• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami dalam Pengawetan Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami dalam Pengawetan Tahu"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI

DALAM PENGAWETAN TAHU

Ria Mariana Mustafa

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

RIA MARIANA MUSTAFA. STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. (Di bawah bimbingan AHMAD SULAEMAN dan EDDY S. MUDJAJANTO).

Tujuan umum percobaan adalah mempelajari efektivitas bahan pengawet alami dalam pengawetan tahu. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah (1) mencari formula bahan pengawet alami bentuk kombinasi yang efektif dan (2) mengetahui perbedaan perlakuan pengawet terhadap keawetan tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2005.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error untuk (1) memilih jenis dan konsentrasi bahan pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji pala, jeruk nipis, garam dan bawang putih) yang akan digunakan pada penelitian utama, (2) menentukan bentuk bahan pengawet alami (segar atau kering), (3) menentukan cara penambahan larutan perendam (hanya pada awal penyimpanan atau setiap hari). Pada penelitian utama dilakukan bentuk kombinasi bahan pengawet alami (garam, jeruk nipis, kunyit) dengan pengamatan mikrobiologi, pH larutan perendam dan tahu, evaluasi mutu inderawi inderawi, dan pengamatan visual kerusakan tahu.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dengan dua suhu penyimpanan, yaitu suhu ruang dan dingin. Data hasil analisis uji mikrobiologi, pH, dan evaluasi mutu inderawi diolah menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Dunnet t-test untuk membandingkan perbedaan pengawet dengan kontrol. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara uji pH larutan perendam dengan pH tahu serta hubungan antara penilaian inderawi. Data diolah menggunakan SPSS versi 13.0.

Hasil pengamatan penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa keempat jenis pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji pala, bawang putih) mempunyai efek yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang baik selama dua hari pada suhu ruang. Sedangkan perlakuan dengan menggunakan bahan segar dan kering menunjukkan pengaruh yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Perbedaan yang nampak adalah warna permukaan tahu menjadi lebih tua dan aroma tahu lebih menyengat apabila menggunakan bahan segar.

Pada penambahan larutan perendam di awal penyimpanan saja juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan yang diganti setiap hari, yaitu sama-sama hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Pada penelitian utama digunakan bentuk kombinasi antara garam (4%) + kunyit (3%), garam (4%) + jeruk nipis (1.4%) ,dan garam (4%) + kunyit (3%) + jeruk nipis (1.4%).

(3)

total mikroba. Perlakuan garam+kunyit+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil dan pada penyimpanan suhu ruang. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin, perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil. Berdasarkan hasil uji Dunnet, kedua perlakuan tersebut yang memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil pada suhu ruang dan dingin berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.01).

Hasil uji korelasi Pearson antara pH larutan perendam dengan pH tahu, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.439, p=0.276) sedangkan pada suhu dingin menunjukkan hubungan sangat nyata dan bersifat positif (r=0.728, p=0.000). Analisis ragam terhadap pH larutan perendam selama penyimpanan suhu dingin menunjukkan bahwa jenis pengawet dan lama penyimpanan berbeda nyata (p<0.05) dengan pH larutan perendam tahu. Pada percobaan ini, perlakuan garam+jeruk nipis merupakan pH larutan perendam yang paling asam pada penyimpanan suhu dingin. Berdasarkan hasil uji Dunnet juga berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.05). Tetapi pada penyimpanan suhu ruang, hasil analisis ragam menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.

Analisis ragam menunjukkan bahwa jenis perlakuan pengawet dan waktu penyimpanan tidak berbeda terhadap pH tahu pada suhu ruang dan dingin. Tetapi perlakuan pengawet garam+kunyit dan garam+jeruk nipis memiliki pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) dengan pH tahu kontrol.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan terhadap tekstur tahu tidak berhubungan dengan mutu tekstur tahu pada suhu ruang (r=0.076 dan p=0.751) sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif (r=0.294 dan p=0.025).

Hasil uji korelasi Pearson kesukaan aroma tahu terhadap mutu aroma khas tahu, memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif pada suhu ruang (r=0.595 dan p=0.006) serta suhu dingin (r=0.682 dan p=0.000). Hasil uji korelasi Pearson kesukaan terhadap aroma tahu terhadap mutu aroma kunyit pada tahu, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.403 dan p=0.078). Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat negatif (r=-0.543 dan p=0.000). Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma asam jeruk nipis, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.07 dan p=0.975) dan suhu dingin (r=-0.137 dan p=0.305). Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma tahu yang rusak, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=0.105 dan p=0.660) dan pada suhu dingin memiliki hubungan yang nyata dan bersifat negatif (r=-484 dan p=0.000).

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu dengan mutu warna putih, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=0.001 dan p=0.997) dan suhu dingin (r=0.246 dan p=0.160). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu dengan mutu warna kuning tahu, memiliki hubungan yang nyata dan bersifat negatif (r=-0.838 dan p=0.009) pada penyimpanan suhu ruang dan pada suhu dingin (r=-0.184 dan p=0.389).

(4)

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI

DALAM PENGAWETAN TAHU

Ria Mariana Mustafa

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU

Nama Mahasiswa : Ria Mariana Mustafa

NIM : A54101054

Menyetujui ,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Ir. Eddy S. Mudjajanto NIP 131 803 658 NIP 131 760 849

Mengetahui ,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP 130 422 698

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Desember 1983. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Arie Mustafa dan Ibu Maria Ulfah.

Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989 sampai 1995 di SD Muhammadiyah V Jakarta. Tahun 1995 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 29 Jakarta sampai tahun 1998 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMUI Al-Azhar 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2001.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman M.S. dan Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kritik, saran, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Budi Setiawan M.S. sebagai dosen penguji, atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

2. Ayah, Ibu dan Lydia atas doa tulus, curahan kasih sayang, pengorbanan yang tak terkira demi kebahagiaan penulis.

3. Dewi Wulandari Ariesta, M. Aries, dan Nadhira, atas kritik dan sarannya sebagai pembahas selama seminar.

4. Pak Mashudi dan Pak Asep Rusyana atas semua bimbingannya, nasehat, kritik, saran dan candanya yang selalu menghiasi selama penulis menjalani penelitian.

5. Keluarga Ibu Badri, atas segala doa, semangat, dan bantuan atas penyediaan bahan baku tahu yang diperlukan dalam penelitian ini.

6. My Angels, Lies, Tienot, Kartini, Endah, Yanthi, Desnelli, Ocha, , Tina, Linda, Mas Rindra, Indria, Nofa, V-jay, dan Dina atas semua karunia keindahan persahabatan yang kalian berikan.

7. Rohiman Acah, atas semua semangat dan hari-hari indah yang selalu dihadirkan untuk penulis.

8. Mba Fitrah dan Mba Nisa atas semua semangat, kritik, saran dan bantuannya kepada penulis selama penelitian.

9. Tim KKP Baranangsiang, Bu Sanyoto, Ika, Endah, Tina, Ocha, dan Aldoko atas semua doa dan bantuannya yang tidak terkira.

10. Anak-anak lab, Ade, Unie, Eka, Ina, Hani, Nana sari, Nana Yani, Yuni, Adi, Wawan atas semua bantuan dan kenangan yang indah selama di Lab.

11. Anton dan M. Iqbal atas semua bantuannya yang tak terkira terutama slide seminar yang menakjubkan.

12. All Gamasakers 37, 38, dan 39 atas semua semangat dan doanya.

Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat berguna bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Tahu... 3

Kerusakan dan Pengawetan Tahu... 5

Bahan Pengawet Alami... 6

Kunyit... 7

Garam... 9

Jeruk Nipis... 10

Kayu Manis... 10

Biji Pala... 11

Bawang Putih... 12

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 13

Metode Penelitian... 13

Evaluasi Mutu Tahu... 17

Rancangan Percobaan... 19

Pengolahan dan Analisis Data... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan... 21

Penelitian Utama... 23

Mutu Mikrobiologi Tahu... 24

pH Larutan Perendam dan pH Tahu... 26

Evaluasi Mutu Inderawi... 30

Pengamatan Visual Kerusakan... 40

KESIMPULAN DAN SARAN... 43

DAFTAR PUSTAKA... 44

(9)

i

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Komposisi zat gizi tahu per 100 g………. 3 2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam

amino yang dianjurkan FAO/WHO……… 4 3 Syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

01-3142-1992……… 4 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g

bahan yang dapat dimakan………... 8 5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan

perendam tahu………... 17 6 Skor rata-rata mutu inderawi tahu selama penyimpanan pada suhu

ruang dan dingin……….. 32 7 Persentase skor rata-rata pengamatan inderawi deteksi kerusakan tahu

(10)

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu

ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet…….

2 Perubahan pH larutan perendam selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………..

3 Perubahan pH tahu selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………

4 Perubahan skor kesukaan tekstur selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………..

5 Perubahan skor kesukaan aroma selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………..

6 Perubahan skor kesukaan warna selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………...

7 Perubahan skor kesukaan rasa selama penyimpanan tahu pada suhu dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………

8 Perubahan skor penerimaan umum selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………...

25

27

29

30

35

36

38

(11)

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI

DALAM PENGAWETAN TAHU

Ria Mariana Mustafa

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

RIA MARIANA MUSTAFA. STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. (Di bawah bimbingan AHMAD SULAEMAN dan EDDY S. MUDJAJANTO).

Tujuan umum percobaan adalah mempelajari efektivitas bahan pengawet alami dalam pengawetan tahu. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah (1) mencari formula bahan pengawet alami bentuk kombinasi yang efektif dan (2) mengetahui perbedaan perlakuan pengawet terhadap keawetan tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2005.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error untuk (1) memilih jenis dan konsentrasi bahan pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji pala, jeruk nipis, garam dan bawang putih) yang akan digunakan pada penelitian utama, (2) menentukan bentuk bahan pengawet alami (segar atau kering), (3) menentukan cara penambahan larutan perendam (hanya pada awal penyimpanan atau setiap hari). Pada penelitian utama dilakukan bentuk kombinasi bahan pengawet alami (garam, jeruk nipis, kunyit) dengan pengamatan mikrobiologi, pH larutan perendam dan tahu, evaluasi mutu inderawi inderawi, dan pengamatan visual kerusakan tahu.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dengan dua suhu penyimpanan, yaitu suhu ruang dan dingin. Data hasil analisis uji mikrobiologi, pH, dan evaluasi mutu inderawi diolah menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Dunnet t-test untuk membandingkan perbedaan pengawet dengan kontrol. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara uji pH larutan perendam dengan pH tahu serta hubungan antara penilaian inderawi. Data diolah menggunakan SPSS versi 13.0.

Hasil pengamatan penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa keempat jenis pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji pala, bawang putih) mempunyai efek yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya mampu mempertahankan mutu tahu yang baik selama dua hari pada suhu ruang. Sedangkan perlakuan dengan menggunakan bahan segar dan kering menunjukkan pengaruh yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Perbedaan yang nampak adalah warna permukaan tahu menjadi lebih tua dan aroma tahu lebih menyengat apabila menggunakan bahan segar.

Pada penambahan larutan perendam di awal penyimpanan saja juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan yang diganti setiap hari, yaitu sama-sama hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Pada penelitian utama digunakan bentuk kombinasi antara garam (4%) + kunyit (3%), garam (4%) + jeruk nipis (1.4%) ,dan garam (4%) + kunyit (3%) + jeruk nipis (1.4%).

(13)

total mikroba. Perlakuan garam+kunyit+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil dan pada penyimpanan suhu ruang. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin, perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil. Berdasarkan hasil uji Dunnet, kedua perlakuan tersebut yang memiliki nilai rata-rata total mikroba terkecil pada suhu ruang dan dingin berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.01).

Hasil uji korelasi Pearson antara pH larutan perendam dengan pH tahu, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.439, p=0.276) sedangkan pada suhu dingin menunjukkan hubungan sangat nyata dan bersifat positif (r=0.728, p=0.000). Analisis ragam terhadap pH larutan perendam selama penyimpanan suhu dingin menunjukkan bahwa jenis pengawet dan lama penyimpanan berbeda nyata (p<0.05) dengan pH larutan perendam tahu. Pada percobaan ini, perlakuan garam+jeruk nipis merupakan pH larutan perendam yang paling asam pada penyimpanan suhu dingin. Berdasarkan hasil uji Dunnet juga berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (p<0.05). Tetapi pada penyimpanan suhu ruang, hasil analisis ragam menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.

Analisis ragam menunjukkan bahwa jenis perlakuan pengawet dan waktu penyimpanan tidak berbeda terhadap pH tahu pada suhu ruang dan dingin. Tetapi perlakuan pengawet garam+kunyit dan garam+jeruk nipis memiliki pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) dengan pH tahu kontrol.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan terhadap tekstur tahu tidak berhubungan dengan mutu tekstur tahu pada suhu ruang (r=0.076 dan p=0.751) sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif (r=0.294 dan p=0.025).

Hasil uji korelasi Pearson kesukaan aroma tahu terhadap mutu aroma khas tahu, memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif pada suhu ruang (r=0.595 dan p=0.006) serta suhu dingin (r=0.682 dan p=0.000). Hasil uji korelasi Pearson kesukaan terhadap aroma tahu terhadap mutu aroma kunyit pada tahu, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.403 dan p=0.078). Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin memiliki hubungan yang sangat nyata dan bersifat negatif (r=-0.543 dan p=0.000). Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma asam jeruk nipis, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.07 dan p=0.975) dan suhu dingin (r=-0.137 dan p=0.305). Hasil uji korelasi Pearson antara kesukaan aroma tahu dengan mutu aroma tahu yang rusak, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=0.105 dan p=0.660) dan pada suhu dingin memiliki hubungan yang nyata dan bersifat negatif (r=-484 dan p=0.000).

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu dengan mutu warna putih, tidak berhubungan pada penyimpanan suhu ruang (r=0.001 dan p=0.997) dan suhu dingin (r=0.246 dan p=0.160). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesukaan warna tahu dengan mutu warna kuning tahu, memiliki hubungan yang nyata dan bersifat negatif (r=-0.838 dan p=0.009) pada penyimpanan suhu ruang dan pada suhu dingin (r=-0.184 dan p=0.389).

(14)

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI

DALAM PENGAWETAN TAHU

Ria Mariana Mustafa

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul Skripsi : STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU

Nama Mahasiswa : Ria Mariana Mustafa

NIM : A54101054

Menyetujui ,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Ir. Eddy S. Mudjajanto NIP 131 803 658 NIP 131 760 849

Mengetahui ,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP 130 422 698

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Desember 1983. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Arie Mustafa dan Ibu Maria Ulfah.

Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989 sampai 1995 di SD Muhammadiyah V Jakarta. Tahun 1995 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 29 Jakarta sampai tahun 1998 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMUI Al-Azhar 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2001.

(17)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman M.S. dan Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kritik, saran, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Budi Setiawan M.S. sebagai dosen penguji, atas saran dan perbaikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

2. Ayah, Ibu dan Lydia atas doa tulus, curahan kasih sayang, pengorbanan yang tak terkira demi kebahagiaan penulis.

3. Dewi Wulandari Ariesta, M. Aries, dan Nadhira, atas kritik dan sarannya sebagai pembahas selama seminar.

4. Pak Mashudi dan Pak Asep Rusyana atas semua bimbingannya, nasehat, kritik, saran dan candanya yang selalu menghiasi selama penulis menjalani penelitian.

5. Keluarga Ibu Badri, atas segala doa, semangat, dan bantuan atas penyediaan bahan baku tahu yang diperlukan dalam penelitian ini.

6. My Angels, Lies, Tienot, Kartini, Endah, Yanthi, Desnelli, Ocha, , Tina, Linda, Mas Rindra, Indria, Nofa, V-jay, dan Dina atas semua karunia keindahan persahabatan yang kalian berikan.

7. Rohiman Acah, atas semua semangat dan hari-hari indah yang selalu dihadirkan untuk penulis.

8. Mba Fitrah dan Mba Nisa atas semua semangat, kritik, saran dan bantuannya kepada penulis selama penelitian.

9. Tim KKP Baranangsiang, Bu Sanyoto, Ika, Endah, Tina, Ocha, dan Aldoko atas semua doa dan bantuannya yang tidak terkira.

10. Anak-anak lab, Ade, Unie, Eka, Ina, Hani, Nana sari, Nana Yani, Yuni, Adi, Wawan atas semua bantuan dan kenangan yang indah selama di Lab.

11. Anton dan M. Iqbal atas semua bantuannya yang tak terkira terutama slide seminar yang menakjubkan.

12. All Gamasakers 37, 38, dan 39 atas semua semangat dan doanya.

Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat berguna bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2006

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Tahu... 3

Kerusakan dan Pengawetan Tahu... 5

Bahan Pengawet Alami... 6

Kunyit... 7

Garam... 9

Jeruk Nipis... 10

Kayu Manis... 10

Biji Pala... 11

Bawang Putih... 12

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 13

Metode Penelitian... 13

Evaluasi Mutu Tahu... 17

Rancangan Percobaan... 19

Pengolahan dan Analisis Data... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan... 21

Penelitian Utama... 23

Mutu Mikrobiologi Tahu... 24

pH Larutan Perendam dan pH Tahu... 26

Evaluasi Mutu Inderawi... 30

Pengamatan Visual Kerusakan... 40

KESIMPULAN DAN SARAN... 43

DAFTAR PUSTAKA... 44

(19)

i

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Komposisi zat gizi tahu per 100 g………. 3 2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam

amino yang dianjurkan FAO/WHO……… 4 3 Syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

01-3142-1992……… 4 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g

bahan yang dapat dimakan………... 8 5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan

perendam tahu………... 17 6 Skor rata-rata mutu inderawi tahu selama penyimpanan pada suhu

ruang dan dingin……….. 32 7 Persentase skor rata-rata pengamatan inderawi deteksi kerusakan tahu

(20)

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu

ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet…….

2 Perubahan pH larutan perendam selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………..

3 Perubahan pH tahu selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………

4 Perubahan skor kesukaan tekstur selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………..

5 Perubahan skor kesukaan aroma selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………..

6 Perubahan skor kesukaan warna selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………...

7 Perubahan skor kesukaan rasa selama penyimpanan tahu pada suhu dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………

8 Perubahan skor penerimaan umum selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet………...

25

27

29

30

35

36

38

(21)

iii

Lembar penilaian organoleptik……….. Hasil pengamatan visual trial and error... Perubahan mutu tahu selama penyimpanan suhu ruang... Perubahan mutu tahu selama penyimpanan suhu dingin...

47 50 54 54 5 Rekapitulasi hasil uji total mikroba tahu selama penyimpanan... 56 6 Rekapitulasi data analisis nilai pH tahu dan larutan perendam……….. 57

7 Hasil uji ragam Total Plate Count (TPC) tahu pada penyimpanan suhu

ruang………... 58

8

9

Hasil uji ragam pH larutan perendam tahu pada penyimpanan suhu ruang... Hasil uji ragam pH tahu pada penyimpanan suhu ruang………....

58

58 10

Hasil uji ragam skor mutu tekstur tahu pada penyimpanan suhu ruang………... 58 11

Hasil uji ragam skor mutu aroma khas tahu pada penyimpanan suhu ruang... 58 12

Hasil uji ragam skor mutu aroma asam jeruk nipis pada penyimpanan tahu suhu ruang………... 58 13 Hasil uji ragam skor mutu aroma kunyit tahu pada penyimpanan suhu

ruang………... 59

14

Hasil uji ragam skor mutu warna kuning tahu pada penyimpanan suhu ruang………... 59 15 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap tekstur tahu pada penyimpanan

suhu ruang………... 59

16 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap warna tahu pada penyimpanan suhu ruang………... 59

16a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap warna tahu pada penyimpanan suhu ruang……… 59

17 Hasil uji ragam skor kesukaan terhadap aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang………... 59 18 Hasil uji ragam skor kesukaan penerimaan umum tahu pada penyimpanan

suhu ruang………... 60

19

(22)

iv

20 Hasil uji ragam pH larutan perendam tahu pada penyimpanan suhu dingin………...

60

21 21a

Hasil uji ragam pH tahu pada penyimpanan suhu dingin………...…… Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pengawet terhadap pH tahu pada penyimpanan suhu dingin………...

60

60

22 Hasil uji ragam skor mutu aroma kunyit tahu pada penyimpanan suhu dingin………... 60 23

Hasil uji ragam skor mutu aroma asam jeruk nipis pada penyimpanan tahu suhu dingin………... 61 24 Hasil uji ragam skor mutu warna kuning tahu pada penyimpanan suhu

dingin………... 61 25 Hasil uji ragam skor mutu rasa asin tahu pada penyimpanan suhu

dingin... 61

26 Hasil uji ragam skor mutu rasa asam tahu pada penyimpanan suhu dingin... 61

27 Hasil uji ragam skor kesukaan tekstur tahu pada penyimpanan suhu dingin……….. .

61

28 Hasil uji ragam skor kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu dingin..………... 61 29 Hasil uji ragam skor kesukaan warna tahu pada penyimpanan suhu

dingin…..………... 62

29a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap warna tahu pada penyimpanan suhu dingin……… 62

30 Hasil uji ragam skor kesukaan rasa tahu pada penyimpanan suhu

dingin...………... 62

30a Hasil uji lanjut Duncan skor kesukaan pengaruh pengawet terhadap rasa tahu pada penyimpanan suhu dingin………... 62 31 Hasil uji ragam skor kesukaan penerimaan umum tahu pada penyimpanan

suhu dingin………... 62 32 Hasil uji korelasi Pearson pH larutan perendam dengan pH tahu pada

penyimpanan suhu ruang dan dingin……….. 62

33 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu tekstur tahu dengan kesukaan tekstur tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin... 63 34 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma khas tahu dengan kesukaan

(23)

v

35 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma kunyit pada tahu dengan kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………... 63

36 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma asam jeruk nipis pada tahu dengan kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan

dingin...

63

37 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu aroma asam tahu rusak dengan kesukaan aroma tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin…………... 63

38

Hasil uji korelasi Pearson skor mutu warna putih tahu dengan kesukaan warna tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin………... 63

39

Hasil uji korelasi Pearson skor mutu warna kuning tahu dengan kesukaan warna tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin………... 63

40 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu rasa asin tahu dengan kesukaan rasa tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……….. 64

41 Hasil uji korelasi Pearson skor mutu rasa asam tahu dengan kesukaan rasa tahu pada penyimpanan suhu ruang dan dingin……….. 64

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Tahu

Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah Tao-hu, Teu-hu atau Tokwa. Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila digabungkan akan memberikan pengertian makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1994).

Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan kedelai dilakukan dengan cara penambahan biang atau garam-garam kalsium, misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau sioko (Sarwono & Saragih 2003).

Tahu memberi sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang sangat penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat gizi lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g

Komposisi Jumlah

Kacang Kedelai Kering Tahu Energi (Kal) Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995)

(25)

4

amino tahu dengan yang disarankan FAO/WHO dijabarkan pada Tabel 2 (Sarwono & Saragih 2003).

Tabel 2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam amino yang dianjurkan FAO/WHO

Jenis Asam Amino Anjuran FAO/WHO (mg/g)

Tahu yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain beraroma kunyit jika berwarna kuning, teksturnya agak lunak, dan tidak beraroma asing atau tidak normal. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu tahu yang baik adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan tabel tersebut menyiratkan bahwa tahu tidak boleh mengandung Escheria coli lebih dari 10 APM/g dan sama sekali tidak boleh terdapat Salmonella walaupun kurang dari satu sel. Syarat mutu tahu juga dibatasi dalam hal kandungan cemaran logam berat yang mempunyai nilai maksimum yang berbeda satu sama lainnya.

Tabel 3 Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01- 3142-1992

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1

Putih normal atau kuning normal Normal tidak berlendir dan berjamur Maks. 1.0

Min. 9.0 Min 0.5 Maks 0.1

Sesuai SNI 01-0222-M dan Permenkes No. 1168/Menkes/Per/IX/1999

Maks. 10

(26)

5

Kerusakan dan Pengawetan Tahu

Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan sehingga dapat digolongkan ke dalam golongan high perishable food (Shurtleff & Aoyagi 1979). Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu rendah, yaitu suhu maksimum 15oC (Fardiaz 1983. Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono & Saragih 2003).

Kerusakan mikrobiologis pada tahu tergantung dari beberapa faktor, antara lain (1) adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan termodurik, (2) adanya bakteri kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan sampai tahu siap untuk dikonsumsi, (3) suhu penyimpanan, dan (4) adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu (Shurtleff & Aoyagi 1979).

Komposisi suatu bahan pangan sangat menentukan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik pada bahan tersebut. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada bahan pangan berkadar air tinggi dengan pH netral terutama berasal dari golongan bakteri (Shurtleff & Aoyagi 1979). Bakteri asam laktat yang berbentuk Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhrotopik gram negatif berbentuk batang, dan bakteri gram positif merupakan bakteri-bakteri yang dominan terdapat di dalam tahu segar (Fardiaz 1983). Bakteri tersebut umumnya bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Pada saat metabolisme berlangsung, bakteri akan menggunakan protein, lemak, karbohidrat, dan komponen zat gizi lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Bakteri akan memecah protein menjadi polipeptida, asam amino, dan amin kemudian beberapa spesies lainnya juga dapat memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak.

(27)

6

adalah tahu tidak rusak sampai tiga hari pada suhu ruang dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu dingin, tahu keras namun tidak padat, dan baunya agak menyengat khas formalin (Mujadjanto 2005).

Menurut Winarno dan Rahayu (1994), perendaman tahu selama satu malam dengan larutan formalin 0.1-0.15% mampu mengawetkan tahu sampai tiga minggu dengan tekstur yang kempal dan apabila konsentrasi formalin ditingkatkan menjadi 0.2%, tahu dapat tahan sampai satu bulan tetapi setelah dicuci dan digoreng adanya formalin masih dapat dideteksi.

Walaupun formalin mempunyai kemampuan mengawetkan tahu sampai beberapa minggu, penggunaannya dalam makanan dilarang. Di Indonesia, penggunaan formalin dilarang seperti diatur dalam peraturan Permenkes No.722/Menkes/1988 yang diperbaharui dengan Permenkes No.1168/Per/IX/1999. Penggunaan formalin dilarang karena bahan kimia itu dapat membahayakan kesehatan. Formalin merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan sel fungsi hati dan jaringan) (BPOM 1993). Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengganti formalin sebagai pengawet makanan.

Bahan Pengawet Alami

Bahan pengawet alami merupakan jenis pengawet yang memiliki banyak khasiat, terutama sebagai bahan pengawet makanan. Bahan pengawet alami relatif aman dibandingkan bahan pengawet sintetis yang jika terjadi ketidaksempurnaan proses dapat mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik (Winarno & Rahayu 1994). Rempah-rempah merupakan pengawet alami yang mengandung zat antimikroba yang khas sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan makanan.

(28)

7

Rempah-rempah merupakan bahan yang umum digunakan oleh masyarakat di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan aroma yang khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya (berpengaruh positif terhadap kesehatan), dan memberi sifat ketahanan serta pengawetan (Somaatmadja 1985). Rempah-rempah tertentu juga mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan mikroba, baik kapang, khamir, maupun bakteri. Aktivitas antimikroba ini diduga karena adanya senyawa kimia pada rempah-rempah yang bersifat racun terhadap mikroba tertentu (Pruthi 1979).

Senyawa antimikroba ini sering ditambahkan ke dalam makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk dan perusak. Bahan tambahan yang umum digunakan adalah asam organik dan garamnya. Penambahan senyawa antimikroba dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh : (1) rusaknya dinding sel sehingga terjadi lisis atau terhambatnya pembentukan dinding sel pada sel yang tumbuh, (2) berubahnya permeabilitas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran nutrien dari dalam sel, (3) denaturasi protein, dan (4) terhambatnya kerja enzim di dalam sel (Pelczar & Reid 1972).

Kunyit

Tanaman kunyit termasuk famili Zingiberaceae (suku temu-temuan), genus Curcuma, dan spesies domestica. Tanaman ini pertama kali diperkenalkan ke dunia ilmu pengetahuan dengan nama Curcuma longa, namun karena nama tersebut sudah digunakan untuk jenis rempah-rempah yang lain, maka pada tahun 1918 Valenton memberi nama baru untuk kunyit, yaitu Curcuma domestica (Purseglove et al. 1981).

(29)

8

Tabel 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g bahan yang dapat dimakan Sumber : Farrell 1985

Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta berbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi rapuh (Purseglove et al. 1981).

Dua komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan pigmen kurkumin (C12H20O6) dan kandungan minyak volatilnya. Kandungan

pigmen kunyit (dinyatakan dengan kurkumin) dan minyak volatil dari berbagai jenis kunyit yang diperdagangkan berkisar antara 0.5-6.0% dan 1.3-6.0% (Pursgelove et al. 1981). Minyak ini mengandung alkohol, turmerol, dan curcumin sedangkan bagian utama dari minyak ini adalah turmeron dan aldehidroturmeron. Komponen organik lainnya adalah d-α-phelandren, d-sabinen, zingiberen, cineol, dan borneol.

(30)

9

Garam

Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih digunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam yang merupakan zat pengawet organik adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya di Indonesia. Sejumlah kecil garam biasanya ditambahkan secara langsung atau melalui perendaman terhadap beberapa macam makanan untuk memperbaiki rasa, flavor dan menjaga mutu selama penyimpanan.

Garam yang digunakan adalah garam dapur yang sering disebut juga “common salt”. Secara teoritis garam yang berasal dari penguapan air laut mempunyai kadar natrium klorida di atas 97% akan tetapi dalam prakteknya kadar natrium klorida di bawah 97% (Sutanti 1989). Sifat antimikroorganisme garam akan menghambat secara selektif. Air ditarik dari dalam sel mikroba sehingga sel menjadi kering, yang disebut proses osmosis. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%) (Supardi 1999).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga

mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, Edwards, Fleet & Wootton 1987). Penggunaan garam juga tergantung dari jenis bahan pangan yang diawetkan walaupun dengan semakin tingginya konsentrasi garam yang digunakan dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi 1999). Selain itu, penggunaan garam sebagai bahan pengawet akan mempengaruhi penerimaan rasa dari jenis pangan, terutama tahu yang mempunyai rasa tawar dan rasa yang khas.

Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Di samping itu, NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat

(31)

10

Jeruk Nipis

Jeruk nipis adalah jenis buah yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia dalam proses persiapan makanan maupun pengobatan. Air hasil perasan jeruk nipis banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam kegunaan misalnya sebagai obat sakit tenggorokan, campuran minuman dan makanan, serta banyak dipergunakan sebagai bumbu dapur. Penambahan jeruk nipis bertujuan untuk menambah rasa, mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dan lainnya (BPOM 2003).

Jeruk nipis mempunyai rasa lebih asam dari jenis jeruk lainnya. Jenis asam utama yang dikandungnya adalah asam sitrat (Sutanti 1989). Meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang dapat diterima secara organoleptik umumnya tidak pernah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu, selalu ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan pangan sejenis ini. Asam yang terdapat pada buah jeruk terutama jeruk nipis dapat menurunkan pH suatu makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan mikroba yang khas dari hasil urainya. Toksisitas asam yang ditimbulkan sangat bervariasi bergantung kepada kondisi keasamannya (Supardi 1999).

Kayu Manis

Kayu manis berasal dari famili Lauraceae. Kayu manis yang digunakan sebagai rempah-rempah berasal dari kulit pohon tanaman Cinnamonum zeylanicum. Penggunaan utama kulit kayu manis baik dalam bentuk utuh maupun bubuk adalah sebagai bumbu dalam masakan. Bubuk kayu manis banyak digunakan dalam industri produk roti, pikel, pudding, minuman, dan kembang gula (Somaatmadja 1985).

(32)

11

kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora aseksual. Konsentrasi 1.6% dapat membunuh kapang yang diuji pada penelitian Fardiaz et al. (1988), yaitu A. parasiticus, Mucorsp, A. niger, P. expansum, N. sitophila, Rhizopus sp., dan Aspergillus sp. Kayu manis juga dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif dari semua basili yang diuji.

Kayu manis mengandung 0.9-2.3% minyak esensial. sinamat aldehida terkandung dalam kayu manis sebanyak 65-75%. Komponen-komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu manis antara lain benzaldehida, nonialdehida, eugenol, metil n-amil keton, furfural, l-α pinen, α-felandren, p-sinen, hidrosinamat aldehida, cuminaldehida, l-linalool, kriofilen, dan linalil isobutirat.

Biji Pala

Pohon pala (Myristica fragrans houtt) tergolong ke dalam famili Myristiceae. Bagian pohon yang biasa digunakan sebagai rempah-rempah adalah biji dan bunganya. Biji pala berwarna coklat keabu-abuan, berbentuk oval, berbentuk bulat dan bulat lonjong dengan ukuran yang bervariasi. Biji pala tergolong ke dalam ukuran besar jika ukuran panjangnya mencapai 30 mm dan tebal 20 mm. Permukaan biji pala berkerut-kerut dan beralur. Biji pala ini relatif keras sehingga sukar dipotong. Apabila permukaannya dipotong, akan menunjukkan bagian endosperma yang berwarna coklat pucat, ditandai dengan garis-garis coklat (perisperma). Minyak atsiri biji pala terdapat pada garis-garis tersebut (Somaatmadja 1985).

Pala menimbulkan bau aromatik khas, menyebabkan rasa hangat, dan sedikit rasa pahit. Sifat khas tersebut disebabkan oleh minyak volatil yang dikandungnya. Biji pala digunakan antara lain dalam pembuatan roti, cookies, apple pie, meat loaf, dan sup.

(33)

12

Bawang Putih

Bawang putih merupakan umbi dari tanaman Allium sativum L., termasuk dalam famili Amarylidaceae. Kegunaanya antara lain sebagai bumbu masakan daging yang dikalengkan, saus, sup, dan lainnya. Bawang putih mengandung minyak volatil kurang lebih 0.2% yang terdiri dari 60% dialil disulfit, 20% dialil trisulfit, 6% alil propil disulfit, dan sejumlah kecil dietil disulfit, dialil polysulfit, allinin, dan allisin. Minyak ini berwarna kuning kecoklatan dan berbau pedas. Bau bawang putih yang sebenarnya diperkirakan berasal dari dialil disulfit (Farrell 1985).

(34)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan,

Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, dan

Laboratorium Sanitasi dan Keamanan Pangan Departemen Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini

dilaksanakan mulai bulan Maret 2005 sampai Juli 2005.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah tahu putih yang diperoleh dari

Pabrik Tahu Pong, Desa Cinangneng, Kabupaten Bogor. Kacang kedelai yang

digunakan adalah kacang kedelai putih. Bahan pengawet alami yang digunakan

adalah garam kasar, jeruk nipis, rimpang kunyit, kayu manis varietas Cassia

Indonesia B stick, bawang putih, dan biji pala dengan mutu Calibrated Nutmeg

(CN) baik dalam bentuk segar dan kering. Bahan lainnya yang digunakan untuk

pengamatan mikrobiologi adalah larutan pengencer NaCl 0.85%, akuades, media

Plate Count Agar (PCA), alkohol 96%, spiritus, dan kapas steril.

Peralatan yang digunakan adalah blender, pisau, plastik polyetilen, corong pemisah, mesin sealer, otoklaf, juicer, penyaring, panci, kompor, kulkas, cawan petri, pipet, mortar, stomacher, hot plate,erlenmeyer (100 ml, 500 ml, 1 l), tabung reaksi, mortar, penggerus, bunsen, gegep, dan oven. Peralatan lainnya adalah pH

meter dan peralatan untuk pengamatan evaluasi mutu inderawi serta pada

pengamatan visual kerusakan tahu menggunakan piring dan sendok.

Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan (A) Uji coba bahan dan metode

Pada penelitian pendahuluan dilakukan trial and error yang bertujuan untuk:

(1)Memilih jenis dan konsentrasi bahan pengawet alami (kunyit, kayu manis, biji

pala, dan bawang putih) yang akan digunakan pada penelitian utama.

(35)

14

(3)Menentukan cara penambahan larutan perendam (awal penyimpanan atau

setiap hari).

Semua perlakuan pengawet dibandingkan dengan kontrol. Tahu kontrol

yang digunakan adalah jenis tahu putih. Tidak ada perlakuan proses pengawetan

maupun penambahan bahan pengawet tambahan. Tahu kontrol yang digunakan

mengalami penyimpanan pada suhu ruang selama empat hari dan suhu dingin

selama 12 hari.

Larutan perendam tahu dengan menggunakan bahan pengawet alami

dalam bentuk segar dibuat dengan cara sebagai berikut: dikupas bersih, dipotong

sekecil mungkin, dan dicampur dengan air matang sebanyak 100 ml kemudian

diblender. Sedangkan dalam bentuk kering, dicampur dengan air matang sebanyak

100 ml dan langsung diblender. Konsentrasi yang digunakan untuk kedua bentuk bahan pengawet alami tersebut adalah untuk kunyit 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1% (w/v);

kayu manis 0.2, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6% (w/v), biji pala 0.1, 0.3, 1.3, 2.3, 3.3% (w/v),

dan bawang putih 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1% (w/v). Bentuk rempah kering yang

digunakan diperoleh di pasar dengan merk kupu-kupu dan tanpa penambahan

bahan pengawet tambahan. Ukuran yang digunakan berbeda antara setiap bubuk

rempah yang digunakan.

Kayu manis digunakan sebagai bahan pengawet alami karena mempunyai

sifat mengawetkan makanan. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat

merangsang pertumbuhan kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora

aseksual. Konsentrasi 1.6% dapat membunuh kapang yang diuji pada penelitian

Fardiaz et al. (1988), yaitu A. parasiticus, Mucorsp, A. niger, P. expansum, N. sitophila, Rhizopus sp., dan Aspergillus sp.

Bahan lainnya yang digunakan adalah biji pala. Sesuai dengan penelitian

Susilawati (1987), konsentrasi 3.3% pada bubuk biji pala dapat menghambat

pertumbuhan bakteri gram positif berbentuk batang dan kokus, antara lain

Bacillus pumilus, Micrococcus varians, Pseudomonas sp. dan Leuconostoc sp.

Bahan pengawet alami selanjutnya adalah bawang putih. Bawang putih

mengandung senyawa antimikroba yang mempunyai aktivitas penghambatan

(36)

15

Thomas (1984), menunjukkan bahwa bawang putih menghambat pertumbuhan

Aspergillus flavus pada konsentrasi 1%.

Tahu segar yang diperoleh dari pabrik tahu dengan ukuran yang homogen,

yaitu 4x4x3 cm dan berat rata-rata 46.05 g, direndam dalam 100 ml larutan air

perendam yang berisi perlakuan tunggal bahan pengawet alami tersebut dalam

kantung plastik tahan panas (HDPE). Tahu yang telah dikemas selanjutnya

disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada suhu ruang, tahu yang disimpan

diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6,

8, 10, dan 12.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keempat jenis rempah-rempah

tersebut mempunyai daya awet yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya mampu

mempertahankan mutu tahu yang baik selama dua hari pada suhu ruang.

Perlakuan dengan menggunakan bentuk segar dan kering serta perlakuan

mengganti larutan perendam setiap hari dengan yang tidak diganti juga

menunjukkan pengaruh yang tidak jauh berbeda, yaitu hanya dapat mengawetkan

tahu selama dua hari.

Hasil trial and error tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan pengawet tunggal keempat jenis bahan alami tersebut kurang efektif dalam

menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh konsentrasi bahan

pengawet yang terlalu kecil.

(B) Penentuan konsentrasi jeruk nipis

Konsentrasi jeruk nipis yang digunakan ditentukan dengan memakai uji

pH larutan perendam tahu sekitar 3.5-4 karena aktivitas optimum asam sitrat

(komponen aktif jeruk nipis) terjadi pada pH tersebut (Buckle et al. 1987). Hal ini juga sesuai dengan percobaan sebelumnya yang menunjukkan bahwa perlakuan

kunyit yang dicampur dengan jeruk nipis dapat mengawetkan tahu selama delapan

hari sampai pH larutan perendam menjadi 3.5-4 (Pusbangtepa 1990).

Perlakuan yang digunakan dijaga kestabilannya dengan membuat pH

larutan menjadi 3.5 karena pH efektif yang akan menghambat metabolisme

bakteri perusak tahu antara 3.0-4.0 (Lund 2000). Berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan diketahui bahwa untuk mencapai pH tersebut konsentrasi jeruk nipis

(37)

16

(C) Penentuan frekuensi pemberian jeruk nipis

Percobaan juga dilakukan untuk mencari frekuensi pemberian jeruk nipis

yang efektif sebagai bahan pengawet pada perlakuan garam dengan jeruk nipis

dan kombinasi antara garam, jeruk nipis, dan kunyit. Sampel dengan perlakuan

tersebut disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pengamatan visual dilakukan

terhadap perubahan fisik tahu selama penyimpanan tersebut. Pada percobaan

berikutnya pemberian jeruk nipis hanya dilakukan pada awal penyimpanan tahu.

Penambahan di awal ini mempunyai pengaruh yang lebih baik dibandingkan

apabila diberikan setiap hari jika dilihat secara visual baik warna, tekstur, aroma,

dan rasa tahu.

Penelitian Utama

Bahan pengawet alami yang terpilih pada penelitian lanjutan adalah

kunyit, jeruk nipis, dan garam. Kunyit dipilih sebagai bahan pengawet alami

karena bahan tersebut banyak terdapat dan lebih dikenal masyarakat sebagai

pewarna tahu menjadi kuning. Kunyit mengandung kurkumin, yang merupakan

senyawa fenolik yang dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang

menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati atau

terhambatnya pertumbuhannya (Marwati, Winarti, & Sumangat 1996).

Konsentrasi yang digunakan dinaikkan menjadi 3% dari penelitian terdahulu,

sesuai laporan sebelumnya yang menyatakan pada perlakuan kunyit 3% yang

dicampur jeruk nipis dapat mengawetkan tahu selama delapan hari (Pusbangtepa

1990).

Pada percobaan dengan garam digunakan konsentrasi 4% karena pada

perendaman tahu dalam larutan garam dengan konsentrasi 4% untuk berbagai

jenis tahu yang dibuat dengan berbagai jenis bahan penggumpal memberikan nilai

rata-rata penerimaan tertinggi (Sutanti 1989) dan pada konsentrasi NaCl sebesar

2-5% yang dikombinasikan dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah

pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi 1999). Garam juga mempengaruhi

aktivitas air (aw) dari bahan sehingga mengendalikan pertumbuhan

mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle

(38)

17

Bahan pengawet seperti kunyit dan garam dikombinasikan dengan jeruk

nipis. Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan

penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan

mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan

mikroba yang khas dari hasil urainya (Supardi 1999).

Berdasarkan hasil-hasil percobaan sebelumnya maka pada percobaan

utama dilakukan penambahan pengawet alami dengan kombinasi dan konsentrasi

seperti dicantumkan pada Tabel 5. Penambahan kombinasi bahan pengawet

alaminya hanya di awal penyimpanan.

Tabel 5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan perendam tahu

Kode Jenis Formula Garam (%) Kunyit Segar (%) Sari Jeruk Nipis (%)

A 4 3 -

B 4 - 1.4

C 4 3 1.4

Tahu direndam dalam 100 ml larutan air perendam yang berisi perlakuan

kombinasi bahan pengawet alami di atas dalam kantung plastik tahan panas

(HDPE) kemudian dikemas dan disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Pada

suhu ruang, tahu yang disimpan diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan untuk suhu dingin

diamati pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Pengamatan dilakukan dengan

selang waktu dua hari bertujuan agar rata-rata perubahan yang terlihat lebih dapat

diamati secara jelas. Kriteria pengamatannya mencakup tekstur, rasa, aroma,

warna, dan adanya lendir pada tahu.

Evaluasi Mutu Tahu (A) Penilaian mikrobiologi

Uji mikrobiologi yang dilakukan pada tahu yang disimpan adalah uji total

mikroba (Total Plate Count) yang dilakukan pada selang waktu dua hari masa penyimpanan. Sampel tahu sebanyak 10 g ditambah dengan larutan pengencer

NaCl 0.85% sebanyak 90 ml, dihomogenkan dengan stomacher selama dua menit. Sampel yang telah homogen disiapkan dan dilakukan pengenceran sampai 10-6.

Sampel yang telah diencerkan kemudian dipipet secara aseptik sebanyak 1 ml ke

dalam cawan petri steril dengan metode tuang, dimana PCA dituangkan pada

(39)

18

hari. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba yang terdapat secara

alamiah pada sampel (Jenie & Fardiaz 1989)

Cara penghitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut :

∑ Mikroba = rata-rata∑ koloni x 1 (FP = Faktor Pengenceran) fp

(B) Penilaian pH

Sampel tahu sebanyak 10 gram dihaluskan dengan menggunakan mortar

kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dapat

diketahui setelah diperoleh pembacaan yang stabil dari pH meter (Apriyantono,

Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyanto 1989).

© Evaluasi mutu inderawi

Pengamatan perubahan mutu inderawi tahu selama penyimpanan

dilakukan secara deskriptif, hedonik (kesukaan), dan pengamatan visual

kerusakan tahu. Penilaian secara deskriptif yang dilakukan meliputi karakteristik

tekstur, aroma khas tahu, aroma kunyit pada tahu, aroma asam jeruk nipis pada

tahu, aroma tahu rusak, warna putih dan kuning pada tahu, serta rasa asin dan

asam pada tahu. Skala penilaian deskriptif yang digunakan adalah 1 sampai 9.

Penilaian secara hedonik (kesukaan) meliputi karakteristik tekstur, aroma,

warna, rasa, dan penerimaan umum tahu. Skala yang digunakan juga dari 1

sampai 9, yaitu dari amat sangat tidak suka (1) sampai amat sangat suka (9). Uji

rasa hanya dilakukan pada penyimpanan suhu dingin.

Tahu yang digunakan untuk uji rasa sebelumnya di blanching selama lima menit dengan tujuan untuk keamanan. Proses blanching tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa uji rasa merupakan suatu uji yang sensitif.

Pengamatan mutu inderawi dilakukan dua kali ulangan setiap selang waktu dua

hari masa penyimpanan dengan 15 orang panelis agak terlatih yang terdiri dari

mahasiswa/i Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada pengamatan visual kerusakan, karakteristik tanda-tanda kerusakan

tahu yang diamati antara lain tekstur tidak kompak, aroma asam tahu rusak, dan

adanya lendir. Pengamatan ini tidak menggunakan skala, hanya menggunakan

jenis pertanyaan tertutup pada kuisioner. Contoh format evaluasi inderawi

(40)

19

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan utama adalah

Rancangan Faktorial (Sudjana 1995). Faktor yang digunakan ada dua, yaitu jenis

pengawet dan lama penyimpanan. Pada percobaan ini dilakukan dua

penyimpanan, yaitu suhu ruang dan suhu dingin, namun faktor suhu tidak

dimasukkan sebagai perlakuan. Model yang digunakan pada penyimpanan suhu

ruang adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk

Keterangan :

Yijkl = variabel yang diukur

µ = rata-rata umum

Ai = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i

Bj = pengaruh lama penyimpanan ke-j

ABij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j

εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan

ke-j, dan pada ulangan ke-k i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4) j = lama penyimpanan (1, 2, 3) k =ulangan (1, 2)

Sedangkan model yang digunakan pada penyimpanan suhu dingin adalah:

Yijk = µ + Ci + Dj + CDij + εijk

Keterangan :

Yijkl = variabel yang diukur

µ = rata-rata umum

Ci = pengaruh penambahan jenis pengawet ke-i

Dj = pengaruh lama penyimpanan ke-j

CDij = pengaruh interaksi jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j

εijk =galat percobaan yang timbul akibat pengawet ke-i, lama penyimpanan

ke-j, dan pada ulangan ke-k i = jenis pengawet (1, 2, 3, 4)

(41)

20

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil analisis uji mikrobiologi, pH, dan evaluasi mutu inderawi diolah

menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka

dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test untuk mengetahui dan membandingkan perbedaan pengawet setiap waktu serta antar pengawet setiap

waktu pengamatan. Dunnet t-tests digunakan untuk membandingkan semua perlakuan dengan tahu kontrol. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara pH larutan perendam dengan pH tahu serta

hubungan antara evaluasi mutu inderawi. Data diolah menggunakan SPSS versi

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan, keempat jenis pengawet alami (kunyit, kayu manis, bawang putih, dan biji pala) yang digunakan dalam bentuk tunggal mempunyai efek yang tidak jauh berbeda antara setiap perlakuan, yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari penyimpanan (pada suhu ruang) (Lampiran 2).

Pada hari ke dua, semua tahu yang mengalami perlakuan mulai mengalami tanda-tanda kerusakan, seperti adanya lendir, aroma sedikit asam, kekompakan berkurang, dan larutan perendam yang sangat keruh serta terdapat residu (semacam lendir) pada larutan perendamnya. Hal ini kemungkinan disebabkan taraf konsentrasi yang digunakan belum cukup efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada tahu yang berbeda dengan bahan makanan lainnya.

Taraf konsentrasi rempah-rempah pada penelitian sebelumnya hanya dianalisis berdasarkan kadar zat aktif antimikroba rempah secara murni saja, belum diaplikasikan ke dalam bahan makanan. Sementara diketahui bahwa efek penghambatan atau perangsangan pertumbuhan mikroba oleh suatu jenis rempah-rempah bersifat khas.

Penggunaan pengawet alami dalam bentuk segar dan kering menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari penyimpanan. Perbedaan yang nampak adalah warna permukaan tahu menjadi lebih tua dan aroma tahu lebih menyengat apabila menggunakan bahan bumbu dibandingkan yang dalam bentuk bubuk. Hal ini dikarenakan bahwa bumbu tidak mengalami proses pengeringan menggunakan panas, sehingga minyak atsiri yang terkandung di dalamnya tidak teroksidasi (Pusbangtepa 1998).

(43)

22

akan lebih berwarna gelap dibandingkan yang tidak diganti setiap harinya. Hal ini mungkin disebabkan karena konsentrasi rempah yang digunakan belum efektif.

Percobaan pada penelitian pendahuluan selanjutnya adalah menggunakan jeruk nipis sebagai tolak ukur untuk menentukan metode penambahan pengawet yang diberikan selama penyimpanan. Rata-rata semua perlakuan hanya dapat mengawetkan tahu selama dua hari. Penambahan jeruk nipis setiap harinya mempengaruhi rasa dan aroma tahu menjadi asam khas jeruk nipis sedangkan yang ditambahkan hanya pada awal penyimpanan tidak mempengaruhi rasa dan aroma tahu. Perlakuan penyimpanan suhu ruang, pada hari keempat sudah menunjukkan tanda kerusakan tahu (Lampiran 3).

Tanda awal penyimpangan yang terjadi pada penyimpanan suhu ruang adalah adanya aroma asam tahu rusak dan kekompakan tahu yang berkurang. Sedangkan tahu kontrol dapat mempunyai mutu yang baik sampai hari ke dua. Pada perlakuan penambahan jeruk nipis yang diganti setiap hari penyimpanan memberikan tekstur tahu yang lebih kompak dibandingkan yang diberikan hanya pada awal penyimpanan tetapi aroma dan rasa tahu menjadi lebih asam. Penerimaan panelis terhadap tahu akan berkurang jika aroma dan rasa tahu akan menjadi asam karena tahu mempunyai aroma dan rasa yang khas (tawar).

Pada penyimpanan suhu dingin, semua perlakuan penambahan pengawet, kecuali kontrol umumnya masih mempunyai mutu yang baik pada hari ke 12 jika dilihat dari sifat fisik (Lampiran 4). Tahu yang mengalami penyimpanan suhu dingin sampai hari ke 12, hanya menunjukkan tanda-tanda penurunan mutu, antara lain kekompakan semakin berkurang dan semakin kuatnya rasa asam jeruk nipis. Sedangkan tahu kontrol pada penyimpanan hari ke empat sudah menunjukkan penurunan mutu yang sama dengan tahu yang diberikan perlakuan pengawet pada hari ke 12.

(44)

23

Tahu yang diberikan perlakuan pengawet garam+jeruk nipis+kunyit sudah terdapat tanda-tanda kerusakan pada hari ke enam karena asam yang berasal dari jeruk nipis sudah mulai terasa pada tahu yang diberi perlakuan tersebut. Penyimpanan pada suhu dingin dapat digunakan untuk mengurangi laju perubahan kimia/biokimia dan aktivitas mikroorganisme, sehingga mampu mempertahankan keawetan produk pangan (BPOM 2003).

Penelitian Utama

Pada penelitian utama dilakukan pengawetan tahu dengan pengawet alami dalam bentuk kombinasi dari bahan pengawet alami yang terpilih pada penelitian sebelumnya. Penggunaan bentuk kombinasi yang digunakan adalah garam dan kunyit, garam dan jeruk nipis, serta garam, kunyit, dan jeruk nipis. Bentuk kombinasi tersebut menggunakan garam sebagai bahan pengawet yang tetap pada ketiga perlakuan karena selain garam mempunyai sifat antimikroorganisme juga akan mempengaruhi penerimaan rasa dari tahu yang mempunyai rasa yang khas dan tawar. Sesuai penelitian Pusbangtepa (1990), tahu yang diberikan perlakuan garam 5% sebagai pengawet mempunyai daya simpan sampai lima hari. Maka dilakukan suatu bentuk kombinasi dengan kunyit dan jeruk nipis untuk memperpanjang masa simpan tahu.

Perlakuan garam dan kunyit merupakan suatu kombinasi zat aktif anti mikroorganisme NaCl dan kurkumin untuk mengawetkan tahu. Kombinasi tersebut akan saling bersinergis, NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi

rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya (Supardi 1999) dan dikombinasikan dengan sifat antimikroorganisme kurkumin yang dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati atau terhambat pertumbuhannya (Marwati et al. 1996). Fungsi lain dari kurkumin adalah sebagai zat pewarna dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan warna tahu.

(45)

24

menurunkan pH suatu makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk (Supardi 1999). Sedangkan kombinasi ketiga bahan pengawet tersebut, diharapkan akan meningkatkan nilai antimikroorganisme pada masing-masing bahan pengawet dan akan meningkatkan daya simpan pada tahu.

Mutu Mikrobiologi Tahu

Daya simpan suatu bahan pangan sangat erat kaitannya dengan keadaan sanitasi pada waktu tahu tersebut diproduksi dan ditangani. Hal ini terkait dengan kontaminasi mikroba yang dapat mempengaruhinya. Pada awal penyimpanan, total mikroba pada tahu yang digunakan berjumlah 4.75 x 106. Menurut Frazier & Westhoff (1988), jumlah populasi mikroba pada saat terbentuknya lendir sebagai tanda kerusakan pada suatu bahan pangan tertentu adalah 3.0 x 106 – 3.0 x 108. Hal ini menunjukkan bahwa tahu yang diproduksi sudah menunjukkan mutu mikrobiologi yang buruk. Faktor penyebabnya disebabkan oleh kondisi sanitasi pada industri tahu yang buruk. Tetapi pada penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengamati efektivitas dari suatu bahan pengawet yang diujikan. Jadi walaupun nilai total mikroba pada tahu di awal penyimpanan sudah melampui batas yang diharapkan, perubahan nilai yang diujikan masih dapat dikorelasikan untuk mengukur efektivitas dari suatu bahan pengawet yang diujikan pada tahu.

Pada percobaan ini, kedua kondisi penyimpanan sampai akhir pengamatan (12 hari pada penyimpanan suhu dingin dan empat hari pada penyimpanan suhu ruang) pertumbuhan mikroba juga masih mencapai tahap tumbuh, yaitu tumbuh lebih lambat untuk tahu yang disimpan pada suhu dingin dan tumbuh lebih cepat untuk tahu yang disimpan pada suhu ruang. Pertumbuhan lebih cepat terjadi setelah penyimpanan hari ke dua (Gambar 1). Sedangkan sebagai perbandingan adalah penelitian Sutanti (1989) pada hari ke 16 (penyimpanan suhu dingin) dan hari ke tujuh (penyimpanan suhu ruang) tahap pertumbuhan mikroba pada tahu juga dalam tahap tumbuh.

(46)

25

berhubungan dengan tersedianya zat gizi pada tahu yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bagi mikroba.

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit

Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar 1 Perubahan total mikroba selama penyimpanan tahu pada suhu ruang dan dingin dengan penambahan perlakuan pengawet.

Pada penyimpanan suhu ruang ini, perlakuan garam+kunyit+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil dibandingkan perlakuan lainnya dan menurut hasil uji Dunnet, perlakuan tersebut berbeda sangat nyata dengan kontrol (p<0.01). Hal ini disebabkan karena terdapat kombinasi zat aktif yang terdapat pada kunyit dan jeruk nipis yang diperkuat dengan sifat antimikroorganisme garam. Garam akan mengurangi tekanan osmotik pada sel dengan cara menarik air dari dalam sel mikroba sehingga sel menjadi kering, yang disebut proses osmosis dan akan menghambat metabolisme bakteri perusak (Supardi 1999).

(47)

26

7.43 log 10 CFU/g. Grafik perbedaan antara setiap perlakuan dapat terlihat pada Gambar 1.

Tanda kerusakan pada tahu ditandai dengan adanya lendir dan aroma asam tahu rusak. Bakteri yang merusaknya adalah bakteri asam laktat yang berbentuk Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhotropik gram negatif berbentuk batang, dan bakteri gram positif yang dominan terdapat di dalam tahu segar (Fardiaz 1983). Penyimpanan tahu pada suhu ruang menyebabkan mikroba cepat tumbuh. Hal ini dikarenakan suhu optimum bakteri gram positif yang menyebabkan kerusakan pada tahu adalah 30-37˚C (Lund 2000). Pada suhu optimum tersebut, bakteri memperbanyak diri dengan cepat (Fardiaz 1992).

Pada penyimpanan suhu dingin, nilai total mikroba tahu kontrol pada penyimpanan hari ke 12 sudah mencapai 8.22 log 10 CFU/ g, perlakuan garam+kunyit mencapai 8.11 log 10 CFU/g, perlakuan garam+jeruk nipis mencapai 7.91 log 10 CFU/ g, dan perlakuan garam+jeruk nipis+kunyit mencapai 8.09 log 10 CFU/g. Perlakuan garam+jeruk nipis menunjukkan nilai rata-rata total mikroba terkecil bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan menurut uji Dunnet, perlakuan tersebut berbeda sangat nyata dengan kontrol (p<0.01).

Analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan dan jenis pengawet berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap total mikroba pada suhu dingin (Lampiran 19). Total mikroba tahu juga terus meningkat walaupun lambat. Hal ini disebabkan perubahan total mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan dapat dihambat, namun tidak akan mati (Ray 2003).

pH larutan perendam dan pH tahu

(48)

27

Penurunan pH larutan perendam yang tajam pada penyimpanan hari ke dua kemungkinan disebabkan karena pada interaksi pertama penyimpanan awal, reaksi pengawet garam, asam, dan kandungan bahan penggumpal pada tahu (kalsium sulfat) bereaksi menjadi inaktivator enzim dan bersifat asam. Penyebab lainnya karena mikroba perusak masih berada pada tahap adaptasi. Tetapi setelah penyimpanan hari ke dua, mikroba sudah mulai mengalami proses pertumbuhan awal (Fardiaz 1989).

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa pH larutan perendam tidak mempunyai hubungan dengan pH tahu pada penyimpanan suhu ruang (r=-0.439, p=0.276) sedangkan pada suhu dingin mempunyai hubungan yang sangat nyata dan bersifat positif (r=0.728, p=0.000) (Lampiran 32). Perbedaan hasil kedua penyimpanan tersebut berbeda karena terdapat penurunan yang sangat tajam pada penyimpanan hari ke dua sedangkan hari berikutnya mengalami peningkatan yang tidak tajam (Gambar 2).

Garam + Kunyit Garam + Jeruk Nipis + Kunyit

Garam + Jeruk Nipis Kontrol

Gambar

Tabel 1 Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g
Tabel 2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam                            amino yang dianjurkan FAO/WHO
Tabel 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g bahan yang dapat dimakan
Tabel 5 Formulasi kombinasi bahan pengawet alami sebagai larutan perendam   tahu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasaranya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang

Setelah melihat keluhan dan saran dari seluruh nasabah atau responden diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwasannya dari lima dimensi seperti bukti langsung (Tangibles),

Firliani Poinsefty Isna, Diah Yulisetiarini, Gusti Ayu Wulandaryi, 2014, Pengaruh Green Product Dan Green Advertising Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Mobil Suzuki Karimun Wagon

In this paper, an energy harvester is presented to convert ambient mechanical vibration into electrical energy employing magnetoelectric generator.. The harvester uses

Selain dengan cara menaikkan besaran simpanan wajib anggota menjadi sebesar Rp 50.000,-, pengurus koperasi mengatakan bahwa Strategi lain yang dilakukan Koperasi

Apakah Anda setuju istilah low cost green car sudah mampu menjelaskan bahwa produsen mobil Toyota Agya peduli pada lingkungan1. Selain dalam memproduksi mobil low

Uji statistik parametrik yang dapat menunjukan ada tidaknya perbedaan hasil jumlah trombosit pada sampel darah EDTA tanpa penundaan dan sampel darah EDTA dengan

Setelah melakukan proses penelitian mengenai sifat fisis dan mekanis paduan aluminium (Al-Si-Zn) pada kondisi tanpa perlakuan, penyemprotan selama 20 hari dan penyemprotan selama