• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Penelitian

Penelitian ini membandingkan metode uji dengan jenis sampel yang berbeda untuk deteksi B. abortus. Sebagai data pendukung dilakukan wawancara dengan dinas dan instansi terkait, pemilik dan penanggung jawab kandang tentang penyebaran, riwayat abortus, penurunan produksi susu dan vaksinasi. Rancangan penelitian yang digunakan sesuai yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rancangan penelitian.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan Maret 2012 bertempat di Laboratorium Karantina Hewan Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP). Pengujian sampel dengan menggunakan metode CFT dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor. Pengambilan sampel dilakukan di Propinsi Jawa Barat berdasarkan data penyebaran bruselosis.

Darah Susu Serum

Sapi perah terpilih

RBT MRT

PCR

Analisis Kappa , Confirmation rate

ELISA CFT

Analisis Kappa

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pengujian serologis dengan metode RBT adalah antigen RBT (Synbiotic), serum kontrol positif dan negatif, sedangkan metode MRT menggunakan antigen MRT (BBalitvet), sampel standar positif dan negatif. Bahan yang digunakan untuk metode ELISA adalah kit ELISA yang terdiri dari plat mikro dengan coating (lapisan) antigen, konjugat, serum kontrol positif dan negatif, wash solution (larutan pencuci), substrat, larutan penghenti (stop solution) dan adhesive film (film perekat). Bahan yang digunakan untuk metode CFT adalah saline water (air salin), komplemen, hemolisin, antigen CFT, serum standard, eritrosit domba dan microplate (plat mikro) dasar U.

Bahan yang digunakan untuk ekstraksi metode PCR adalah QIAamp DNA mini kit yang terdiri dari proteinase K, buffer AL, buffer AW1, buffer AW2, buffer

AE, mini spin column (kolom mini spin), dan collection tube, sedangkan bahan

mastermix yang digunakan adalah platinum PCR supermix high fidelity. Kontrol

positif dalam metode PCR digunakan kultur Brucella spp.dalam darah yang berasal dari koleksi BBalitvet Bogor. Bahan elektroforesis metode PCR yang digunakan terdiri dari PCR grade water, TAE, agarose gel , ethidium bromide,

blue loading dye, marker 100 bp. Bahan tambahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah alkohol absolute, alkohol 70%, aquabidesttilata, grade

biomolecular water dan tissue. Primer yang akan digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari tiga pasang primer yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Daftar primer (Leal-Klevezas et al. 2000; Romero & Lopez-Goni 1999; Bailey et al. 1992)

Nama Sequence 5’-3’ Gen sequences Produk (bp) JPF GCG CTC AGG CTG CCG ACG CAA

Omp2 193

JPR ACC AGC CAT TGC GGT CGG TA F4 TCG AGC GCC CGC AAG GGG

16S rRNA 905 R2 AAC CAT AGT GTC TCC ACT AA

B4 TGG CTC GGT TGC CAA TAT CAA

Bcsp 31 223 B2 CGC GCT TGC CTT TCA GGT CTG

Peralatan yang digunakan untuk pengujian serologik dengan metode RBT dan MRT adalah plat RBT, milk column, batang pengaduk kaca, pipet tunggal 50 µl. Pengujian serologik dengan metode ELISA menggunakan peralatan seperti ELISA reader, microshaker (pengocok mikro), gelas ukur 50 ml, erlemeyer 100 ml, multichannel pipette (pipet jamak) 300 µl, pipet tunggal 10-100 µl dan 50-200 µl. Peralatan yang digunakan dengan metode CFT adalah penangas air,

inkubator shaker (pengocok), sentrifuge cooler (sentrifus dingin) dan tabung falkon 15 ml. Peralatan yang digunakan untuk metode PCR adalah

thermacychler, biosafety cabinet Level II, PCR chumber, tabung mikrotub 1.5 ml, PCR tube 0.2 tutup datar, ART tips, sarung tangan bebas powder, sentrifus mikro, gel elektroforesis dan transiluminator. Sedangkat peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah venoject plain, venoject dengan

ethylen diamin tetra acetic acid (EDTA), needle veno (jarum veno), ice box

(termos es), ice pack (es pendingin) dan tabung palstik 50 ml. Peralatan pendukung yang digunakan untuk pengujian adalah deep freezer (lemari pendingin) suhu -20 °C, yellow tip (tip kuning), blue tip, (tip biru) inkubator O2,

inkubator CO2 dan refrigerator (lemari pendingin).

Jenis Sampel

Sampel diambil dari sapi perah dengan minimal satu kriteria sebagai berikut, pernah mengalami keguguran, terlihat gejala radang persendian, higroma, penurunan produksi susu, retensi uterus atau conception rate lebih dari 3 kali. Jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 60 menurut ISO:16140 (ISO 2003). Jenis sampel yang diambil adalah serum untuk mendeteksi antibodi dengan menggunakan metode RBT, ELISA dan CFT. Sedangkan sampel darah, dan susu segar untuk mendeteksi adanya antigen bakteri dengan metode PCR, selain untuk PCR susu segar juga digunakan untuk uji MRT. Sampel darah sapi diambil 10 ml, dimana 3 ml ditampung dalam tabung tanpa antikoagulan, sedangkan 7 ml ditampung dalam tabung dengan antikoagulan EDTA (Hafez et al. 2011). Darah tanpa antikoagulan diambill serumnya dengan cara didiamkan dengan posisi miring dan dijauhkan dari sinar matahari langsung selanjutnya disimpan pada suhu -20 °C. Darah dengan antikoagulan disimpan pada suhu 4 °C sebelum dilakukan preparasi.

Pemerahan dilakukan dengan diawali pencucian ambing dan sekitarnya terlabih dahulu kemudian dikeringkan serta diberikan disinfektan dengan

menggunakan povidone idodida. Pancaran susu segar pertama kali dibuang baru kemudian ditampung untuk sampel (OIE 2009). Susu segar ditampung dalam tabung steril 15 ml dan tertutup rapat. Pemerahan untuk pengambilan sampel dilakukan pada keempat ambingnya (Longo et al. 2009). Pengujian MRT diambil sebanyak 5 ml, sedangkan untuk pengujian PCR diambil sebanyak 10 ml. Susu segar untuk pengujian MRT disimpan pada suhu 4 °C sedangkan untuk PCR pada suhu -20 °C sebelum dilakukan pengujian (Hamdy & Amin 2002).

Prosedur Pengujian

Prosedur MRT

Sampel susu segar dan antigen MRT sebelum dilakukan uji MRT diletakkan pada suhu ruang (22 ± 4 °C). Susu segar segar utuh dipipet sebanyak 1–2 ml dan dimasukkan dalam milk column. Antigen dikocok secara perlahan terlebih dahulu sebelum digunakan dan ditambahkan sebanyak 30-50 μl. Inkubasi pada suhu 37 °C selama 1 jam atau semalam pada 4 °C dengan sampel standard negatif dan positif. Pembacaan hasil positif kuat ditandai dengan adanya cincin biru gelap di atas diatas milk column (OIE 2009). Pembacaan hasil MRT positif kuat ditandai dengan adanya cincin biru gelap di atas milk column.

Prosedur RBT

Sampel serum dan antigen RBT sebelum dilakukan uji RBT diletakkan pada suhu ruang (22 ± 4 °C). Serum sampel dan kontrol positif serta negatif dipipet sebanyak 25–30 μl dan diletakkan pada plate RBT. Antigen dikocok secara perlahan terlebih dahulu sebelum digunakan dan ditambahkan sama banyak dengan serum. Campuran serum dan antigen dilakukan homogenisasi membentuk lingkaran atau oval dengan diameter 2 cm menggunakan batang pengaduk kaca pada masing-masing sampel. Inkubasi pada suhu ruang selama 4 menit. Pembacaan adanya aglutinasi RBT setelah 4 menit masa inkubasi, sampel dinyatakan positif apabila terjadi gumpalan seperti pasir (OIE 2009).

Prosedur ELISA

Sampel serum, kit ELISA diletakkan pada suhu ruang (22 ± 4 °C). Persiapan pengujian yang dilakukan adalah pengenceran wash consentrat

(pencuci pekat) dengan aqua bidestilata 1:10 untuk mendapatkan larutan pencuci. Larutan pencuci sebanyak 90 μl dipipet ke dalam plat mikro sesuai dengan jumlah sampel dan kontrol. Kontrol dan sampel masing-masing ditambahkan sebanyak 10 μl sehingga konsentrasi larutan menjadi 1:10. Campuran dihomogenkan secara perlahan dengan menggunakan pengocok mikro. Plat mikro ditutup dengan film perekat dan diinkubasi selama 60 ± 5 menit pada suhu 37 ± 2 °C pada inkubator. Campuran dalam plat mikro dibuang dan ditambahkan larutan pencuci pekat yang telah diencerkan dengan aqua

bidestilata dengan perbandingan 1:10 sebanyak 300 μl pada masing-masing

sumur dalam plat mikro. Larutan pencuci dibuang dan palt mikro dikeringkan dengan kertas penyerap.

Pencucian dengan lautan pecuci diulangi sebanyak tiga kali. Konjugat diencerkan dengan larutan pencuci dengan perbandingan 1:10 kemudian ditambahkan 100 μl pada tiap-tiap sumur. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 °C selama 60 menit. Inkubasi selesai pencucian dilakukan kembali seperti prosedur pencucian sebelumnya. Tahapan selanjutnya ditambahkan substrat sebanyak 100 μl dan dilakukan homogenisasi secara perlahan. Inkubasi dilakukan selama 30 menit di tempat yang terlindung dari cahaya. Larutan penghenti ditambahkan sebanyak 100 μl dan dilakukan pembacaan dengan elisa reader pada panjang gelombang 450 nm. Interpretasi hasil ELISA didapatkan apabila hasil pembagian antara optical density (OD) sampel dikurangi OD kontrol negatif dengan OD kontrol positif dikurangi dengan OD kontrol negatif. Hasil di atas di buat dengan persentase, untuk sampel invidu hasil positif mengandung titer antibodi B. abortus apabila hasilnya lebih besar sama dengan 80%.

Prosedur CFT

Tahap pertama adalah reaksi Ag Brucella dan contoh serum dicampur sejumlah komplemen menggunakan serum marmut normal (komplemen) dengan konsentrasi 10%. Jika contoh serum mengandung antigen terhadap Brucella

maka komplemen akan mengikat antigen dan antibodi tersebut. Tahap kedua adalah komplemen tidak dapat mengikat indikator yaitu sel darah domba yang direaksikan dengan anti sel darah domba (hemolisin). Hemolisin diperoleh dari domba yang diberi perlakuan dengan menginjeksikan antigen B. abortus 2 minggu sebelum pengambilan darah, sehingga darah domba yang diperoleh

adalah darah domba yang telah dilapisi antibodi terhadap B. abortus. Sistem indikator atau hemolisin terdiri dari sel darah domba (konsentrasi 3%) yang dilapisi antibodi terhadapnya. Penghancuran sel darah domba yang telah dilapisi hemolisin (sistem indikator) dengan menggunakan hemolisin (pengenceran 1:100) dan hemolisin (pengenceran 1:150).

Reaksi komplemen dan hemolisin dilakukan dalam tabung reaksi 10 ml. Titrasi hemolisintabung reaksi sebanyak dua belas disusun menjadi dua baris (A dan B). Baris A nomor ganjil yaitu 1, 3, 5, 7, 9 dan 11 dan baris B nomor genap yaitu 2, 4, 6, 8, 10 dan 12. Baris A dan baris B merupakan gambaran titrasi hemolisin. Larutan dari ke enam tabung dihomogenkan dengan cara menggoyang rak tabung reaksi, kemudian di inkubasikan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 37 oC. Pada masing-masing tabung kemudian ditambahkan 0,25 ml komplemen 10%, diikuti dengan menambahkan 0,25 ml sel darah domba 3%. Tabung reaksi disusun kembali menjadi satu baris dengan nomor yang berurutan (1-12), larutan dihomogenkan dan diinkubasikan kembali selama 30 menit pada suhu 37 oC.Sistem indikator atau hemolisin terdiri dari sel darah merah domba yang dilapisi antibodi terhadap B. abortus. Adanya antigen dan antibodi yang homolog, ditandai dengan pengendapan eritrosit dari sistem indikator (reaksi pengikatan komplemen positif).

Sebaliknya, tidak adanya kesesuaian antara antigen dan antibodi akan ditandai dengan lisisnya eritrosit dari sistem indikator (reaksi komplemen negatif). Tabung reaksi sebanyak enam buah disusun dalam satu baris dan diberi nomor berurut dari 1 sampai 6. Larutan dihomogenkan dengan cara menggoyang rak tabung reaksi, kemudian diinkubasikan dalam penangas air selama 10 menit pada suhu 37 oC. Pada reaksi pengikatan komplemen dilakukan titrasi serum yang diuji. Pengenceran serum mengakibatkan perubahan reaksi pada masing- masing tabung, yaitu dari pengendapan (reaksi positif) sampai lisisnya eritrosit (reaksi negatif). Adanya antigen dan antibodi yang homolog, ditandai dengan pengendapan eritrosit dari sistem indikator (reaksi pengikatan komplemen positif). Hasil CFT positif dengan titer 150 IU (Dewi 2010).

Sampel serum yang tidak diencerkan dilakukan inaktifasi. Prosedur CFT dilakukan dengan menggunakan plat mikro dasar U. Sebanyak 50 μl kontrol positif dimasukka ke dalam sumur A1, kontrol negatif di sumur A2, sedangkan A3 dengan sampel dan seterusnya sampai sumur A12. Mikroplate ditutup dengan adhesive film dan diinaktivasi dalam penangas air 58 ºC selama 30

menit. Sebanyak 25 µl buffer saline dimasukkan kedalam sumur baris B sampai H. Pengenceran serial dilakukan dengan cara memindahkan 25 µl dari sumur A ke B, kemudian B ke C dan seterusnya hingga sampai ke baris H. Antigen CFT sebanyak 25 µl dimasukkan ke dalam setiap sumur mulai baris C sampai H. Sebanyak 25 µl komplemen dimasukkan ke dalam sumur baris B sampai H sedangkan sumur baris B ditambahkan PBS 25 µl untuk menyamakan volume. Inkubasi pertama dilakukan pada suhu 37 ºC selama 30 menit. Setelah inkubasi selesai sebanyak 25 µl campuran eritrosit dan hemolisin dimasukkan ke dalam sumur baris B sampai H. Inkubasi kedua dilakukan pada suhu 37 ºC selama 30 menit dalam inkubator pengocok. Inkubasi dilanjutkan ke dalam lemari pendingin pada suhu 4 ºC selama semalam.

Pembacaan hasil dilakukan pada keesokan harinya. Sampel positif ditandai dengan tidak terjadinya lisis sel darah domba, cairan berwarna bening dan terdapat endapan eritrosit. Sampel negatif ditandai dengan lisisnya sel darah domba, cairan berwarna merah muda. Titer CFT dibaca sesuai dengan pengenceran tertinggi sumur yang masih positif. Sampel dikatakan positif apabila memiliki titer ¼ atau lebih.

Prosedur PCR

Sampel darah disentrifus 4 000x g selama 3 menit Bagian dari darah yang akan diekstraksi adalah pellet dan buffy coat (Leal-Klevezas et al. 1995; Leary et al. 2006). Pellet dan buffy coat dibilas dengan aqua bidestilata hingga tidak ada sisa hemoglobin, dan selanjutnya sampel siap diekstraksi. Susu segar beku dilakukan proses pencairan kembali (thawing) pada suhu ruang, sebanyak 1 ml dipindahkan ke dalam mikrotub dan disentrifus 6 000x g selama 10 menit (Al- Mariri & Haj-Mahmoud 2009). Bagian berwarna bening dipipet dan dibuang sedangkan bagian susu segar padat dan butterfat yang akan diekstraksi (Longo

et al. 2009). Ekstraksi sampel darah dan susu mengikuti manual insert QIAamp

DNA minikit. Sampel yang telah dilakukan ekstraksi dikoleksi sebagai template DNA, sebelum dilakukan amplifikasi terlebih dahulu dilakukan kuantifikasi dengan nanodrop pada 260 A dan 280 A. Limit of detection (LOD) dilakukan pada masing-masing pasangan primer dengan menggunakan template DNA kontrol positif. Template DNA kontrol positif diencerkan dengan dd H2O secara serial

Sampel yang telah dilakukan ekstraksi dikoleksi sebagai template DNA, sebelum dilakukan amplifikasi terlebih dahulu dilakukan kuantifikasi dengan nanodrop pada 260 A dan 280 A. Limit of detection (LOD) dilakukan pada masing-masing pasangan primer dengan menggunakan template DNA kontrol positif. Template DNA kontrol positif diencerkan dengan dd H2O secara serial

dari 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4.

Proteinase K dipipet sebanyak 20 µl ke dalam dasar sentrifus mikro 1,5 ml. Sebanyak 200 µl sampel ditambahkan ke dalam sentrifus mikro dan ditambahkan 200 µl buffer AL. Sampel di vortex selama 15 detik dan diinkubasi pada suhu 56 °C selama 10 menit. Kemudian sampel disentrifuse beberapa detik untuk menghilangkan embun di tutup tabung mikrosentrifus. Tabung disentrifuse beberapa detik untuk menghilangkan embun di tutup tabung sentrifus mikro. Ethanol (96-100%) sebanyak 200 µl ditambahkan ke dalam sampel dan di vortex perlahan selama 15 detik. Sentrifuse dilakukan beberapa detik untuk menghilangkan embun di tutup tabung mikrosentrifus.

Mixtura dipindahkan secara hati-hati, ke dalam kolom mini spin tanpa membasahi rimnya. Mini spin ditutup kemudian disentrifus pada 6000 x g (8000 rpm) selama 1 menit. QIAamp kolom mini spin dipindahkan ke dalam 2 ml tabung koleksi baru, dan filtrat dalam tabung koleksi dibuang. QIAamp mini spin column dibuka dan ditambahkan 500 µl buffer AW 1 tanpa membasahi rimnya.

Mixtura disentrifus pada 6000 x g (8000 rpm) selama 1 menit. QIAamp kolom mini spin dipindahkan ke dalam 2 ml tabung koleksi yang baru, dan filtrat dalam tabung koleksi dibuang. Secara hati hati, QIAamp kolom mini spin dibuka dan ditambahkan 500 µl buffer AW 2 tanpa membasahi rimnya. Mixtura disentrifus pada 20.000 x g (14.000 rpm) selama 3 menit. QIAamp kolom mini spin dipindahkan ke dalam 2 ml tabung koleksi yang baru dan ditambahkan buffer AE sebanyak 200 µl. Mixtura diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit dan disentrifus pada 6000 x g (8000 rpm) selama 1 menit. QIAamp minispin column

dibuang dan template DNA disimpan pada suhu -20 °C sebelum running di

thermacycler.

Pembuatan master mix untuk single-PCR (PCR tunggal) pada tiap–tiap kontrol terdiri dari 22.5 μl platinum PCR supermix high fidelity, 0.5 μl Primer-R dan Primer-F kemudian ditambahkan 0.5 μl template DNA. Pengujian single PCR untuk sampel darah menggunakan pasangan primer JPF dan JPR karena pasangan primer ini paling sensitif terhapad Omp2 (Mukherjee et al. 2007).

Sampel susu segar menggunakan pasangan primer F4 dan R2. Primer B4/B5 digunakan untuk kedua jenis sampel. Amplifikasi dilakukan dengan cycling conditions (kondisi siklus) sebagai berikut: predenaturasi 1 cycle (siklus) dengan suhu 95 °C selama 5 menit, denaturasi 35 cycle (siklus) dengan suhu 94 °C selama 30 detik, annelling 56 °C selama 30 detik dan extension dengan suhu 72 °C selama 1 menit, kemudian final extension 72 °C selama 7 menit. Hasil produk PCR dilakukan elektroforesis dalam gel elektroforesis pada voltase 100 Volt, selama 30 menit, kemudian dibaca dengan UV eluminator dengan panjang produk dari Primer JPF/JPR pada 193 bp, B4/B5 pada 223 dan Primer F4/R2 pada 905 bp.

Analisis Data

Data hasil pengujian diolah dan dianalisis dengan nilai Kappa dan analisis deskriptif dengan program software SPSS 16. Penilaian berdasarkan kekuatan kesepakatan sesuai dengan Tabel 5.

Tabel 5 Kekuatan kesepakatan (Thrusfield 2007)

Nilai Kappa Kekuatan Kesepakatan

≤0.2 0.21 – 0.40 0.41 – 0.60 0.61 – 0.80 >0.80 poor agreement fair agreement moderate agreement good agreement

Dokumen terkait