Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bit dan kuini yang diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan Djamin Ginting, Medan. Bahan lainnya adalah gum arab yang diperoleh dari Rudang Jaya, Medan serta susu bubuk, gula pasir, air mineral, dan yoghurt komersial yang mengandung bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang diperoleh dari Brastagi Supermarket, Medan.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah pelarut heksan, H2SO4 (asam sulfat), NaOH (natrium hidroksida), akuades, K2SO4 (kalium sulfat), CuSO4 (kupri sulfat), indikator mengsel, alkohol 70%, metanol (pa), indikator phenolfthalein, DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), asam askorbat, garam Na dari 2,6-diklorofenol, NaCl fisiologis 0,9% dan MRSA (de Man, Rogosa and Sharpe
Agar).
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik, cawan porselen, cawan petridish, cawan aluminium, dan peralatan gelas lainnya, pipet mikro, colony counter, inkubator, vortex, spektrofotometer, tabung reaksi,
desikator, oven, aluminium foil, tanur, tabung kjeldahl, erlenmeyer, stirer, kromameter, hotplate, dan magnetic stirer hotplate.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I : Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:
B1 = 10% : 90% B2 = 20% : 80% B3 = 30% : 70% B4 = 40% : 60%
Faktor II : Jumlah gum arab (G) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: G1 = 0,2%
G2 = 0,4% G3 = 0,6%
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 3 = 12.Setiap perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 36 sampel.
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor B pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek dari faktor B pada taraf ke-i βj : Efek dari faktor G pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor B pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor B pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan starter yoghurt
Susu bubuk full cream ditimbang sebanyak 16 g, ditambahkan gula pasir sebanyak 3%, dan dilarutkan dengan air panas pada suhu 80°C sebanyak 100 g. Kemudian suhunya diturunkan sampai 45 °C. Ditambahkan yoghurt komersial yang mengandung bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus sebanyak 5% dari volume campuran dan diaduk. Kemudian ditutup
dengan plastik polietilen dan dilubangi dengan menggunakan jarum dan diinkubasi pada suhu 40-45°C selama 7 jam. Setelah itu dilakukan pasasi (peremajaan) sebanyak 3 kali dan disimpan di dalam lemari pendingin. Skema pembuatan starter yoghurt dapat dilihat pada Gambar 3.
Pembuatan sari bit
Umbi bit disortasi dan dicuci bersih, kemudian diblanching pada suhu 80 oCselama 10 menit. Setelah itu dikupas kulit umbi bit dan dipotong bit menjadi kecil-kecil dan diblender bit dengan air matang dingin dengan perbandingan bit dan air 1 : 1, kemudian disaring dengan kain saring yang telah diblansing sebelumnya hingga diperoleh sari bit.
Analisa yang dilakukan pada sari bit adalah kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, dan pengujian antioksidan dengan masing-masing 3 kali ulangan. Skema pembuatan sari bit dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembuatan sari kuini
Kuini disortasi dan dicuci bersih, kemudian dikupas kulitnya. Lalu
dipotong kuini dan diblender dengan air matang dingin dengan perbandingan 1 : 1, kemudian disaring dan dipanaskan selama 5 menit hingga diperoleh sari
kuini.
Analisa yang dilakukan pada sari kuini adalah kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, dan pengujian antioksidan dengan masing-masing 3 kali ulangan. Skema pembuatan sari kuini dapat dilihat pada Gambar 5.
Pembuatan yoghurt
Susu bubuk ditimbang sebanyak 24 g dan dilarutkan dengan air panas 80
o
C sebanyak 100 g dan ditambahkan gula sebanyak 3%. Lalu ditambahkan gum arab dengan jumlah 0,2%, 0,4%, 0,6%, dan diaduk hingga homogen. Kemudian ditambahkan sari bit dan sari kuini dengan perbandingan 10% : 90%, 20% : 80%, 30% : 70%, dan 40% : 60% sebanyak 50 g pada masing-masing perlakuan.Setelah
itu didinginkan sampai suhunya 45 oC dan ditambahkan starter sebanyak 5%. Lalu diinkubasi pada suhu 40-45oC selama 7 jam. Skema pembuatan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa terhadap mutu minuman yoghurt yang dihasilkan terdiri dari kadar air, total padatan, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, total bakteri asam laktat, uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, viskositas, dan uji warna. Data yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata atau sangat nyata dan dilanjutkan dengan uji LSR. Berdasarkan hasil analisis data, dipilih perlakuan yang menghasilkan yoghurt dengan mutu terbaik dan selanjutnya yoghurt dengan mutu terbaik ini dianalisa aktivitas antioksidannya.
Kadar air (dengan metode oven) (AOAC, 1995, dengan modifikasi)
Bahan ditimbang sebanyak 30 g di dalam cawan aluminium yang sudah diovenkan sebelumnya dan diketahui berat kosongnya. Bahan tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 50 ºC selama 2 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bahan dipanaskan kembali di dalam oven pada suhu 60 oC hingga maksimum 70 oC selama 3 jam, kemudian didinginkan kembali di dalam desikatorselama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Dihitung kadar air dengan rumus :
Berat sampel awal (g) – Berat sampel akhir (g)
Kadar air (%) = x 100% Berat sampel awal (g)
Total padatan (Fox, 1981 dengan modifikasi)
Bahan ditimbang sebanyak 30 gdi dalam cawan aluminium yang sudah diovenkan sebelumnya dan diketahui berat kosongnya. Bahan tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 50 ºC selama 2 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bahan dipanaskan kembali di dalam oven pada suhu 60 oC hingga maksimum 70 oC selama 3 jam, kemudian didinginkan kembali di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Dihitung total padatan dengan rumus :
Berat sampel akhir (g) Total padatan (%) = x 100%
Berat sampel awal (g)
Kadar protein (metode kjeldahl) (AOAC, 1995)
Sampel yang telah dikadar airkan dan dihaluskan dihaluskan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan dengan 3 ml H2SO4 pekat dan 2 g katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4 dengan perbandingan 1 : 1). Sampel dididihkan selama 2-4 jam atau sampai cairan berwarna hijau jernih dan semua asap hilang. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi H2SO4 0,02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor
kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
(A-B) x N x 0,014 x FK
Kadar Protein (%) = x 100% Berat Sampel (g)
Keterangan : A = ml NaOH untuk titrasi blanko (ml) B = ml NaOH untuk titrasi sampel (ml) N = normalitas larutan NaOH yang digunakan FK = Faktor Konversi
Kadar lemak (Metode soxhlet) (AOAC, 1995)
Sampel kering dengan pengukuran kadar air ditimbang sebanyak sebanyak 5 g, lalu dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan di dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah diketahui berat kosongnya, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 70 ºC hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang. Dihitung kadar lemak dengan rumus sebagai berikut :
Berat Lemak (g)
Kadar Lemak (%) = x 100% Berat Sampel (g)
Kadar abu (Badan Standarisasi Nasional, 1994)
Ditimbang bahan sebanyak 5 g di dalam cawan porselen kering yang telah diketahui berat kosongnya (yang terlebih dahulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dipijarkan di atas pembakar
mecker kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara
perlahan-lahan sampai terjadi perubahan sampel menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 580-620 ºC sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven pada suhu sekitar 100 ºC selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan di dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga diperoleh perbedaan berat antara 2 penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,01 g. Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Berat Abu (g)
Kadar Abu (%) = x 100% Berat Sampel (g)
Kadar vitamin C (Apriyantono, dkk., 1989 dengan modifikasi)
Dibuat larutan dye terlebih dahulu dengan cara menimbang 50 mg garam Na dari 2,6-diklorofenol indofenol, lalu ditambahkan 150 ml akuades panas dan 42 mg sodium bikarbonat. Kemudian larutan didinginkan dan diencerkan hingga 200 ml dengan akuades. Larutan disaring dan disimpan dalam lemari pendingin dan botol yang gelap. Setelah itu larutan dye distandarisasi dengan menggunakan 5 ml larutan standar asam askorbat dan 5 ml asam oksalat 3% (1 : 1). Asam oksalat 3% dibuat dengan cara melarutkan 30 g asam oksalat kedalam 1000 ml akuades, sedangkan untuk asam askorbat standar dibuat dengan cara menimbang
100 mg asam askorbat lalu diterakan 100 ml dengan asam oksalat 3%. Kemudian larutan disimpan dalam lemari pendingin dan dalam botol yang gelap. Larutan asam oksalat dan asam askorbat tersebut dititrasi dengan larutan dye hingga merah lembayung. Dihitung faktor dye dengan rumus:
0,5 Faktor dye =
Titer dye
Untuk sampel dibuat dengan cara menimbang 5 g sampel dan diterakan dalam labu ukur 50 ml dengan asam oksalat 3% dan disaring. Kemudian ekstrak diambil 10 ml dan dititrasi dengan larutan dye hingga merah lembayung. Dihitung kadar vitamin C dengan rumus:
Titer x faktor dye x volume ekstrak total x 100 x 20 mg asam askorbat =
per 100 g/ml sampel volume ekstrak untuk penetapan x berat sampel
Total asam(Ranganna, 1977)
Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Kemudian diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring. Lalu diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan phenolphtalein 2-3 tetes kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,01 N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil. Dihitung total asam dengan rumus :
ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP
Total asam (%) = x 100%
Berat contoh (g) x 1000 x valensi Keterangan :
FP = Faktor pengencer BM = Berat Molekul Asam Dominan = Asam laktat
Total padatan terlarut (Muchtadi,1989)
Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian dilakukan pengenceran dengan ditambah akuades hingga volume menjadi 20 ml, lalu diaduk hingga merata. Diambil 1 tetes larutan dan diteteskan pada hand refractometer, kemudian nilai total padatan terlarut bahan ditunjukkan oleh skala pada hand refractometer yang didapat pada batas garis biru dan putih. Total padatan yang larut dihitung dengan rumus:
Total padatan terlarut = Skala pada Hand Refractometer x Faktor Pengencer
Pengujian total bakteri asam laktat (Fardiaz, 1992 dengan modifikasi)
Sampel ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah disterilkan, kemudian divortex. Pembuatan MRSA (de Man, Rogosa
and Sharpe Agar), dilakukan dengan menambahkan 68,2 g MRSA ke dalam 1
liter akuades dan dipanaskan sampai media benar-benar larut dan mendidih. Kemudian media dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml dan disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121 oC. Selanjutnya dipersiapkan tabung reaksi yang telah diisi dengan garam NaCl fisiologis 0,9% 9 ml. Kemudian sampel yang sudah dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 9 ml NaCl, dan divortex. 1 ml larutan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml NaCl. Pengenceran dilakukan sampai 10-7. Lalu diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam cawan petridish dan ditambahkan MRSA yang sudah dipersiapkan dan diturunkan suhunya menjadi 60 oC. Cawan digoyang seperti angka 8. Jika sudah dingin dan agak memadat, cawan dibalik dan dibungkus serta diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC. Total bakteri asam laktat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
1
Total BAL = x Jumlah Koloni Faktor Pengencer
Viskositas (Metode bola jatuh) (Budianto, 2008 dengan modifikasi)
Penentuan viskositas dapat dilakukan dengan prinsip berapa waktu kecepatan bola jatuh dalam larutan sampel yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Pertama bola yang digunakan diukur beratnya dan diametenya. Lalu untuk sampel diambil 10 ml dan ditimbang pula beratnya. Sampel dmasukkan ke dalam gelas ukur yang sudah diketahui panjangnya. Lalu bola dijatuhkan dalam larutan sampel yang berada dalam gelas ukur kemudian dicatat waktu bola jatuh sampai ke dasar. Adapun nilai viskositas dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2r2x t x g x (ρ bola - ρ bahan) Viskositas =
9 s Keterangan:
r = Jari-jari bola ρ = Massa jenis
t = Waktu kecepatan bola jatuh s = Jarak bola jatuh g = Percepatan gravitasi bumi
Pengujian antioksidan dengan metode DPPH (Sumarny, dkk., 2012)
Larutan DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (0,4 mM) dibuat dengan cara menimbang 15,8 mg DPPH yang dilarutkan dengan metanol (pa) hingga batas tera 100 ml pada labu ukur dan ditempatkan dalam botol yang gelap. Untuk larutan uji dibuat dengan cara menimbang sampel 5,0 mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 5 ml metanol (pa) (1000 bagian per juta) yang disebut dengan. larutan induk. Pembuatan deret konsentrasi sampel dilakukan dengan cara
memipet 25µl, 50 µl, 125µl, 250 µl, 500 µl ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 1 ml DPPH dan metanol (pa) sampai batas tera dan dihomogenkan sehingga diperoleh konsentrasi sampel 5, 10, 25, 50, dan 100 µl/ml. Contoh blanko dibuat dengan cara yang sama tetapi tanpa penambahan sampel. Sebagai kontrol dibuat larutan vitamin C dengan cara melarutkan 5 mg vitamin C dalam 5 ml metanol (1000 bagian per juta) yang disebut dengan larutan induk vitamin C. Pembuatan deret konsentrasi vitamin C dilakukan dengan memipet 20 µl, 30µl, 40 µl, 50 µl, dan 60 µl ke dalam masing-masing, ditambahkan 1 ml larutan DPPH dan metanol (pa) hingga batas tera sehingga diperoleh konsentrasivitamin C masing-masing 4, 6, 8, 10, dan 12 µl/ml. Semua larutan yang dipersiapkan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm. Persentase inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus:
Absorbansi blanko - Absorbansi sampel
% hambatan = x 100% Absorbansi blanko
Perhitungan IC50(Inhibitory Concentration 50) dari sampel dan vitamin C dilakukan dengan cara memasukkan angka 50 jadi % hambatan (sumbu y) dari persamaan sehingga diperoleh konsentrasi sampel yang dapat menghambat 50% dari aktivitas DPPH. Semakin rendah nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan sebagai peredam radikal bebas. Kurva hubungan konsentrasi sampel
dan vitamin C dengan % hambatan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Uji warna (metode hunter) (Hutching, 1999)
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sampel ditempatkan pada wadah yang transparan, kemudian sensor alat kromameter didekatkan pada sampel dan tombol pengukur ditekan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0 = hitam sampai 100 = putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ =0-70 untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru). Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:
o
Hue = tan-1�
�. Jika hasil yang diperoleh: 18o – 54o maka produk berwarna red (R)
54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)
126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o – 198o maka produk berwarna green (G)
198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o – 270o maka produk berwarna blue (B)
270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o – 342o maka produk berwarna purple (P) 342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP)
Uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan viskositas (Soekarto, 1985)
Penilaian organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan viskositas dilakukan dengan uji hedonik. Caranya, yaitu contoh yang telah diberi kode diuji
secara acak oleh 20 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala hedonik yang digunakan adalah seperti Tabel 7. Format uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7. Skala hedonik warna, aroma, rasa, dan viskositas
Skala warna Skala numerik Sangat suka
Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka
5 4 3 2 1 Penambahan gula 3% Susu bubuk 16 g
Gambar 3. Skema pembuatan starter yoghurt Pelarutan dalam air panas pada suhu 80 oC sebanyak 100 g
Pendinginan hingga 40-45 oC
Penambahan yoghurt komersial 5% (kultur murni
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus)
Inkubasi pada suhu 40-45 oC selama 7 jam
Pasasi sebanyak 3 kali
Gambar 4. Skema pembuatan sari bit Bit
Sortasi dan Pencucian
Blansing uap pada suhu 80 oC selama 10 menit Pengupasan
Pengecilan ukuran
Penghalusan menggunakan blender (Buah : Air = 1:1)
Penyaringan
Pengamatan:
- Aktivitas antioksidan - Kadar vitamin C - Total padatan terlarut - Total asam
Gambar 5. Skema pembuatan sari kuini Kuini
Sortasi dan Pencucian Pengupasan Pengecilan ukuran
Penghalusan menggunakan blender (Buah : Air = 1:1)
Penyaringan
Pengamatan:
- Aktivitas antioksidan - Kadar vitamin C - Total padatan terlarut - Total asam
Sari kuini
Gambar 6. Skema pembuatan yoghurt Susu bubuk 24 g
Pelarutan air panas suhu 80 oC sebanyak 100 g
Jumlah gum arab: G1 = 0,2% G2 = 0,4% G3 = 0,6% Penambahan gula 3%
Penambahan gum arab Pengadukan hingga homogen Sari bit : Sari kuini
B1 = 10% : 90% B2 = 20% : 80% B3 = 30% : 70% B4 = 40% : 60%
Penambahan sari bit dan sari kuini sebanyak 50 g Pendinginan hingga 45 oC Inokulasi starter 5% - Kadar Air - Total Padatan - Kadar protein - Kadar lemak - Kadar abu - Kadar Vitamin C - Total Asam - Total Padatan Terlarut
- Total Bakteri Asam Laktat (BAL) - Uji viskositas - Uji warna - Uji organoleptik
warna, aroma, rasa, dan viskositas Inkubasi pada suhu 40-45 oC selama 7 jam
Yoghurt Analisis Aktivitas Antioksidan Analisis mutu Yoghurt mutu terbaik