• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Sari Bit (Beta vulgaris L.) dengan Sari Kuini (Mangifera odorata Griff) dan Jumlah Gum Arab Terhadap Mutu Yoghurt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Sari Bit (Beta vulgaris L.) dengan Sari Kuini (Mangifera odorata Griff) dan Jumlah Gum Arab Terhadap Mutu Yoghurt"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Kurva perhitungan IC50 untuk sari bit dan sari kuini

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Keterangan:

Gambar kurva perhitungan IC50 untuk sari bit ulangan 1 (a), ulangan 2 (b),

(2)

Lampiran 2. Kurva perhitungan IC50 untuk sampel dan kontrol (vitamin C)

Kurva perhitungan IC50 untuk sampel

B4G3U1 B4G3U2

B4G3U3

(3)

Lampiran 3. Format uji organoleptik

FORMAT UJI ORGANOLEPTIK PENGARUH PERBANDINGAN SARI BIT (Beta Vulgaris L.) DENGAN SARI KUINI (Mangifera odorata Griff) DAN JUMLAH GUM ARAB TERHADAP MUTU YOGHURT

Nama Panelis : ... Tanggal : ... No. HP : ...

Petunjuk :

Dihadapan anda terdapat 12 sampel produk yogurt berbahan baku Sari Bit dengan Sari Kuini. Cicipi satu persatu dari kiri ke kanan tanpa membandingkan sampel satu sama lain. Nilailah produk yoghurt secara keseluruhan berdasarkan atribut sensori di bawah ini dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom tersedia. Netralkan lidah anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu buah sampel.

I. Uji Hedonik

Keterangan nilai :

Warna, Rasa, Aroma, Viskositas :

5: Sangat suka, 4: Suka, 3: Agak suka, 2: Tidak suka, 1: Sangat tidak suka Kode

Atribut

Warna Aroma Rasa Viskositas

(4)

Lampiran 4. Data pengamatan dan daftar analisis ragam warna (oHue) yoghurt

Data pengamatan warna (oHue) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam warna (oHue) yoghurt

(5)

Lampiran 5. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap warna (oHue) yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 53,486 a A

2 4,107 5,564 B2 = 20% : 80% 38,229 b B

3 4,314 5,805 B3 = 30% : 70% 26,548 c C

(6)

Lampiran 6. Data pengamatan dan daftar analisis ragam warna (L) yoghurt Data pengamatan warna (L) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam warna (L) yoghurt

(7)

Lampiran 7. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap warna (L) yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 69,983 a A

2 1,654 2,241 B2 = 20% : 80% 64,142 b B

3 1,737 2,338 B3 = 30% : 70% 60,862 c C

(8)

Lampiran 8. Data pengamatan dan daftar analisis ragam viskositas (Pa. s) yoghurt Data pengamatan viskositas (Pa. s) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam viskositas (Pa. s) yoghurt

(9)

Lampiran 9. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap viskositas yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 13,093 d D

2 1,781 2,413 B2 = 20% : 80% 18,919 c C

3 1,870 2,517 B3 = 30% : 70% 21,602 b B

4 1,928 2,586 B4 = 40% : 60% 25,128 a A

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap viskositas yoghurt

Jarak LSR Perlakuan

(G) Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 = 0,2% 17,930 b B

2 1,542 2,089 G2 = 0,4% 20,026 a A

(10)

Lampiran 10. Data pengamatan dan analisis ragam total padatan (%) yoghurt Data pengamatan total padatan (%) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam total padatan (%) yoghurt

(11)

Lampiran 11. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap total padatan yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 20,530 a A

2 0,459 0,622 B2 = 20% : 80% 19,763 b B

3 0,482 0,649 B3 = 30% : 70% 19,836 b B

(12)

Lampiran 12. Data pengamatan dan daftar analisis ragam kadar air (%) yoghurt Data pengamatan kadar air (%) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam kadar air (%) yoghurt

(13)

Lampiran 13. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap kadar air yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 79,470 c C

2 0,459 0,622 B2 = 20% : 80% 80,237 b B

3 0,482 0,649 B3 = 30% : 70% 80,164 b B

(14)

Lampiran 14. Data pengamatan dan daftar analisis ragam kadar protein (%) yoghurt

Data pengamatan kadar protein (%) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam kadar protein (%) yoghurt

(15)

Lampiran 15. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar protein (%) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap kadar protein yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 5,487 b B

2 0,721 0,977 B2 = 20% : 80% 5,762 b B

3 0,758 1,019 B3 = 30% : 70% 6,198 b AB

4 0,781 1,047 B4 = 40% : 60% 7,132 a A

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap kadar protein yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (G) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 = 0,2% 5,538 b B

2 0,625 0,846 G2 = 0,4% 6,072 b AB

(16)

Lampiran 16. Data pengamatan dan daftar analisis ragam kadar lemak (%) yoghurt

Data pengamatan kadar lemak (%) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam kadar lemak (%) yoghurt

(17)

Lampiran 17. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar lemak (%) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap kadar lemakyoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 2,809 a AB

2 0,106 0,143 B2 = 20% : 80% 2,900 a A

3 0,111 0,149 B3 = 30% : 70% 2,680 b B

4 0,114 0,153 B4 = 40% : 60% 2,364 c C

Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar lemak (%) yoghurt

Jarak LSR Kode Rataan notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1G1 2,8224 bc AB

2 0,1828 0,2477 B1G2 2,7965 bc B

3 0,1921 0,2585 B1G3 2,8072 bc AB

4 0,1979 0,2655 B2G1 2,7766 bcd B

5 0,2021 0,2707 B2G2 3,0744 a A

6 0,2052 0,2747 B2G3 2,8482 b AB

7 0,2077 0,2779 B3G1 2,8214 bc AB

8 0,2095 0,2806 B3G2 2,5856 de BC

9 0,2111 0,2829 B3G3 2,6332 cde BC

10 0,2124 0,2848 B4G1 2,5097 e C

11 0,2134 0,2865 B4G2 2,1081 f D

(18)

Lampiran 18. Data pengamatan dan daftar analisis ragam kadar abu (%) yoghurt Data pengamatan kadar abu (%) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam kadar abu (%) yoghurt

(19)

Lampiran 19. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar abu (%) yoghurt Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap kadar abu yoghurt

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap kadar abu yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (G) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 = 0,2% 1,704 c C

2 0,192 0,260 G2 = 0,4% 2,035 b B

3 0,202 0,272 G3 = 0,6% 2,305 a A

Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar abu yoghurt

(20)

Lampiran 20. Data pengamatan dan daftar analisis ragam kadar vitamin C (mg/100 g bahan) yoghurt

Data pengamatan kadar vitamin C (mg/100 g bahan) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam kadar vitamin C (mg/100 g bahan) yoghurt

(21)

Lampiran 21. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar vitamin C (mg/100 g bahan) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap kadar vitamin C yoghurt

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap kadar vitamin C yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (G) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 = 0,2% 68,908 b B

2 4,830 6,544 G2 = 0,4% 70,496 b B

3 5,073 6,827 G3 = 0,6% 81,127 a A

Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar vitamin C yoghurt

(22)

Lampiran 22. Data pengamatan dan daftar analisis ragam total asam (%) yoghurt Data pengamatan total asam (%) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam total asam (%) yoghurt

(23)

Tabel 23. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap total asam (%) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap total asam yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 0,585 b B

2 0,052 0,071 B2 = 20% : 80% 0,667 a A

3 0,055 0,074 B3 = 30% : 70% 0,684 a A

4 0,057 0,076 B4 = 40% : 60% 0,651 a AB

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap total asam yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (G) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05

- - - G1 = 0,2% 0,615 b

2 0,045 0,061 G2 = 0,4% 0,677 a

(24)

Lampiran 24. Data pengamatan dan daftar analisis ragam total padatan terlarut (oBrix) yoghurt

Data pengamatan total padatan terlarut (oBrix) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam total padatan terlarut (oBrix) yoghurt

(25)

Lampiran 25. Data pengamatan dan daftar analisis ragam total bakteri asam laktat (log CFU/g) yoghurt

Data pengamatan total bakteri asam laktat (log CFU/g) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan (CFU/g) Rataan

I II III Daftar analisis ragam total bakteri asam laktat (log CFU/g)

(26)

Lampiran 26. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab sertainteraksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap total bakteri asam laktat (log CFU/g) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap total bakteri asam laktat yoghurt

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap total bakteri asam laktat yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (G) Rataan

Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap total bakteri asam laktat yoghurt

Jarak LSR Kode Rataan(CFU/g

(27)

12 0,052

Lampiran 27. Data pengamatan dan daftar analisis ragam nilai hedonik warna (numerik) yoghurt

Data pengamatan nilai hedonik warna (numerik) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam nilai hedonik warna (numerik) yoghurt

(28)

Keterangan:

FK = 497,2900 KK = 4,4342% ** = Sangat nyata tn = Tidak nyata

Lampiran 28. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap nilai hedonik warna (numerik) yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 2,859 d D

2 0,160 0,217 B2 = 20% : 80% 3,548 c C

3 0,168 0,227 B3 = 30% : 70% 4,074 b B

(29)

Lampiran 29. Data pengamatan dan daftar analisis ragam nilai hedonik aroma (numerik) yoghurt

Data pengamatan nilai hedonik aroma (numerik) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma (numerik) yoghurt

(30)

FK = 487,4283 KK = 4,3550% ** = Sangat nyata * = Nyata tn = Tidak nyata

Lampiran 30. Data pengamatan dan daftar analisis ragam nilai hedonik rasa (numerik) yoghurt

Data pengamatan nilai hedonik rasa (numerik) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa (numerik) yoghurt

(31)

FK = 482,5344 KK = 3,6796% ** = Sangat nyata * = Nyata tn = Tidak nyata

Lampiran 31. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap nilai hedonik rasa (numerik) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap nilai hedonik rasa (numerik) yoghurt

Uji LSR pengaruh interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap nilai hedonik rasa (numerik) yoghurt

(32)

Lampiran 32. Data pengamatan dan analisis ragam nilai hedonik viskositas (numerik) yoghurt

Data pengamatan nilai hedonik viskositas (numerik) yoghurt

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar analisis ragam nilai hedonik viskositas (numerik) yoghurt

(33)

KK = 4,3989% ** = Sangat nyata tn = Tidak nyata

Lampiran 33. Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap nilai hedonik viskositas (numerik) yoghurt

Uji LSR pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap nilai hedonik viskositas (numerik) yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (B) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - B1 = 10% : 90% 3,526 b B

2 0,158 0,213 B2 = 20% : 80% 3,519 b B

3 0,165 0,223 B3 = 30% : 70% 3,768 a A

4 0,171 0,229 B4 = 40% : 60% 3,911 a A

Uji LSR pengaruh jumlah gum arab terhadap nilai hedonik viskositas (numerik) yoghurt

Jarak LSR Perlakuan (G) Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 = 0,2% 3,589 b B

2 0,136 0,185 G2 = 0,4% 3,643 b AB

(34)

Lampiran 34. Data pengamatan mutu sari bit dan sari kuini

Parameter Sari bit Sari kuini

Kadar vitamin C (mg/100 g bahan) 112,2000 100,6290

Total asam (%) 0,2997 0,4576

Total padatan terlarut (oBrix) 10,6790 8,8793

(35)

Lampiran 35. Data pengamatan aktivitas antioksidan perlakuan terbaik (perbandingan sari bit : sari kuini = 40% : 60% dan jumlah gum arab = 0,6%)

Kode % Hambatan IC50

5 10 25 50 100

B4G3U1 39,4416 43,6650 44,5239 46,2419 53,7580 72,3502

B4G3U2 41,5891 44,0229 44,8819 48,3178 51,2526 80,2119

(36)

Lampiran 36. Foto produk yoghurt dari perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab

Perbandingan sari bit dengan sari

kuini (B)

Jumlah gum arab (G)

G1 = 0,2% G2 = 0,4% G3 = 0,6%

B1 = 10% : 90%

B2 = 20% : 80%

B3 = 30% : 70%

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. dan Al, M. 2006. Minuman Fungsional Berbahan Dasar Teh dan Kayu Manis untuk Penderita Diabetes. Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI dan Sekolah Tinggi Teknologi Cipasung, Tasikmalaya. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Anam, C., Kawiji, dan Setiawan, R. D. 2013. Kajian Karakteristik Fisik dan

Sensori serta Aktivitas Antioksidan dari Granul Effervescent Buah Beet (Beta Vulgaris) Dengan Perbedaan Metode Granulasi dan Kombinasi Sumber Asam. Jurnal Teknosains Pangan. Vol 2 (2) : Hal 21-28.

Anonim. 2015. 33 Manfaat Buah Kuini Bagi Kesehata

(Diakses pada 10 Februari 2016).

AOAC (Association of Official Analytical Chemistry). 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C. Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Yasni, S., dan Budiyanto, S.

1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aspinal. 1970. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technmic Publishing, Inc. USA.

Badan Standarisasi Nasional. 1994. Kadar Abu. SNI 01-3451-1994. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI Yoghurt 2981:2009. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Buckle, K. A., Edwars, R. A., Fleet, H. A., dan Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah: Purnomo H. dan Andiono. UI-Press, Jakarta.

Budianto, A. 2008. Metode penentuan koefisien kekentalan zat cair dengan menggunakan regresi linear hokum stokes. Seminar Nasional IV. SDM Teknologi Nuklir. 157-166.

de Man, J. M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah: K. Padmawinata. ITB-Press, Bandung.

(38)

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

El-Kheir, M. K., Gasim, A. E., Yagoub, A., Asma, A., dan Baker, A. 2008. Emulsion-Stabilizing Effects of Gum from Acacia Senegal (L) Wild, The Role of Quality and Grade of Gum, Oil Type, Temperature, Stiring Time and Concentration. Pakistan Journal of Nutrition. Vol 7 (3) : Hal 395-399. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Farinde, E. O., Obatolu, V. A., Oyarekua, M. A., Adeniran, H. A., Ejoh, S. I., dan

Olanipekun, O. T. 2010. Physical and microbial properties of fruit flavoured fermented cowmilk and soymilk (yoghurt like) under different temperature of storage. African Journal Science and Technology. 1(5) : 120-127.

Food Chemical Codex. 1996. Pectins

(Diakses pada 2 Juni 2016).

Fox, 1981. Food Analysis a Laboratory Manual. Departement of Animal Sciences. Universityof Kentucky, Lexington.

Goda. 2012. Isi Kandungan Gizi Gula Pasir-Komposisi Nutrisi Bahan Makanan.

Goff, D. 2003. Yoghurt, Diary Science, and Technology. University ofguelph, Canada.

Glicksman, M. 1992. Gum Arabic. In Whistler, R. L. and J. N. D. E. Miller. Industrial Gums: Polysaccaharides and Their Derivates. Academic Press, New York.

Handayani, I. 2011. Kenalan dengan Buah Bit

(Diakses pada 10 Februari 2016).

Herawati, P. 2011. Jenis dan Manfaat Sus

10 Februari 2016).

Hidayat, N., Padaga, M. C., dan Suhartini,S.. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Hutagalung, H. 2014. Karbohidrat. Digital Library USU, Medan.

(39)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Isi Kandungan Gizi

Yoghurt-Komposisi dan Nutrisi Bahan Makana

(Diakses pada 18 Februari 2016).

Manurung, D. F., Rusmarilin, H., dan Ridwansyah. 2014. Pengaruh perbandingan sari biji nangka dengan sari buah naga merah dan perbandingan zat penstabil terhadap mutu yoghurt buah naga. Jurnal Rekayasa Pangan. 2(4): 9-19.

Mahmood, A., Abbas, N., dan Gilani, A. H. 2008. Quality of stirred guffalo mills yoghurt blended with apple and banana fruits. Jurnal Of Agriculture Science. 45(2) : 275-279.

Mastuti, R., Cai, Y., dan Corke, H. 2010. Identifikasi Pigmen Betasianin Pada Beberapa Jenis Inflorescence Celosia. Jurnal Biologi UGM, Yogyakarta. Meliala, M., Suhaidi, I. dan Nainggolan, R. J. 2014. Pengaruh penambahan

kacang merah dan penstabil gum arab terhadap mutu susu jagung. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(1) : 57-64.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen P&K. Pusat Antar Univeritas-IPB, Bogor.

Muharni, Elfita, dan Amanda. 2013. Aktivitas antioksidan senyawa (+) morello flavon dari kulit batang tumbuhan gamboge (Garcinia xanthochymus). Prosiding Seminar FMIPA Universitas Lampung. 265-268.

Nutrifacts. 2015. Beta-Carotene at a Glance.

Juni 2016).

Parkin, K. dan Wettasinghe, M. 2003. Increasing the chemoprotective amount of at least one phase II enzyme, particulary a phase II enzyme, in a mammal by administering an extract comprising a betalain. Pattent Application

Publication.

2016).

Paulinus, Y. V. G., Jayuska, A., Ardiningsih, P., dan Noviani, R. 2015. Aktivitas antioksidan dan kandungan total fenol fraksi etil asetat buah palasu (Mangifera caesia Jack). JKK ISSN 2303-1077. 4(1) : 38-41.

Prabandari, W. 2011. Pengaruh penambahan berbagai jenis bahan penstabil terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik yoghurt jagung. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sebeleas Maret, Surakarta.

(40)

Prasetyo, H. 2010. Pengaruh penggunaan starter yoghurt pada Level tertentu terhadap karakteristik Yoghurt yang dihasilkan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Prayitno. 2006. Kadar asam laktat, dan laktosa yoghurt hasil fermentasi menggunakan berbagai rasio jumlah sel bakteri dan persentase starter. Journal of Animal Product. 2(8) : 131-136.

Purba, R. A., Rusmarilin, H., dan Nurminah, M. 2012. Studi Pembuatan Yoghurt Bengkoang Instan Dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk dan Starter. Jurnal Rekayasa Pangan. 1(1) : 6-15.

Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis for Fruit and Vegetable Products. Mc. Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Safitri, A. A. 2012. Studi Pembuatan Fruit Leather Mangga-Rosella. Skripsi. Teknologi Pertanian. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Santoso, M. A. 2014. Kinetika Degradasi Antioksidan Serbuk Bit Merah (Beta

vulgaris) Selama Proses Pemanasan dan Perubahan pH. Skripsi.

Semarang. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata.

Sawitri, M. E ., Manab, A., dan Palupi, T. W. L. 2008. Kajian penambahan gelatin terhadap keasaman, pH, daya ikat air dan sineresis yoghurt. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 3(1) : 35-42.

Silalahi, R. C., Suhaidi, I. dan Limbong, L. N. 2014. Pengaruh perbandingan sari buah sirsak dengan markisa dan konsentrasi gum arab terhadap mutu sorbet air kelapa. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(2) : 26-34. Singh, B. dan Hathan, S. 2014. Chemical composition, functional properties and

processing of beetroot. International Journal of Scientific & Engineering Research. 5(1) : 679-684.

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

(41)

Sunarjono, H. H. 2007. Hortikultura Seri Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susanti, I., Pramudiyanto, K., dan Munandar. J. 2007. Kajian PenambahanStabilizer terhadap Kualitas Yoghurt Probiotik dalam SeminarNasional PATPI 2007 . Bandung.

Sutardi, Hadiwiyoto, S. Dan Murti, C. R. N. 2010. Pengaruh dekstrin dan gum arab terhadap sifat kimia dan fisik bubuk sari jagung manis (Zeamays

saccharata). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 21(2) : 102-107.

Tamime. 2002. Microbiology of starter cultures. Dairy microbiology handbook (ed. R. K. Robinson). Third Edition. John Wiley & Sons Inc, New York. Triwitono, P. 2012. Stabilitas Vitamin Larut Air Selama Pengolahan Pangan.

UGM, Yogyakarta.

Triyono, A. 2010. Mempelajari pengaruh maltodekstrin dan susu skim terhadap karakteristik yoghurt kacang hijau (Phaseolus radiates I.) Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro, Semarang.

USDA. 2010. Nutritional value of Beets raw. http:ndb.nal.usda.gov (Diakses pada 10 Februari 2016).

Utami, R., Andriani, M., Putri, Z. A. 2010. Kinetika fermentasi yoghurt yang diperkaya ubi jalar (Ipomea batatas). Jurnal Caraka Tani. 25(1) : 50-55. Utomo, S. 2014. Pengaruh perbandingan sirsak dan daun katuk dengan

konsentrasi gum arab terhadap mutu fruit leather berlapis cokelat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wahyudi, A. dan Samsundari, S. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. UMM-Press, Malang.

Wibawanto, N. R., Ananingsih, V. K., dan Pratiwi, R. 2014. Produksi serbuk pewarna alami bit merah (Beta vulgaris L.) dengan metode oven drying. Prosiding SNST ke-5. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang.38-43.

Widhiana. 2000. Ekstraksi bit (Beta vulgaris L. var. rubra L.) sebagai alternatif pewarna alami pangan. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Widianto, A. 2012. Kemasan aktif buah salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) dengan penyerap gas etilen dan gas karbondioksida. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

(42)

Widyaningrum, M. L. dan Suhartiningsih. 2014. Pengaruh penambahan puree bit (Beta vulgaris) terhadap sifat organoleptik kerupuk. E-Journal Boga. 3(1): 233-238.

Wijaya, F. D. 2009. Penambahan Gum Arabik Sebagai Senyawa Penstabil Pada Yoghurt Probiotik. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Surabaya.

Wikipedia. 2014a. Kuweni

2016).

Wikipedia. 2014b. Pektin

Winarno, F. G. dan Kartawidjajaputra, F. 2007. Pangan Fungsional dan Minuman Energi. Cetakan 1.M-Brio Press, Bogor.

Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wong, K. C. dan Ong, C. H. 1993. Volatile components of the fruit of bachang (Mangifera foetida Loer.) and kuini (Mangifera odorata Griff). J. Flavour and Fragrance. 8(1) :147-151.

(43)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bit dan kuini yang diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan Djamin Ginting, Medan. Bahan lainnya adalah gum arab yang diperoleh dari Rudang Jaya, Medan serta susu bubuk, gula pasir, air mineral, dan yoghurt komersial yang mengandung bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang diperoleh dari Brastagi Supermarket, Medan.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah pelarut heksan, H2SO4 (asam sulfat), NaOH (natrium hidroksida), akuades, K2SO4 (kalium sulfat),

CuSO4 (kupri sulfat), indikator mengsel, alkohol 70%, metanol (pa), indikator

phenolfthalein, DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), asam askorbat, garam Na dari 2,6-diklorofenol, NaCl fisiologis 0,9% dan MRSA (de Man, Rogosa and Sharpe

Agar).

Alat Penelitian

(44)

desikator, oven, aluminium foil, tanur, tabung kjeldahl, erlenmeyer, stirer, kromameter, hotplate, dan magnetic stirer hotplate.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:

B1 = 10% : 90%

B2 = 20% : 80%

B3 = 30% : 70%

B4 = 40% : 60%

Faktor II : Jumlah gum arab (G) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: G1 = 0,2%

G2 = 0,4%

G3 = 0,6%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 3 = 12.Setiap perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 36 sampel.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

(45)

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor B pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j

dengan ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor B pada taraf ke-i

βj : Efek dari faktor G pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor B pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor B pada taraf ke-i dan faktor G pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan starter yoghurt

Susu bubuk full cream ditimbang sebanyak 16 g, ditambahkan gula pasir sebanyak 3%, dan dilarutkan dengan air panas pada suhu 80°C sebanyak 100 g. Kemudian suhunya diturunkan sampai 45 °C. Ditambahkan yoghurt komersial yang mengandung bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

thermophilus sebanyak 5% dari volume campuran dan diaduk. Kemudian ditutup

(46)

Pembuatan sari bit

Umbi bit disortasi dan dicuci bersih, kemudian diblanching pada suhu 80 oCselama 10 menit. Setelah itu dikupas kulit umbi bit dan dipotong bit menjadi kecil-kecil dan diblender bit dengan air matang dingin dengan perbandingan bit dan air 1 : 1, kemudian disaring dengan kain saring yang telah diblansing sebelumnya hingga diperoleh sari bit.

Analisa yang dilakukan pada sari bit adalah kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, dan pengujian antioksidan dengan masing-masing 3 kali ulangan. Skema pembuatan sari bit dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan sari kuini

Kuini disortasi dan dicuci bersih, kemudian dikupas kulitnya. Lalu

dipotong kuini dan diblender dengan air matang dingin dengan perbandingan 1 : 1, kemudian disaring dan dipanaskan selama 5 menit hingga diperoleh sari

kuini.

Analisa yang dilakukan pada sari kuini adalah kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, dan pengujian antioksidan dengan masing-masing 3 kali ulangan. Skema pembuatan sari kuini dapat dilihat pada Gambar 5.

Pembuatan yoghurt

Susu bubuk ditimbang sebanyak 24 g dan dilarutkan dengan air panas 80

o

(47)

itu didinginkan sampai suhunya 45 oC dan ditambahkan starter sebanyak 5%. Lalu diinkubasi pada suhu 40-45oC selama 7 jam. Skema pembuatan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa terhadap mutu minuman yoghurt yang dihasilkan terdiri dari kadar air, total padatan, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar vitamin C, total asam, total padatan terlarut, total bakteri asam laktat, uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, viskositas, dan uji warna. Data yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata atau sangat nyata dan dilanjutkan dengan uji LSR. Berdasarkan hasil analisis data, dipilih perlakuan yang menghasilkan yoghurt dengan mutu terbaik dan selanjutnya yoghurt dengan mutu terbaik ini dianalisa aktivitas antioksidannya.

Kadar air (dengan metode oven) (AOAC, 1995, dengan modifikasi)

Bahan ditimbang sebanyak 30 g di dalam cawan aluminium yang sudah diovenkan sebelumnya dan diketahui berat kosongnya. Bahan tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 50 ºC selama 2 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bahan dipanaskan kembali di dalam oven pada suhu 60 oC hingga maksimum 70 oC selama 3 jam, kemudian didinginkan kembali di dalam desikatorselama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Dihitung kadar air dengan rumus :

Berat sampel awal (g) – Berat sampel akhir (g)

(48)

Total padatan (Fox, 1981 dengan modifikasi)

Bahan ditimbang sebanyak 30 gdi dalam cawan aluminium yang sudah diovenkan sebelumnya dan diketahui berat kosongnya. Bahan tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 50 ºC selama 2 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bahan dipanaskan kembali di dalam oven pada suhu 60 oC hingga maksimum 70 oC selama 3 jam, kemudian didinginkan kembali di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Dihitung total padatan dengan rumus :

Berat sampel akhir (g) Total padatan (%) = x 100%

Berat sampel awal (g)

Kadar protein (metode kjeldahl) (AOAC, 1995)

Sampel yang telah dikadar airkan dan dihaluskan dihaluskan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan dengan 3 ml H2SO4 pekat dan 2 g katalis (campuran K2SO4 dan

CuSO4 dengan perbandingan 1 : 1). Sampel dididihkan selama 2-4 jam atau

sampai cairan berwarna hijau jernih dan semua asap hilang. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi H2SO4 0,02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke

dalamnya 2-4 tetes indikator mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan

(49)

kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

(A-B) x N x 0,014 x FK

Kadar Protein (%) = x 100% Berat Sampel (g)

Keterangan : A = ml NaOH untuk titrasi blanko (ml) B = ml NaOH untuk titrasi sampel (ml) N = normalitas larutan NaOH yang digunakan FK = Faktor Konversi

Kadar lemak (Metode soxhlet) (AOAC, 1995)

Sampel kering dengan pengukuran kadar air ditimbang sebanyak sebanyak 5 g, lalu dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan di dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah diketahui berat kosongnya, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 70 ºC hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang. Dihitung kadar lemak dengan rumus sebagai berikut :

Berat Lemak (g)

(50)

Kadar abu (Badan Standarisasi Nasional, 1994)

Ditimbang bahan sebanyak 5 g di dalam cawan porselen kering yang telah diketahui berat kosongnya (yang terlebih dahulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dipijarkan di atas pembakar

mecker kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara

perlahan-lahan sampai terjadi perubahan sampel menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 580-620 ºC sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven pada suhu sekitar 100 ºC selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan di dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga diperoleh perbedaan berat antara 2 penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,01 g. Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Berat Abu (g)

Kadar Abu (%) = x 100% Berat Sampel (g)

Kadar vitamin C (Apriyantono, dkk., 1989 dengan modifikasi)

(51)

100 mg asam askorbat lalu diterakan 100 ml dengan asam oksalat 3%. Kemudian larutan disimpan dalam lemari pendingin dan dalam botol yang gelap. Larutan asam oksalat dan asam askorbat tersebut dititrasi dengan larutan dye hingga merah lembayung. Dihitung faktor dye dengan rumus:

0,5 Faktor dye =

Titer dye

Untuk sampel dibuat dengan cara menimbang 5 g sampel dan diterakan dalam labu ukur 50 ml dengan asam oksalat 3% dan disaring. Kemudian ekstrak diambil 10 ml dan dititrasi dengan larutan dye hingga merah lembayung. Dihitung kadar vitamin C dengan rumus:

Titer x faktor dye x volume ekstrak total x 100 x 20 mg asam askorbat =

per 100 g/ml sampel volume ekstrak untuk penetapan x berat sampel

Total asam(Ranganna, 1977)

Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Kemudian diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring. Lalu diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan phenolphtalein 2-3 tetes kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,01 N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil. Dihitung total asam dengan rumus :

ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP

Total asam (%) = x 100%

Berat contoh (g) x 1000 x valensi Keterangan :

(52)

Total padatan terlarut (Muchtadi,1989)

Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian dilakukan pengenceran dengan ditambah akuades hingga volume menjadi 20 ml, lalu diaduk hingga merata. Diambil 1 tetes larutan dan diteteskan pada hand refractometer, kemudian nilai total padatan terlarut bahan ditunjukkan oleh skala pada hand refractometer yang didapat pada batas garis biru dan putih. Total padatan yang larut dihitung dengan rumus:

Total padatan terlarut = Skala pada Hand Refractometer x Faktor Pengencer

Pengujian total bakteri asam laktat (Fardiaz, 1992 dengan modifikasi)

Sampel ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah disterilkan, kemudian divortex. Pembuatan MRSA (de Man, Rogosa

and Sharpe Agar), dilakukan dengan menambahkan 68,2 g MRSA ke dalam 1

(53)

1

Total BAL = x Jumlah Koloni Faktor Pengencer

Viskositas (Metode bola jatuh) (Budianto, 2008 dengan modifikasi)

Penentuan viskositas dapat dilakukan dengan prinsip berapa waktu kecepatan bola jatuh dalam larutan sampel yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Pertama bola yang digunakan diukur beratnya dan diametenya. Lalu untuk sampel diambil 10 ml dan ditimbang pula beratnya. Sampel dmasukkan ke dalam gelas ukur yang sudah diketahui panjangnya. Lalu bola dijatuhkan dalam larutan sampel yang berada dalam gelas ukur kemudian dicatat waktu bola jatuh sampai ke dasar. Adapun nilai viskositas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2r2x t x g x (ρ bola - ρ bahan) Viskositas =

9 s Keterangan:

r = Jari-jari bola ρ = Massa jenis

t = Waktu kecepatan bola jatuh s = Jarak bola jatuh g = Percepatan gravitasi bumi

Pengujian antioksidan dengan metode DPPH (Sumarny, dkk., 2012)

(54)

memipet 25µl, 50 µl, 125µl, 250 µl, 500 µl ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 1 ml DPPH dan metanol (pa) sampai batas tera dan dihomogenkan sehingga diperoleh konsentrasi sampel 5, 10, 25, 50, dan 100 µl/ml. Contoh blanko dibuat dengan cara yang sama tetapi tanpa penambahan sampel. Sebagai kontrol dibuat larutan vitamin C dengan cara melarutkan 5 mg vitamin C dalam 5 ml metanol (1000 bagian per juta) yang disebut dengan larutan induk vitamin C. Pembuatan deret konsentrasi vitamin C dilakukan dengan memipet 20 µl, 30µl, 40 µl, 50 µl, dan 60 µl ke dalam masing-masing, ditambahkan 1 ml larutan DPPH dan metanol (pa) hingga batas tera sehingga diperoleh konsentrasivitamin C masing-masing 4, 6, 8, 10, dan 12 µl/ml. Semua larutan yang dipersiapkan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm. Persentase inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus:

Absorbansi blanko - Absorbansi sampel

% hambatan = x 100% Absorbansi blanko

Perhitungan IC50(Inhibitory Concentration 50) dari sampel dan vitamin C

dilakukan dengan cara memasukkan angka 50 jadi % hambatan (sumbu y) dari persamaan sehingga diperoleh konsentrasi sampel yang dapat menghambat 50% dari aktivitas DPPH. Semakin rendah nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas

antioksidan sebagai peredam radikal bebas. Kurva hubungan konsentrasi sampel

(55)

Uji warna (metode hunter) (Hutching, 1999)

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sampel ditempatkan pada wadah yang transparan, kemudian sensor alat kromameter didekatkan pada sampel dan tombol pengukur ditekan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0 = hitam sampai 100 = putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ =0-70 untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk warna biru). Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

o

Hue = tan-1�

�. Jika hasil yang diperoleh: 18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)

126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o – 198o maka produk berwarna green (G)

198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o – 270o maka produk berwarna blue (B)

270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o – 342o maka produk berwarna purple (P) 342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP)

Uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan viskositas (Soekarto, 1985)

(56)

secara acak oleh 20 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala hedonik yang digunakan adalah seperti Tabel 7. Format uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7. Skala hedonik warna, aroma, rasa, dan viskositas

Skala warna Skala numerik Sangat suka

Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1

Penambahan gula 3% Susu bubuk 16 g

Gambar 3. Skema pembuatan starter yoghurt Pelarutan dalam air panas pada suhu 80 oC sebanyak 100 g

Pendinginan hingga 40-45 oC

Penambahan yoghurt komersial 5% (kultur murni

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus)

Inkubasi pada suhu 40-45 oC selama 7 jam

Pasasi sebanyak 3 kali

(57)

Gambar 4. Skema pembuatan sari bit Bit

Sortasi dan Pencucian

Blansing uap pada suhu 80 oC selama 10 menit

Pengupasan

Pengecilan ukuran

Penghalusan menggunakan blender (Buah : Air = 1:1)

Penyaringan

Pengamatan:

- Aktivitas antioksidan - Kadar vitamin C - Total padatan terlarut - Total asam

(58)

Gambar 5. Skema pembuatan sari kuini Kuini

Sortasi dan Pencucian

Pengupasan

Pengecilan ukuran

Penghalusan menggunakan blender (Buah : Air = 1:1)

Penyaringan

Pengamatan:

- Aktivitas antioksidan - Kadar vitamin C - Total padatan terlarut - Total asam

Sari kuini

(59)

Gambar 6. Skema pembuatan yoghurt Susu bubuk 24 g

Pelarutan air panas suhu 80 oC sebanyak 100 g

Jumlah gum

Penambahan sari bit dan sari kuini sebanyak 50 g

Pendinginan hingga 45 oC

Inokulasi starter 5% - Uji organoleptik

(60)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Mutu Fisik Yoghurt Dari Perbandingan Sari Bit dengan Sari Kuini dan Jumlah Gum Arab

Karakteristik mutu fisik yoghurt yang diamati meliputi nilai L dan nilai

o

Hue warna dengan menggunakan alat kromameter dan viskositas dengan metode

bola jatuh. Pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap warna dan viskositas yoghurt dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap warna dan

viskositas yoghurt Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti

dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)(huruf besar) dengan uji LSR

Tabel 9. Pengaruh jumlah gum arab terhadap warna dan viskositas yoghurt Jumlah Gum Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti

dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)(huruf besar) dengan uji LSR

Warna

Tabel 8 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai warna (oHue)

(61)

warna (oHue) yoghurt yang dihasilkan. Hubungan perbandingan sari bit dengan

sari kuini dengan nilai warna yoghurt dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan nilai warna

o

Hue yoghurt

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai warna yang terbaca sebagai

o

Huemengalami penurunan dengan semakin banyaknya sari bit yang

ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa warna dari perlakuan B4(40% : 60%)

lebih cerah dibandingkan dengan B1 (10% : 90%). Produk yoghurt dari sari bit

dengan sari kuini memiliki warna kuning kemerahan, dimana semakin tinggi jumlah sari bit maka akan menghasilkan produk yang berwarna kemerahan, dikarenakan bit memiliki pigmen betalain yang berwarna merah keunguan dan stabil pada kondisi pH rendah atau asam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Singh dan Hathan (2014), yang menyatakan bit merah dimanfaatkan sebagai pewarna alami karena warna ungu kemerahannya yang menarik dan pernyataan Widhiana (2000), yang menyatakan bahwa kestabilan pigmen bit merah sangat dipengaruhi oleh pH dan sangat cocok pada makanan dengan pH rendah atau asam yaitu kisaran antara pH 4-6.

(62)

Viskositas

Viskositas merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kekentalan pada yoghurt yang dihasilkan. Tabel 8 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas yoghurt. Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas yoghurt. Sedangkan pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap viskositas yoghurt. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan viskositas yoghurt dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8.Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan viskositas yoghurt

Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah sari bit maka semakin tinggi viskositas yang diperoleh. Hal ini dikarenakan adanya kandungan pektin dalam bit, yaitu sekitar 10-20% (Food Chemical Codex, 1996). Pektin

adalahsegolonga

(63)

s

stabilizer pada jus buah, minuman dari susu, dan sebagainya.

Gambar 9. Hubungan jumlah gum arab dengan viskositas yoghurt

Hubungan jumlah gum arab dengan viskositas yoghurt dapat dilihat pada Gambar 9.Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah gum arab maka viskositas yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan Gum arab memiliki gugus arabino galactan protein (AGP) dan gliko protein (GP) yang berfungsi sebagai pengemulsi dan pengental. Semakin tinggi jumlah gum arab yang digunakan, viskositasnya juga semakin tinggi (Gaonkar, 1995 dalam Safitri, 2012).

Karakteristik Mutu Kimia Yoghurt Dari Perbandingan Sari Bit dengan Sari Kuini dan Jumlah Gum Arab

Karakteristik mutu kimia yoghurt yang diamati meliputi total padatan (%), kadar air (%), kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar abu (%), kadar vitamin C (mg/100 g bahan), total asam (%), dan total padatan terlarut (oBrix). Pengaruh

(64)

perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap karakteristik mutu kimia yoghurt dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10. Pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap karakteristik mutu kimia yoghurt

Parameter Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B)

B1 B2 B3 B4

Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)(huruf besar) dengan uji LSR B1 = 10% : 90%, B2 = 20% : 80%, B3 = 30% : 70%, B4 = 40% : 60%

Tabel 11. Pengaruh jumlah gum arab terhadap karakteristik mutu kimia yoghurt

Parameter Jumlah gum arab (G)

G1 = 0,2% G2 = 0,4% G3 = 0,6%

(65)

Total padatan

Tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan yoghurt. Tabel 11 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa jumlah gum arab serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan yoghurt. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan total padatan yoghurt dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan kadar total padatan yoghurt

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah sari kuini maka total padatan akan semakin meningkat, yang disebabkan karena komponen padatan sari kuini yaitu selulosa dan pati, lemak, protein, dan vitamin yang diduga larut dalam air dan lolos pada saat penyaringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manurung, dkk., (2014) yang menyatakan bahwa total padatan merupakan bagian padat yang terdiri dari bahan yang dicampurkan dan nutrisi yang terkandung didalamnya yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin yang larut.

20,530a,A 19,763b,B

(66)

Kadar air

Tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air yoghurt. Tabel 11 dan Lampiran 12 menunjukkan bahwa jumlah gum arab serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air yoghurt. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan kadar air yoghurt dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan kadar air yoghurt

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah sari bit maka semakin tinggi kadar air yoghurt yang dihasilkan, dikarenakan padatan pada bit yang larut dalam air jumlahnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kuini. Selain itu, kandungan air pada bit lebih tinggi, yaitu 87,58% (USDA, 2010) dibandingkan dengan kuini, yaitu 82,2% (Direktorat Gizi, 1981).

79,470c,C 80,237b,B 80,164b,B 81,013a,A

0,0

(67)

Kadar protein

Tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein yoghurt. Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein yoghurt. Lampiran 14 menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein yoghurt. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan kadar protein yoghurt dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan kadar protein yoghurt

Gambar 12 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah sari bit dalam campuran sari bit dan sari kuini akan meningkatkan kadar protein yoghurt yang dihasilkan. Hal ini karena kandungan protein bit yang lebih besar yaitu 1,61% dibandingkan dengan kuini yaitu 0,5%. Berdasarkan Yusmarini dan Efendi (2004) protein yang terdapat pada yoghurt merupakan total dari jumlah protein bahan baku yang digunakan dan protein dari bakteri asam laktat yang terkandung didalamnya.

5,487b,B 5,762b,B 6,198 b,AB

(68)

Gambar 13. Hubungan jumlah gum arab dengan kadar protein yoghurt

Hubungan jumlah gum arab dengan kadar protein yoghurt dapat dilihat pada Gambar 13.Gambar 13 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah gum arab maka kadar protein semakin meningkat. Hal ini disebabkan gum arab memiliki gugus arabino galactan protein (AGP) dan gliko protein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Safitri, 2012). Selain itu, gum arab juga memiliki kandungan protein sekitar 2,24 ± 0,15% (Glicksman, 1992).

Kadar lemak

Tabel 10 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak yoghurt. Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak yoghurt. Lampiran 16 menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

(69)

kadar lemak yoghurt. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar lemak yoghurt dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Interaksi perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar lemak yoghurt

Gambar 14 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah sari bit dalam campuran sari bit dan sari kuini dan semakin tinggi jumlah gum arab maka akan menghasilkan kadar lemak yoghurt yang semakin rendah. Hal ini dikarenakan sari kuini memiliki kandungan β-karoten dan pigmen tersebut memiliki sifat larut dalam lemak, sehingga semakin tinggi sari kuini kadar lemaknya juga semakin tinggi (Nutri-facts, 2016), sedangkan pigmen pada bit (betalain) larut dalam air dan sifat gum arab yang komplek dan merupakan heteropolimer yang terdiri atas gula, asam glukoronat, dan protein yang terikat secara kovalen terhadap karbohidrat daripada lemak, sehingga semakin tinggi jumlah gum arab yang ditambahkan kadar lemaknya semakin kecil (Dickinson, 2003).

0,00

Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B)

(70)

Kadar abu

Tabel 10, Tabel 11 dan Lampiran 18 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini, jumlah gum arab, serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu yoghurt. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar abu yoghurt dapat dilhat pada Gambar 15.

Gambar 15. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar abu yoghurt

Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah sari bit dalam campuran sari bit dan sari kuini dan semakin banyakjumlah gum arab maka kadar abu yoghurt yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kandungan mineral pada sari bit cukup tinggi jika dibandingkan dengan sari kuini, yaitu 14,8% kalium, 9,8% magnesium, 7,4% zat besi, 6,5% tembaga, dan6,5% fosfor (Handayani, 2011).

Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B)

(71)

Kadar vitamin C

Tabel 10, Tabel 11, dan Lampiran 20 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini, jumlah gum arab, serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C yoghurt. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar vitamin C yoghurt dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Interaksi perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap kadar vitamin C yoghurt

Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah sari bit maka kadar vitamin C yang dihasilkan akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah gum arab cenderung meningkatkan kandungan vitamin C, kecuali pada perbandingan sari bit dengan sari kuini 20% : 80% (B2) dan 40% : 60% (B4)

terdapat variasi pengaruh peningkatan jumlah gum arab.Tetapi berdasarkan hasil uji LSR (Lampiran 21) dapat dilihat bahwa pada perlakuan B2 peningkatan

0,00

Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B)

(72)

jumlahgum arab memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Pada B3

peningkatan jumlah gum arab dari 0,2% menjadi 0,4% akan menurunkan kandungan vitamin C, tetapi jika dinaikkan menjadi 0,6% vitamin C akan kembali meningkat. Berdasarkan hasil ini maka dapat dilihat peningkatan jumlah gum arab pada berbagai perbandingan sari bit dengan sari kuini cenderung meningkatkan kandungan vitamin C yoghurt. Hal ini dikarenakan gum arab merupakan salah satu hidrokoloid yang berfungsi sebagai pengikat air dalam bahan dan sebagai penstabil atau pengental dalam pembuatan produk, sehingga kadar air menjadi meningkat (Almuslet, dkk., 2012 dalam Utomo, 2014). Hal ini juga sejalan pernyataan Triwitono (2012), yang menyatakan bahwa degradasi asam askorbat sangat tergantung pada suhu dan kadar air, dimana kadar air yang sangat rendah sekalipun degradasi asam askorbat masih mungkin terjadi walaupun kecepatannya sangat lambat. Selain itu, peningkatan kandungan vitamin C dengan semakin meningkatnya sari bit yang ditambahkan dikarenakan vitamin C pada sari bit lebih tinggi dibandingkan dengan sari kuini (Lampiran 36).

Total asam

(73)

Gambar 17. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan total asam yoghurt

Gambar 17 menunjukkan penambahan jumlah sari bit 20% akan meningkatkan total asam yoghurt, tetapi penambahan sari bit lebih dari 20% memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap total asam yoghurt. Total asam laktat yoghurt yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu yoghurt sesuai SNI 2891-2009 yaitu 0,5%-2%. Semakin tinggi jumlah sari bit maka total asam laktat yang dihasilkan semakin tinggi, hal ini disebabkan bit mengandung 50% sukrosa (Hutagalung, 2004). Selama proses fermentasi, laktosa pada susu akan dihidrolisis oleh enzim β-galaktosidase menjadi glukosa dan galaktosa (Sawitri, dkk., 2008). Selain itu, sukrosa pada bit juga akan dihidrolisis oleh enzim sukrase menjadi glukosa dan fruktosa. Gula-gula sederhana tersebut kemudian akan diubah menjadi asam laktat, sehingga total asam laktat menjadi meningkat. Peningkatan total asam ini juga berhubungan dengan peningkatan total padatan terlarut pada sari bit (Lampiran 34) yang dapat diubah menjadi asam laktat. Penurunan total asam pada penambahan sari bit lebih dari 30%, dapat

0,585b,B 0,667

(74)

dikarenakan substrat yang ada dimanfaatkan untuk pertumbuhan sel baktei sehingga pembentukan asam pada produk menjadi berkurang (Utami, dkk., 2010).

Gambar 18. Hubungan jumlah gum arab dengan total asam yoghurt

Hubungan jumlah gum arab dengan total asam yoghurt dapat dilihat pada Gambar 18.Gambar 18 menunjukkan bahwa total asam tertinggi terdapat pada perlakuan G2 (0,4%) yaitu 0,677% dan terendah terdapat pada G1 (0,2%) yaitu

0,615%. Dari hasil analisis terjadi peningkatan pada perlakuan G2 (0,4%), namun

terjadi penurunan kembali total asam pada perlakuan G3 (0,6%), dikarenakan

bakteri asam laktat pada G3 substratnya dimanfaatkan secara optimal pada

pertumbuhan sel bakteri yang dibuktikan pada peningkatan total bakteri asam laktat pada G3 (Tabel 13). Hal ini sesuai dengan pernyataan Utami, dkk., (2010)

(75)

Total Padatan Terlarut

Lampiran 24 menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut yoghurt sehingga LSR tidak dilanjutkan.

Karakteristik Mutu Mikrobiologi Yoghurt Dari Perbandingan Sari Bit dengan Sari Kuini dan Jumlah Gum Arab

Karakteristik mutu mikrobiologi produk yoghurt yang diamati meliputi total bakteri asam laktat (CFU/g). Pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap karakteristik mutu mikrobiologi yoghurt dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Pengaruh Perbandingan Sari Bit dengan Sari Kuini terhadap total bakteri asam laktat yoghurt

Perbandingan Sari Bit dengan Sari Kuini (B)

Total Bakteri Asam Laktat (CFU/g)

B1 = 10% : 90% 1,318 x 109 ± 0,060b

B2 = 20% : 80% 1,432 x 109 ± 0,031a

B3 = 30% : 70% 1,309 x 109 ± 0,027b

B4 = 40% : 60% 1,342 x 109 ± 0,035b

Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)(huruf besar) dengan uji LSR

Tabel 13. Pengaruh Jumlah Gum Arab terhadap total bakteri asam laktat yoghurt Jumlah Gum Arab (G) Total Bakteri Asam Laktat (log CFU/g)

G1 = 0,2% 1,367 x 109± 0,034a,AB

G2 = 0,4% 1,279 x 109± 0,037b,B

G3 = 0,6% 1,406 x 109± 0,044a,A

Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)(huruf besar) dengan uji LSR

Total bakteri asam laktat

(76)

interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total bakteri asam laktat yoghurt. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap total bakteri asam laktat yoghurt

Gambar 19 menunjukkan bahwa pada jumlah gum arab 0,2% dan 0,4%, penambahan jumlah sari bit hingga 20% akan meningkatkan total bakteri asam laktat, tetapi pada penambahan sari bit lebih dari 20% total bakteri asam laktat menjadi menurun. Pada jumlah gum arab 0,6% dan penambahan sari kuini hingga 70% akan menurunkan total bakteri asam laktat, tetapi pada penambahan sari bit 40% total bakteri asam laktat meningkat. Perlakuan B1G3 memiliki variasi dari

total bakteri asam laktat pada yoghurt total bakteri asam laktat lebih tinggi karena pada B1G3 memiliki kandungan karbohidrat pada bahan baku yang lebih tinggi

dan kadar air yang tinggi pula, dimana total bakteri asam laktat dipengaruhi oleh karbohidrat yang terdapat pada bahan baku dan air merupakan media tumbuh

0,00

Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B)

(77)

mikroba. Namun pada B4G3 terjadi kenaikan kembali total bakteri asam laktat,

dikarenakan kadar protein yang tinggi dan kadar air yang tinggi, sehingga dapat digunakan mikroba sebagai media pertumbuhannya (Meliala, dkk., 2014). Sedangkan pada B1G1 dan B1G2 memilki total bakteri asam laktat yang rendah,

karena memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lainnya sehingga pertumbuhan mikroba menjadi kurang optimal. Selain itu, B1G1 dan

B1G2 memiliki total padatan terlarut yang lebih rendah juga sehingga ketersediaan

energi untuk pertumbuhan mikroba semakin sedikit. Menurut (Goff, 2003)

Streptococcus thermophillus berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan asam

dan CO2, dimana asam dan CO2 tersebut dapat merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus.

Karakteristik Mutu Sensori Yoghurt Dari Perbandingan Sari Bit dengan Sari Kuini dan Jumlah Gum Arab

Karakteristik mutu sensori yoghurt yang diamati meliputi nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan viskositas. Pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap karakteristik mutu sensori yoghurt dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15.

Tabel 14. Pengaruh perbandingan sari bit dengan sari kuini terhadap karakteristik mutu sensori yoghurt

Perbandingan Sari Bit dengan

Sari Kuini (B)

Nilai hedonik (Numerik)

Warna Aroma Rasa Viskositas

B1 = 10% : 90% 2,859±0,151d,D 3,563± 0,125 3,630± 0,198b,A 3,526± 0,201b,B

B2 = 20% : 80% 3,548± 0,199c,C 3,615± 0,104 3,526 ± 0,135bc,B 3,519± 0,235b,B

B3 = 30% : 70% 4,074± 0,147b,B 3,800± 0,105 3,785 ± 0,199a,A 3,768± 0,150a,A

(78)

Tabel 15. Pengaruh jumlah gum arab terhadap karakteristik mutu sensori yoghurt Jumlah gum

arab (G)

Nilai hedonik (Numerik)

Warna Aroma Rasa Viskositas

G1 = 0,2% 3,744 ± 0,593 3,672 ± 0,149 3,717 ± 0,140 3,589 ± 0,256b,B

G2 = 0,4% 3,667 ± 0,643 3,711 ± 0,178 3,600 ± 0,280 3,643 ± 0,222b,AB

G3 = 0,6% 3,739 ± 0,628 3,656 ± 0,207 3,667 ± 0,171 3,811 ± 0,203a,A Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti

dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)(huruf besar) dengan uji LSR

Nilai hedonik warna (Numerik)

Tabel 14 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik warna yoghurt. Tabel 15 dan Lampiran 27 menunjukkan bahwa jumlah gum arab serta interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik warna yoghurt. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan nilai hedonik warna dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan nilai hedonik warna yoghurt

Gambar 20 menunjukkan bahwa penambahan sari kuini dalam campuran sari bit dan sari kuini akan meningkatkan nilai hedonik warna yoghurt yang

2,859d,D

(79)

dihasilkan. Panelis lebih menyukai warna yoghurt dengan jumlah sari bit yang lebih tinggi yaitu berwarna merah keunguan. Hal ini dikarenakan warna dari pigmen bit itu sendiri, yaitu betasianin (merah keunguan) (Singh dan Hathan, 2014).

Nilai hedonik aroma (Numerik)

Lampiran 29 menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan sari bit dengan sari kuini dan konsentrasi gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma yoghurt sehingga LSR tidak dilanjutkan.

Nilai hedonik rasa (Numerik)

(80)

Gambar 21. Interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab terhadap nilai hedonik rasa yoghurt

Gambar 21 menunjukkan bahwa secara umum penerimaan panelis terhadap rasa yoghurt bit dan kuini berada pada kisaran agak suka-suka. Hasil pengujian LSR pada lampiran 31 menunjukkan terdapat variasi pengaruh hasil terhadap nilai hedonik rasa. Hasil pengujian secara statistik menunjukkan pengaruh hasil interaksi yang berbeda sangat nyata (Lampiran 30), tetapi jika dilihat angka-angka hasil penilaian panelis maka secara umum perbedaan penilaian tidak terlalu besar dan masih pada kisaran agak suka sampai suka. Rasa yoghurt yang diperoleh merupakan perpaduan dari rasa dan aroma secara keseluruhan, yaitu asam. Rasa asam tersebut diperoleh dari kandungan asam laktat dari proses fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat yang memberikan rasa asam yang khas pada yoghurt (Triyono, 2010). Gum arab yang ditambahkan memiliki kemampuan menghambat oksidasi serta melindungi koloid pada yoghurt sehingga mampu melindungi komponen-komponen asam organik pada yoghurt (Ngara, 2005 dalam Silalahi, 2014).

0,0

Perbandingan sari bit dengan sari kuini (B)

(81)

Nilai hedonik viskositas (Numerik)

Tabel 14 menunjukkan bahwa perbandingan sari bit dengan sari kuini memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik viskositas yoghurt. Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik viskositas yoghurt. Lampiran 32 menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan sari bit dengan sari kuini dan jumlah gum arab memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik viskositas yoghurt. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan nilai hedonik viskositas yoghurt dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar22. Hubungan perbandingan sari bit dengan sari kuini dengan nilai hedonik viskositas yoghurt

Gambar 22 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah sari bit maka penerimaan panelis terhadap viskositas yoghurt yang dihasilkan semakin baik. Hal ini dikarenakan viskositas yang dihasilkan pada B4 lebih konsisten dan lebih

kental. Kekentalan tersebut diperoleh karena adanya kandungan pektin dalam bit, yaitu sekitar 10-20% (Food Chemical Codex, 1996).

3,526b,B

Gambar

Tabel 7. Skala hedonik warna, aroma, rasa, dan viskositas                    Skala warna Skala numerik
Gambar 4. Skema pembuatan sari bit
Gambar 5. Skema pembuatan sari kuini
Gambar 6. Skema pembuatan yoghurt
+7

Referensi

Dokumen terkait

• sebagian besar jurnal belum konsisten dalam gaya penyuntingan, seperti belum adanya judul sirahan dalam setiap artikel (Nama jurnal, volume, nomor dan tahun), kesalahan

Berikut  ini  adalah  beberapa  komponen  lingkungan  hidup  yang  minimal  harus tergambar  dalam  Rona  Lingkungan.  Pemrakarsa  dapat  menelaah 

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengambarkan atau melukiskan keadaan atau objek penelitian (seseorang,

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2014: 4) mengatakan bahwa, “Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

Desa wisata merupakan inovasi pemerintah untuk memajukan daerah pedesaan. Desa wisata merupakan sebuah istilah yang diberikan kepada desa yang berkomitmen untuk

like to thank Professors Holly Doremus and Bob Infelise for their wonderful writing seminar, Professor Doremus for her invaluable help developing this topic, and my fellow members

Desa wisata merupakan inovasi pemerintah untuk memajukan daerah pedesaan. Desa wisata merupakan sebuah istilah yang diberikan kepada desa yang berkomitmen untuk

In this study, students who have intrinsic motivation to experience stimulation tend to learn English because their willingness in order to get pleasant in learning..