis, pH meter, kolom kromatografi, spektrofotometer, sentrifus, inkubator, timbangan, pemanas, plate ELISA, peralatan untuk SDS -PAGE dan alat pemotret.

Metode

Karakterisasi Serum Kuda Anti Rabies (SAR)

Serum kuda anti rabies (SAR) yang telah diendapkan dengan amonium sulfat jenuh, diamati kondisi fisik (warna, bau, keutuhan) dan kemasannya untuk mengetahui apakah SAR memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam penelitian ataupun untuk terapi imunologis.

Reidentifikasi Serum Kuda Anti Rabies (SAR)

Reidentifikasi SAR dilakukan dengan uji imunodifusi Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Medium dibuat dengan melarutkan 0,4 gram agarose dan 1,2 gram Polyethylen e Glycol (PEG) 6000 ke dalam 20 ml aquades dan 20 ml PBS pH 7,4, kemudian dididihkan selama 5 ~ 10 menit dan ditambahkan 10% NaN3 40 µl. Dengan menggunakan pipet 10 ml, campuran agar cair tersebut dituangkan di atas plate dan dibiarkan mengeras. Setelah mengeras, dibuat lubang-lubang untuk tempat antigen dan antiserum dengan menggunakan alat gel puncher.

Ke dalam lubang-lubang yang telah tersedia, diisikan SAR (lubang tengah) dan vaksin rabies di lubang sekitarnya, kemudian diinkubasikan pada 37o C. Pengamatan dilakukan setelah 24 sampai 48 jam. Adanya garis presipitasi menunjukkan adanya reaksi homolog antara SAR sebagai antiserum dan vaksin rabies sebagai antigen.

Pemotongan Imunoglobulin dan Purifikasi Fragmen F(ab)2

Pemotongan imunoglobulin kuda ditujukan untuk memperoleh fragmen F(ab)2 dari imunoglobulin. Fragmen F(ab)2, selanjutnya disebut Ab1, akan digunakan untuk merangsang terbentuknya antibodi spesifik terhadap epitop Ab1 pada kelinci. Antibodi yang akan terbentuk oleh Ab1 ini merupakan antibodi anti-idiotipe (Ab2). Pemotongan dilakukan dengan menggunakan enzim pepsin, sehingga akan diperoleh 1 fragmen F(ab)2 divalen yang mengandung 2 Fab dan 1 fragmen Fc.

Imunoglobulin kuda d isiapkan dengan konsentrasi 5 mg/ml dalam sodium citrate 100 mM pH 3,5. Kemudian ditambahkan pepsin sebanyak 5 µg untuk 1 mg

imunoglobulin. Laru tan diinkubasikan pada penangas air dengan suhu 37 oC selama 12 – 24 jam. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 3,0 M Tris pH. 8,8 sebanyak 10% dari volume larutan, disentrifus dengan kecepatan 10.000 g selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan isolasi fragmen F(ab)2 menggunakan DEAE-cellulose (Harlow dan Lane 1988).

Gel DEAE Cellulose dalam column chromatography dibilas dengan Tris buffer 10 mM. Imunoglobulin kuda yang sudah dipotong dengan pepsin dimasukkan ke dalam kolom, sehingga gel akan berikatan dengan imunoglobulin.

Tris buffer kemudian ditambahkan lagi sampai diperkirakan gel dan fragmen F(ab)2 imunoglobulin sudah berikatan dengan sempurna. Pada saat ini, proteinprotein lain akan lolos yang dapat dilihat dari kenaikan garis grafik. Protein -protein ini dibuang. Selanjutnya dilakukan elusi fragmen F(ab)2 imunoglobulin dari gel.

Fragmen F(ab)2 imunoglobulin akan terelusi dengan meningkatnya kadar NaCl dalam Tris buffer 10 mM. Elusi dilakukan dengan menambahkan Tris buffer 10 mM yang mengandung 100 mM dan 300 mM NaCl. Fragmen F(ab)2 imunoglobulin yang terelusi akan terdeteksi oleh monitor absorban yang ditandai dengan naiknya garis sampai terbentuk garis puncak grafik. Larutan ditampung dalam gelas erlenmeyer. Selanjutnya dilakukan dialisis dalam larutan PBS pH 8,0 selama satu malam pada suhu 2 – 8 oC. Gel dicuci kembali dengan Tris buffer 10 mM pH 8,0.

Uji Potensi Ab1

Uji potensi Ab1 menurut prosedur baku Kaplan dan Koprowski (1973). Pertama, dibuat pengenceran Serum Rabies Uji dan Serum Referensi dengan pengenceran 10-1, 10-2, 10-2,6, 10-2,9, 10-3,2, 10-3,5, 10-3,8 dan 10-4,1. Pengenceran yang digunakan adalah pengenceran 10-2,9, 10-3,2, 10-3,5, 10-3,8 dan 10-4,1. Selanjutnya, masing-masing serum yang telah diencerkan tadi dinetralisasi dengan 31,6-316 LD50/0,03 ml Virus Rabies Standar (CVS). Tabung dikocok sampai homogen, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 90 menit. Selama diinkubasikan, tabung-tabung dikocok setiap 15 menit. Penyuntikan Serum Rabies Uji-CVS, Serum Referensi Rabies -CVS dan Kontrol CVS dilakukan

masing-masing pada 5 ekor hewan model (mencit) per enceran sebanyak 0,03 ml/ekor secara intracerebral.

Observasi dilakukan mulai hari ke-6 hingga hari ke-10 setelah penyuntikan dengan mengamati kematian dan gejala-gejala rabies (paralisis dan konvulsi/spasmus) sebagai respon positif. Nilai Effective Dose (ED)50 Serum Rabies Uji-CVS, Serum Referensi Rabies-CVS dan Kontrol CVS dihitung berdasarkan end-point proteksi 50% populasi ( = kematian 50% populasi = X50) sesuai dengan rumus Spearman – Karber sebagai berikut :

Log X50 = - {X0 – (1/2)d + d ? [(ri)/ni]} ; dimana

X0 : Log10 pengenceran terendah dimana semua hewan model positif d : Log10 faktor pengenceran

ri : Jumlah hewan model yang positif

ni : Jumlah hewan model per pengenc eran (setelah dikurangi yang mati selama 5 hari pertama).

Nilai potensi Serum Rabies Uji dihitung dengan rumus :

P = {(ED50 Serum Uji) / (ED50 Serum Referensi) X Potensi Serum Referensi (IU/ml).

Produksi Antibodi Anti -Idiotipe (Ab2)

Antibodi anti-idiotipe (Ab2) disiapkan dengan cara menyuntik ayam dengan Ab1. Penyuntikan dilakukan selama 4 minggu. Pada minggu pertama, ayam disuntik secara intra vena dengan 0,5 ml Ab1, kemudian pada minggu kedua, ketiga dan keempat dilakukan sebanyak 3 kali penyuntikan berturut-turut untuk setiap minggunya (Wibawan et al. 2003). Booster dilakukan 2 minggu berikutnya dengan menyuntikkan secara subkutan 0,5 ml Ab1 yang diemulsikan dalam 0,5 ml Freund’s incomplete adjuvant (FIA). Untuk memperoleh antibodi anti-id iotipe pada telur, imunisasi dilakukan pada ayam yang sedang masa bertelur.

Satu minggu setelah penyuntikan terakhir, dilakukan pengambilan darah ayam melalui vena brachialis atau axillaris di daerah sayap dengan menggunakan

spuit. Darah dalam spuit diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 37 oC, selanjutnya diinkubasikan pada suhu 4 oC selama 30 sampai 60 menit. Serum dipisahkan dari komponen-komponen darah yang lain, kemudian dilakukan uji presipitasi agar (AGPT) untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap Ab1. Jika titer antibodi terhadap Ab1 dalam darah cukup tinggi yang ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi, maka mulai dilakukan koleksi darah dan telur.

Pengendapan Imunoglobulin Ayam (IgY = Ab2) dengan Amonium Sulfat

Pemurnian antibodi anti-idiotipe Ab2 dari serum ayam dilakukan sesuai metode baku Harlow dan Lane (1988). Serum dipresipitasikan dengan amonium sulfat jenuh secara bertahap menggunakan persentase 60% dan 50%. Sebanyak 50 ml serum ditambah dengan 30 ml amonium sulfat jenuh (60%) d itambahkan setetes demi setetes di atas alat pemutar (stirrer), diaduk kira-kira selama 60 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan endapan yang terbentuk dilarutkan ke dalam NaCl fisiologis hingga mencapai volume semula. Dengan cara yang sama, kemudian ditambahkan lagi 25 ml amonium sulfat jenuh (50%), supernatan dibuang dan endapan ditambahkan NaCl fisiologis hingga mencapai volume semula. Selanjutnya dilakukan dialisis selama 24 jam dalam larutan PBS pH 8,0.

Pemurnian dengan Kolom KromatografiAfinitas

Pemurnian selanjutnya dilakukan pada kolom kromatografi menggunakan matriks afinitasspesifik terhadap IgY. Matriksdalam kolom dibilas dengan buffer K2SO4 20 mM dalam larutan NaH2PO4 20 mM pH 7,5. Imunoglobulin ayam (IgY) yang sudah diendapkan dengan ammonium sulfat jenuh dan sudah didialisis dimasukkan ke dalam kolombersamaan dengan buffer K2SO4 20 mM. Matriks pada kolom kromatografi akan mengikat imunoglobulin ayam (IgY) dan protein-protein selain IgY akan lolos yang dapat dilihat dari kenaikan garis pada grafik. Protein-protein ini dibuang.

Selanjutnya dilakukan elusi IgY dari matriks dengan larutan NaH2PO4 20 mM pH 7,5. Imunoglobulin yang terelusi akan terdeteksi oleh monitor absorban yang ditandai dengan naiknya garis sampai terbentuk garis puncak. Larutan ini ditampung dalam gelas erlenmeyer, kemudian dipekatkan sampai kira-kira kembali ke volume asal. Selanjutnya dilakukan dialisis selama 24 jam dalam larutan PBS pH 8,0. Matriks dicuci dengan Cleaning buffer (larutan 30% propanol dalam larutan NaH2PO4 20 mM pH 7,5).

Pengukuran kadar IgY dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 ηm. Selanjutnya dilakukan analisis pita protein menggunakan metode Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) (Hames dan Rickwood 1987).

Karakterisasi Antibodi Anti-Idiotipe

Karakterisasi antibodi anti-id iotipe dilakukan dengan uji imunodifusi menggunakan metode AGP (Agar Gel Precipitation) dan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis).

Uji Imunodifusi

Setelah medium AGPT disiapkan, ke dalam lubang-lubang yang telah tersedia, diisikan antibodi anti-idiotipe (Ab2) (lubang tengah) dan antibodi 1 (Ab1) sebagai antigen di lubang sekitarnya, kemudian diinkubasikan pada 37o C. Pengamatan dilakukan setelah 24 sampai 48 jam. Adanya garis presipitasi menunjukkan adanya reaksi homolog antara antibodi anti-idiotipe sebagai antiserum dan Ab1 sebagai antigen.

Sodium Dodecyl Polyacrylamide Gel Electrophoresi s (SDS-PAGE)

Untuk mengetahui pola protein dari antibodi anti-id iotipe yang terbentuk, dilakukan karakterisasi dengan SDS-PAGE. Penanda berat molekul digunakan

marker dengan berat molekul tinggi (Amersham, Pharmacia). Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode SDS -PAGE adalah sebagai berikut. Pertama, dilakukan pemasangan gel casset, kemudian separating gel dimasukkan secara berhati-hati dan dihindari adanya gelembung udara sampai dengan 1 cm dari batas

sisir bagian bawah. Setelah gel membeku, sisir casset dipasang kemudian dituangkan stacking gel dengan perlahan -lahan sampai dengan batas atas sisir casset. Setelah stacking gel membeku, gel casset dipasang pada alat elektroforesis.

Running buffer dituangkan ke dalam bak elektroforesis, sisir dilepas dengan hati-hati sehingga batas atas sisir tid ak terlepas. Sampel kemudian diinokulasikan sebanyak 10 µl. Selanjutnya elektroforesis dijalankan pada tegangan 200 volt dengan kuat arus 40 mA. Pewarnaan pita protein menggunakan biru komasi dan estimasi berat molekul protein IgY dilakukan dengan membandingkannya dengan

marker.

Pengukuran Ko nsentrasi Antibodi Anti -idiotipe (Ab2)

Pengukuran konsentrasi Ab2 dilakukan dengan metode Bradford (1976) menggunakan spektrofotometer. Sebanyak 1 ml reagen Bradford dicampurkan dengan 100 µl Ab2, selanjutnya diinkubasikan selama 5 menit. Absorbansi sampel ditentukan dengan pembacaan pada spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Konsentrasi sampel dihitung berdasarkan kurva standar yang telah dibuat.

Imunisasi Kelinci de ngan Antibodi Anti-idiotipe (Ab2)

Imunisasi kelinci dilakukan untuk merespon terbentuknya antibodi terhadap antibodi anti-idiotipe (Ab2). Antibodi yang diperoleh dari serum kelinci merupakan anti- antibodi anti-id iotipe (Ab3), diharapkan mempunyai karakteristik serologis sama dengan Ab1 (SAR asal kuda), sehingga mampu bereaksi homolog dengan antibodi anti-idiotipe (Ab2) maupun dengan antigen virus rabies.

Sebanyak 9 ekor kelinci New Zealand White dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : kelompok I sebagai kelomp ok kontrol, disuntik dengan NaCl fisiologis; kelompok II, disuntik dengan antibodi anti-idiotipe (Ab2) yang diemulsikan dalam ajuvan, yaitu Freund’s Complete adjuvant (FCA) digunakan pada imunisasi pertama dan Freund’s Incomplete adjuvant (FIA) pada imunis asi kedua; dan kelompok III, disuntik dengan vaksin rabies (Rabisin, Romindo Primavetcom).

Kelinci kelompok I disuntik dengan 1 ml NaCl fisiologis secara sub kutan sebanyak dua kali dengan jarak satu minggu. Imunisasi pada kelinci kelompok II

dilakukan dengan menyuntikkan secara sub kutan 0,5 ml Ab2 yang diemulsikan dalam 0,5 ml FCA. Vaksinasi kedua dilakukan dengan 0,5 ml Ab2 yang diemulsikan dalam 0,5 ml Freund’s Incomplete Adjuvant (FIA) satu minggu setelah penyuntikan pertama. Dengan cara dan jarak waktu yang sama, kelompok III disuntik dengan satu dosis vaksin rabies, yaitu sebanyak 1 ml vaksin inaktif yang telah diemulsikan dalam ajuvan (Rose 1999).

Serum kelinci dipanen satu minggu setelah imunisasi terakhir. Pengambilan darah kelinci dilakukan mela lui vena di daerah daun telinga menggunakan syringe 5 ml, selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 30 menit dan pada suhu 2-8 oC selama 30 menit. Serum dipisahkan dari komponen -komponen darah, selanjutnya dilakukan pemeriksaan antibodi melalui uji imunodifusi dengan metode AGPT.

Pemeriksaan antibodi dilakukan setiap minggu selama 4 minggu kemudian dilakukan pengujian kadar antibodi kelinci terhadap virus rabies dengan metode

enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Metode ini direkomendasikan oleh WHO untuk menguji potensi suatu produk vaksin rabies (Caruana et al. 2003; Gamoh et al. 2003).

Pengujian Antibodi Kelinci terhadap Virus Rabies dengan Metode Enzyme

Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Prinsip kerja ELISA adalah mengevaluasi reaksi an tara glikoprote in virus dengan antibodi rabies yang akan berikatan secara spesifik. Komplek antigen -antibodi ini dapat dideteksi dengan menambahkan -antibodi anti kelinci yang dilabel enzim horseradish peroxidase (HRP). Jumlah komplek antigen antibodi terlihat dari intensitas warna yang timbul setelah ditambahkan dengan substrat (misalnya : 2,2-azino di 3-ethylbenzothiazoline – 6-sulphonic acid = ABTS). Intensitas warna yang terbentuk dibaca menggunakan Elisa reader pada panjang gelombang 414 nm (Kresno 2001).

Antigen virus rabies dalam coating buffer dilekatkan (coating) pada plate

bersumur 96 (Maxisorp) sebanyak 100 µl / sumur dalam 94 sumur. Dua sumur disisakan sebagai control uncoating (sumur H11 dan H12). Plate ditutup rapat dengan seal, diinkubasikan selama semalam pada suhu 2-8o C. Setelah

diinkubasikan, sisa antigen yang tidak terikat dicuci dengan 200 µl tween 0,05% dalam PBS (PBST). Pencucian diulangi 3 sampai 4 kali. Blocking antigen dilakukan dengan menambahkan bovine serum albumin (BSA) 0,05% dalam PBS pada sumur, diinkubasikan pada 37oC selama 1 jam dan dicuci dengan PBST sebanyak 3 sampai 4 kali. Pada periode yang sama, disiapkan enceran serum control (positif dan negatif) dengan phosphate buffer secara seri kelipatan dua dimulai dari 5 X 10-1 sebanyak 5 tah ap. Serum kontrol telah diketahui nilai IU pada uji SN (serum netralisasi) terhadap serum referensi. Selanjutnya ke dalam sumur ditambahkan 100 µl antiserum kelinci yang telah diencerkan 50 kali, serum kontrol positif dan negatif sesuai dengan desain yang telah dibuat, diinkubasikan pada 37oC selama 1 jam, kemudian dicuci dengan PBST sebanyak 3 sampai 4 kali. Konjugat Goat Anti Rabbit IgG (SIGMA) diencerkan dengan pengenceran 8000 kali, lalu ditambahkan pada sumur dan diinkubasikan pada 37oC selama 1 jam dan dicuci lagi dengan PBST sebanyak 3 sampai 4 kali, dilanjutkan dengan penambahan substrat 2,2-azino di 3-ethylbenzothiazoline – 6-sulphonic acid

(ABTS, SIGMA) mengandung H2O2 (10 µl H2O2 / 100 ml substrat ABTS) sebanyak 100 µl dan diinkubasi optimal sekitar 15 sampai 30 menit pada suhu kamar secara gelap . Pembacaan nilai Optical Density (OD) dilakukan pada Elisa reader dengan filter 414 nm.

Kalkulasi dan Interpretasi Hasil Uji ELISA

Nilai OD dikonversikan ke dalam Equivalen Unit (EU) atau International Unit (IU) berdasarkan hasil pembacaan serum kontrol positif yang diencerkan pada sumur A1,2 sampai pada F1,2 berturut-turut mulai 1,0; 0,5; 0,25; 0,125; 0,06 dan 0,03 IU. Data serum kontrol dan serum sampel dibuat nilai rata-rata, kemudian dibuat grafik serum kontrol pada kertas grafik atau menggunakan

software Microsoft Excell sebagai garis positif. Selanjutnya ditentukan garis logaritmik sebagai garis koreksi dari garis positif.

Nilai OD sampel serum yang diuji setelah dikurangi OD kontrol negatif (jumlah rata-rata) menghasilkan OD yang dapat ditempatkan pada aksis Y, bila ditarik ke kanan dan memotong aksis X akan menunjukkan kisaran nilai IU

sebagai nilai kandungan antibodi serum uji yang dapat dihitung dengan persamaan garis logaritmik pada garis koreksi dari garis positif.

Analisis Data

Karakteristik uji dari antibodi anti-id iotipe dianalisis secara deskriptif yaitu berdasarkan gambaran hasil yang diperoleh. Hasil pembacaan OD serum sampel dikalkulasi dengan penyetaraan terhadap kandungan satuan unit (IU=International Unit) yang merupakan nilai kandungan antibodi pada serum (Pusvetma 2005). Kadar antibodi yang diukur dari masing-masing perlakuan dicatat dan dianalisis dengan uji Sidik Ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie 1984).

Dokumen terkait