• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Antibodi Anti-idiotipe sebagai Kandidat Vaksin Rabies adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2006

Sayu Putu Yuni Paryati NIM. B161020061

rabies. Di bawah bimbingan I WAYAN TEGUH WIBAWAN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan FACHRIYAN HASMI PASARIBU.

Serum anti rabies (SAR) yang diproduksi pada kuda, disebut antibodi 1 (Ab1) digunakan untuk mengimunisasi ayam. Imunoglobulin ayam (IgY) anti-Ab1 merupakan antibodi anti-idiotipe (Ab2) terhadap rabies, dipanen dari darah ayam setiap minggu selama 10 minggu. Rata-rata titer Ab2 tertinggi diperoleh pada minggu ketiga dan keempat pasca vaksinasi. Pemurnian IgY (Ab2) dilakukan melalui pengendapan dengan amonium sulfat jenuh konsentrasi 60% dan 50%, dilanjutkan dengan dialisis menggunakan PBS pH 8,0 selama 24 jam pada suhu 2 – 8 oC. Pemurnian tahap berikutnya dengan kolom kromatografi afinitas spesifik terhadap IgY, menghas ilkan protein dengan berat molekul 185.000, 95.000 dan 49.000 dalton. Sebanyak 3 ekor kelinci New Zealand White diimunisasi dengan Ab2 dan 3 ekor kelinci lainnya sebagai kelompok kontrol. Pemeriksaan serum kelinci (Ab3) dengan teknik Agar Gel Presipitation Test (AGPT), menunjukkan Ab3 bereaksi homolog dengan Ab2 dan virus rabies. Reaksi juga memperlihatkan pola reaksi identitas sebagian (partial identity) antara Ab2 dan virus, menunjukkan bahwa tidak semua dari Ab2 yang terbentuk dari responnya terhadap Ab1 mengandung internal image yang dapat menginduksi antibodi spesifik terhadap antigen aslinya. Pengujian serum terhadap kadar antibodi rabies menunjukkan bahwa Ab2 mampu menginduksi respon antibodi lebih dari 0,5 IU/ml mulai minggu pertama sampai keempat pasca vaksinasi.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu antibodi anti-id iotipe mampu menginduksi tingkat antibodi protektif terhadap virus rabies, sehingga Ab2 dapat digunakan sebagai antigen pengganti dalam imunisasi rabies.

Candidate. Under the direction of I WAYAN TEGUH WIBAWAN, RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan FACHRIYAN HASMI PASARIBU.

Anti rabies serum (ARS) called antibody 1 (Ab1) was used as the antigen to immunize laying chickens. Anti-Ab1 chicken immunoglobulins (IgY), the anti-idiotype antibodies against rabies (Ab2) was isolated from chicken blood every week for ten weeks. The highest titer of Ab2 was found at the third week after the last immunization. Immunoglobulin Y was separated by means of ammonium sulfate precipitation, then dialyzed using PBS pH 8.0 for 24 hours at 2 – 8 oC and purified using affinity chromatography column for IgY lead the proteins molecules with 185,000; 95,000 and 49,000 dalton in weigth. Purified IgY was used to immunize New Zealand White rabbit and the antibody response (Ab3) was detected using Agar Gel Precipitation Test (AGPT). The Ab3 showed specific reaction with Ab2 as well as rabies virus. Interestingly, Ab2 and rabies virus express partial identity reaction. This lead the insight, that not all parts of Ab2 are internal image of rabies virus. The efficacy of Ab3 was detected using enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) and indicated that the level of Ab3 titer is protective according to WHO standard (more than 0.5 IU/ml).

The conclusion of this study is the anti-idiotype antibody can induce protective immune response against rabies virus and can be used as an alternative for rabies anti-idiotype vaccine.

SAYU PUTU YUNI PARYATI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Ketua

Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS. Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Sains Veteriner

Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan program doktor di Program Studi Sains Veteriner pada Sekolah Pascasarjana IPB. Dalam penelitian ini, penulis mengambil judul : Antibodi Anti-idiotipe sebagai Kandidat Vaksin Rabies”.

Penulis menyampaikan penghargaan dan hormat serta terima kasih yang tulus kepada dosen pembimbing, yaitu Bapak Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS., Ibu Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS. dan Bapak Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu yang telah membantu, membimbing, memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis mulai dari rencana mengikuti pendidikan, selama mengikuti pendidik an, persiapan dan pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan Proyek BPPS Dikti, Departemen Pendidikan Nasional RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama mengikuti pendidikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Ibu drh. Lia Siti Halimah, M.Si. dan staf di laboratorium Uji Hewan PT. Bio Farma Bandung, atas segala bantuan yang telah diberikan. Demikian juga kepada Bapak drh. I Dewa Made Ngurah Dharma, M.Sc., Ph.D. selaku Kepala Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) di Gunung Sindur, Bogor beserta staf, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas laboratorium.

Kepada Ibunda dan Ayahanda I Gusti Kayan Suparta (alm.), Ibunda dan Ayahanda I Gusti Ngurah Mecutan, adik-adik tercinta serta seluruh keluarga, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas doa, bimbingan, serta dorongan semangat yang tak pernah berhenti diberikan dalam kehidupan penulis dengan suasana penuh cinta. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada suami tercinta, Ir. I Gusti Ngurah Sudira, MSAe., yang dengan penuh rasa kasih, sabar dan penuh pengertian, selalu mendoakan, memberikan dorongan, berkorban dan mendampingi penulis, sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan, menyelesaikan penelitian dan disertasi ini. Terima kasih pula untuk anak -anak tercinta, Gusti Ayu Sinta Deasy Andani dan Gusti Ngurah Dananjaya Gandhewa, yang senantiasa memberikan warna serta dorongan dalam kehidupan penulis.

Penulis menyadari, bahwa karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mohon maaf dan berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2006

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Juni 1965 di Tabanan, Bali, sebagai putri pertama dari empat bersaudara, dari ayah I Gusti Kayan Suparta (alm.) dan ibu Ni Putu Daning. Pendidikan sarjana dan profesi dokter hewan ditempuh di Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Udayana, lulus tahun 1990.

Tahun 1999, penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan program magister di Program Studi Sains Veteriner pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2002. Pada tahun dan perguruan tinggi yang sama, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional melalui Biaya Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS).

Sejak tahun 1991, penulis mengabdikan diri sebagai staf pengajar di Akademi Medis Veteriner Puragabaya Bandung dan tahun 1993 diangkat menjadi staf pengajar Kopertis Wilayah IV Jawa Barat yang dipekerjakan di Akademi Medis Veteriner Puragabaya Bandung hingga sekarang dan menjadi anggota Himpunan Dokter Hewan Indonesia.

DAFTAR TABEL ... vii DAFTAR GAMBAR ... viii DAFTAR LAMPIRAN ... ix PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 3 Maksud dan Tujuan ... 4 Manfaat Penelitian ... 4 Hipotesis ... 4 TINJAUAN PUSTAKA Antibodi ... 5 Idiotipe ... 6 Antibodi Anti-idiotipe ... 7 Antibodi Anti-idiotipe sebagai Vaksin ... 11 Produksi Antibodi Anti-idiotipe pada Ayam ... 12 Virus Rabies ... 14 Patogenesis dan Imunitas Rabies ... 15 Vaksin dan Vaksinasi Rabies ... 18 Evaluasi Hasil Vaksinasi Rabies ... 19 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21 Bahan dan Peralatan ... 21 Metode ... 23 Karakterisasi Serum Kuda Anti Rabies (SAR) ... 23 Reidentifikasi Serum Kuda Anti Rabies (SAR) ... 23 Pemotongan Imunoglobulin dan Purifikasi Fragmen F(ab)2 ... 23 Uji Potensi Ab1 ... 24 Produksi Antibodi Anti-idiotipe (Ab2) ... 25 Pengendapan Imunoglobulin Ayam dengan Amonium Sulfat …… 26 Pemurnian IgY dengan Kolom Kromatografi Afinitas ………….. 26 Karakterisasi Antibodi Anti-idiotipe ... 27 Pengukuran Konsentrasi Antibodi Anti-idiotipe (Ab2) ... 28 Imunisasi Kelinci dengan Antibodi Anti-idiotipe (Ab2) ... 28 Pengujian Antibodi Kelinci terhadap Virus Rabies dengan

Metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ... 29 Kalkulasi dan Interpretasi Hasil Uji ELISA ... 30 Analisis Data ... 31 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Serum Kuda Anti Rabies ... 32 Reidentifikasi SAR ... 32 Pemotongan Imunoglobulin Kuda Anti Rabies ... 32 Uji Potensi Ab1 ... 34

Imunisasi Kelinc i dengan Antibodi Anti-idiotipe (Ab2) ... 45 Pengujian Serum Kelinci dengan metode AGPT ... 46 Pengujian Antibodi Kelinci terhadap Virus Rabies dengan

Metode ELISA ... 50 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... ... 56 Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... 63

1. End-point proteksi 50% populasi mencit dari SAR ………. 34 2. End-point proteksi 50% populasi mencit dari Serum Referensi ………. 34 3. Titer antibodi anti-idiotipe pada serum ayam diuji dengan AGPT ... 36 4. Hasil pengukuran kandungan imunoglobulin yang telah dimurnikan ….. 44 5. Hasil pengujian serum kelinci (Ab3) terhadap antibodi rabies yang

diuji dengan metode ELISA ... 52 6. Hasil pengujian serum kelinci (Ab3) terhadap antibodi rabies dengan

1. Skema antibodi dengan det erminan isotypic, allotypic dan idiotypic ... 5 2. Skema kaskade idiotipe (Hiernaux 1988) ………... 10 3. Perbedaan struktur IgY dan IgG (Anonim 2002) ... 13 4. Patogenesis Rhabdovir us (Hunt 2004) ……….. 16 5. Skema penyebaran virus rabies (Baron et al. 2004) ………... 17 6. Garis presipitasi pada uji imunodifusi (AGPT) menunjukkan adanya

reaksi homolog antara serum anti rabies (Ab1) dengan vaksin rabies ... 32 7. Skema pemotongan imunoglobulin (A) dengan enzym pepsin,

menghasilkan fraksi Fc (B) dan fraksi F(Ab)2 (C) ... 33 8. Garis presipitasi (tanda panah) pada uji imunodifusi (AGPT)

menunjukkan adanya reaksi homolog antara antiserum ayam (Ab2)

dengan SAR (Ab1) ... 35 9. Grafik Titer Antibodi terhadap Ab1 pada Serum Ayam ... 37 10. Proses pengendapan protein dengan amonium sulfat (A),

diperoleh endapan berwarna putih (B) ………. 38 11. Proses dialisis larutan protein menggunakan PBS pH 8,0 ……… 39 12. Pemurnian dengan kromato grafi afinitas spesifik, IgY terdeteksi pada

panjang gelombang 280 nm. ………... 40 13. Profil pita protein yang dimurnikan dengan kromatografi afinitas

(1 dan 2) dan hasil pengendapan dengan amonium sulfat (3)

diband ingkan dengan marker (M) ………. 41 14. Pemekatan larutan IgY menggunakan tabung dialisis dan PEG 6000

di sekeliling tabung ……… 42 15. Pembentukan abses steril di tempat penyuntikan pada kelinci yang

diimunisasi dengan Ab2 yang diemulsikan dalam CFA ... 46 16. Serum kelinci (Ab3) bereaksi spesifik dengan virus rabies (V) dan

Ab2, ditunjukkan dengan garis presipitasi (tanda panah) yang membentuk pola reaksi identitas sebagian (tanda lingkaran) antara

Ab2 dan virus rabies ... 47 17. Ilustrasi pembentukan Ab3, dimana hanya sebagian Ab3 saja yang

mempunyai spesifisitas sama dengan serum asal ... 49 18. Pola nilai OD serum kelinci terhadap titer antibodi rabies yang diuji

dengan metode ELISA ... 50 19. Grafik kadar antibodi spesifik terhadap virus rabies pada serum kelinci.. 54

1. Prosedur kerja pada uji potensi serum anti rabies ... 64 2. Contoh perhitungan uji potensi serum kuda anti rabies (SAR) ... 66 3. Reagensia untuk kromatografi afinitas (Fast Protein Liquid

Chromatography = FPLC) ... 67 4. Reagensia untuk ELISA ... 68 5. Perhitungan berat molekul protein ... ... 69 6. Tabel 10. Berat molekul protein pada serum ayam ... 70 7. Tabel 11. Rekapitulasi hasil pembacaan nilai OD Ab3 antibodi rabies pada serum kelinci yang diuji dengan metode ELISA .. ... 71 8. Tabel 12 Hasil pembacaan ELISA OD serum kontrol (+) dan (-)

pemerikasaan serum kelinci kontrolpada panjang gelombang

414 nm ... 71 9. Kurva standar serum kontrol ... 71 10. Tabel 13 : Hasil pembacaan ELISA serum kelinci kontrol (diimunisasi

dengan NaCl fisiologis) dibandingkan OD serum kontrol (+)

dan (-) pada panjang gelombang 414 nm ... 71 11. Tabel 14 : Hasil pembacaan ELISA OD serum kontrol (+) dan (-)

pemeriksaan serum kelinci yang diimunisasi dengan Ab2 pada panjang gelombang 414 nm ... 72 12. Kurva standar serum kontrol ... 72 13. Tabel 15: Hasil pembacaan ELISA serum kelinci yang diimunisasi dengan Ab2 dibandingkan OD Serum Kontrol (+) dan (-) pada panjang gelombang 414 nm ... 72

14. Tabel 16 Hasil pembacaan ELISA OD serum kontrol (+) dan (-) pemeriksaan serum kelinci yang diimunisasi dengan vaksin rabies pada panjang

gelombang 414 nm ... 73

15. Kurva standar serum kontrol ... …... 73 16. Tabel 17. Hasil pembacaan ELISA serum kelinci yang diimunisasi dengan vaksin rabies dibandingkan OD serum kontrol (+) dan (-) pada

panjang gelombang 414 nm... 73

17. Tabel 18. Kadar antibodi spesifik terhadap rabies (Ab3) serum kelinci yang diperiksa dengan metode ELISA. ... 74 18. Tabel 19. Rekapitulasi kadar antibodi spesifik terhadap rabies (Ab3) serum kelinci yang diperiksa dengan metode ELISA ... 75

Banyak agen penyakit bersifat sangat infeksius dan sulit dibiakkan, menyebabkan penggunaannya sebagai vaksin dan reagen serologis menjadi tidak aman karena dapat menjadi virulen apabila digunakan sebagai vaksin. Agen penyakit yan g sulit dibiakkan juga merupakan salah satu kendala dalam produksi vaksin. Contohnya, adalah dalam produksi vaksin rabies. Penyakit rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis yang paling ditakuti dan dapat mengganggu ketenteraman hidup masyarakat, menular akut pada susunan saraf pusat dan dapat menyerang semua hewan berdarah panas, terutama anjing, kucing dan kera, juga manusia. Apabila gejala klinis sudah timbul, selalu diikuti dengan kematian.

Pencegahan rabies terutama dilakukan dengan vaksinasi menggunakan vaksin dari virus rabies yang telah diinaktifkan. Namun, apabila vaksin ini dibuat dari virus virulen, maka terdapat kemungkinan di antara sekian juta dosis vaksin yang dipakai ada yang mengandung virus virulen yang justru dapat menimbulkan kasus penyakit. Kelemahan ini dapat diatasi dengan pemakaian vaksin unit struktur atau vaksin subunit, yang terdiri dari antigen netralisasi virus dan adjuvan. Dengan vaksin ini, resiko seperti pada vaksin hidup dan vaksin inaktif tidak ada, tetapi biasanya vaksin subunit tidak begitu imunogenik. Sedangkan antigen protein yang didapat melalui sintesa kimia atau kloning gen mungkin gagal melipat sesuai konfigurasi molekul asli sehingga struktur epitop antigenik tidak sesuai dengan antigen asli.

Virus rabies adalah virus yang sulit dibiakkan. Untuk pembuatan vaksin inaktif, pengembangbiakan virus umumnya dilakukan dengan menyuntikkan virus pada otak domba atau mencit sehingga vaksin yang dihasilkan masih mengandung jaringan otak dari hewan -hewan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan berbagai reaksi neurologik pasca vaksinasi, seperti myelitis, meningoencephalitis, meningoencephalomyelitis dan paralysis. Selanjutnya, vaksin diproduksi pada biakan sel diploid manusia, embryo ayam, bebek, sel Vero, jaringan fibroblas paru-paru monyet dan ginjal hamster, sehingga resiko seperti pada penggunaan sel otak atau sel saraf dapat dikurangi. Namun, pembuatan vaksin pada sel kultur jauh

lebih sulit dan membutuhkan biaya yang sangat mahal (Singh dan Kumar 2004). Penggunaan bahan -bahan kimia seperti beta propiolacton untuk inaktivasi virus juga dapat menimbulkan efek samping berupa reaksi alergi (WHO 2002).

Vaksinasi pada hewan yang rentan terhadap rabies, termasuk hewan liar yang dapat berperan sebagai penyebar rabies, merupakan strategi penting untuk menekan kasus rabies. Oleh karena itu, pengembangan vaksin yang aman, efektif dan protektifmerupakan tantangan di masa depan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan vaksin antibodi anti-idiotipe.

Penggantian antigen dengan antibodi anti-idiotipe dapat menghasilkan imunitas spesifik untuk mencapai tujuan imunisasi. Laporan pertama mengenai antibodi anti-idiotipe yang protektif dalam suatu vaksinasi telah dilaporkan menggunakan mencit yang diinfeksi dengan Trypanosoma. Beberapa kasus penggunaan antibodi anti-id iotipe dalam vaksinasi telah pula dicoba pada berbagai penyakit bakterial, viral dan neoplastik. Thanavala et al. (1985) telah mengidentifikasi dua jenis antibodi anti-idiotipe monoklonal yang menyerupai antigen permukaan hepatitis B dan mempunyai kemampuan mengikat antibodi terhadap hepatitis B pada berbagai spesies. Selain untuk imunisasi aktif, antibodi anti-id iotipe juga dapat menekan pertumbuhan tumor dan mencegah terjadinya kanker (Qian et al. 1997 ; Benvenuti 2000).

Penggunaan anti-id iotipe sebagai reagen pada pemeriksaan serologis memiliki kelebihan, yaitu : dapat menanggulangi masalah yang ditimbulkan dari sifat patogen agen bagi peneliti dan petugas lapangan; memudahkan produksi reagen secara kontinyu; meningkatkan kualitas uji dan standardisasi; dan meningkatkan spesifisitas uji (Zhou dan Huang 1995). Antibodi anti-idiotipe yang memiliki karakteristik serologis internal image (Perosa dan Dammaco 1994), sangat potensial digunakan sebagai imunogen (Fields et al. 2002 ) dan antigen dalam serodiagnostik, preparasi vaksin (Thanavala et al. 1985 ; Greenspan dan Bona; 1993; Qian et al. 1997), modulasi respon imun untuk mengontrol infeksi (Zhou et al. 1994) dan imunoterapi (Luo et al. 2000) termasuk terapi penyakit autoimun (Rico dan Hall 1988). Menurut Suartha (1999), antibodi anti-idiotipe mampu memberikan perlindungan 88,8% terhadap serangan bakteri Streptococcus Group C (SGC) ganas. Anti-idiotipe juga dapat digunakan sebagai prekursor awal

sistem imun inang terhadap agen infeksius. Pemberian anti-idiotipe pada simpanse sebelum pemberian antigen HBs mampu meningkatkan titer antibodi terhadap HBs dibandingkan dengan tanpa pemberian anti-idiotipe (Kennedy et al. 1984).

Rumusan Masalah

Sampai saat ini, vaksinasi rabies pada hewan umumnya menggunakan vaksin virus inaktif yang dapat beresiko adanya virus virulen, sangat infeksius dan ganas. Pada manusia, telah pula digunakan berbagai vaksin asal biakan sel manusia maupun hewan serta beberapa vaksin sub unit dan rekombinan, namun masih ditemukan berbagai kendala, seperti adanya efek samping dan biaya produksi yang mahal.

Banyak agen penyakit yang sulit ditumbuhkan atau dibiakkan secara buatan untuk kepentingan pembuatan vaksin menyebabkan produksi vaksin juga dapat terhambat atau membutuhkan biaya yang sangat mahal. Anti-idiotipe merupakan alternatif yang baik untuk vaksin karena dapat mengatasi kesulitan mendapatkan jumlah antigen yang memadai. Hal ini biasa dijumpai pada agen penyebab penyakit yang sangat infeksius yang sulit ditumbuhkan dalam jumlah besar. Antibodi anti-idiotipe yang memiliki karakteristik serologis internal image

dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan tidak mengandung resiko adanya agen infeksius.

Selain itu, penggunaan vaksin aktif yang dilemahkan berpotensi tinggi untuk kembali menjadi virulen. Anti-idiotipe yang hanya bereaksi terhadap epitop tunggal agen infeksius mampu memberikan perlindungan protektif terhadap antigen yang memiliki beragam epitop dan dapat mencegah timbulnya autoimun yang akan merusak jaringan inang dan komponen tubuh yang lain apabila digunakan agen penyakit yang memiliki determinan antig enik yang mirip dengan jaringan. Kemampuan meniru sifat antigenik pada antibodi anti-idiotipe digunakan sebagai pertimbangan pen ggunaannya sebagai imunogen untuk menimbulkan respon imun yang spesifik terhadap agen infeksius.

Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :

1. Mempelajari prospek penggunaan antibodi anti-idiotipe sebagai kandidat vaksin untuk pencegahan rabies yang aman, efektif dan protektif.

2. Membandingkan tingkat kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin antibodi anti-idiotipe terhadap rabies dengan vaksin virus.

Manfaat Penelitian :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu metode pengembangan antibodi anti-idiotipe yang dapat digunakan sebagai vaksin dan reagen pemeriksaan serologis yang aman, efektif dan protektif.

Hipotesis

1. Antibodi anti-id iotipe rabies merupakan mimikri dan mengandung

internal image dari virus rabies.

2. Antibodi anti-id iotipe rabies bersifat imunogenik dan menginduksi terbentuknya antibodi yang mampu berikatan secara homolog dengan antigen virus rabies.

3. Antibodi anti-idiotipe rabies mampu menginduksi tingkat kekebalan yang lebih tinggi dibandingkan vaksin virus rabies.

4. Antibodi anti-idiotipe rabies dapat digunakan sebagai kandidat vaksin untuk pencegahan rabies.

Dokumen terkait