• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2005 sampai Juli 2005.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah tahu putih yang diperoleh dari Pabrik Tahu Pong, Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor. Kacang kedelai yang digunakan adalah kacang kedelai putih. Bahan pengawet alami yang digunakan adalah garam kasar, jeruk nipis, rimpang kunyit, kayu manis varietas Cassia

Indonesia B stick, bawang putih, dan biji pala dengan mutu Calibrated Nutmeg

(CN) baik dalam bentuk segar dan kering. Bahan lainnya yang digunakan untuk pengamatan mikrobiologi adalah larutan pengencer NaCl 0.85%, akuades, media

Plate Count Agar (PCA), alkohol 96%, spiritus, dan kapas steril.

Peralatan yang digunakan adalah blender, pisau, plastik polyetilen, corong pemisah, mesin sealer, otoklaf, juicer, penyaring, panci, kompor, kulkas, cawan petri, pipet, mortar, stomacher, hot plate,erlenmeyer (100 ml, 500 ml, 1 l), tabung reaksi, mortar, penggerus, bunsen, gegep, dan oven. Peralatan lainnya adalah pH meter dan peralatan untuk pengamatan evaluasi mutu inderawi serta pada pengamatan visual kerusakan tahu menggunakan piring dan sendok.

Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan (A) Uji coba bahan dan metode

Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error yang bertujuan untuk:

(1)Memilih jenis dan konsentrasi bahan pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji pala, dan bawang putih) yang akan digunakan pada penelitian utama.

14

(3)Menentukan cara penambahan larutan perendam (awal penyimpanan atau setiap hari).

Semua perlakuan pengawet dibandingkan dengan kontrol. Tahu kontrol yang digunakan adalah jenis tahu putih. Tidak ada perlakuan proses pengawetan maupun penambahan bahan pengawet tambahan. Tahu kontrol yang digunakan mengalami penyimpanan pada suhu ruang selama empat hari dan suhu dingin selama 12 hari.

Larutan perendam tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami dalam bentuk segar dibuat dengan cara sebagai berikut: dikupas bersih, dipotong sekecil mungkin, dan dicampur dengan air matang sebanyak 100 ml kemudian diblender. Sedangkan dalam bentuk kering, dicampur dengan air matang sebanyak 100 ml dan langsung diblender. Konsentrasi yang digunakan untuk kedua bentuk bahan pengawet alami tersebut adalah untuk kunyit 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1% (w/v); kayu manis 0.2, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6% (w/v), biji pala 0.1, 0.3, 1.3, 2.3, 3.3% (w/v), dan bawang putih 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1% (w/v). Bentuk rempah kering yang digunakan diperoleh di pasar dengan merk kupu-kupu dan tanpa penambahan bahan pengawet tambahan. Ukuran yang digunakan berbeda antara setiap bubuk rempah yang digunakan.

Kayu manis digunakan sebagai bahan pengawet alami karena mempunyai sifat mengawetkan makanan. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat merangsang pertumbuhan kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora aseksual. Konsentrasi 1.6% dapat membunuh kapang yang diuji pada penelitian Fardiaz et al. (1988), yaitu A. parasiticus, Mucorsp, A. niger, P. expansum, N. sitophila, Rhizopus sp., dan Aspergillus sp.

Bahan lainnya yang digunakan adalah biji pala. Sesuai dengan penelitian Susilawati (1987), konsentrasi 3.3% pada bubuk biji pala dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif berbentuk batang dan kokus, antara lain

Bacillus pumilus, Micrococcus varians, Pseudomonas sp. dan Leuconostoc sp.

Bahan pengawet alami selanjutnya adalah bawang putih. Bawang putih mengandung senyawa antimikroba yang mempunyai aktivitas penghambatan terhadap proses pertunasan sel khamir (Fardiaz et al. 1988). Hasil penelitian

15

Thomas (1984), menunjukkan bahwa bawang putih menghambat pertumbuhan

Aspergillus flavus pada konsentrasi 1%.

Tahu segar yang diperoleh dari pabrik tahu dengan ukuran yang homogen, yaitu 4x4x3 cm dan berat rata-rata 46.05 g, direndam dalam 100 ml larutan air perendam yang berisi perlakuan tunggal bahan pengawet alami tersebut dalam kantung plastik tahan panas (HDPE). Tahu yang telah dikemas selanjutnya disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada suhu ruang, tahu yang disimpan diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keempat jenis rempah-rempah tersebut mempunyai daya awet yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang baik selama dua hari pada suhu ruang. Perlakuan dengan menggunakan bentuk segar dan kering serta perlakuan mengganti larutan perendam setiap hari dengan yang tidak diganti juga menunjukkan pengaruh yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari.

Hasil trial and error tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan pengawet tunggal keempat jenis bahan alami tersebut kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh konsentrasi bahan pengawet yang terlalu kecil.

(B) Penentuan konsentrasi jeruk nipis

Konsentrasi jeruk nipis yang digunakan ditentukan dengan memakai uji pH larutan perendam tahu sekitar 3.5-4 karena aktivitas optimum asam sitrat (komponen aktif jeruk nipis) terjadi pada pH tersebut (Buckle et al. 1987). Hal ini juga sesuai dengan percobaan sebelumnya yang menunjukkan bahwa perlakuan kunyit yang dicampur dengan jeruk nipis dapat mengawetkan tahu selama delapan hari sampai pH larutan perendam menjadi 3.5-4 (Pusbangtepa 1990).

Perlakuan yang digunakan dijaga kestabilannya dengan membuat pH larutan menjadi 3.5 karena pH efektif yang akan menghambat metabolisme bakteri perusak tahu antara 3.0-4.0 (Lund 2000). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa untuk mencapai pH tersebut konsentrasi jeruk nipis yang digunakan sebesar 1.4% (v/v).

16

(C) Penentuan frekuensi pemberian jeruk nipis

Percobaan juga dilakukan untuk mencari frekuensi pemberian jeruk nipis yang efektif sebagai bahan pengawet pada perlakuan garam dengan jeruk nipis dan kombinasi antara garam, jeruk nipis, dan kunyit. Sampel dengan perlakuan tersebut disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pengamatan visual dilakukan terhadap perubahan fisik tahu selama penyimpanan tersebut. Pada percobaan berikutnya pemberian jeruk nipis hanya dilakukan pada awal penyimpanan tahu. Penambahan di awal ini mempunyai pengaruh yang lebih baik dibandingkan apabila diberikan setiap hari jika dilihat secara visual baik warna, tekstur, aroma, dan rasa tahu.

Penelitian Utama

Bahan pengawet alami yang terpilih pada penelitian lanjutan adalah kunyit, jeruk nipis, dan garam. Kunyit dipilih sebagai bahan pengawet alami karena bahan tersebut banyak terdapat dan lebih dikenal masyarakat sebagai pewarna tahu menjadi kuning. Kunyit mengandung kurkumin, yang merupakan senyawa fenolik yang dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati atau terhambatnya pertumbuhannya (Marwati, Winarti, & Sumangat 1996). Konsentrasi yang digunakan dinaikkan menjadi 3% dari penelitian terdahulu, sesuai laporan sebelumnya yang menyatakan pada perlakuan kunyit 3% yang dicampur jeruk nipis dapat mengawetkan tahu selama delapan hari (Pusbangtepa 1990).

Pada percobaan dengan garam digunakan konsentrasi 4% karena pada perendaman tahu dalam larutan garam dengan konsentrasi 4% untuk berbagai jenis tahu yang dibuat dengan berbagai jenis bahan penggumpal memberikan nilai rata-rata penerimaan tertinggi (Sutanti 1989) dan pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi 1999). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle

17

Bahan pengawet seperti kunyit dan garam dikombinasikan dengan jeruk nipis. Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan mikroba yang khas dari hasil urainya (Supardi 1999).

Berdasarkan hasil-hasil percobaan sebelumnya maka pada percobaan utama dilakukan penambahan pengawet alami dengan kombinasi dan konsentrasi seperti dicantumkan pada Tabel 5. Penambahan kombinasi bahan pengawet alaminya hanya di awal penyimpanan.

Tabel 5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan perendam tahu

Kode Jenis Formula Garam (%) Kunyit Segar (%) Sari Jeruk Nipis (%)

A 4 3 -

B 4 - 1.4

C 4 3 1.4

Tahu direndam dalam 100 ml larutan air perendam yang berisi perlakuan kombinasi bahan pengawet alami di atas dalam kantung plastik tahan panas (HDPE) kemudian dikemas dan disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada suhu ruang, tahu yang disimpan diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Pengamatan dilakukan dengan selang waktu dua hari bertujuan agar rata-rata perubahan yang terlihat lebih dapat diamati secara jelas. Kriteria pengamatannya mencakup tekstur, rasa, aroma, warna, dan adanya lendir pada tahu.

Evaluasi Mutu Tahu (A) Penilaian mikrobiologi

Uji mikrobiologi yang dilakukan pada tahu yang disimpan adalah uji total mikroba (Total Plate Count) yang dilakukan pada selang waktu dua hari masa penyimpanan. Sampel tahu sebanyak 10 g ditambah dengan larutan pengencer NaCl 0.85% sebanyak 90 ml, dihomogenkan dengan stomacher selama dua menit. Sampel yang telah homogen disiapkan dan dilakukan pengenceran sampai 10-6. Sampel yang telah diencerkan kemudian dipipet secara aseptik sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri steril dengan metode tuang, dimana PCA dituangkan pada cawan petri dan diinkubasikan dalam posisi terbalik pada suhu 37oC selama dua

18

hari. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba yang terdapat secara alamiah pada sampel (Jenie & Fardiaz 1989)

Cara penghitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut :

∑ Mikroba = rata-rata∑ koloni x 1 (FP = Faktor Pengenceran) fp

(B) Penilaian pH

Sampel tahu sebanyak 10 gram dihaluskan dengan menggunakan mortar kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dapat diketahui setelah diperoleh pembacaan yang stabil dari pH meter (Apriyantono, Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1989).

© Evaluasi mutu inderawi

Pengamatan perubahan mutu inderawi tahu selama penyimpanan dilakukan secara deskriptif, hedonik (kesukaan), dan pengamatan visual kerusakan tahu. Penilaian secara deskriptif yang dilakukan meliputi karakteristik tekstur, aroma khas tahu, aroma kunyit pada tahu, aroma asam jeruk nipis pada tahu, aroma tahu rusak, warna putih dan kuning pada tahu, serta rasa asin dan asam pada tahu. Skala penilaian deskriptif yang digunakan adalah 1 sampai 9.

Penilaian secara hedonik (kesukaan) meliputi karakteristik tekstur, aroma, warna, rasa, dan penerimaan umum tahu. Skala yang digunakan juga dari 1 sampai 9, yaitu dari amat sangat tidak suka (1) sampai amat sangat suka (9). Uji rasa hanya dilakukan pada penyimpanan suhu dingin.

Tahu yang digunakan untuk uji rasa sebelumnya di blanching selama lima menit dengan tujuan untuk keamanan. Proses blanching tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa uji rasa merupakan suatu uji yang sensitif. Pengamatan mutu inderawi dilakukan dua kali ulangan setiap selang waktu dua hari masa penyimpanan dengan 15 orang panelis agak terlatih yang terdiri dari mahasiswa/i Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada pengamatan visual kerusakan, karakteristik tanda-tanda kerusakan tahu yang diamati antara lain tekstur tidak kompak, aroma asam tahu rusak, dan adanya lendir. Pengamatan ini tidak menggunakan skala, hanya menggunakan jenis pertanyaan tertutup pada kuisioner. Contoh format evaluasi inderawi disajikan pada Lampiran 1.

19

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan utama adalah Rancangan Faktorial (Sudjana 1995). Faktor yang digunakan ada dua, yaitu jenis pengawet dan lama penyimpanan. Pada percobaan ini dilakukan dua penyimpanan, yaitu suhu ruang dan suhu dingin, namun faktor suhu tidak dimasukkan sebagai perlakuan. Model yang digunakan pada penyimpanan suhu ruang adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk

Keterangan :

Yijkl = variabel yang diukur µ = rata-rata umum

Ai = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i Bj = pengaruh lama penyimpanan ke-j

ABij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j

εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan ke-j, dan pada ulangan ke-k

i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4) j = lama penyimpanan (1, 2, 3) k =ulangan (1, 2)

Sedangkan model yang digunakan pada penyimpanan suhu dingin adalah:

Yijk = µ + Ci + Dj + CDij + εijk

Keterangan :

Yijkl = variabel yang diukur µ = rata-rata umum

Ci = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i Dj = pengaruh lama penyimpanan ke-j

CDij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j

εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan ke-j, dan pada ulangan ke-k

i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4)

j = lama penyimpanan (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) k =ulangan (1, 2)

20

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil analisis uji mikrobiologi, pH, dan evaluasi mutu inderawi diolah menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test untuk mengetahui dan membandingkan perbedaan pengawet setiap waktu serta antar pengawet setiap waktu pengamatan. Dunnet t-tests digunakan untuk membandingkan semua perlakuan dengan tahu kontrol. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara pH larutan perendam dengan pH tahu serta hubungan antara evaluasi mutu inderawi. Data diolah menggunakan SPSS versi 13.0.

Dokumen terkait