Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Laboratorium Virologi Tumbuhan, dan Rumah Kaca Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, Bogor, dimulai Februari sampai Desember 2008.
Persiapan Penelitian
Perbanyakan Isolat Cendawan Verticillium lecanii dan Beauveria bassiana Isolat cendawan entomopatogen V. lecanii diperoleh dari isolasi bangkai serangga (cadaver) Riptortus linearis dan B. Bassiana dari cadaver Leptocoriza acuta. Kedua isolat cendawan entomopatogen tersebut merupakan koleksi Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Proses pemurnian dan perbanyakannya dilakukan pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Biakan diinkubasikan selama 3 minggu dalam inkubator dengan suhu 24
o
C dan kelembaban relatif 95%.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan merupakan campuran tanah dan pupuk kandang (2 : 1). Tanah tersebut dimasukkan ke dalam ember plastik diameter 20 cm, kemudian diberi air sampai kondisi macak-macak, menyerupai kondisi sawah. Media ini akan dipakai pada perbanyakan bibit padi sebagai pakan N. virescens, perbanyakan isolat virus tungro, penyemaian dan penanaman varietas uji.
Pembiakan Massal N. virescens
Pengumpulan serangga vektor N. virescens dilakukan di daerah Bogor, dengan menggunakan jaring serangga. N. virescens dipelihara pada varietas padi rentan Taichung Native One (TN1) dengan mengikuti prosedur Heinrichs et al. (1985). Wereng dewasa ini dipelihara dalam kurungan berukuran 53 cm x 53 cm x 90 cm dengan tanaman padi TN1 berumur 45 hari untuk peneluran. Kemudian tanaman padi yang digunakan untuk bertelur dipindahkan pada kurungan yang lain dan diletakkan kembali tanaman padi baru untuk peneluran. Tanaman padi
21
untuk oviposisi tersebut dibersihkan, daun dan pelepah yang sudah tua dibuang, dan tanaman dicuci bersih untuk menghilangkan semut dan predator sebelum dimasukkan dalam kurungan. Tanaman padi yang telah diteluri dirawat sampai muncul nimfa. Selanjutnya tanaman padi TN1 umur 45 hari diletakkan lagi dalam kurungan tersebut sebagai bahan makanan yang diperlukan nimfa untuk berkembang menjadi dewasa. N. virescens dewasa yang baru muncul dipindahkan dalam kurungan peneluran. Proses tersebut dilakukan terus menerus untuk memelihara ketersediaan N. virescens.
Perbanyakan Inokulum Virus Tungro
Inokulum virus tungro pada tanaman padi sakit dikoleksi dari daerah Darmaga Bogor. Inokulum virus tungro dari sampel tanaman sakit dipelihara pada tanaman padi TN1 dengan cara ditularkan menggunakan N. virescens mengikuti prosedur Azzam et al. (2000). Semua proses penularan menggunakan test tube. Penularan dilakukan dengan memberi kesempatan imago N. virescens mendapatkan virus (acquisition feeding) pada inokulum penyakit tungro selama 1 x 24 jam, pada hari berikutnya N. virescens tersebut diberi kesempatan menularkan virus (inoculation feeding) pada varietas uji selama 1 x 24 jam. Setiap 2 ekor N. virescens siap dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 1 batang bibit padi varietas tanaman uji, setelah itu bibit tersebut ditanam dalam ember yang berisi tanah yang telah disiapkan.
Pembibitan Varietas Uji
Varietas padi yang akan diuji sebanyak 3 varietas yaitu varietas rentn (TN1), varietas tahan N. virescens (Ciliwung) dan varietas tahan virus (Tukad Petanu). Masing-masing varietas uji disemai pada baki plastik yang berisi tanah. Setelah berumur 10 hari setelah semai bibit padi akan digunakan untuk pengujian efikasi . Penyiapan Suspensi Cendawan Untuk Aplikasi
Suspensi konidia disiapkan dengan menambahkan akuades steril dan Tween 80% ke dalam cawan petri berisi biakan cendawan yang telah berumur 3 minggu. Cawan digoyang-goyang, kemudian dengan bantuan kuas kecil steril konidia dapat terlepas. Suspensi tersebut disaring kemudian diencerkan sampai diperoleh
kerapatan konidia yaitu 106, 107,108, dan 109 konidia/ml untuk B. bassiana dan V. lecanii. Konidia dihitung dengan menggunakan haemocytometer. Aplikasi suspensi cendawan dilakukan dengan metode penyemprotan langsung pada tubuh serangga.
Metode Penelitian Uji Mortalitas N. Virescens
Empat tingkat kerapatan konidia 106, 107,108, dan 109 konidia/ml untuk B. bassiana dan V. lecanii diaplikasikan pada masing-masing 20 ekor imago N. virescens yang diletakkan dalam gelas plastik. Selanjutnya N. virescens dipindahkan ke tempat pemeliharaan yang dibuat dari gelas platik bekas wadah air mineral dan diberi makan bibit tanaman padi TN1. Masing-masing kerapatan konidia diulang sebanyak tiga kali. Pengamatan serangga yang mati dilakukan pada 3, 7, dan 10 hari setelah aplikasi (HSA). Perbedaan mortalitas antar tingkat kerapatan konidia dan kontrol diuji dengan uji DMRT (α = 0,05).
Uji Waktu Kematian N. Virescens
Kerapatan konidia B. bassiana dan V. lecanii yang digunakan untuk pengujian ini didasarkan hasil uji mortalitas. B. bassiana 107 konidia/ml dan V. lecanii 108 konidia/ml. Suspensi cendawan ini diaplikasikan pada 20 ekor imago N. virescens yang diletakkan dalam gelas plastik. Selanjutnya N. virescens dipindahkan ke tempat pemeliharaan yang dibuat dari gelas platik bekas wadah air mineral dan diberi makan bibit tanaman padi TN1. Masing-masing kerapatan konidia diulang sebanyak tiga kali. Pengamatan serangga yang mati dilakukan pada 3, 7, 10 dan 14 HSA. Waktu kematian diestimasi dengan analisis probit (Finney 1971) menggunakan program SAS for windows v6.12.
Uji Kemampuan Terbang Imago N. virescens
Prosedur yang dilakukan sama dengan percobaan 7, tetapi pengamatan dilakukan terhadap kemampuan terbang, dilihat dari respon kepakan sayap terhadap hembusan angin (ditiup), atau pengamatan langsung apakah masih bisa terbang bila diganggu.
23
Efikasi Kemampuan N. virescens dalam Menularkan Virus Tungro
Kemampuan N. virescens menularkan virus tungro setelah aplikasi cendawan entomopatogen dilakukan dengan penularan penyakit tungro secara buatan pada stadia bibit menggunakan metode test tube sesuai dengan prosedur Azzam et al. (2000). Imago N. virescens diperlakukan dengan cendawan entomopatogen B. bassiana dan V. lecanii. Cendawan tersebut dibuat dalam bentuk suspensi dengan kerapatan konidia 107 konidia/ml untuk B. bassiana dan 108 konidia/ml untuk V. lecanii (pilihan kerapatan konidia didasarkan pada uji mortalitas N. virescens). Aplikasi cendawan dilakukan sebelum proses akuisisi. Akuisisi dilakukan pada 1, 3, 5, 7 hari setelah aplikasi (HSA) dan kontrol (tanpa aplikasi cendawan). Infeksi buatan dilakukan dengan memberi kesempatan imago N. virescens mendapatkan virus (Acquisition feeding) pada inokulum penyakit tungro selama 1 x 24 jam. Pada hari berikutnya N. virescens yang telah mendapat virus diberi kesempatan menularkan virus (Inoculation feeding) pada varietas uji selama 1 x 24 jam. Setiap 2 ekor N. virescens yang telah memperoleh virus dimasukkan dalam tabung reaksi (diameter 1,5 cm) yang berisi 1 batang bibit varietas uji, setelah itu bibit tersebut di tanam dalam ember yang berisi tanah. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali (10 bibit). Tanaman padi diberi pupuk dengan dosis 250 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl. Urea dan SP-36 diberikan 3 kali pada saat tanaman berumur 7, 14, dan 21 hari setelah tanam (HST), sedangkan KCl diberikan pada saat tanaman berumur 21 HST.
Pengamatan dilakukan terhadap tipe gejala, masa inkubasi dan kejadian penyakit, serta tinggi tanaman dan jumlah anakan. Pengamatan dimulai pada 1 hari setelah inokulasi (HSI) – 28 HSI.
Deteksi Keberadaan Virus Tungro pada Tanaman Uji dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Uji PCR ini bertujuan untuk membuktikan bahwa varietas yang tidak bergejala secara visual juga tidak terinfeksi virus tungro.
Daun tanaman padi yang dijadikan sampel pengujian adalah daun yang telah menunjukkan gejala tungro kurang lebih 1 minggu setelah munculnya gejala.
Sedang tanaman yang tidak menunjukkan gejala, diambil pada umur 4 minggu setelah tanam (pada akhir pengamatan). Daun padi diambil dan ditimbang sebanyak 0,3 g, diberi nitrogen cair untuk mengawetkan daun tersebut, kemudian disimpan pada -80 oC sampai daun tersebut diekstraksi.
a. Ekstraksi DNA Total
Ekstrak DNA RTBV disiapkan dari daun masing-masing varietas uji yang berdasarkan pengamatan secara visual tidak bergejala, selain itu daun yang bergejala juga diambil sebagai pembanding. Ekstraksi DNA RTBV ini menggunakan metode yang dimodifikasi dari Smith et al. (1992). Sebanyak 0,3 g daun padi varietas uji yang ditambahkan nitrogen cair digerus dengan mortar dan pistil sampai terbentuk bubuk. Bubuk daun tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan ditambah 1 ml bufer ekstrak yang mengandung 50 mg/ml polyvinilpyrrolidone (PVP) dan 60 µl 10% sodium dedocyl sulfate (SDS) ditambah 10 µl mercapto ethanol. Kemudian tabung tersebut divorteks sampai campuran homogen lalu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 65 oC selama 30 menit setelah itu didinginkan sampai dengan suhu ruang lalu ditambahkan 5 µl enzim RNase (1 mg/ml) untuk mendegradasi RNA kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 1 jam. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan 750 µl chloroform : isoamyl alcohol (24 : 1) lalu tabung yang berisi ekstraktan divorteks dan disentrifugasi pada 11.000 rpm pada suhu 4 oC selama 10 menit. Supernatan ditambah 1 ml chloroform kemudian divorteks dan disentrifugasi pada 11.000 rpm pada suhu 4 oC. Supernatan ditambah 1 ml isopropanol dingin kemudian dihomogenkan dengan cara membolakbalikkan tabung beberapa kali lalu diinkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit dan disentrifugasi pada 11.000 rpm pada suhu 4 oC selama 10 menit. Pelet diresuspensi dengan 200 µl TE pH 8,0 (10 mM Tris Cl. pH 8,0 dan 1 mM EDTA pH 8,0), dihomogenkan dengan cara membalikkan tabung beberapa kali kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama satu jam. Pelet ditambah 1/10 volume natrium asetat (3 M, pH 5,2) dan 2,5 x volume ethanol absolute dingin dihomogenkan dengan cara membalikkan tabung beberapa kali lalu diinkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit dan disentrifugasi pada 14.000 rpm pada suhu
25
4 oC selama 10 menit. Cairan dibuang kemudian pelet dicuci dengan 500 µl ethanol 75% dingin, dikeringkan dan diresuspensi dengan 100 µl bufer TE kemudian disimpan pada suhu -20 oC sampai digunakan pada metode selanjutnya. b. Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV
Amplifikasi Gen Protein Selubung RTBV dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer spesifik RTBV yaitu RTBV-2L (5’_GGTCTTGGATGGATGGTAGA_3’) dan RTBV-2R (3’_GCTGAGGTGCTACATAGGTT_3’). Sepasang primer tersebut didesain
untuk mengamplifikasi pada bagian gen coat protein (CP) sampai bagian gen aspartic protease (PR) (Venkitesh et al. 1994). Sebanyak 1 µl masing-masing primer RTBV-2L 10 µM dan RTBV-2R 10 µM, 0,2 µl Taq DNA polymerase 5 unit/ µl, 2,5 µl 10x bufer PCR, 0,5 µl dNTPs 10 µM, 17,8 µl ddH2O (Double
Distilled H2O) (New England Biolabs, New England), dan 2 µl templat sehingga
volume akhir adalah 25 µl. Amplifikasi ini dilakukan pada DNA thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700, PE Applied Biosystems, USA). Amplifikasi didahului dengan denaturasi awal selama 5 menit pada 94 oC. Kemudian dalam satu siklus amplifikasi adalah denaturasi 1 menit pada 94 oC, penempelan primer (annealing) selama 1 menit pada 55 oC, sintesis selama 2 menit pada 72 oC dan diulang sebanyak 34 kali kemudian untuk tahapan sintesis ditambah 10 menit pada 72 oC. Akhir siklus dipertahankan pada suhu 4 oC.
c. Elektroforesis
Penyiapan gel agarose. Visualisasi DNA hasil amplifikasi dilakukan pada gel agaros 1,2% dalam TBE 0,5X. Sebelumnya aparatus pencetak gel dibersihkan, dikeringkan, kemudian diletakkan pada permukaan datar. ”sisir” gel diletakkan di bagian atas aparatus pencetak gel (± 0,5-1,0 mm dari atas). Bufer elektroforesis TBE 0,5X (0,045 M Tris-borate, 0,001 M EDTA) disiapkan untuk membuat gel dan mengisi tangki elektroforesis. Gel agaros disiapkan dengan mencampurkan bubuk agaros dalam TBE 0,5X dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Campuran dipanaskan dalam microwave hingga agaros larut sempurna kemudian didinginkan kira-kira 60 oC lalu ditambahkan ethium bromida (setiap 10 ml
larutan ditambahkan 0,5 µl ethium bromida 1%). Campuran gel agaros kemudian dituang ke dalam aparatus pencetak gel. Setelah gel mengeras, dengan hati-hati sisir gel dilepas dan gel diletakkan dalam tangki elektroforesis. Selanjutnya ditambahkan bufer elektroforesis hingga gel terendam (tinggi bufer ± 1 mm diatas permukaan gel) (Sambrook et al. 1989).
Elektroforesis sampel DNA. Sebanyak 10 µl DNA hasil PCR dicampur dengan 2 µl loading dye (0,25% bromophenol blue (b/v), 0,25% xylene cyanol (b/v), dan 30% glycerol), dihomogenkan, kemudian dipipet dengan mikropipet diisikan ke dalam sumuran gel. Kemudian salah satu sumuran gel diberi 6 µl marker 1 kb (New England Biolabs, New England) ditambah 2 µl loading dye yang telah dihomogenkan. Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 75 volt selama 40 menit. Hasil elektroforesis tersebut divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet (Sambrook et al. 1989).Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut diamati dan dipotret menggunakan kamera digital.
27