• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman Sagu

Sagu (Metroxylon spp.) termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Pal- mae. Terdapat lima marga palma yang kandungan patinya banyak dimanfaatkan, yaitu Metroxylon spp, Arengan sp, Coripha sp, Euqeissona sp, dan Cariota sp. (Ruddle et al,1978 dalam Bintoro et al,2010)

Tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) atau sering juga disebut palma ra- wa termasuk dalam famili palmae dan termasuk juga dalam subfamili Lepidoco- ryoideae. Sagu merupakan tanaman hidrofilik, hapaxanthic (berbunga satu kali), dan soboliferous (mempunyai anakan). Pati sagu didapatkan dari tanaman yang sudah dewasa (Burkill 1935 dalam Hassan, 2002).

Batang sagu terdiri atas lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian da- lam berupa empulur yang mengandung serat-serat pati. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3–5 cm dan bagian tersebut didaerah Maluku sering digunakan sebagai ba- han bangunan. Pohon sagu yang masih muda mempunyai kulit yang lebih tipis di- bandingkan sagu dewasa (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Lapisan kulit yang paling luar berupa lapisan sisa-sisa pelepah daun sagu yang terlepas, sehingga yang terlihat hanya lapisan kulit tipis pembungkus kulit dalam yang keras. Pada tanaman yang masih muda, kulit dalam tersebut tipis dan tidak begitu keras. Serat dan empulur pada sagu yang masih muda banyak me- ngandung air, sedangkan pada sagu dewasa sampai panen empulur dan serat su- dah mulai kering dan keras (Bintoro et al, 2010).

Produksi pati dalam sagu dipengaruhi oleh umur dan jangka waktu pem- bentukan daun (Flach 1977) dalam (Oates dan Hicks, 2002). Daun pada sagu ter- bentuk satu daun tiap bulan saat masa perkembangan awal. Ketika telah masuk ke masa akumulasi pati dalam batang, pembentukan daun hanya terjadi satu kali per bulan. Akumulasi pati maksimum terjadi pada saatsebelum inisiasi pembungaan (Oates dan Hicks, 2002).

Tanaman sagu akan berbunga setelah mencapai usia dewasa antara 10-15 tahun tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya. Munculnya bunga pada tana-

man sagu dewasa menandakan bahwa sagu-sagu tersebut sudah mendekati akhir pertumbuhannya(Haryanto dan Pangloli, 1992).

Ekologi dan Penyebaran Sagu

Tanaman sagu menyukai daerah rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan ta- nah lembab. Tanaman sagu biasa hidup di hutan dataran rendah sampai dengan ketinggian 700 m diatas permukaan laut (dpl). Ketinggian tempat terbaik tanaman sagu adalah 400 m dpl. Jika sagu tumbuh diwilayah yang sesuai untuk pertum- buhannya, maka tanaman sagu dapat membentuk kebun atau hutan yang luas. Sa- gu dapat tumbuh baik di daerah antara 100 LS-150 LU dan 900-1800 BT (Shuiling dan Flach 1985). Lingkungan terbaik untuk pertumbuhan sagu adalah di daerah yang berlumpur, akar napas tidak terendam, kaya mineral, kaya bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak masam (Bintoroet al, 2010).

Sagu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk fluvaquent (tanah aluvial) yang merupakan jenis tanah di areal kerja P.T. National Sago Prima (Bintoro et al, 2010). Pada lahan gambut, sagu dapat mengalami gejala kahat hara sehingga jumlah daun lebih sedikit dan umur panen yang lebih lama.

Suhu terendah bagi pertumbuhan sagu adalah 150 C. Pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu udara 250 C dengan kelembaban nisbi 90% dan intensitas penyi- naran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/ cm2/ hari (Shuiling dan Flach 19- 85). tanaman sagu dapat tumbuh pada suatu kawasan yang yang tanaman pangan lain tidak dapat tumbuh seperti padi, umbi, jagung. Umbi-umbian dan jagung akan membusuk jika terendam ≥1 m, sebaliknya pati yang masih terdapat di batang sagu tidak akan rusak bila terendam ≥1 m selama beberapa hari (Bintoroet al, 2010).

Teknik Budidaya Tanaman Sagu

Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu harus didu- kung oleh teknik budidaya yang dilakukan secara intensif (perkebunan). Tindakan tersebut antara lain pengadaan bahan tanam, persiapan lahan dan pengaturan la- han, teknik penanaman, dan pemanenan tanaman sagu serta panen dan penanga- nan pasca panen (Dewi, 2009).

Bibit yang digunakan dalam usaha pembiakan atau perbanyakan sagu da- pat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang berasal dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Keberhasilan perbanyakan secara generatif belum optimal, terutama dalam perkecambahan biji (Fach dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Bibit sagu yang digunakan untuk pembiakan secara vegetatif berasal dari tunas atau anakan sagu dari induk yang mempunyai produksi pati yang tinggi.

Pemeliharaan tanaman sagu di perkebunan P.T. National Sago Prima dila- kukan dengan membersihkan gulma, penjarangan anakan, pemupukan, pengenda- lian hama dan penyakit tanaman, serta penyulaman dan penanggulangan kebaka- ran (Irawan 2004). Keberadaan gulma diperkebunan sagu sangat merugikan kare- na akan berkompetisi dengan tanaman sagu dalam hal mendapatkan cahaya (Jong dalam Dewi 2009).

Bila tanaman sagu yang ditanam hidup dengan subur, maka tanaman ter- sebut akan membentuk anakan baik dari pangkal batang maupun stolonnya. Tanpa penjarangan anakan, pertumbuhan tanaman sagu akan lambat dan kadar patinya rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kompetisi yang terjadi antar tunas dan tana- man induk. Agar sagu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka dalam satu rumpun maksimal terdapat 10 tanaman dengan berbagai tingkat umur. De- ngan demikian dalam 1-2 tahun akan panen 1 pohon sagu (Bintoro 2008).

Kontrol pertumbuhanperlu dilakukan terhadap tanaman sagu yang telah mempunyai anakan. Tanaman sagu yang telah berumur 1.0-1.5 tahun tumbuh su- bur apabila perawatannya baik. Beberapa alasan yang melandasi kegiatan pruning antara lain untuk menjaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman, meme- lihara ukuran tanaman, membentuk tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabo- lisme bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tujuan diadakannya pru- ning di P.T. National Sago Prima adalah untuk meminimalisasikan kompetisi an- tara pohon induk dengan anakan dalam mendapatkan unsur hara, air, sinar mata- hari, dan ruang tumbuh (Bintoro 2008).

Pelaksanaan pruningdilakukan segera setelah gulma dikendalikan. Sebe- lum pelaksanaan pruning tanaman sagu ditandai dengan menggunakan cat warna kuning atau putih untuk membedakan anakan yang diambil untuk bibit dan anak- an yang ditinggalkan untuk menjadi anakan. Penandaan tersebut disebut dengan

sensus anakan yang dilaksanakan oleh mandor lapang. Pelaksanaan pruningdila- pang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pengambilan anakan yang akan dijadikan untuk bibit (abut) (Dewi 2009)

Mulsa Organik

Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang dise- bar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma. Mulsa organik dapat didefinisikan sebagai tek- nologi ketika 30% dari permukaan tanah ditutupi oleh bahan organik (Erenstein 2002).Menurut Ruijter(2004) macam macam mulsa antara lain:

1. Mulsa sisa tanaman

Mulsa sisa tanaman terdiri atas bahan organik sisa tanaman (jerami padi, dan batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tana- man. Bahan-bahan tersebut disebarkan secara merata diatas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.Mulsa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air ta-nah, mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapat menarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing.

2. Mulsa lembaran plastik

Mulsa plastik sering digunakan untuk jenis tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dan umur pertanaman yang hanya semusim. Fungsi pemberian mulsa tersebut adalah untuk mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan ha- ma penyakit. Lembaran plastik dibentangkan diatas permukaan tanah.

3. Mulsa batu

Mulsa batu biasa digunakan di daerah pegunungan. Mulsa batu digunakan un- tuk pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun rapat hingga tidak terlihat lagi. Pemberian mulsa tersebut berfungsi memudahkan peresapan air hujan, mengurangi penguapan air dari permukaan tanah, melin- dungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, dan menekan gulma.

Dokumen terkait