• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (PTN-IPB), Lahan percobaan di CV WiSH Indonesia, serta pertanaman penduduk di Desa Loa, Kecamatan Tamansari, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Desember 2015.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman dengan buah cabai merah yang tidak menunjukkan gejala antraknosa, yang berasal dari daerah Cianjur, Garut, dan Bogor. Cendawan patogen (C. capsici) yang diperoleh dari hasil isolasi asal buah cabai yang bergejala antraknosa.

Metode Isolasi Cendawan

Isolasi cendawan patogen. Cendawan patogen yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari buah cabai merah yang menunjukkan adanya gejala antraknosa. Cabai merah bergejala antraknosa disterilisasi permukaan dengan dicelup dalam larutan NaOCl 1% selama 30 detik, dan dibilas dengan air destilata steril, kemudian dikeringkan di atas kertas tisu steril. Bagian buah dipotong dengan ukuran 1x1 cm, dan ditanam pada media Potato Dextrose Agar (PDA), kemudian diinkubasikan pada suhu ruang (25-30 oC). Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap pertumbuhan miselium pada potongan jaringan tanaman. Cendawan yang tumbuh pada potongan jaringan, kemudian disubkultur sehingga diperoleh koloni murni. Koloni cendawan yang telah murni diamati di bawah mikroskop dan diidentifikasi.

Isolasi cendawan endofit. Cendawan endofit diisolasi dari bagian tanaman (akar, batang, cabang, daun, dan buah) yang telah dicuci dengan air dan disterilisasi permukaannya. Sterilisasi permukaan dilakukan secara bertahap dengan merendam

8

dalam etanol 70% (1 menit), kemudian dengan NaOCl 1% (daun dan buah) dan 3% (akar, batang, dan cabang) selama 3 menit dan etanol 70% selama 30 detik. Setelah disterilisasi kemudian dibilas dengan air destilata steril dan dikeringkan di atas kertas tisu steril. Setelah dipotong dengan ukuran 0.5-1 cm, bagian tanaman tersebut ditanam pada media Malt Extract Agar (MEA) 10%, dan diinkubasikan pada suhu ruang (25-30 oC). Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap pertumbuhan miselium pada potongan jaringan tanaman. Uji awal kesterilan jaringan tanaman dilakukan dengan cara membuat goresan air destilata steril pada bilasan terakhir di permukaan media MEA 10% dan selanjutnya diinkubasi selama 3-5 hari. Uji kesterilan dilakukan untuk meyakinkan bahwa cendawan yang muncul berasal dari dalam jaringan tanaman. Hasil isolasi cendawan endofit tidak dapat digunakan jika pada media uji kesterilan masih ditemukan kontaminan (modifikasi Rodriguez dan Redman 2008).

Uji Patogenisitas

Seleksi cendawan non patogenik dilakukan dengan metode penanaman biji cabai di atas permukaan koloni isolat cendawan endofit (7 hari setelah masa inkubasi koloni cendawan) pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Biji yang akan ditanam, direndam dalam air destilata steril selama 15 menit, kemudian disterilisasi permukaan dengan larutan NaOCl 1% selama 2 menit, dan dibilas sebanyak tiga kali dengan air destilata steril, kemudian dikeringanginkan di atas kertas tisu steril. Pengamatan patogenisitas cendawan endofit dilakukan pada 14 hari setelah penanaman benih pada media PDA dengan koloni cendawan endofit. Patogenisitas cendawan endofit terhadap benih cabai dan perkecambahan cabai diketahui berdasarkan penghambatan cendawan endofit terhadap perkecambahan benih cabai, daya kecambah benih cabai, serta gejala nekrotik yang ditimbulkan pada kecambah cabai. Cendawan endofit non patogenik tidak akan menimbulkan gejala penyakit atau kerusakan jaringan pada tanaman tersebut (Istikorini 2008). Identifikasi

Isolat-isolat cendawan endofit yang diperoleh tersebut diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi secara mikroskopik yang meliputi bentuk konidia, bentuk hifa, dan beberapa karakter lainnya yang dicocokkan dengan pustaka acuan identifikasi menurut Barnett dan Hunter (1998), dan Watanabe (2002).

Penyiapan Pembibitan Cabai, Inokulasi Cendawan Endofit dan Uji Ketahanan Buah terhadap C. capsici secara In planta

Inokulum yang digunakan dalam aplikasi untuk pembibitan cabai adalah suspensi cendawan endofit. Cendawan endofit yang membentuk konidia, dilakukan panen konidia dengan menambahkan air steril (10 ml), kemudian menggosok permukaan koloni dengan jarum ose untuk memisahkan konidia dari media. Cendawan endofit yang berupa miselia steril disiapkan dengan menumbuhkan cendawan endofit tersebut dalam media Potato Dextrose Broth (PDB), dan digoyang dengan shaker selama 7 hari pada kecepatan 100 rpm. Miselia yang telah tumbuh dipisahkan dari PDB dan dibilas 3 kali menggunakan air destilata steril, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi 100 ml air destilata steril. Suspensi miselium tersebut dihancurkan menggunakan ultra disperser (IKA

ULTRA-9 TURRAX T18 Basic) dengan kecepatan 3500-24000 rpm selama 5 menit atau hingga didapatkan suspensi yang relatif homogen. Kerapatan propagul cendawan endofit yang digunakan adalah 106cfu ml-1.

Inokulasi cendawan endofit dilakukan 2 kali, yaitu inokulasi dengan perendaman benih selama 12 jam sebelum ditanam, dan penyiraman suspensi cendawan endofit pada bibit cabai berumur 3 minggu setelah semai. Perlakuan dengan air destilata steril untuk perendaman dan penyiraman digunakan sebagai perlakuan kontrol. Benih cabai yang telah diberi perlakuan ditanam pada baki semai dengan media semai terdiri atas sekam bakar, pupuk kandang, dan media tanam komersil dengan perbandingan 1:1:1 (v/v). Tanaman persemaian yang telah berumur 4 minggu setelah semai dipindah tanam ke lahan pertanaman. Perawatan tanaman dilakukan dengan penyiraman dan pemupukan tanaman secara berkala, sampai tanaman berbuah.

Buah cabai yang dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan endofit dipanen. Buah dicuci bersih dan disterilisasi permukaan menggunakan NaOCl 1%, serta dibilas dengan air destilata steril sebanyak tiga kali, kemudian dikeringanginkan di atas kertas buram steril. Buah yang telah disterilisasi permukaan tersebut dilukai dengan jarum, kemudian ditetesi suspensi konidia C. capsici (kerapatan 106

cfu ml-1) sebanyak 20 l pada setiap titik pelukaan. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah titik inokulasi yang bergejala antraknosa dan diameter gejala yang timbul pada titik pelukaan buah tersebut.

Kejadian penyakit diamati 7 hari setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan terhadap 3 buah cabai setiap perlakuan yang diulang 5 kali. Kejadian penyakit antraknosa dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

KP =N ×n %

Keteranganμ

KP = Kejadian penyakit

n = Jumlah titik luka yang bergejala

N = Jumlah titik luka pada buah yang diamati

Uji Daya Penghambatan Cendaw an Endofit terhadap Pertumbuhan Cendawan C. capsici secara In vitro

Uji daya hambat dengan metode kultur ganda.Medium yang digunakan untuk uji ini adalah media PDA. Masing-masing cendawan non patogenik (diameter 0.5 cm) diletakkan pada media PDA dalam cawan Petri (diameter 9 cm) dengan jarak 2.2 cm dari pinggir cawan, kemudian dipasangkan dengan potongan media yang ditumbuhi C. capsici (diameter 0.5 cm) pada jarak ± 4 cm dari cendawan endofit. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ulangan. Pengamatan dilakukan pada 7 hari masa inkubasi, dengan mengukur diameter koloni cendawan patogen. Pengamatan dilakukan terhadap diameter koloni pertumbuhan cendawan C. capsici

dan lebar zona penghambatan antara kedua ujung koloni cendawan. Persentase penghambatan cendawan patogen (Colletotrichum sp.) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

PR =(dk− dp)

10

Keterangan:

PR = Persentase penghambatan relatif

dk = Diameter koloni patogen yang tumbuh sebagai kontrol dp = Diameter koloni patogen yang tumbuh pada uji kultur ganda Uji kemampuan filtrat kultur cendawan endofit terhadap penyakit antraknosa pada buah cabai. Inokulum cendawan endofit yang telah diinkubasi selama 7 hari pada medium PDA, dibiakkan ke dalam media PDB dan digoyang dengan penggojok (shaker) pada kecepatan 100 rpm selama 14hari. Kultur filtrat yang dihasilkan oleh cendawan endofit dalam media PDB (14 hari) kemudian disaring menggunakan saringan milipore 0.22 m, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 1 menit dan diambil supernatannya. Supernatan tersebut diencerkan dengan air destilata steril sampai konsentrasi larutan 5% (v/v). Suspensi patogen diperoleh dengan cara menuangkan air destilata (3-5 ml) ke dalam koloni C. capsici yang telah diinkubasi selama 7 hari pada medium PDA. Suspensi disaring dengan kain kasa(3 lapis) untuk memisahkan hifa dan miselia, kemudian disentrifugasi 1500 rpm selama 1 menit, dan dibuang cairannya.

Buah cabai dari pertanaman dicuci bersih dan disterilisasi permukaannya menggunakan NaOCl 1% dengan direndam selama 2 menit, serta dibilas dengan air destilata steril sebanyak tiga kali. Buah yang telah disterilisasi permukaannya direndam (selama 5 menit) dalam kultur filtrat 5% (v/v), dan dikeringanginkan. Buah yang telah direndam tersebut, kemudian dilukai dengan jarum, dan diteteskan suspensi konidia C. capsici (kerapatan 106 cfu ml-1) sebanyak 20 l pada tiap titik luka. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah titik bergejala dan diameter dari gejala yang timbul di titik pelukaan pada buah tersebut, pada 7 hari setelah inokulasi. Karakterisasi Mekanisme Agens Hayati terhadap Pertumbuhan Cendawan C. capsici secara In vivo

Evaluasi adanya induksi resistensi pada tanaman cabai. Evaluasi adanya induksi resistensi pada tanaman cabai dilakukan melalui analisis fitokimia enzim peroksidase (modifikasi Hammerschmidt et al. 1982). Enzim peroksidase diekstraksi dari bagian batang tanaman yang sudah diberi perlakuan digerus dalam buffer fosfat 0.01 M, pH 6.0 dengan perbandingan 1:4 (g ml-1) menggunakan mortar. Hasil gerusan disaring dengan kain, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5 000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 oC. Supernatan diencerkan dengan larutan bufer fosfat 0.01 M, pH 6.0 (1:3) dan dihomogenkan (sebagai sumber enzim).

Analisis kuantitatif enzim peroksidase dilakukan dengan metode spektrofotometri. Blanko yang digunakan dalam analisis ini adalah larutan pereaksi tanpa sumber enzim. Larutan pereaksi terdiri atas 5 ml larutan pirogallol 0.5 M dan 0.5 ml H2O2 1%. Larutan pirogallol 0.5 M terbuat dari 10 ml pirogalol 0.5 M, 12.5 ml bufer fosfat 0.066 M, pH 6.0 dan air destilata hingga volume 100 ml. Larutan pereaksi ditambahkan pada 0.2 ml larutan sumber enzim. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenkan selama 5 sampai 10 detik dan diamati pada panjang gelombang ( ) 420 nm. Nilai absorban diamati setiap 30 detik selama 150 detik.

Perhitungan unit aktivitas enzim (UAE) dilakukan dengan mengurangi nilai absorbansi yang diperoleh dengan blanko, dan rata-rata nilai absorbansi ((Absorban

11

Optical Density) AOD = b) dari suatu pengamatan dihitung melalui persamaan regresi (Y=a+bx).

Unit aktivitas enzim (UAE) dihitung dengan persamaan :

UAE = AOD x sediaan enzim (ml) / bobot basah kontrol (g)

Kemampuan cendawan endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman cabai. Bibit tanaman cabai yang telah diinokulasi cendawan endofit, dan berumur 35 hari setelah tanam, diambil sebanyak 5 tanaman. Sampel tanaman tersebut diukur tinggi tajuk, dan panjang akar, serta jumlah daun.

Gambar 1 Bagan alir penelitian Eksplorasi Cendawan Endofit

Isolasi Uji Patogenisitas Koleksi Tidak diuji Plant Growth Promoting Fungi

Isolat cendawan Potensial (Agens Biokontrol Antraknosa)

Uji Efikasi Uji Kultur Filtrat Uji Buah (Pascapanen) Evaluasi Mekanisme

Uji Peroksidase Uji Kultur Ganda

(Uji Antagonis) Patogenik

12

HASIL

Isolasi Cendawan

Sampel buah cabai merah sakit bergejala antraknosa diperoleh dari pertanaman di daerah Gunung Bunder (Bogor) dan berhasil teridentifikasi sebagai

Colletotrichum capsici. Colletotrichum capsici (Syd.) Butler dan Busby memiliki konidia agak meruncing seperti bulan sabit (falcate) berukuran panjang 16-30 µm dan banyak seta (Sutton 1992).

Pada penelitian ini telah dilakukan pengambilan sampel dan isolasi cendawan. Sampel tanaman cabai diperoleh dari daerah Cianjur (Mangunkerta, Varietas Tanjung), Bogor 1 (Gunung Bunder, Varietas TW), Bogor 2 (Situ Gede, Varietas TM 99), Garut 1 (Desa Panjiwangi, Varietas TM 99) dan Garut 2 (Desa Rancabango, Varietas TM 99), masing-masing lokasi 10 tanaman cabai merah, dengan umur tanaman antara 3-3.5 bulan. Lokasi pengambilan sampel umumnya merupakan dataran tinggi (604-800 mdpl).

Cendawan endofit yang berhasil diisolasi dari wilayah Cianjur, Garut, dan Bogor berjumlah 237 isolat, yang terdiri atas 24 isolat dari Cianjur, 65 isolat dari Bogor, dan 148 isolat dari Garut (Tabel 1). Hasil isolasi cendawan endofit dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar cendawan endofit pada tanaman cabai ditemukan dari daun dibandingkan bagian tanaman lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Isolat cendawan endofit dari beberapa bagian tanaman cabai merah sehat

Asal

Isolat Akar BatangJumlah isolat dari bagian tanamanCabang Daun Buah Total Cianjur 7 (2λ.17)1 6 (25.00) 1 (4.17) 6 (25.00) 4 (16.70) 24 (λ.λ5) Bogor 13 (20.00) 13 (20.00) 7 (10.77) 28 (43.08) 4 (6.15) 65 (26.70) Garut 23 (15.54) 10 (6.67) 4 (2.70) 83 (56.08) 28 (18.λ0) 1 48 (63.35)

Total 43 (18.10) 2λ (12.24) 12 (5.06) 117 (4λ.37) 36 (15.20) 237 (100.00)

Keterangan : 1 Angka di dalam kurung menunjukkan persentase.

Uji Patogenisitas

Pengujian cendawan endofit pada benih cabai mengindikasikan adanya pengaruh cendawan endofit terhadap perkecambahan benih. Isolat yang menyebab-kan benih tidak berkecambah, menunjukmenyebab-kan gejala nekrosis, atau pertumbuhan kecambah yang lebih lambat dari kontrol, dan diduga cendawan endofit tersebut berpotensi sebagai patogen. Cendawan yang menyebabkan perkecambahan dan pertumbuhan yang lebih baik atau sama dengan kontrol diduga tidak bersifat patogenik. Cendawan endofit yang berhasil diisolasi dari tiap bagian tanaman cabai merah besar umumnya berpotensi sebagai patogen dan hanya sebagian kecil dengan kisaran 4-12% yang bersifat non patogenik (Tabel 2). Cendawan endofit yang di isolasi dari daerah pertanaman di Cianjur secara keseluruhan berpotensi patogen, sedangkan cendawan endofit hasil isolasi dari daerah Bogor dan Garut

13 terdapat beberapa cendawan endofit yang berpotensi non patogenik, masing-masing ditemukan 8% dan 12% (Tabel 3).

Tabel 2 Patogenisitas cendawan endofit asal berbagai bagian tanaman cabai merah

Patogenisitas Akar BatangJumlah isolat dari bagian tanaman Cabang Daun Buah Total Potensi patogen 41 (λ5.35)1 28 (λ3.33) 17 (λ4.44) 55 (88.8λ) 1λ (λ0,48) 161 (λ2.00) Non patogenik 2 (4.65) 2 (6.67) 1 (5.56) 7 (11.11) 2 (λ.52) 14 (8.00)

Total 43(100.00) 30 (100.00) 18(100.00) 63 (100.00) 21 (100.00) 175(100.00)

Keterangan : 1 Angka di dalam kurung menunjukkan persentase

Tabel 3 Patogenisitas cendawan endofit asal tanaman cabai merah dari berbagai daerah

Patogenisitas Cianjur Asal isolatBogor Garut

Potensi patogen 22 (100.00)1 38 (88.37) 101 (λ1.82)

Non patogenik 0 (0.00) 5 (11.63) λ (8.18)

Keterangan : 1 Angka di dalam kurung menunjukkan persentase

Hasil uji patogenisitas cendawan endofit terhadap benih menunjukkan beberapa respon yang beragam. Respon tersebut diantaranya yaitu benih tidak dapat berkecambah, benih berkecambah dan terdapat gejala berupa nekrosis pada kecambah, serta benih berkecambah tanpa adanya gejala nekrosis (Gambar 2). Perkecambahan benih dengan perlakuan cendawan endofit pada umumnya menunjukkan daya kecambah yang lebih kecil dari kontrol.

Gambar 2 Uji patogenisitas cendawan endofit, (A) benih tidak dapat berkecambah, (B) Kontrol, (C) benih berkecambah dan terdapat gejala nekrotik

14

Identifikasi Cendawan Endofit

Cendawan endofit non patogenik merupakan yang berhasil ditemukan ber-potensi sebagai kandidat agens pengendalian hayati. Hasil identifikasi menunjuk-kan bahwa dari 14 cendawan endofit non patogenik 2 diantaranya tidak dapat digunakan lebih lanjut, yaitu isolat E6D9B2 dan isolat E8B3G2. Cendawan endofit E6D9B2 dan E8B3G2 diidentifikasi sebagai Paecilomyces sp.

Uji lanjut dalam mengetahui potensi cendawan endofit dari tanaman cabai merah dilakukan terhadap 12 isolat cendawan endofit yang teridentifikasi yaitu sebagai cendawan dengan miselia steril (E1Bh5G1, E2A3B2, E5BH4G1, E7B8B2, E11D9B2, E13A7G1, E14D2G2), Curvularia sp. (E3Cb7B2), Verticillium sp. (E9D10G2, E12D6G2), Colletotrichum gloeosporioides (E4D5G1), Fusarium solani non patogenik (E10D6G1) (Lampiran 5).

Kemampuan Cendawan Endofit Menghambat Perkembangan Gejala Antraknosa pada Buah secara In planta

Tingkat insidensi penyakit dan diameter gejala antraknosa pada buah yang berasal dari tanaman perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Namun dari hasil uji pada buah menunjukkan adanya potensi penghambatan oleh isolat E9D10G2 (Tabel 4).

Tabel 4 Diameter gejala antraknosa dan insidensi penyakit pada buah dari tanaman perlakuan

Perlakuan Diameter gejala antraknosa (cm) Insidensi penyakit (%)

Kontrol 0.64 ± 0.28 44.44 E1Bh5G1 1.18 ± 0.11 72.22 E2A3B2 1.21 ± 0.18 64.44 E3Cb7B2 0.96 ± 0.25 71.11 E4D5G1 0.78 ± 0.15 60.00 E5Bh4G1 1.64 ± 0.04 77.78 E7B8B2 0.96 ± 0.14 55.56 E9D10G2 0.48 ± 0.10 36.67 E10D6G1 0.91 ± 0.11 61.11 E11D9B2 1.20 ± 0.24 65.56 E12D6G2 1.29 ± 0.03 66.67 E13A7G1 1.20 ± 0.27 62.22 E14D2G2 1.35 ± 0.22 72.22

Kemampuan Cendawan Endofit Menghambat Pertumbuhan Koloni Cendawan C. capsici, dan Perkembangan Gejala Antraknosa secara In vitro

pada Buah

Pada interaksi kultur ganda cendawan endofit dengan cendawan patogen (C. capsici), menunjukkan bahwa terdapat kemampuan antibiosis berbeda-beda

15 dalam menghambat pertumbuhan C. capsici. Persentase nilai penghambatan ditunjukkan dalam interaksi tersebut (Tabel 5). Mekanisme antibiosis pada interaksi in vitro tersebut terjadi pada interaksi antara isolat E1Bh5G1 dengan C. capsici

(Tabel 6).

Tabel 5 Kemampuan penghambatan cendawan endofit terhadap pertumbuhan cendawan C. capsici pada interaksi koloni ganda

Perlakuan Penghambatan Relatif (%) Antibiosis/Lisis

Kontrol 0 - E1Bh5G1 8.03 + E2A3B2 3.47 N E3Cb7B2 26.24 N E4D5G1 12.12 N E5Bh4G1 23.05 N E7B8B2 9.84 N E9D10G2 15.77 N E10D6G1 18.50 N E11D9B2 11.21 N E12D6G2 16.22 N E13A7G1 18.95 N E14D2G2 21.68 N

Keterangan: N: tidak terdapat interaksi antibiosis

Tabel 6 Pengaruh kultur filtrat cendawan endofit dalam pengendalian penyakit antraknosa

Perlakuan Diameter gejala antraknosa (cm) Insidensi penyakit (%)

Kontrol 0.37±0.11 92.59 E1Bh5G1 0.06±0.11 7.41 E2A3B2 0.19±0.09 44.44 E3Cb7B2 0.00±0.00 0.00 E4D5G1 0.39±0.26 66.67 E5Bh4G1 0.28±0.23 55.56 E7B8B2 0.23±0.12 22.22 E9D10G2 0.54±0.52 25.93 E10D6G1 0.62±0.55 33.33 E11D9B2 0.46±0.11 37.04 E12D6G2 1.09±0.29 70.37 E13A7G1 1.10±0.22 77.78 E14D2G2 0.69±0.13 59.26

Kemampuan Cendaw an dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman Cabai

Kolonisasi cendawan yang terjadi dalam jaringan tanaman menunjukkan adanya interaksi secara fisik antara cendawan dengan tanaman inang. Pada

16

penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa cendawan endofit mampu memacu pertumbuhan tanaman cabai (Gambar 3).

Gambar 3 Keragaan pertumbuhan tanaman cabai dengan perlakuan cendawan endofit

Cendawan endofit umumnya cenderung dapat memacu tinggi tanaman (tajuk), dibandingkan perpanjangan akar atau pun jumlah daun. Pada perlakuan beberapa cendawan endofit diketahui memiliki panjang akar dan jumlah daun yang tidak berbeda dengan kontrol.

Uji Produksi Peroksidase

Analisis fitokimia dilakukan terhadap metabolit sekunder yang dihasilkan dalam tanaman, untuk menunjukkan adanya reaksi fisiologis dalam tanaman akibat adanya interaksi antara tanaman inang dengan cendawan endofit. Metabolit sekunder yang dianalisis yaitu berupa komponen enzim peroksidase (Gambar 4).

Gambar 4 Nilai uji aktivitas enzim (UAE) peroksidase pada perlakuan bibit tanaman cabai merah

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Perlakuan

Tinggi Tanaman (cm) Panjang Akar (cm) Jumlah Daun (helai)

10 0 10 0 0 0 10 0 10 10 0 10 0 0 2 4 6 8 10 12 Ni la i UA E ( 10 -4) Perlakuan

17

PEMBAHASAN

Hasil eksplorasi cendawan endofit dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah terbanyak cendawan endofit yang diperoleh berasal dari daun dibandingkan bagian tanaman lainnya (Tabel 1). Mikroorganisme filoplan, cendawan, khamir dan bakteri telah dilaporkan dapat dalam mengendalikan Colletotrichum gloeosporioides secara alami (Stirling et al. 2000). Inacio et al. (2010) menyatakan bahwa daun memiliki topografi dan sifat fisik yang sering berubah, serta mampu menyediakan habitat yang beragam bagi bermacam-macam komunitas mikroorganisme. Peneliti lain melaporkan bahwa kolonisasi cendawan endofit dan distribusinya bergantung pada jenis tanaman dan musim pada saat pengambilan sampel (Kim et al. 2013). Metode isolasi, letak geografis asal tanaman, serta bagian yang diisolasi juga turut mempengaruhi keragaman spesies dari cendawan endofit (Hyde dan Soytong 2008).

Uji patogenisitas pada 175 cendawan endofit terhadap benih cabai secara in vitro menunjukkan beberapa respon yang beragam. Respon tersebut yaitu, benih tidak dapat berkecambah, benih berkecambah dan menunjukkan gejala nekrosis pada kecambah, serta benih berkecambah tanpa adanya gejala nekrosis. Perkecambahan benih dengan perlakuan cendawan endofit pada umumnya menunjukkan daya kecambah yang lebih kecil dibandingkan kontrol. Berdasarkan uji patogenisitas, sebagian besar cendawan endofit yang diperoleh dalam penelitian ini masih berpotensi sebagai patogen (Tabel 2 dan Tabel 3). Cendawan endofit tersebut beberapa diantaranya berasal dari cendawan patogen yang berkembang menjadi patogen avirulen, kemudian berevolusi menjadi simbion mutualistik. Schulz dan Boyle (2005) melaporkan bahwa cendawan endofit dalam interaksinya dengan tanaman berperan menyediakan nutrisi dan sebagai pelindung dari lingkungan eksternal yang tidak menguntungkan dan kompetisi dengan mikro-organisme lainnya.

Cendawan endofit non patogenik merupakan kandidat agens hayati yang berpotensi melindungi tanaman dari gangguan biotik maupun abiotik. Cendawan

Paecilomyces yang diperoleh dalam penelitian meskipun memiliki potensi sebagai agens pengendalian hayati (Kiewnick dan Sikora 2006), tetapi juga diketahui berpotensi sebagai patogen terhadap mamalia yang dapat menyebabkan penisilikosis dan oculomycosis (Hospenthal dan Rinaldi 2008).

Mekanisme antibiosis dalam penghambatan perkembangan penyakit antraknosa ditunjukkan pada uji kultur ganda dan uji kultur filtrat cendawan endofit secara in vivo pada buah secara berturut-turut yaitu isolat E1Bh5G1 dan E3Cb7B2 (Tabel 5 dan Tabel 6), tetapi kemampuan tersebut tidak ditunjukkan pada uji in planta (Tabel 4). Tidak adanya keterkaitan antara hasil uji koloni ganda dengan uji kultur filtrat pada buah serta uji in planta dalam penekanan terhadap antraknosa menunjukkan bahwa antibiosis bukan mekanisme utama dalam pengendalian antraknosa cabai oleh cendawan endofit yang diuji dalam penelitian ini. Salah satu mekanisme yang juga dapat terlibat adalah induksi ketahanan tanaman. Kedua isolat tersebut mampu menginduksi tanaman menghasilkan enzim peroksidase yang berperan dalam ketahanan tanaman (Gambar 4), meskipun dalam uji in planta juga belum dapat menekan penyakit (Tabel 4). Hal ini diduga karena frekuensi aplikasi kedua isolat cendawan endofit tersebut yang belum maksimal dalam menginduksi tanaman di lapang.

18

Arnold et al. (2003) menyatakan bahwa keragaman endofit dapat diketahui berdasarkan ciri morfospesies, karakteristik interaksi mutualistik vertikal dan horizontal cendawan endofit, kemampuan dalam menginduksi ketahanan inang, relatifitas dari infeksi utama, kelimpahan, keragaman, atau komposisi cendawan endofit pada inang, serta regulasi intrinsik cendawan endofit pada tanaman terkait kemampuan kompetisi, antagonis, dan sifat interaksi lainnya.

Tanaman inang dalam fase simbiotiknya dengan cendawan endofit, tanaman berfungsi sebagai tempat tumbuh bagi cendawan endofit dari pengaruh lingkungan. Serangan parasit atau hama akan menyebabkan tanaman inang membangun pertahanan, dan menyebabkan tanaman stress, sehingga cendawan endofit membantu tanaman inang membangun ketahanan dengan menghasilkan senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif cendawan tersebut dapat merupakan hasil dari metabolisme cendawan itu sendiri, atau adanya prekusor dari tanaman inang yang dimanfaatkan oleh cendawan endofit dalam memproduksi senyawa bioaktif tersebut (Ginting et al. 2013). Isolat E3Cb7B2 dari hasil penelitian ini diidentifikasi sebagai cendawan Curvularia sp. Penelitian Siddharha et al. (2009) dengan menggunakan isolat Curvularia sp. menunjukkan bahwa cendawan tersebut menghasilkan senyawa 11-α-methoxycurvularin dan (S)-5-etil-8, 8-dimethyl-nonanal. Uji bioassay peneliti tersebut melaporkan bahwa 11-α-methoxycurvularin dapat menghambat bakteri, jamur dan larva instar 4 Spodoptera litura (Siddharha

et al. 2009).

Perbedaan kemampuan penghambatan setiap isolat pada uji buah tersebut dapat disebabkan adanya perbedaan interaksi yang muncul antara C. capsici pada buah hasil dari tanaman yang telah diperlakukan dengan suspensi cendawan endofit. Perbedaan respon yang ditimbulkan oleh cendawan endofit dapat terkait dengan karakteristik tiap-tiap isolat yang berkontribusi dalam menentukan status simbiosis dengan tanaman. Cendawan endofit umumnya pada kondisi alami dalam tanaman inang mampu mengkolonisasi inang dengan baik dan secara in vitro dapat tumbuh cepat serta memiliki kemampuan antibiosis yang relatif langka secara alaminya. Beberapa cendawan endofit secara in vitro juga cenderung tumbuh lambat, dan tidak mampu mengkolonisasi inang dengan baik (Mejía et al. 2008). Cendawan endofit secara umum mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada pembibitan, yaitu tinggi tajuk dan jumlah daun. Kemampuan cendawan endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari kemampuannya memproduksi sejumlah metabolit pemacu tumbuh yang tinggi. Metabolit yang telah dilaporkan mampu diproduksi oleh cendawan endofit adalah indole acetic acid

(IAA), auksin, giberelin, dan sitokinin (Dai et al. 2008; Hamayun et al. 2010; Khan

et al. 2012). Peningkatan pertumbuhan tanaman oleh cendawan endofit disebabkan pula oleh adanya peningkatan jumlah akar rambut, percabangan akar rambut, dan akar-akar lateral meningkat, sehingga perakaran tanaman akan lebih luas dan lebih dalam. Perakaran tanaman tersebut akan meningkatkan penyerapan nutrisi dan pertumbuhan tanaman akan lebih baik, lebih vigor dan lebih tahan terhadap penyakit (Vasudevan et al. 2002).

Analisis fitokimia dalam tahap pembibitan menunjukkan bahwa beberapa cendawan endofit menginduksi pembentukan peroksidase sebagai upaya pem-bentukan ketahanan tanaman (Hammerschmidt et al. 1982). Perbedaan respon yang ditimbulkan oleh cendawan endofit dapat terkait dengan karakteristik tiap-tiap

Dokumen terkait