• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah Tao-hu, Teu-hu atau Tokwa. Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila digabungkan akan memberikan pengertian makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto 1994).

Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan kedelai dilakukan dengan cara penambahan biang atau garam-garam kalsium, misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau sioko (Sarwono & Saragih 2003).

Tahu memberi sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang sangat penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat, dan zat gizi lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Komposisi energi dan zat gizi tahu per 100 g

Komposisi Jumlah

Kacang Kedelai Kering Tahu Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin C(mg) Vitamin B (mg) Air (g) 331 34.9 18.1 34.8 227.0 595.0 8.0 14 0 1.07 7.5 68 7.8 4.6 1.6 124 63 0.8 0 0.006 0 84.8 Sumber : Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan (1995)

Mutu protein tahu lebih tinggi dari mutu protein kacang kedelai bila ditinjau dari mutu gizinya (Murdiati 1985). Mutu protein tahu dapat dilihat dari kandungan asam amino penyusunnya. Di antara semua produk olahan kedelai, kandungan asam amino tahu adalah yang paling lengkap. Perbandingan skor asam

4

amino tahu dengan yang disarankan FAO/WHO dijabarkan pada Tabel 2 (Sarwono & Saragih 2003).

Tabel 2 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi asam amino yang dianjurkan FAO/WHO

Jenis Asam Amino Anjuran FAO/WHO (mg/g)

Komposisi Asam Amino Tahu (mg/g N) Metionin & sistin

Threonin Valin Lisin Leusin Isoleusin

Fenilalanin & Tirosin Triptofan 220 250 310 340 440 250 380 60 156 178 264 333 448 261 490 96 Total 2250 2226

Tahu yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain beraroma kunyit jika berwarna kuning, teksturnya agak lunak, dan tidak beraroma asing atau tidak normal. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu tahu yang baik adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan tabel tersebut menyiratkan bahwa tahu tidak boleh mengandung Escheria coli lebih dari 10 APM/g dan sama sekali tidak boleh terdapat Salmonella walaupun kurang dari satu sel. Syarat mutu tahu juga dibatasi dalam hal kandungan cemaran logam berat yang mempunyai nilai maksimum yang berbeda satu sama lainnya.

Tabel 3 Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01- 3142-1992

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 2 3 4 5 6 7 Keadaan : Bau Rasa Warna Penampakan Abu Protein Lemak Serat kasar Bahan tambahan makanan Cemaran mikroba : Escheria coli Salmonella - - - - % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) Angka Paling Memungkinkan/Gram (APM/g) /25 g Normal Normal

Putih normal atau kuning normal Normal tidak berlendir dan berjamur Maks. 1.0

Min. 9.0 Min 0.5 Maks 0.1

Sesuai SNI 01-0222-M dan Permenkes No. 1168/Menkes/Per/IX/1999

Maks. 10

5

Kerusakan dan Pengawetan Tahu

Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan sehingga dapat digolongkan ke dalam golongan high perishable food (Shurtleff & Aoyagi 1979). Tahu hanya dapat tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa menggunakan bahan pengawet walaupun disimpan pada suhu rendah, yaitu suhu maksimum 15oC (Fardiaz 1983. Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono & Saragih 2003).

Kerusakan mikrobiologis pada tahu tergantung dari beberapa faktor, antara lain (1) adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan termodurik, (2) adanya bakteri kontaminan yang mengkontaminasi tahu selama proses pembuatan sampai tahu siap untuk dikonsumsi, (3) suhu penyimpanan, dan (4) adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu (Shurtleff & Aoyagi 1979).

Komposisi suatu bahan pangan sangat menentukan jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik pada bahan tersebut. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada bahan pangan berkadar air tinggi dengan pH netral terutama berasal dari golongan bakteri (Shurtleff & Aoyagi 1979). Bakteri asam laktat yang berbentuk Streptokokus, golongan koliform, golongan psikhrotopik gram negatif berbentuk batang, dan bakteri gram positif merupakan bakteri-bakteri yang dominan terdapat di dalam tahu segar (Fardiaz 1983). Bakteri tersebut umumnya bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Pada saat metabolisme berlangsung, bakteri akan menggunakan protein, lemak, karbohidrat, dan komponen zat gizi lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Bakteri akan memecah protein menjadi polipeptida, asam amino, dan amin kemudian beberapa spesies lainnya juga dapat memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak.

Perubahan yang dapat terlihat dari luar apabila telah mengalami kerusakan, yaitu mengeluarkan bau asam sampai busuk, permukaan tahu berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan penampakan tidak cerah, kadang-kadang berjamur pada permukaannya (Fardiaz, Dewanti, Suliantari & Rahaju 1988). Sedangkan ciri-ciri tahu yang mengandung formalin

6

adalah tahu tidak rusak sampai tiga hari pada suhu ruang dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu dingin, tahu keras namun tidak padat, dan baunya agak menyengat khas formalin (Mujadjanto 2005).

Menurut Winarno dan Rahayu (1994), perendaman tahu selama satu malam dengan larutan formalin 0.1-0.15% mampu mengawetkan tahu sampai tiga minggu dengan tekstur yang kempal dan apabila konsentrasi formalin ditingkatkan menjadi 0.2%, tahu dapat tahan sampai satu bulan tetapi setelah dicuci dan digoreng adanya formalin masih dapat dideteksi.

Walaupun formalin mempunyai kemampuan mengawetkan tahu sampai beberapa minggu, penggunaannya dalam makanan dilarang. Di Indonesia, penggunaan formalin dilarang seperti diatur dalam peraturan Permenkes No.722/Menkes/1988 yang diperbaharui dengan Permenkes No.1168/Per/IX/1999. Penggunaan formalin dilarang karena bahan kimia itu dapat membahayakan kesehatan. Formalin merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan sel fungsi hati dan jaringan) (BPOM 1993). Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengganti formalin sebagai pengawet makanan.

Bahan Pengawet Alami

Bahan pengawet alami merupakan jenis pengawet yang memiliki banyak khasiat, terutama sebagai bahan pengawet makanan. Bahan pengawet alami relatif aman dibandingkan bahan pengawet sintetis yang jika terjadi ketidaksempurnaan proses dapat mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang bersifat karsinogenik (Winarno & Rahayu 1994). Rempah-rempah merupakan pengawet alami yang mengandung zat antimikroba yang khas sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan makanan.

Asal kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa latin yaitu spices aromatacea yang berarti buah-buahan bumi. Rempah-rempah terbagi menjadi dua, yaitu dalam bentuk bubuk dan aslinya. Perbedaan rempah-rempah dan bumbu adalah kalau rempah-rempah merupakan salah satu jenis bahan pengawet alami yang telah melalui proses pengeringan terlebih dahulu sedangkan bumbu merupakan bahan pengawet asli (segar) tanpa melalui proses pengeringan (Purseglove et al. 1981).

7

Rempah-rempah merupakan bahan yang umum digunakan oleh masyarakat di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan aroma yang khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya (berpengaruh positif terhadap kesehatan), dan memberi sifat ketahanan serta pengawetan (Somaatmadja 1985). Rempah-rempah tertentu juga mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan mikroba, baik kapang, khamir, maupun bakteri. Aktivitas antimikroba ini diduga karena adanya senyawa kimia pada rempah-rempah yang bersifat racun terhadap mikroba tertentu (Pruthi 1979).

Senyawa antimikroba ini sering ditambahkan ke dalam makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk dan perusak. Bahan tambahan yang umum digunakan adalah asam organik dan garamnya. Penambahan senyawa antimikroba dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh : (1) rusaknya dinding sel sehingga terjadi lisis atau terhambatnya pembentukan dinding sel pada sel yang tumbuh, (2) berubahnya permeabilitas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran nutrien dari dalam sel, (3) denaturasi protein, dan (4) terhambatnya kerja enzim di dalam sel (Pelczar & Reid 1972).

Kunyit

Tanaman kunyit termasuk famili Zingiberaceae (suku temu-temuan), genus Curcuma, dan spesies domestica. Tanaman ini pertama kali diperkenalkan ke dunia ilmu pengetahuan dengan nama Curcuma longa, namun karena nama tersebut sudah digunakan untuk jenis rempah-rempah yang lain, maka pada tahun 1918 Valenton memberi nama baru untuk kunyit, yaitu Curcuma domestica (Purseglove et al. 1981).

Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara lain minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati, beberapa mineral dan sebagainya. Komponen utamanya adalah pati dengan jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering (Purseglove et al. 1981). Komposisi kimia rimpang kunyit kering dapat dilihat pada Tabel 3.

8

Tabel 4 Komposisi kimia kunyit kering dihitung secara dry basic per 100 g bahan yang dapat dimakan

Komposisi Jumlah Air (g) Kalori (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) 11.4 1480.0 7.8 9.9 42.9 6.7 6.0 182.0 268.0 5.0 26.0 Sumber : Farrell 1985

Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta berbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi rapuh (Purseglove et al. 1981).

Dua komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan pigmen kurkumin (C12H20O6) dan kandungan minyak volatilnya. Kandungan pigmen kunyit (dinyatakan dengan kurkumin) dan minyak volatil dari berbagai jenis kunyit yang diperdagangkan berkisar antara 0.5-6.0% dan 1.3-6.0% (Pursgelove et al. 1981). Minyak ini mengandung alkohol, turmerol, dan curcumin sedangkan bagian utama dari minyak ini adalah turmeron dan aldehidroturmeron. Komponen organik lainnya adalah d-α-phelandren, d-sabinen, zingiberen, cineol, dan borneol.

Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu Lactobacillus fermentum, L. Bulgaricus, Bacillus cereus, B. Subtilis, dan B. megaterium dan diduga kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat bakterisidal, dan salah satu senyawa tersebut disebabkan oleh senyawa kurkumin yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena (Suwanto 1983). Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membran sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel.

9

Garam

Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih digunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam yang merupakan zat pengawet organik adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging, dan bahan pangan lainnya di Indonesia. Sejumlah kecil garam biasanya ditambahkan secara langsung atau melalui perendaman terhadap beberapa macam makanan untuk memperbaiki rasa, flavor dan menjaga mutu selama penyimpanan.

Garam yang digunakan adalah garam dapur yang sering disebut juga “common salt”. Secara teoritis garam yang berasal dari penguapan air laut mempunyai kadar natrium klorida di atas 97% akan tetapi dalam prakteknya kadar natrium klorida di bawah 97% (Sutanti 1989). Sifat antimikroorganisme garam akan menghambat secara selektif. Air ditarik dari dalam sel mikroba sehingga sel menjadi kering, yang disebut proses osmosis. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%) (Supardi 1999).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, Edwards, Fleet & Wootton 1987). Penggunaan garam juga tergantung dari jenis bahan pangan yang diawetkan walaupun dengan semakin tingginya konsentrasi garam yang digunakan dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan dengan suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi 1999). Selain itu, penggunaan garam sebagai bahan pengawet akan mempengaruhi penerimaan rasa dari jenis pangan, terutama tahu yang mempunyai rasa tawar dan rasa yang khas.

Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Di samping itu, NaCl bersifat hidroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya (Supardi 1999).

10

Jeruk Nipis

Jeruk nipis adalah jenis buah yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia dalam proses persiapan makanan maupun pengobatan. Air hasil perasan jeruk nipis banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam kegunaan misalnya sebagai obat sakit tenggorokan, campuran minuman dan makanan, serta banyak dipergunakan sebagai bumbu dapur. Penambahan jeruk nipis bertujuan untuk menambah rasa, mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tekstur dan lainnya (BPOM 2003).

Jeruk nipis mempunyai rasa lebih asam dari jenis jeruk lainnya. Jenis asam utama yang dikandungnya adalah asam sitrat (Sutanti 1989). Meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang dapat diterima secara organoleptik umumnya tidak pernah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu, selalu ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan pangan sejenis ini. Asam yang terdapat pada buah jeruk terutama jeruk nipis dapat menurunkan pH suatu makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting yang bersifat antimikroba. Hal ini dikarenakan penambahan asam akan mempengaruhi pH disamping juga adanya sifat menghambat pertumbuhan mikroba yang khas dari hasil urainya. Toksisitas asam yang ditimbulkan sangat bervariasi bergantung kepada kondisi keasamannya (Supardi 1999).

Kayu Manis

Kayu manis berasal dari famili Lauraceae. Kayu manis yang digunakan sebagai rempah-rempah berasal dari kulit pohon tanaman Cinnamonum zeylanicum. Penggunaan utama kulit kayu manis baik dalam bentuk utuh maupun bubuk adalah sebagai bumbu dalam masakan. Bubuk kayu manis banyak digunakan dalam industri produk roti, pikel, pudding, minuman, dan kembang gula (Somaatmadja 1985).

Kayu manis yang digunakan dalam berbagai makanan mempunyai sifat mengawetkan makanan, karena mempunyai sifat bakterisidal dan penghambat khamir. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat merangsang pertumbuhan

11

kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora aseksual. Konsentrasi 1.6% dapat membunuh kapang yang diuji pada penelitian Fardiaz et al. (1988), yaitu A. parasiticus, Mucorsp, A. niger, P. expansum, N. sitophila, Rhizopus sp., dan Aspergillus sp. Kayu manis juga dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif dari semua basili yang diuji.

Kayu manis mengandung 0.9-2.3% minyak esensial. sinamat aldehida terkandung dalam kayu manis sebanyak 65-75%. Komponen-komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu manis antara lain benzaldehida, nonialdehida, eugenol, metil n-amil keton, furfural, l-α pinen, α-felandren, p-sinen, hidrosinamat aldehida, cuminaldehida, l-linalool, kriofilen, dan linalil isobutirat.

Biji Pala

Pohon pala (Myristica fragrans houtt) tergolong ke dalam famili Myristiceae. Bagian pohon yang biasa digunakan sebagai rempah-rempah adalah biji dan bunganya. Biji pala berwarna coklat keabu-abuan, berbentuk oval, berbentuk bulat dan bulat lonjong dengan ukuran yang bervariasi. Biji pala tergolong ke dalam ukuran besar jika ukuran panjangnya mencapai 30 mm dan tebal 20 mm. Permukaan biji pala berkerut-kerut dan beralur. Biji pala ini relatif keras sehingga sukar dipotong. Apabila permukaannya dipotong, akan menunjukkan bagian endosperma yang berwarna coklat pucat, ditandai dengan garis-garis coklat (perisperma). Minyak atsiri biji pala terdapat pada garis-garis tersebut (Somaatmadja 1985).

Pala menimbulkan bau aromatik khas, menyebabkan rasa hangat, dan sedikit rasa pahit. Sifat khas tersebut disebabkan oleh minyak volatil yang dikandungnya. Biji pala digunakan antara lain dalam pembuatan roti, cookies, apple pie, meat loaf, dan sup.

Menurut Frazier & Westhoff (1978), setiap jenis senyawa antimikroba pada suatu rempah-rempah bersifat menghambat suatu jenis mikroba tertentu. Sesuai dengan penelitian Susilawati (1987), bahwa konsentrasi 3.3% bubuk biji pala dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif berbentuk batang dan kokus, antara lain Bacillus pumilus, Micrococcus varians, Pseudomonas sp. dan Leuconostoc sp.

12

Bawang Putih

Bawang putih merupakan umbi dari tanaman Allium sativum L., termasuk dalam famili Amarylidaceae. Kegunaanya antara lain sebagai bumbu masakan daging yang dikalengkan, saus, sup, dan lainnya. Bawang putih mengandung minyak volatil kurang lebih 0.2% yang terdiri dari 60% dialil disulfit, 20% dialil trisulfit, 6% alil propil disulfit, dan sejumlah kecil dietil disulfit, dialil polysulfit, allinin, dan allisin. Minyak ini berwarna kuning kecoklatan dan berbau pedas. Bau bawang putih yang sebenarnya diperkirakan berasal dari dialil disulfit (Farrell 1985).

Senyawa antimikroba yang terdapat pada bawang putih adalah allisin. Senyawa tersebut mengandung sulfur organik dan dapat terdegradasi menjadi tiosulfanat dan disulfida. Komponen disulfida yang spesifik mempunyai aktivitas penghambatan terhadap proses pertunasan sel khamir (Fardiaz et al. 1988). Hasil penelitian Thomas (1984), menunjukkan bahwa bawang putih menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi 1%.

Dokumen terkait