• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Virologi kebun percobaan Cikabayan, Darmaga, Bogor dan laboratorium diagnostik, Kelompok peneliti Biokimia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik, Cimanggu dari September 2004 – Juni 2005.

Penanaman Tomat

Benih tomat dari beberapa genotipe (Presto, Marta, Jelita, Safira dan Permata ) diperoleh dari PT. East West Seed Indonesia, sedangkan genotipe Intan, PSPT 8, PSPT 5B, PSPT 9, Apel-Belgia, Karibia, Mitra, dan Bonanza diperoleh dari Pusat Studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Benih- benih tersebut disemai pada baki plastik yang telah berisi media semai komersial. Setelah tumbuh dan berumur tiga minggu bibit dipindah ke poly bag yang berukuran 20 cm x 20 cm yang telah diisi tanah dan pupuk kandang steril (3:1). Tanaman yang berumur 1 bulan setelah semai siap untuk diinokulasi dengan 3 strain begomovirus yang telah diidentifikasi sebelumnya (BAB III).

Perbanyakan Serangga Vektor

Serangga vektor yang digunakan untuk penularan berasal dari tanaman brokoli yang telah diidentifikasi sebagai B. tabaci biotipe B (BAB IV). Serangga tersebut diperbanyak dengan cara memelihara serangga dalam kurungan dan diberi kesempatan meletakkan telur pada tanaman brokoli. Tanaman brokoli yang diperkirakan telah mengandung sejumlah telur serangga dipindahkan ke kurungan serangga baru yang telah berisi tanaman brokoli tanpa diikuti oleh serangga dewasanya. Setelah beberapa hari akan terbentuk imago baru yang merupakan imago yang bebas virus dan digunakan seba gai serangga vektor.

Perbanyakan Sumber Inokulum

Tiga strain begomovirus yang sebelumnya telah dideteksi dan diidentifikasi (BAB III) digunakan dalam pengujian ketahanan ini. Begomovirus tersebut berasal dari Kaliurang, D.I. Yogyakarta (GVPSlm), Boyolali, Jawa Tengah (GVABy) dan Bogor, Jawa Barat (GVCBgr). Ketiga strain begomovirus

tersebut diperbanyak pada tanaman tomat c v. Arthaloka melalui penularan dengan serangga vektor dan dua bulan setelah inokulasi digunakan sebagai sumber inokulum.

Evaluasi Ke tahanan Tanaman Tomat

Penularan begomovirus dilakukan dengan memberikan serangga vektor periode makan akuisisi pada masing-masing strain begomovirus selama 24 jam, kemudian dilakukan periode makan inokulasi selama 48 jam pada masing-masing tanaman uji. Jumlah tanaman yang diuji untuk setiap genotipe adalah 25 tanaman dan 5 tanaman kontrol. Penularan dilakukan terhadap tanaman tomat yang berumur 4 minggu dengan 10 ekor serangga virulifer setiap tanaman. Sebagai kontrol dilakukan penularan dengan menggunakan serangga yang nonvirulifer. Pada penelitian ini tidak digunakan rancangan percobaan.

Pengamatan

Peubah yang diamati meliputi periode inkubasi begomovirus pada masing- masing tanaman uji, gejala yang ditimbulkan, dan kejadian penyakit . Kejadian penyakit dihitung dengan rumus:

a

Kejadian penyakit = x 100% a + b

Keterangan:

a = jumlah tanaman sakit b = jumlah tanaman sehat

Penentuan Respon Tanaman

Ketahanan tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus ditentukan berdasarkan kriteria Dolores (1996) (Tabel 6.1)

Tabel 6.1 Pengelompokan tingkat respon tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus

Kejadian Penyakit (%) Kriteria Ketahanan

0 Imun X< 10 Tahan 10 < X <20 Agak tahan 20 < X < 30 Agak rentan 30 < X < 50 Rentan X > 50 Sangat rentan

Deteksi Begomovirus yang Menginfeksi Tanaman Tomat dengan Teknik Hibridisasi Nonradioaktif

Persiapan Sampel Tanaman

Cairan perasan tanaman disiapkan mengikuti prosedur Gilbertson et al. (1991). Daun tanaman dimasukan dalam tabung epp endorf, kemudian ditambahkan 200 ul bufer TE (10 mM Tris pH 7.5, 1 mM EDTA) dan digerus dengan menggunakan pistil. Selanjutnya tabung disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, kemudian 5 ul supernatan diteteskan pada membran nilon (Hybond-N, Amersham). Membran yang telah berisi tetesan cairan perasan tanaman tersebut kemudian ditempatkan di atas kertas saring Whatman yang telah disaturasi dengan 0.5 N NaOH selama 5 menit. Setelah itu membran dicuci selama 5 menit dalam 1 M Tris pH 7.4, kemudian dalam 2X SSC dan terakhir dalam 95% etanol. Membran dikeringkan dan disimpan atau langsung digunakan untuk hibridisasi. Untuk menguji sensitivitas teknik hibridisasi ini dilakukan pengenceran terhadap cairan perasan tanaman yaitu 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4.

Pembuatan Pelacak DNA

Pembuatan pelacak DNA dilakukan berdasarkan metode Miltenburg et al. (1995). Fragmen DNA hasil amplifikasi dipurifikasi denga n etanol absolut dan natrium asetat. DNA hasil purifikasi tersebut digunakan untuk pembuatan pelacak DNA menggunakan Random Primed Labeling with DIG-High Prime (Cat. Boehringer No. 1585606).

Hibridisasi dot blot

Hibridisasi dilakukan berdasarkan metode Dietzgen (1997). Membran yang telah ditetesi dengan cairan perasan tanaman sakit ditempatkan dalam wadah plastik yang telah berisi larutan prehibridisasi yaitu 10 ml larutan Dig Easy Hyb untuk setiap wadah plastik. Prehibridisasi dilakukan dalam penangas air dengan suhu 42º C selama 60 menit. Sementara itu pelacak DNA (20 ul/200 ul Easy Hyb) didenaturasi pada suhu 100ºC selama 10 menit dan cepat dimasukkan ke dalam wadah berisi es. Larutan hibridisasi disiapkan pada suhu 42º C yang terdiri atas 2 ml larutan Dig Easy Hyb dan pelacak DNA yang sudah didenaturasi. Setelah prehibridisasi selesai larutan prehibridisasi dibuang dan dimasukkan larutan hibridisasi, kemudian diinkubasi semalam pada suhu 42º C sambil digoyang.

Larutan hibridisasi yang mengandung pe lacak DNA dan telah digunakan dimasukkan dalam tabung epp endorf baru dan disimpan pada suhu -20º C sampai dipergunakan kembali. Membran dicuci 3 kali masing-masing selama 5 menit pada suhu ruang dengan 100 ml larutan 2X SSC yang mengandung 1% SDS. Selanjutnya membran dicuci kembali 2 X 20 menit dengan larutan 0.2X SSC yang mengandung 0.1% SDS. Kemudian membran dipindahkan ketempat yang baru dan diteruskan dengan deteksi begomovirus dengan pewarnaan (kolorimetrik) menggunakan membran lembab atau membran yang telah dikeringkan dengan cara menempatkan membran tersebut di antara kertas saring pada suhu ruang.

Kolorimetrik dengan Nitroblue Tetrazolium (NBT) dan X-phosphate

Deteksi dengan pewarnaan kolorimetrik merupakan proses lanjutan dari tahapan terdahulu. Prinsip kerja pewarnaan tersebut adalah terjadinya komplementasi antara pelacak DNA begomovirus dengan DNA begomovirus pada sampel yang diuji. Proses hibridisasi bereaksi positif bila terjadi perubahan warna menjadi ungu. Prosedurnya sebagai berikut: Membran yang telah diberi perlakuan prehibridisasi dan hibridisasi dilanjutkan dengan pencucian menggunakan 1X bufer pencuci (washing buffer) selama 1-2 menit. Kemudian membran di blok dengan larutan blocking (4 ml 10% blocking reagen + 16 ml 1X maleic acid buffer) dan diinkubasi selama 60 menit. Selanjutnya ditambahkan 4 ul DIG-alkaline phosphatase Fab langsung dalam larutan blocking dan inkubasi selama 30 menit (final pengenceran 1:5.000). Larutan dibuang dan membran dicuci dengan larutan pencuci sela ma 15 menit. Selanjutnya larutan pencuci dibuang dan ditambahkan 10 ml bufer deteksi, dan diinkubasi selama 2-5 menit. Setelah itu membran dipindahkan ketempat baru, ditambahkan substrat yang terdiri dari 45 ul larutan NBT, 35 ul X-phosphate (5-bromo-4-chloro-3-indolyl phosphate (BCIP)) dalam 10 ml 1X deteksi bufer. Selanjutnya membran diinkubasi dalam larutan substrat selama 10 menit dalam ruang gelap. Reaksi yang terlihat dapat dihentikan dengan memasukkan membran ke dalam larutan bufer TE.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Gejala Infeksi Strain Begomovirus pada Genotipe Tanaman Tomat

Hasil inokulasi tiga strain begomovirus terhadap genotipe tanaman tomat menunjukkan gejala yang beragam (Tabel 6.2). Gejala yang terlihat umumnya daun menguning, tepi daun melengkung ke atas atau ke bawah, keriting, cupping, daun mengecil, penebalan anak tulang dan tulang daun dan tanaman menjadi kerdil.

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Strain begomovirus*) Genotipe tomat GVCBgr GVCBy GVPSlm Bonanza Dk, St, Vt, Yl B, Cp, Md, Vt Dk, Kr,Md, St, Vt Intan Md, St, Vt, Dk, St ,Vt, Yl, Cp, Dk, Md, Vt, Jelita Vt, Yl Kr, Md, St, Vt, Yl, Cp, Dk,Vt, Yl Safira B, Dk, Md,Vt, Yl, B, Dk, Kr, Md,Vt, Yl Dk, Md, St, Vt, Yl, Permata Md,Vt, Yl Cp, Vt, Yl Cp,Dk,Vt,Yl, St Presto B, Dk, Md, St, Vt, Yl Dk, Md, Vt, Yl B,Dk,Kr,Md,St,V t, Yl, PSPT 8 B, Cp, Dk, Vt, B,Cp, Dk, Kr, St, Vt, Yl, Cp,Dk,Kr,St,Vt, Yl, PSPT 5B B, Cp, Dk,Vt, Yl, B, Cp, Dk, St,Vt Dk, Kr, Mg,Vt, Apel-Belgia B, Dk, St,Vt, Yl, Dk,Md, St,Vt, Yl, Dk,Md,St,Vt,Yl,

Karibia B, Dk,Vt, Yl Md,Vt,Yl B,Dk,St,Vt, Yl,

Mitra B, Dk, Md, Vt, Dk, Md, Mg,Vt, Dk,Vt, PSPT 9 Dk, Md, St,Vt, Yl, Dk, Md, Vt, Yl, Dk, St, Vt, Yl Marta Dk, Md, St, Vt, Yl, Dk,St ,Vt Dk, Kr, Yl,Vt, PSPT 2 Dk, Md, St,Vt, Yl, Dk,Md,St,Vt,Yl Dk, Ml, Vt, *)

Strain begomovirus, terdiri atas GVCBgr: begomovirus asal Bogor, Jawa Barat, GVCBy: begomovirus asal Boyolali, Jawa tengah, GVPSlm: begomovirus asal Kaliurang, D.I. Yogyakarta. B: Lamina daun berkerut; Cp: cupping; Dk: Daun menjadi kecil; Kr: Daun keriting; Md: Tepi daun melengkung ke atas atau ke bawah; St: Kerdil; Mg: Daun menggulung; Vt: Penebalan tulang dan anak tulang daun; Yl: Lamina daun kuning;

Uji Ketahanan Genotipe Tanaman Tomat

Hasil uji genotipe tanaman tomat terhadap tiga strain begomovirus menunjukkan respon yang berbeda-beda. Jumlah tanaman terinfeksi berkisar antara 16-100%. Berdasarkan kriteria Dolores (1996) respon tanaman tersebut terhadap infeksi tiga strain begomovirus tergolong tingkat ketahanan yang agak rentan sampai sangat rentan (Tabel 6.3-6.5), kecuali varietas Intan yang agak tahan terhadap strain GVCBgr (Tabel 6.5). Gejala infeksi ketiga strain mulai

nampak 7-9 hari setelah inokulasi, tetapi ada beberapa genotipe yang menunjukkan masa inkubasi yang cukup lama (Tabel 6.3-6.5), di antaranya genotipe tanaman tomat Bonanza, Jelita , Safira , PSPT2.

Tabel 6.3 Ketahanan 14 genotipe tomat terhadap infeksi begomovirus asal Kaliurang (GVPSlm)1)

Genotipe Jumlah tanaman terinfeksi Ti/T2) (%)

Masa inkubasi (Hari)

Ketahanan

Bonanza 7/24 29 9-14 Agak rentan Intan 12/24 50 9-18 Rentan Jelita 25/25 100 10-12 Sangat rentan Safira 10/25 40 8-16 Rentan Permata 19/25 76 7-12 Sangat rentan Presto 25/25 100 7-12 Sangat rentan PSPT 8 25/25 100 7-20 Sangat rentan PSPT 5B 24/25 96 7-23 Sangat rentan Apel-Belgia 24/25 96 12-25 Sangat rentan Karibia 22/25 88 9-22 Sangat rentan Mitra 12/25 48 7-25 Rentan PSPT 9 24/25 96 7-16 Sangat rentan Marta 25/25 100 7-20 Sangat rentan PSPT 2 20/25 80 11-20 Sangat rentan 1)

Periode makan akuisisi dilakukan pada tanaman tomat terinfeksi begomovirus selama 24 jam; periode makan inokulasi pada tanaman tomat sehat selama 48 jam; jumlah serangga 10 ekor/tanaman.

2)

Tabel 6.4. Ketahanan 14 genotipe tomat terhadap infeksi begomovirus asal Boyolali (GVCBy)1)

Genotipe Jumlah tanaman terinfeksi Ti/T2) (%) Masa inkubasi (Hari) Ketahanan Bonanza 11/24 45,8 9-28 Rentan Intan 10/24 41,7 11-17 Rentan Jelita 16/25 64 10-14 Sangat rentan Safira 12/25 48 8-14 Rentan Permata 9/25 36 10 Rentan Presto 6/25 24 10-12 Agak rentan PSPT 8 25/25 100 7-17 Sangat rentan PSPT 5B 25/25 100 9-23 Sangat rentan Apel-Belgia 25/25 100 12-25 Sangat rentan Karibia 18/24 75 12-16 Sangat rentan Mitra 16/25 64 12-25 Sangat renta n PSPT 9 17/25 68 9-22 Sangat rentan Marta 23/25 92 7-20 Sangat rentan PSPT 2 22/25 88 13-22 Sangat rentan 1)Periode makan akuisisi dilakukan pada tanaman tomat terinfeksi begomovirus selama

24 jam; periode makan inokulasi pada tanaman tomat sehat selama 48 jam; jumlah serangga 10 ekor/tanaman.

2)

Jumlah tanaman bergejala (Ti) /jumlah tanaman uji (T).

Tabel 6.5. Ketahanan 14 genotipe tomat terhadap infeksi begomovirus asal Bogor (GVCBgr)1)

Genotipe Jumlah tanaman terinfeksi Ti/T2) (%)

Masa inkubasi (Hari)

Ketahanan

Bonanza 16/25 64 11-15 Sangat rentan Intan 4/25 16 10-20 Agak tahan Jelita 12/25 48 9-19 Sangat rentan Safira 21/25 84 7-19 Sangat rentan Permata 8/25 32 11-14 Rentan Presto 20/25 80 9-14 Sangat rentan PSPT 8 25/25 100 7-12 Sangat rentan PSPT 5B 25/25 100 7-27 Sangat rentan Apel-Belgia 25/25 100 7-25 Sangat rentan Karibia 23/25 92 12-25 Sangat rentan Mitra 22/25 88 9-22 Sangat rentan PSPT 9 24/25 96 9-22 Sangat rentan Marta 25/25 100 9-22 Sangat rentan PSPT 2 16/25 64 12-21 Sangat rentan 1)Periode makan akuisisi dilakukan pada tanaman tomat terinfeksi begomovirus selama

24 jam; periode makan inokulasi pada tanaman tomat sehat selama 48 jam; jumlah serangga 10 ekor/tanaman.

Deteksi Begomovirus dengan Hibridisasi Dot-Blot

Deteksi dengan teknik hibridisasi dot-blot menggunakan pelacak DNA yang dilabel dengan digoksigenin (DIG-DNA) berhasil mendeteksi begomovirus dari cairan perasan daun tanaman tomat uji hingga pengenceran 10-2. Teknik tersebut ternyata juga mampu mendeteksi begomovirus dalam tanaman uji yang tidak menunjukkan gejala (Gambar 6.1). Deteksi yang dilakukan dalam penelitian ini hanya terhadap strain begomovirus yang berasal dari Kaliurang (GVPSlm). Signal yang diperoleh dari hasil deteksi tersebut tergolong signal yang kuat, walaupun ada juga yang tergolong signal lemah bila dibandingkan dengan signal pada kontrol positif yaitu klon DNA TLCV (Tabel 6.6). Hasil tersebut menunjukkan tingginya konsentrasi virus di dalam jaringan tanaman yang bergejala maupun yang tidak bergejala. Signal hasil deteksi dengan teknik hibridisasi menunjukkan bahwa individu kultivar Bonanza dan Apel-Belgia yang tidak menunjukkan gejala mempunyai konsentrasi virus yang rendah (Tabel 6.6). Selain itu jumlah tanaman kultivar Bonanza yang bergejala sangat sedikit yaitu 7 tanaman dari 24 tanaman yang diinokulasi (Tabel 6.3). Hasil deteksi dengan dot- blot hibridisasi menunjukkan 17 tanaman kultivar Bonanza yang tidak bergejala ternyata positif terinfeksi begomovirus (Tabel 6.6), kemungkinan kultivar ini memiliki respon toleran terhadap infeksi begomovirus asal Kaliurang.

Gambar 6.1 Hasil deteksi genotipe tanaman tomat yang terinfeksi begomovirus asal Kaliurang (GVPSlm) dengan teknik hibridisasi menggunakan pelacak DNA yang dilabel dengan Digoksigenin. A. Kontrol positif (Fragmen DNA TLCV yang dikloning pada plasmid pGEMT). B. Tanaman tomat kultivar Safira yang diinokulasi GVPSlm. Kolom: 1a -1d adalah tanaman tomat bergejala; 2a-2d adalah tanaman tomat yang tidak bergejala, sedangkan 3.a-3.d, 4.a- 4.d, 5.a-5.d, 6.a-6.d, berturut-turut adalah ekstrak tanaman bergejala yang diencerkan berturut-turut dengan faktor 10-1, 10-2, 10-3 , 10-4.

A

1 2 3 4 5 6 a b c d

B

Tabel 6.6. Hasil deteksi genotipe tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus asal Kaliurang (GVPSlm) menggunakan teknik hibridisasi

Tanaman bergejala Tanaman tidak bergejala Genotipe tomat Jumlah Deteksi hibridisasi Jumlah Deteksi hibridisasi Bonanza 7 +++ 17 + Intan 12 +++ 12 +++ Jelita 25 +++ 0 TD Safira 10 +++ 15 +++ Permata 19 ++ 6 ++ Presto 25 +++ 0 TD PSPT 8 25 ++ 0 TD PSPT 5B 24 +++ 1 +++ Apel-Belgia 24 +++ 1 + Karibia 22 +++ 3 +++ Mitra 12 +++ 13 ++ PSPT 9 24 ++ 1 ++ Marta 25 +++ 0 TD PSPT 2 20 +++ 5 +++

Keterangan: TD: Semua tanaman uji menunjukkan gejala, sehingga deteksi terhadap tanaman tidak bergejala tidak dilakukan. +++ : Signal kuat ; ++ : Signal sedang; + : Signal rendah .

Pembahasan

Tanaman tomat yang diinokulasi dengan 3 strain begomovirus menunjukkan gejala yang berbeda-beda. Menurut Polston dan Anderson (1997) gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat ditentukan oleh strain virus, umur tanaman pada waktu terinfeksi, kultivar dan faktor lingkungan. Secara umum. infeksi tiga strain begomovirus ini menyebabkan perubahan warna dan bentuk daun. Daun menjadi menguning dan tepi daun yang melengkung ke atas atau ke bawah dan mengeriting. Menurut Bos (1994) warna kuning pada helaian daun terjadi karena adanya dominasi pigmen kuning dan konsentrasinya yang terus meningkat pada daun. Setelah terjadi perubahan warna daun, biasanya gejala diikuti pula dengan keabnormalan daun seperti daun melengkung dan mengeriting. Tiga strain begomovirus yang diuji juga menyebabkan genotipe tanaman tomat menjadi kerdil (Tabel 6.2). Menurut Matthews (1991) tanaman yang terinfeksi virus menjadi kerdil karena pertumbuhan tanaman terhambat. Penyebabnya yaitu laju dan efisiensi fotosintesis yang rendah sehingga jumlah karbohidrat yang dapat digunakan untuk perkembangan akar, batang dan daun lebih sedikit. Di samping itu tanaman yang terinfeksi mengalami peningkatan laju respirasi. Menurut Hull (2002) ada tiga mekanisme biokimia infeksi virus yang menyebabkan tanaman menjadi kerdil yaitu perubahan aktivitas hormon pertumbuhan, penurunan kemampuan produk fiksasi karbon dan penurunan peningkatan nutrisi.

Faktor terpenting dalam melakukan evaluasi untuk mendapatkan tanaman yang tahan adalah teknik inokulasi. Pada penelitian ini teknik inokulasi dilakukan dengan memberi periode makan akuisisi serangga vektor B. tabaci selama 24 jam pada tanaman tomat yang terinfeksi begomovirus dan periode makan inokulasi selama 48 jam pada tanaman tomat uji dengan 10 ekor B. tabaci virulifer tiap tanaman. Menurut Lapidot et al. (1997) dan Pico et al. (1998) inokulasi buatan dengan menggunakan kurungan kedap serangga merupakan metode inokulasi yang lebih efisien dan reliabel untuk pengujian ketahanan terhadap TYLCV.

Pada penelitian ini tiga strain begomovirus yang telah diidentifikasi sebelumnya (Aidawati et al. 2005) diperbanyak pada tanaman tomat yang rentan (kultivar Arthaloka). Sumber inokulum yang digunakan be rumur 30 hari setelah

inokulasi dan menunjukkan gejala yang jelas terhadap infeksi ketiga strain begomovirus. Hasil penelitian Lapidot et al. (2001) menunjukkan bahwa ada korelasi antara konsentrasi DNA begomovirus yang ada didalam tubuh serangga vektor dengan tanaman sumber inokulum yang diberikan untuk periode makan akuisisi serangga dan efisiensi penularan. Sumber inokulum yang baik adalah tanaman rentan yang menunjukkan gejala yang jelas setelah 21 hari diinokulasi. Pada saat itu akumulasi virus dalam jaringan tanaman mencapai tingkat akumulasi yang tinggi dan penularan serangga vektor yang diberi periode makan akuisisi pada tanaman tersebut lebih efektif.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat ketahanan genotipe tomat terhadap infeksi tiga strain begomovirus (Tabel 6.3-6.5). Hal tersebut menunjukkan bahwa strain begomovirus sangat menentukan tingkat ketahanan genotipe tanaman tomat. Menurut Roossinck (1997) dan Rubio et al (2001) kultivar tanaman yang sama dapat menunjukkan tingkat ketahanan atau toleransi yang berbeda untuk spesies virus yang berbeda. Oleh karena itu faktor lain yang penting diperhatikan terhadap evaluasi ketahan tanaman terhadap virus ini adalah populasi virus yang ada di alam mengingat virus mempunyai keaneka ragaman genetik yang sangat tinggi.

Hasil pengujian ketahanan genotipe tanaman tomat berdasarkan persentase tanaman tomat yang terinfeksi terhadap tiga strain begomovirus menunjukkan bahwa kultivar Intan agak tahan terhadap infeksi begomovirus asal Bogor, sedangkan genotipe tanaman tomat lainnya menunjukkan ketahanan yang rentan sampai sangat rentan. Tidak adanya genotipe tomat yang tahan pada seleksi ini diduga karena tanaman tersebut tidak mempunyai pertahanan untuk menghambat laju perkembangan begomovirus. Menurut Fraser (2000) terdapat dua mekanisme ketahanan tanaman terhadap virus yaitu tanaman mengandung molekul yang dapat menghambat replikasi atau penyebaran virus. Molekul yang mengenali virus dan selanjutnya mengaktifkan lintasan signal transduksi untuk mengekspresikan gen ketahanan menyebabkan respon ketahanan positif. Apabila tanaman tidak memiliki komponen yang diperlukan oleh virus atau tanaman menghasilkan senyawa yang dapat merusak subunit replikasi, atau tanaman tidak menghasilkan

protein ya ng dibutuhkan untuk berinteraksi dengan protein pergerakan virus, maka tanaman tergolong memiliki ketahanan negatif.

Menurut Rom et al. (1993) dan Lapidot & Friedmann (2002), tanaman toleran terhadap infeksi begomovirus dicirikan oleh beberapa karakter yaitu akumulasi virus yang rendah, gejala tanaman yang lemah, dan adanya penundaan timbulnya gejala. Beberapa genotipe tanaman tomat uji kemungkinan memiliki respon toleran terhadap infeksi begomovirus, karena persentase tanaman terinfeksi =50% dan masa inkubasi virus yang relatif lama. Kultivar Bonanza, Intan, Safira, Mitra, memiliki respon toleran terhadap infeksi begomovirus dari Kaliurang (Tabel 6.3), kultivar tomat Bonanza, Intan, Safira, Permata, Presto memiliki respon toleran terhadap infeksi begomovirus dari Boyolali (Tabel 6.4) , sedangkan kultivar Jelita dan Permata memiliki respon toleran terhadap infeksi begomovirus dari B ogor (Tabel 6.5) .

Respon toleran beberapa ge notipe/ kultivar tomat tersebut perlu dipastikan lebih lanjut melalui evaluasi yang lebih spesifik. Menurut Lapidot et al. (1997) evaluasi ketahanan tanaman yang relevan adalah melalui analisis pengaruh infeksi terhadap komponen hasil tanaman dan juga akumulasi virus di dalam jaringan tanaman. Ada korelasi positif antara tingkat ketahanan yang dinyatakan dengan kehilangan hasil dengan akumulasi DNA virus. Titer virus yang rendah merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai indikator untuk ketahanan, tetapi penurunan titer sebaiknya tidak digunakan sebagai satu-satunya indikator.

Teknik hibridisasi dot-blot menggunakan pelacak DNA begomovirus yang dilabel dengan digoksigenin berhasil mendeteksi begomovirus dari semua genotipe tanaman tomat yang diinokulasi. Teknik tersebut berhasil mendeteksi cairan perasan tanaman yang terinfeksi virus hingga pengenceran 10-2. Hasil ini menunjukkan bahwa teknik hibridisasi mampu mendeteksi titer virus yang sangat kecil. Hasil deteksi menunjukkan signal yang kuat dan sedang terhadap tanaman yang bergejala maupun yang tidak bergejala, kecuali pada kultivar Bonanza dan Apel Belgia.

Teknik hibridisasi telah banyak digunakan dalam program pemuliaan tanaman untuk menentukan tingkat ketahanan tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus. Hasil penelitian Rom et al (1993) menunjukkan bahwa akumulasi

DNA virus yang dideteksi dengan teknik hibridisasi dot-blot berkorelasi positif dengan intensitas gejala, sehingga penggunaan teknik hibridisasi bermanfaat untuk menyeleksi genotipe tanaman yang toleran. Hasil penelitian Pico et al. (1999) menunjukkan bahwa teknik hibridisasi lebih baik dibandingkan dengan teknik PCR untuk mengevaluasi tingkat ketahanan Lycopersicon spp. Teknik hibridisasi dapat membedakan akumulasi DNA virus dari 2 aksesi L. peruvianum dengan kesamaan jumlah (%) tanaman terinfeksi. Menurut Rubio et al. (2003) prosedur yang mudah untuk menyeleksi tingkat ketahanan dan toleran kultivar tomat terhadap infeksi TYLCV di Spanyol adalah dengan menentukan rasio tanaman terinfeksi, titer virus yang ditentukan dengan tissue-print hibridisasi, dan intensitas gejala yang ditimbulkannya. Ada korelasi positif antara intensitas gejala dan titer virus pada tanaman yang terinfeksi, oleh karena itu teknik hibridisasi dapat digunakan untuk menentukan tanaman toleran lebih awal.

Teknik tissue-print (Squash blot) hibridisasi dan hibridisasi dot-blot mempunyai sensitifitas yang setara, tetapi tissue-print hibridisasi tidak memerlukan ekstrak tanaman sehingga lebih cepat untuk menganalisis sampel yang banyak (Zakay et al. 1991; Vidavsky & Czosnek 1998; Pico et al. 1999).

Salah satu hambatan utama dalam mengembangkan ketahanan tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus adalah menentukan tingkat ketahanan. Umur tanaman waktu terinfeksi, tekanan inokulasi dan kondisi pertumbuhan, semuanya merupakan faktor utama yang mempengaruhi intensitas gejala yang disebabkan oleh virus (Pico et al. 1998; Lapidot et al. 2001). Oleh karena itu untuk menentukan tingkat ketahanan tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus , ada 7 tanaman inang diferensial yang dikembangkan untuk membandingkan skor intensitas gejala dan kandungan virus (Lapidot et al 2001).

Semua kultivar tomat (L. esculentum) sangat rentan terhada p infeksi begomovirus (TYLCV) sementara hasil seleksi terhadap Lycopersicon liar menunjukkan respon tahan (Pico et al. 1996, 1999; Pilowsky & Cohen 2000). Pada saat ini telah dilakukan persilangan untuk memindahkan gen tahan dari aksesi tomat liar ke kultivar tomat untuk mendapatkan tanaman tomat yang tahan atau toleran. Kultivar tomat komersial pertama TY20 membawa gen ketahanan dari L. peruvianum (Rom et al. 1993; Pilowsky & Cohen 1990).

Hasil pengujian 14 genotipe tanaman tomat terhadap 3 strain begomovirus dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi penanaman kultivar tomat untuk

Dokumen terkait