• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap II. Seleksi Cendawan Endofit yang Berpotensi sebagai Agens

III. BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2011 sampai Desember 2012. Pengambilan sampel daun cabai dilakukan di Kecamatan Minggir, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Isolasi cendawan dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, dan kegiatan deteksi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Kegiatan identifikasi serangga vektor dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB dan kegiatan pengujian efektivitas cendawan endofit dilakukan di rumah kaca Cikabayan, Fakultas Pertanian, IPB.

Isolasi Cendawan Endofit

Isolasi cendawan endofit dilakukan menggunakan sampel daun cabai yang diambil di daerah endemis penyakit kuning cabai di Kabupaten Sleman, DIY. Sampel terdiri dari daun yang bergejala, yaitu daun keriting dan kuning, dan daun yang tidak bergejala.

Metode isolasi cendawan endofit mengikuti metode Photita et al. (2001) dengan modifikasi. Sampel daun tanaman cabai dicuci bersih kemudian diberi perlakuan sterilisasi permukaan. Perlakuan sterilisasi dilakukan secara bertahap, pertama-tama merendam daun dalam alkohol 96% selama 30 detik, dilanjutkan dalam larutan NaOCl 1% selama 1 menit, alkohol 70% selama 1 menit, alkohol 70% selama 30 detik, kemudian dibilas dua kali dengan air steril serta dikeringkan pada kertas steril. Setelah tahap sterilisasi daun dipotong-potong menjadi segmen kecil dan ditanam pada cawan petri yang berisi media potato dextrose agar (PDA) 25%. Pada setiap cawan petri ditanam 4 segmen daun, jumlah cawan petri masing-masing 20 untuk sampel daun bergejala dan tidak bergejala. Miselium yang tumbuh pada potongan segmen daun kemudian dimurnikan pada media PDA 100% dan isolat disimpan dalam media PDA 100% pada agar miring sampai dilakukan pengujian.

Deteksi Virus Kuning Cabai

Konfirmasi infeksi virus pada sampel daun dari lapangan dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) menggunakan primer universal

Geminivirus yaitu PAL1v 1978 (5’GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCC

NGT3’) dan PAR1c 715 (5’GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCC

A3’) (Rojas et al. 1993).

Deteksi diawali dengan isolasi DNA total, kemudian dilakukan amplifikasi dan visualisasi hasil dengan elektroforesis. Isolasi DNA mengacu pada metode CTAB Doyle dan Doyle (1990) yang telah dimodifikasi. Bufer ekstraksi (CTAB 2%, Tris-HCl 0,1 M, EDTA 0,02 M, NaCl 1,26 M, PVP 2%) yang mengandung 1% merkapto etanol dipanaskan dalam penangas air pada suhu 65 °C. Sampel daun sebanyak 0,1 g digerus menggunakan mortar dan pistil dengan menambahkan nitrogen cair sampai halus, kemudian ditambahkan 500 µl bufer ekstraksi yang telah dipanaskan dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml. Suspensi tersebut diinkubasi pada suhu 65 °C selama 60 menit dan setiap 10 menit tabung dibolak-balik untuk membantu proses lisis. Suspensi selanjutnya

12

diambil, diletakkan pada suhu ruang selama 2 menit kemudian ditambahkan 500 µl campuran kloroform:isoamil alkohol (CI) dengan perbandingan 24:1. Larutan tersebut dicampur dengan vorteks selama 5 menit kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 12,000 rpm. Supernatan yang terbentuk kemudian diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke tabung eppendorf baru dan ditambahkan 1/10 sodium asetat (CH3CooNa 3 M pH 5,2), 2,5 x volume etanol

absolut dicampur dengan baik untuk presipitasi DNA, kemudian diinkubasi pada -20 °C semalam. Suspensi tersebut kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12,000 rpm. Supernatan dibuang dan endapan dicuci dengan etanol 80% kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12,000 rpm. Supernatan dibuang, endapan dikeringkan di laminar flow atau mesin vacum. Setelah kering endapan DNA dilarutkan kembali dengan 100 µl bufer TE dan disimpan pada suhu -20 °C sampai dilakukan PCR.

Komponen reaksi PCR terdiri dari : H2O (18,8 µ)l; bufer 10x+Mg2+

(2,5µl); d NTP 10 mM (0,5 µl); primer PAL1v 1978 dan primer PAR1c 715 (masing-masing 1 µl); Dream taq DNA polymerase (0,2 µl) dan DNA template (1 µl), sehingga total volume satu reaksi 25 µl. Program amplifikasi pada mesin PCR terdiri atas pradenaturasi pada suhu 94 °C selama 4 menit, denaturasi 94°C selama 1 menit, penempelan primer (anneling) pada suhu 55 °C selama 1 menit dan extension 72 °C selama 5 menit. Siklus diulang sebanyak 35 kali. Hasil amplifikasi PCR divisualisasi menggunakan gel agarosa (1%) dan dielektroforesis pada tegangan 100 V selama 30 menit. Hasil elektroforesis dapat dilihat menggunakan sinar ultraviolet pada transiluminator.

Analisis Keragaman Cendawan Endofit

Analisis keragaman dan kelimpahan cendawan endofit dihitung berdasarkan frekuensi kolonisasi (FK) dan koefisien kemiripan (Cs). Frekuensi kolonisasi cendawan endofit dapat dihitung mengikuti metode Hata et al. (1995) dalam Suryanarayan et al. (2001), dengan rumus:

FK = (NcoI / Nt) x 100%

dengan Ncol adalah jumlah segmen yang dikolonisasi cendawan, Nt adalah jumlah segmen yang diamati.

Koefisien kemiripan dapat dihitung berdasarkan indeks Sorensen (Cs) (Maguran 1988), dengan rumus:

Cs = 2j/(a+b)

dengan j adalah jumlah spesies cendawan endofit pada kedua jaringan yang diujikan, a adalah jumlah spesies cendawan yang mengolonisasi jaringan a dan b adalah jumlah spesies cendawan yang mengolonisasi jaringan b.

Uji Patogenisitas Cendawan Endofit

Uji patogenisitas dilakukan dengan menanam biji cabai TM 888 pada cawan petri yang mengandung media PDA yang telah ditumbuhi oleh cendawan endofit berumur 2 minggu setelah tanam (Lampiran 1). Isolat cendawan endofit ditumbuhkan pada cawan petri dengan media PDA 100%, setelah miselia tumbuh memenuhi cawan perti yang berdiameter 9 cm maka isolat sudah dapat digunakan untuk pengujian. Sebelum ditanam biji cabai diberi perlakuan desinfeksi dengan perlakuan panas pada suhu 55 °C selama 20 menit dan perlakuan NaOCl 1% selama 1 menit, kemudian dibilas dua kali menggunakan air steril. Dalam satu

cawan petri ditanam 20 biji cabai dan diulang tiga kali untuk masing-masing isolat cendawan endofit. Setelah dua minggu diamati persentase daya kecambah, panjang tajuk, dan panjang akar.

Identifikasi Cendawan Endofit

Berdasarkan hasil uji patogenisitas, isolat cendawan yang memiliki potensi sebagai agens biokontrol diidentifikasi berdasarkan warna koloni dan morfologi secara mikroskopik serta dibandingkan dengan kunci identifikasi menurut Watanabe (2002) (Lampiran 2).

Perbanyakan Serangga Vektor

Serangga vektor yang digunakan untuk penularan virus adalah kutukebul Bemisia tabaci yang telah dikonfirmasi melalui metode identifikasi menurut Watson (2007) (Lampiran 3). Perbanyakan serangga vektor dilakukan pada tanaman kapas dalam kurungan kedap serangga.

Perbanyakan Sumber Inokulum PepYLCV

Virus daun keriting kuning cabai (PepYLCV) yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat yang berasal dari tanaman cabai di Desa Minggir, Sleman, DIY yaitu pada lokasi yang sama dengan asal sampel cendawan endofit. Isolat tersebut diperbanyak pada tanaman tomat varietas Ratna melalui penularan dengan serangga vektor (Aidawati 2006) dan dua bulan setelah inokulasi tanaman digunakan sebagai sumber inokulum (Lampiran 4).

Penyediaan Isolat Cendawan Endofit

Cendawan endofit yang digunakan merupakan hasil seleksi berdasarkan hasil uji patogenisitas sebelumnya, yaitu Curvularia sp., C. nicotianae, Pleosporaceae, Guignardia mangifera dan Dothideomycete sp. Cendawan endofit yang disimpan dalam agar miring diremajakan pada media PDA 100%, setelah miselia tumbuh satu cork borer miselia dipindahkan pada media Potato Dextrose Broth (PDB) 100 ml dan digoyang pada kecepatan 100 rpm selama 2 minggu. Miselia dipanen dan dibersihkan dari media PDB dengan dicuci menggunakan air steril dan divakum, kemudian miselia dihancurkan menggunakan blender hingga menjadi segmen-segmen kecil, selanjutnya dihitung konsentrasinya menggunakan haemositometer. Untuk pengujian efikasi, cendawan endofit diencerkan dari larutan stok hingga mencapai konsentrasi 105miselia/ ml dan ditambahkan Tween dengan konsentrasi 0,001% sebagai perekat.

Pengujian Efektivitas Cendawan Endofit sebagai Pemicu Pertumbuhan Tanaman Cabai

Benih cabai yang digunakan untuk efikasi adalah varietas TM 888. Aplikasi cendawan endofit dilakukan dengan dua metode yaitu: (1) Perlakuan benih dan (2) Penyemprotan daun. Benih cabai terlebih dahulu diberi perlakuan desinfeksi dengan perlakuan panas pada suhu 55 °C selama 20 menit, kemudian diperam pada suspensi cendawan endofit pada konsentrasi 105 miselia/ml selama 48 jam dan selanjutnya ditanam pada media semai. Bibit berumur tiga minggu dipindah ke polybag yang berukuran 20 cm x 20 cm yang telah diisi tanah dan

14

pupuk kandang steril (3:1). Satu minggu setelah pindah tanam, tanaman disemprot dengan suspensi cendawan endofit pada konsentrasi 105 miselia/ml. Sebagai kontrol adalah tanaman tanpa aplikasi suspensi cendawan endofit.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan sepuluh ulangan, setiap ulangan terdiri dari 1 tanaman contoh. Data diolah dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5% menggunakan SAS versi 6.12. Pengamatan dilakukan terhadap peubah agronomis seperti tinggi tanaman, bobot tajuk, bobot akar dan volume akar. Tinggi tanaman dihitung dari pangkal batang yang dekat dengan tanah sampai ke titik tumbuh, bobot tajuk ditimbang dengan memotong bagian pangkal batang sampai ke titik tumbuh, bobot akar ditimbang dari pangkal batang sampai ujung akar dan volume akar dihitung menggunakan gelas ukur.

Pengujian Efektivitas Cendawan Endofit sebagai Agens Biokontrol Penyakit Kuning Cabai

Cendawan endofit dan benih cabai yang digunakan sama dengan yang digunakan dalam efikasi terhadap pertumbuhan tanaman cabai di atas. Demikian pula penyiapan benih cabai sampai dengan pindah tanam dan aplikasi cendawan endofit dengan penyemprotan dilakukan seperti diuraikan pada uji efikasi cendawan endofit terhadap pertumbuhan tanaman di atas. Tanaman cabai berumur 4 minggu setelah semai siap untuk diinokulasi dengan isolat virus kuning melalui serangga vektor. Penularan dilakukan dengan 10 ekor serangga viruliferous setiap tanaman, periode makan akuisisi 24 jam dan periode makan inokulasi 48 jam (Aidawati 2006). Sebagai kontrol adalah tanaman tanpa aplikasi suspensi cendawan endofit.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari 25 tanaman contoh. Data diolah dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5% menggunakan SAS versi 6.12. Pengamatan dilakukan terhadap peubah agronomis seperti tinggi tanaman, bobot tajuk, bobot akar dan volume akar dan peubah penyakit meliputi masa inkubasi, kejadian penyakit, laju infeksi dan keparahan penyakit. Kejadian penyakit dihitung mengikuti rumus:

KP = (n/N) x 100%

dengan n adalah jumlah tanaman bergejala dan N adalah jumlah seluruh tanaman yang diamati.

Laju infeksi dihitung berdasarkan rumus:

r=2,3/t2-t1[log10(1/1-x2)-log10(1/1-x1)],

dengan r adalah laju infeksi; t adalah waktu; dan x adalah proporsi penyakit. Keparahan penyakit diukur dengan skoring berdasarkan gejala yang muncul pada tanaman uji. Gejala yang muncul pada tanaman uji dibedakan dalam enam taraf skoring (Tabel 1) dan (Lampiran 5).

Tabel 1. Skoring keparahan gejala pada tanaman cabai yang terinfeksi PepYLCV

indeks Gejala

0 Tidak menunjukkan gejala

1 Daun pucuk menunjukkan warna kuning pada pangkal daun

2 Daun pucuk menguning seluruhnya

3 Sekitar 50% daun menguning

4 Daun keriting dan hampir 100% daun menguning

5 Tanaman kerdil

Keparahan penyakit dihitung berdasarkan rumus Townsend dan Heuberger (1943) dalam Agrios (2005):

Kp = (ni x zi) /(NZ) x 100% ]

dengan i,0-5; ni, jumlah tanaman bergejala dengan skor tertentu; zi, nilai skor gejala; N, jumlah total tanaman yang diamati; dan Z, nilai skor tertinggi.

16

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait