• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Percobaantersebut akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012. Bertempat di P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan adalah 90 rumpun sagu yang memiliki anakan terpangkas di perkebunan sagu P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Bahan-bahan lainnya adalah mulsa organik yang terdapat disekitar perke- bunan yang berupa pelepah atau daun sagu yang telah gugur, persentase kompo- sisi mulsa yang digunakan adalah 40% pelepah sagu dan 60% pakis (Nephrolepis biserrata Schott). Alat yang digunakan adalah meteran, tali ravia, label, cat ber- warna terang, golok, dan alat-alat pertanian yang biasanya digunakan.

Metode Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan adalah pemberian mulsa dengan perbedaan ketebalan mulsa organik, yaitu 0 cm, 30 cm, dan 60 cm. Ma- sing-masing perlakuaan diulang sebanyak 6kali ulangan sehingga terdapat18 sa- tuan percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdapat 5rumpun sagu, sehingga total tanaman yang digunakan adalah 90 rumpun sagu.Jarak tanam antar rumpun 8 m × 8 m. Tanggal 9-4 April 2012 diakukan penambahan mulsa organik dan perubahan perlakuan, yaitu mulsa yang ditambahkan berasal dari gulma berdaun lebar di sekitar tanaman. Model rancangan percobaan sebagai berikut:

Model linier yang digunakan adalah: Yij

Keterangan:

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-J

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i (i; 1,2,3)

฀ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh perlakuan yang bersifat aditif, data menyebar normal, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal serta ragam galat percobaan bersifat homogen.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian mulsa organik dalam menurunkan kecepatan pertumbuhan anakan terpangkas di rumpun sagu dengan sistem pruning dengan anakan yang tidak diberi mulsa organik, dilakukan analisis ragam (uji F), jika hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan (α) = 5%. Perlakuan yang dilakukan dalam percobaantersebut yaitu:

P0: anakan tanpa ditutup dengan mulsa organik

P2: anakan yang ditutup dengan mulsa organik dengan ketebalan 30 cm P3: anakan yang ditutup dengan mulsa organik dengan ketebalan 60 cm

PelaksanaanPercobaan

Penentuan tanaman percobaan

Tanaman yang akan digunakan dalam percobaantersebut adalah tanaman di perkebunan P.T. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Minggu pertama sebelum diberikan perlakuan, diseleksi tanaman yang sesuai dengan kriteria per- cobaantersebut yaitu tanaman sagu yang memiliki minimallima anakan. Pemilih- an berdasarkan keadaan lingkungan dan jumlah anakan dalam rumpun masing- masing tanaman sagu. Setelah itu rumpun yang telah dipilih, diberi tanda berupa tali ravia yang mengelilingi rumpun, diberi label, serta diberi cat berwarna terang di sebagian sisinya.

Pruning

Pruning (pemangkasan) dilakukan setelah mendapatkan tanaman contoh. Sebelum dilakukan pemangkasan tersebut, ditentukan terlebih dahulu anakan yang dipelihara dan tanaman yang dipangkas. Tinggi pangkasan ± 10 cm dari per- mukaan tanah dan dengan tidak merusak titik tumbuh anakan. Kegiatan pruning dapat dilihat pada Gambar 1.(a) dan hasil pruning dapat dilihat pada Gambar 1.(b).

Pengumpulan Mulsa Organik

Mulsa organik yang digunakan adalah pelepah daun sagu kering yang ada disekitar rumpun tanaman sagu dan gulma berdaun lebar (Nephrolepis biserrata Schott)disekitar tanaman Gam-bar 2. (a) dan (b).

Pemberian Mulsa pada Anakan Sagu

Pemberian mulsa organik dilakukan setelah mulsa terkumpul. Pemberian mulsa disesuaikan dengan kadar perlakuan yang ditentukan, yaitu P0 tidak diberi mulsa organik, P1 diberikan mulsa organik setebal 30 cm, dan P1 diberikan mulsa organik setebal 60 cm. Kegiatan pemberian mulsa organik pada anakan terpang- kas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. (a) dan (b) Pengumpulan mulsa organik

(a) (b)

Gambar 3. Pemberian mulsa pada anakan terpangkas

Gambar 1. (a) Kegiatan pruning (pemangkasan) anakan, (b) anakan terpangkas

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap dua minggu pada semua anakan. peubah yang diamati adalah jumlah anakan (diamati setiap dua minggu), bobot biomassa anakan (diamati pada minggu kedelapan), jumlah anakan baru muncul (diamati setiap dua minggu), jumlah daun anakan terpangkas (diamati setiap dua minggu), tinggi anakan terpangkas (diamati setiap dua minggu dan diukur dari bekas pang- kasan hingga ujung daun terpanjang), total jumlah daun hidup tanaman terpelihara (diamati setiap dua minggu), panjang anak daun anakan terpelihara (diamati setiap dua minggu dan diamati dari pangkal anak daun hingga ujung anak daun), lebar anak daun anakan terpelihara (diamati setiap dua minggu dan diukur di bagian tengah anak daun). Kegiatan mengamatan ditunjukkan oleh Gambar 4 (a) dan (b)

P0U1 P0U2 P1U2 P1U3 P2U3 P2U4 P0U5 P0U6 P1U6

P0U1 P0U2 P1U2 P1U3 P2U3 P2U4 P0U5 P0U6 P1U6

P0U1 P0U2 P1U2 P1U3 P2U3 P2U4 P0U5 P0U6 P1U6

P0U1 P0U2 P1U2 P1U3 P2U3 P2U4 P0U5 P0U6 P1U6

P0U1 P0U2 P1U2 P1U3 P2U3 P2U4 P0U5 P0U6 P1U6

P1U1 P2U1 P2U2 P0U3 P0U4 P1U4 P1U5 P2U5 P2U6

P1U1 P2U1 P2U2 P0U3 P0U4 P1U4 P1U5 P2U5 P2U6

P1U1 P2U1 P2U2 P0U3 P0U4 P1U4 P1U5 P2U5 P2U6

P1U1 P2U1 P2U2 P0U3 P0U4 P1U4 P1U5 P2U5 P2U6

P1U1 P2U1 P2U2 P0U3 P0U4 P1U4 P1U5 P2U5 P2U6

(a) (b)

Gambar 4. (a) dan (b) pengamatan di lapang

s

Gambar 5. Lay Out Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Kondisi tanaman sagu di perkebunan PT. National Sago Prima tumbuh de- ngan baik di kebun, walaupun terdapat tanaman yang terserang penyakit, hama se- rangga, monyet, dan babi hutan. Serangan hama kumbang Rynchophorus ferregi- neus Oliver menyebabkan bakal tunas mati dan tanaman yang sudah dipangkas ti- dak dapat tumbuh kembali. Menurut Bintoro et al(2010), apabila serangan hama tersebut terjadi, anak daun tanaman sagu habis sampai hanya tinggal lidinya saja bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman. Hama tersebut menggerek batang sehingga menimbulkanlubang sampai lebih dari 1 cm. Gambar 6. (a) menunjuk- kan serangga Rynchophorus ferregineus Oliver yang berhasil didapat dan Gam- bar 6. (b) menunjukkan titik tumbuh tanaman sagu yang habis di serang oleh Ryn- chophorus ferregineus Oliver.

Hama lain yang menyerang tanaman sagu yaitu ulat api (Darna cetanatus) yang ditunjukkan pada Gambar 7. D. Cetanatusmemakan daun tanaman sagu dan efek lanjutannya terjadinya serangan penyakit Pestalosiopsis palmarum, biasanya

(a) (b)

Gambar 6.Hama tanaman sagu (a) Rynchophorus ferregineus Oliver (b) batang yang terserang Rynchophorus ferregineus Oliver

daun akan habis pada musim kemarau (Bintoro, 2010). D. cetanatus apabila me- ngenai kulit maka kulit akan terasa seperti dibakar.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan oleh pe- gawai perusahaan dengan jadwal yang telah ditentukan. Pengendalian secara kimia di kebun PT. National Sago Prima menggunakan insektisida Lentrex EC 400 dengan konsentrasi 2 cc/l air. Penyemprotan dilakukan dengan alat semprot (knapsack sprayer)

Hasil

Pemeliharaan yang dilakukan di perkebunan sagu PT. National Sago Pri- ma meliputi pruning (penjarangan),thinning out (pencabutan anakan) pembersi- han piringan rumpun, sensus tanaman siap panen, weeding (pengendalian gulma) dengan bahan kimia atau dengan mekanik. Rumpun sagu yang belum dilakukan kegiatan pruning memiliki banyak anakan anakan (Gambar 8). Rumpun yang su- dah dilakukan kegiatan pruning(Gambar 9) memiliki anakan terpelihara dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan rumpunyang belum dipangkas.

Kegiatan pruning Gambar 1 (a) yang dilanjutkan dengan kegiatan pembe- rian mulsa organik Gambar 9 membutuhkan waktu ±6 menit setiap rumpun de- ngan tenaga kerja dua orang pekerja. Gambar 10 menunjukkan rumpun yang su- dah dilakukan kegiatan pruning dan telah diberikan aplikasi mulsa organik.

Gambar 10. Kegiatan pemberian mulsa Gambar 11. Rumpun yang sudah tertutup mulsa Gambar 9. Rumpun yang sudah dipangkas Gambar 8. Rumpun yang belum dipangkas

Jumlah anakan terpangkas yang tumbuh

Jumlah anakan terpangkas yang tumbuh menunjukkan pengaruh yang sa- ngat nyata. Data pada Tabel 1,Jumlah anakan lebih sedikit didapat pada P2 atau yang diberikan mulsa setebal 60 cm, setelah itu P1 yang diberikan mulsa setebal 30 cm, dan pada P0 atau tidak diberikan mulsa jumlah anakan mengalami pertam- bahan yang cepat terutama pada minggu ke-2 dan ke-4. Urutan jumlah anakan yang tumbuh tersebut tidak berubah hingga minggu ke-8 setelah aplikasi, perbe- daannya terlihat jelas pada Gambar 12. Anakan yang tumbuh disebabkan oleh ke- mampuan daun tombak dalam menembus lapisan mulsa, Gambar 13 menunjuk- kan daun tombak yang berhasil menembus lapisan mulsa organik yang diberikan diatasnya.

Tabel 1. Pengaruh mulsa organik terhadap jumlah anakan yang tumbuh

Perlakuan MSA ke-

2 4 6 8

Ketebalam mulsa ...satuan...

0 cm 46.33a 54.50a 64.23 70.17

30 cm 20.70b 31.27b 45.70 60.13

60 cm 12.20c 25.57b 44.80 52.30

Uji F ** ** tn tn

KK 21.02 23.13 26.74 20.05

Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %

KK: Koefisien Keragaman 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2 4 6 8 Satu an

Minggu setelah aplikasi

P1 P2 P3

Jumlah daun anakan terpangkas

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun anakan berpengaruh sangat nya- ta. Data pada minggu kedua, minggu keempat, dan minggu keenam setelah aplika- si manunjukkan pengaruh yang sangat nyata, sedangkan pada minggu kedelapan jumlah daun antara pertakuan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata. Jumlah daun anakan terbanyak dimiliki oleh rumpun yang tidak diberikan mulsa organik, se- dangkan rumpun yang memiliki jumlah daun anakan terpangkas paling sedikit ter- lihat pada rumpun yang diberi mulsa organik setebal 60 cm.Daun yang diamati yaitu daun yang telah mekar sempurna. Gambar 14 menunjukkan jumlah daun anakan terpangkas paling banyak terdapat pada pada P0, sedangkan jumlah daun anakan terpangkaspaling sedikit terdapat pada P2. Jumlah daun anakan terpang- kas semakin bertambah setiap minggunya.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 2 4 6 8 Satu an

Minggu setelah aplikasi

P1 P2 P3

Gambar 13. Daun tombak anakan terpangkas yang berhasil menembus mulsa organik

Tabel 2. Pengaruh mulsa organik terhadap jumlah daun anakan terpangkas

Perlakuan MSA ke-

2 4 6 8

Ketebalam mulsa ...satuan...

0 cm (P0) 0.51a 0.78a 0.89a 1.17

30 cm (P1) 0.31b 0.64b 0.73b 1.10

60 cm (P2) 0.25b 0.56b 0.72b 1.06

Uji F ** ** ** tn

KK 30.90 14.08 6.14 8.65

Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %

KK: Koefisien Keragaman Tinggi anakan terpangkas

Anakan terpangkas pada Tabel 3 menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada minggu kedua hingga minggu keenam, sedangkan pada minggu kedelapan menunjukkan pengaruh yang nyata. Dalam Gambar 15 terlihat jelas bahwa rum- pun pada perlakuan mulsa organik 30 cm, 60 cm, dan 0 memiliki perbedaan rata- rata tinggi anakan terpangkasyang nyata, sedangkan pada perlakuan mulsa orga- nik 30 cm dan 60 cm tidak berbeda nyata.

Tabel 3. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap tinggi anakan terpangkas

Perlakuan MSA ke-

2 4 6 8 Ketebalam mulsa ...cm... 0 cm (P0) 32.23 47.36 60.04 67.98b 30 cm (P1) 28.40 46.16 59.85 77.89a 60 cm (P2) 27.93 41.95 52.95 76.78a Uji F tn tn tn * KK 12.75 10.54 8.90 7.38

Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %

KK: Koefisien Keragaman 0 20 40 60 80 100 2 4 6 8 cm

Minggu setelah aplikasi

P0 P1 P2

Biomassa anakan terpangkas

Tabel 4 menunjukkan data biomassa anakan terpangkasyang diamati pada minggu kedelapan. Data yang dudah dianalisis menunjukkan biomassa terpangkas anakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara P1, P2 dan P3. Gambar 16 menunjukkan rata-rata biomassa anakan terpangkas tidak berbeda nyata antara P1, P2, dan P3

Tabel 4. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap biomassa anakan terpangkas

Perlakuan MSA ke-

8

Ketebalam mulsa ...gram...

0 cm (P0) 412.67

30 cm (P1) 476.00

60 cm (P2) 445.00

Uji F tn

KK 18.47

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT taraf 5% KK: Koefisien Keragaman

Jumlah daun anakan terpelihara

Tabel 5 menunjukkan rata-rata jumlah daun anakan terpelihara berbeda nyata antar perlakuan pada minggu ke-0 dan minggu ke-2, sedangkan pada ming- gu ke-4 hingga minggu ke-8 jumlah daun anakan terpelihara tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Gambar 17 menunjukkan bahwa perla- kuan P0 (tidak diberi mulsa) memiliki jumlah daun anakan terpelihara lebih ba- nyak, sedangkan pada perlakuan P2 memiliki jumlah daun anakan terpelihara paling sedikit. Pada minggu kedelapan perbedaan antara P1, P2, dan P3 semakinmenyempitpada (Gambar 17). 380 400 420 440 460 480 8 g ram

Minggu setelah aplikasi

P0 P1 P2

Tabel 5. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah daun anakan ter- pelihara

Perlakuan MSA ke-

0 2 4 6 8

Ketebalam mulsa ...Satuan...

0 cm (P0) 4.56a 4.96a 4.98 5.13 5.36

30 cm (P1) 4.27b 4.53b 4.68 4.85 5.19

60 cm (P2) 4.06b 4.36b 4.63 4.73 5.17

Uji F * ** tn tn tn

KK 5.82 4.61 6.51 6.95 4.86

Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %

KK: Koefisien Keragaman

Jumlah anak daun anakan terpelihara

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah anak daun anakan terpelihara tidak berbeda nyata. Pemberian mulsa organik tidak meningkatkan jumlah anak daun anakan terpelihara. Jumlah anak daun anakan terpelihara rata-rata cenderung lebih banyak pada P1 dari minggu pertama hingga minggu kedelapan. Gambar 18me- nunjukkan grafik yang menyempit pada minggu keempat dan kedelapan.

Tabel 6. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah anak daun anakan terpelihara

Perlakuan MSA ke-

0 2 4 6 8

Ketebalam mulsa ...Satuan...

0 cm (P0) 66.78 69.47 68.49 69.60 68.93

30 cm (P1) 61.52 61.81 61.61 63.53 63.15 60 cm (P2) 59.14 61.33 61.39 61.99 62.39

Uji F tn tn tn tn tn

KK 11.10 10.50 12.39 11.83 11.90

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% KK: Koefisien Keragaman 4 4,2 4,4 4,6 4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8 6 0 2 4 6 8 S atu an

Minggu setelah aplikasi

P0

P1

P2

Lebar anak daun anakan terpelihara

Lebar anak daun anakan terpelihara menunjukkan respon yang tidak ber- beda nyata.Bertambah dan berkurangnya lebar anak daun anakan terpelihara di- tunjukkan pada Gambar 19.Data pada Tabel 7 menunjukkan pengaruh pemberian mulsa organik tidak berbeda nyata antara P0, P1, dan P2. Lebar daun yang berku- rang disebabkan oleh perbedaan umur daun yang diamati pada setiap pengamatan. Daun yang diamati pada setiap pengamatan adalah daun yang paling muda.

Tabel 7. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap lebar anak daun anakan terpelihara

Perlakuan MSA ke-

0 2 4 6 8 Ketebalam mulsa ...cm... 0 cm (P0) 4.26 4.29 4.45 4.31 4.31 30 cm (P1) 4.02 3,93 4.20 4.23 4.20 60 cm (P2) 3.88 4,01 4.04 3.94 4.92 Uji F tn tn tn tn tn KK 10.09 8.79 8.60 8.62 7.09

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% KK: Koefisien Keragaman 58 60 62 64 66 68 70 0 2 4 6 8 Satu an

Minggu setelah aplikasi

P1 P2 P3 3 3,5 4 4,5 5 0 2 4 6 8 cm

Minggu setelah aplikasi

P 0 P 1

Gambar 18. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap jumlah anak daun anakan terpelihara

Panjang anak daun anakan terpelihara

Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata panjang anak daun anakan terpeliha- ra tidak berbeda nyata. Secara umum panjang anak daun anakan terpelihara cen- derung lebih tinggi pada P0, sedangkan panjang anak daun anakan terpelihara cenderung lebih rendah pada P1 dan P2. Gambar 20 menunjukkan peningkatan dan penurunan panjang anak daun sama antar perlakuan.

Tabel 8. Pengaruh pemberian mulsa organik terhadap panjang anak daun anakan terpelihara

Perlakuan MSA ke-

0 2 4 6 8 Ketebalam mulsa ...cm... 0 cm (P0) 65.59 66.21 67.77 67.63 66.83 30 cm (P1) 61.46 60.50 62.41 63.30 63.09 60 cm (P2) 60.72 59.90 61.50 61.68 61.63 Uji F tn tn tn tn tn KK 9.57 8.60 9.03 9.32 7.48

Keterangan: nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %; *: berbeda nyata pada taraf 5 %; **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %

KK: Koefisien Keragaman

Pembahasan

Pemeliharaan tanaman sagu merupakan salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam pengusahaan tanaman sagu. Pemeliharaan tanaman sagu meliputi pengendalian gulma, pengimasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, penjararangan anakan, sensus, penyulaman, dan panen (Bintoroet al, 2010). Pe-

58 60 62 64 66 68 0 2 4 6 8 cm

Minggu setelah aplikasi

P0 P1 P2

meliharaan tanaman sagu yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman sagu, membersihkan lingkungan tanam sehingga sirkulasi udara lancar, kompetisi antar tanaman dapat dikurangi.

Kontrol pertumbuhan atau penjarangan anakan adalah kegiatan pembua- ngan anakan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengatur letak anakan dengan ta- naman induk agar persaingan dapat ditekan sehingga pertumbuhan tanaman men- jadi optimal, serta mempermudah dalam pengaturan panen (Bintoro et al, 2010). Pemberian mulsa organik pada percobaantersebut dilakukan setelah penjarangan yang ditujukan untuk menghambat laju pertumbuhan anakan terpangkas dalam rumpun. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan anakan terpangkas menga- lami perlambatan pada rumpun yang deberikan perlakuan mulsa organik. Jumlah anakan terpangkas yang tumbuh menunjukkan bahwa mulsa organik yang terdiri atas 40% pelepah sagu dan 60% gulma pakis (Nephrolepis biserrata Schott) dapat menekan pertumbuhan anakan sagu.

Penghambat pertumbuhan anakan terpangkas sagu tersebutdapat disebab- kan oleh tertutupnya permukaan tanaman sehingga cahaya matahari tidak diterima oleh tanaman, tekanan yang disebabkan oleh mulsa juga mempersulit tanaman un- tuk tumbuh sehingga jaringan meristem anakan terpangkas sulit untuk tumbuh. Ujung tunas anakan yang terpangkas tertahan oleh adanya mulsa yang menutupi.

Sebagian anakan sagu terpangkas yang diberi mulsa oranik masih dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan anakan sagu tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan jumlah anakan dalam masing-masing perlakuan Tabel 1. Jumlah anakan bertambah setiap minggu. Kemampuan anakan terpangkas tersebut untuk tetap tumbuh disebabkan oleh suplai cadangan makanan dari tanaman induk. Sela- in itu menurut Rostiwati et al (1998) dalam Bintoro (2010) anakan sagu dapat tumbuh baik pada ruang yang kosong sampai mendekati kanopi pohoh. Hasil pe- ngamatan pun menunjukkan rata-rata tanaman yang mampu tumbuh setelah dibe- rikan mulsa organik adalah anakan yang terletak lebih dekat pada anakan terpeli- hara yang berukuran lebih besar.

Dalam kasus pengendalian gulama, gulma yang masih dapat tumbuh diba- wah mulsa diperkirakan karena mulsa tersebut tidak cukup untuk menahan perke- cambahan atau kedalaman mulsa tidak mampu untuk menahan pertumbuhannya

(Abouziena et al,2008 dalam Cregdan Suzuki, 2009). Mulsa yang digunakan untuk pengendalian gulma memiliki pengaruh dalam perkecambahan benih gulma sehingga gulma seulit untuk tumbuh, sedangkan mulsa yang diberikan dalam per- cobaan tersebut digunakan untuk menekan pertumbuhan anakan terpangkas. Mul- sa diharapkan dapat menekan pertumbuhan anakan terpangkas dari sisi sinar yang didapatkan anakan dan ruang tumbuh anakan terpangkas. Satu bulan sebelum per- cobaan tersebut dimulai, telah dilakukan pemberian mulsa dengan perbedaan jum- lah lapisan pelepah. Hasil pengamatan menunjukkanmulsa dengan komposisi jumlah lapisan pelepah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan terpang- kas. Anakan terpangkas masih dapat tumbuh dengan baik. Mulsa yang terdiri atas 100% pelepah dinilai tidak efektif karena tidak mampu menutup anakan terpang- kas dengan sempurna.

Jumlah daun anakan terpangkas menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada minggu kedua, keempat, dan keenam. Jumlah daun yang terbanyak terdapat pada perlakuan P0 dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Pada minggu ke- delapan, pengaruh pemberian mulsa organik sudah tidak terlihat. Hal ini disebab- kan oleh penurunan ketebalan mulsa organik akibat dekomposisi mulsa, sehingga menimbulkan terbentuknya celah diantara mulsa yang memungkinkan anakan ter- pangkas untuk mendapatkan cahaya dan mengurangi tekanan mulsa terhadap titik tumbuh anakan terpangkas.Koefisen keragaman (KK) pada jumlah daun anakan terpangkas menunjukkan angka yang paling tinggi, yaitu 30 pada minggu kedua yang artinya ketepatan percobaan ini sebesar 30%. Untuk percobaan yang berada dilapang khususnya tanaman perkebunan, nilai KK yang cukup tinggi masih dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat ketepatan percobaan. Menurut Gomenz dan Gomez (2007), nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan yang dibandingkan, dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan. Ni- lai KK beragam bergantung dengan jenis percobaan, tanaman, dan sifat yang di- ukur

Kondisi yang tampak ketika diamati, mulsa organik yang terdiri atas 60% pakis dan 40% pelepah sagu mulai mengalami penyusutan.Penyusutan mulsa di- akibatkan oleh daun pakis yang mulai mengering pada minggu kedua. Pengama- tan terakhir pada minggu kedelapan menunjukkan ketinggian mulsa pada P1 rata-

rata turun 8,13 cm dari 30 cm menjadi 21,87 cm, sedangkan pada P2 rata-rata tu- run 29,11 cm dari 60 cm menjadi 30,89 cm. Penyusutan mulsa organik disertai de- ngan terbukanya celah-celah diberbagai sisi mulsa, memungkinkan anakan sagu mendapatkan cahaya matahari. Dari celah mulsa yang terbentuk timbul tunas-tu- nas muda yang berupa daun tobak baru atau daun tombak bekas pangkasan.

Tinggi anakan terpangkas rata-rata cenderung lebih tinggi pada P0 di minggu keempat sampai minggu keenam, sedangkan pada minggu kedelapan ting- gi anakan lebih tinggi terdapat pada P1. Perubahan tinggi anakan terpangkas dari minggu keminggu menunjukkan pengaruh pemanjangan yang lambat pada awal minggu yang dialami oleh tanaman pada P1 dan P2. Tinggi anakan pada minggu kedelapan menunjukkan percepatan penambahan tinggi anakan yang diberi mulsa, hal tersebut juga disebabkan oleh anakan pada P0 telah banyak memiliki daun yang mekar sedangkan pada P1 dan P2 daun masih berbentuk tombak yang masih memanjang dan suplai cadangan makanan yang maih diberikan oleh anakan terpe- lihara melalui rizom. Selain itu pada minggu kedelapan, keadaan mulsa sudah se- makin menipis akibat dekomposisi mulsa, sehingga terbetuk celah yang menung- kinkan cahaya masuk, tekanan mulsa juga semakin menurun. Menurut Fransenn et al (1982) dalam Salisbury et al (1995) tingkat cahaya yang tinggi digunakan untuk menimbulkan respon dasar tanaman, pertumbuhan disisi tersinari terhenti segera setelah penyinaran pada tanaman dimulai, sementara pertumbuhan di sisi terlindung berlanjut dengan laju yang hampir sama dengan sebelum mulainya penyinaran mendatar dari satu arah.

Tinggi anakan sagu terpangkas (Tabel 3)diamati dari pangkal tunas, yaitu bekas pangkasan hingga ujung daun terpanjang. Anakan pada P1 dan P2 tumbuh lebih tinggi disebabkan oleh pemanjangan sel menuju cahaya. Penampakan yang diamati menunjukkan bahwa pada minggu kedua hingga minggu keenam rata-rata anakan terpangkas pada P1 dan P2 masih berbentuk daun tombak, sedangkan pada P0 rata-rata daun anakan terpangkas sudah mekar hal tersebut ditunjukkan oleh data jumlah daun anakan terpangkas karena daun dihitung ketika daun sudah me-

Dokumen terkait