• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Tomat

Pengumpulan tanaman tomat yang diduga terinfeksi begomovirus dilakukan melalui survei ke beberapa pertanaman tomat yang ada di Jawa Barat (Bogor), Jawa Tengah (Boyolali, Magelang, Semarang), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman, Kulonprogo dan Bantul). Tanaman tomat yang diduga terinfeksi begomovirus menunjukkan gejala yang berbeda -beda (Tabel 3.1). Gejala yang umum terlihat berupa penebalan tulang dan anak tulang daun, penguningan lamina daun, cupping dan tanaman menjadi kerdil (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Keanekaragaman gejala begomovirus yang ditemukan di lapangan selama survei. A. Daun berkerut, B. daun menjadi kecil,

C. daun berkerut dan keriting, D. Daun menguning, E. Daun mengecil dan cupping

Begomovirus yang terdeteksi dari tanaman tomat (Tabel 3.1) diperbanyak melalui penularan menggunakan serangga vektor B. tabaci pada tanaman tomat sehat cv. Arthaloka. Hasil penularan menunjukkan gejala yang berbeda-beda seperti terlihat pada gambar 3.3 dan kemudian tanaman tersebut digunakan sebagai sumber inokulum untuk pengujian selanjutnya.

A

B

C

49

Gambar 3.3 Gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat cv. Arthaloka hasil penularan dengan serangga vektor:

A. Isolat GVSMg, B. Isolat GVPSlm, C. Isolat GVCBy, dan D. Isolat GVCBgr (Kode isolat dapat dilihat pada Tabel 3.1)

Deteksi dan Ide ntifikasi Begomovirus dengan Teknik PCR

Hasil visualisasi elektroforesis pada gel agarosa menunjukka n bahwa begomovirus berhasil dideteksi pada tanaman tomat yang berasal dari Jawa Barat (GVCBgr), Jawa Tengah (GVCBy, GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2) dan DIY (GVPSlm, dan GVGKlp) (Tabel 3.1 dan Gambar 3.4), sedangkan isolat GVGS1, GVGS2, GVGS3 (Jawa Tengah) dan isolat GVSB1, GVSB2 (DIY) tidak berhasil teramplifikasi. Fragmen DNA hasil amplifikasi berukuran ≈ 1600 base pair (bp) (Gambar 3.4). Hasil tersebut sesuai dengan ukuran yang diharapkan apabila menggunakan pasangan primer PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715 (Rojas et al. 1993).

A

C

B

50 Tabel 3.1 Gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat di lapangan dan hasil

deteksi begomovirus menggunakan primer universal PAL1v 1978 dan PAR1c 715 Lokasi Kode isolat Kabupaten Provinsi Gejala Ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi (bp)

GVCBgr Bogor Jawa Barat Vt, Cp, B 1600

GVCBy Boyolali Jawa Tengah Vt, Cp, Yl 1600

GVSMg 1.1 Magelang Jawa Tengah Vt,Cp,Yl,Dk, Ms.

1600 GVSMg 1.2 Magelang Jawa Tengah Vt,Cp, Dk 1600 GVSMg 2 Magelang Jawa Tengah Vt,Cp,Yl,Dk,

Kr

1600

GVGS1 Semarang Jawa Tengah Vt, Cp, Yl Tidak

teramplifikas i GVGS2 Semarang Jawa Tengah Vt,Cp,Dk, Ms Tidak

teramplifikasi GVGS3 Semarang Jawa Tengah Vt,Cp, Yl, Dk Tidak

teramplifikasi

GVPSlm Sleman D.I Yogyakarta Vt, Cp, Yl 1600

GVGKlp Kulonprogo D.I Yogyakarta Vt,Dk, Ms, Kr 1600 GVSB1 Bantul 1 D.I Yogyakarta Vt,Cp, Dk Tidak

teramplifikasi GVSB2 Bantul 2 D.I Yogyakarta Vt,Dk,Yl, Md Tidak

teramplifikasi

Vt: Penebalan tulang dan anak tulang daun; Cp: cupping; B: Lamina daun berkerut; Yl: Lamina

daun kuning; Dk: Daun menjadi kecil; Ms: Mosaik; Kr: Daun keriting; Md: Tepi daun melengkung ke atas atau ke bawah.

51 Gambar 3.4 Hasil amplifikasi DNA begomovirus dari tanaman tomat dengan

teknik PCR menggunakan pasangan primer PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715. A. Gambar pada gel elektroforesis. B. Gambar garis

dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Isolat GVSMg 1.1, 3. Isolat GVSMg 1.2, 4. Isolat GVPSlm, 5. Isolat GVCBgr, 6. Isolat GVGKlp, 7. Isolat GVCBy, 8. isolat GVSMg2. (Kode isolat dapat dilihat pada Tabel 3.1)

Analisis Pola Pita DNA Hasil Pemotongan dengan Enzim Restriksi

Hasil analisis pola pita enzim restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan empat enzim yaitu BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI menunjukkan adanya perbedaan ukuran pemotongan (Gambar 3.5-3.8). Berdasarkan pola pemotongan enzim tersebut diketahui bahwa isolat GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2 sama dengan isolat GVPSlm. Keempat isolat tersebut berbeda dengan isola t GVGKlp, GVCBydan GVCBgr, sedangkan isolat GVGKlp, GVCBy dan GVCBgr masing-masing mempunyai pola pita yang berbeda. Begomovirus yang ditemukan dalam penelitian ini ternyata berbeda ukuran pitanya dengan begomovirus yang ditemukan oleh Sudiono et al. (2004) (Tabel 3.2). Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya perbedaan strain (Gambar 3.9)

1600 bp

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

52 .

Gambar 3.5 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Magelang (GVSMg) dan Kaliurang (GVPSlm) dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar gel elektroforesis, B. Gambar garis dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamHI, 4. Enzim EcoRI,5. Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI.

Gambar 3.6 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Kulonprogo (GVGKlp) dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar pada gel

elektroforesis, B. Gambar garis dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamHI, 4. Enzim EcoRI, 5. Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI.

1000 bp 1600 bp 600 bp 1150 bp 450 bp 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1600 bp 1000 bp 600 bp 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

A

B

A

B

53 Gambar 3.7 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Boyolali (GVCBy) dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar pada gel elektroforesis, B. Gambar garis pola pemotongan dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamHI, 4. Enzim EcoRI, 5. Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI

Gambar 3.8 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Bogor (GVCBgr) dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar pada gel elektroforesis, B. Gambar garis dari gel elektroforesis. 1.

Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamHI, 4. Enzim EcoRI, 5. Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI.

700 bp 300 bp 1600 bp 1000 bp 600 bp 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1600 bp 1000 bp 600 bp 900 bp 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

A

B

A

B

54

Tabel 3.2 Ukuran pita hasil pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus dengan menggunakan enzim restriksi

Ukuran pita hasil pemotongan enzim restriksi (bp) Kode Isolat

BamHI EcoRI HindIII PstI

GVCBgr 600, 1000 300, 600, 700 1600 1600 GVCBy 600, 1000 200, 600, 800 1600 1600 GVSMg 1.1 600, 1000 450, 1150 200, 500, 900 1600 GVSMg 1.2 600, 1000 450, 1150 200, 500, 900 1600 GVSMg 2 600, 1000 450, 1150 200, 500, 900 1600 GVPSlm 600, 1000 450, 1150 200, 500, 900 1600 GVGKlp 600, 1000 1600 1600 1600 GVBdg* 600, 900 400, 500, 600 600, 900 1500 GVCsS* 600, 900 400, 500, 600 600, 900 1500 GVCyBgr* 600, 900 400, 500, 600 600, 900 1500 GVClBgr* 1500 1500 1500 1500 *)

Hasil kajian keanekaragaman begomovirus isolat tomat oleh Sudiono et al. (2004)

Kekerabatan Begomovirus yang Menginfeksi Tomat

Analisis pengelompokan berdasarkan hasil pemotongan fragmen DNA dengan empat enzim (BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI) menunjukkan bahwa pada nilai koefisien euclidean 7.20 begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas begomovirus yang ditemukan menginfeksi tomat yang ada di daerah Jawa Tengah (GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2 dan GVCBy), D.I Yogyakarta (GVPSlm dan GVGKlp) dan Jawa Barat (GVCBgr). Kelompok kedua menunjukkan begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Jawa Barat (Sudiono et al. 2004) (Gambar 3.9). Selanjutnya kelompok pertama terbagi menjadi tiga subkelompok. Subkelompok pertama terdiri atas begomovirus yang ditemukan menginfeksi tomat yang ada di daerah Jawa Tengah (GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2) dan D.I Yogyakarta (GVPSlm). Subkelompok tersebut merupakan strain yang sama (Tabel 3.3). Subkelompok dua terbagi menjadi dua yaitu begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat yang ada di daerah Jawa Tengah (GVCBy) dan Jawa Barat (GVCBgr) berada satu kelompok dengan tingkat perbedaan sebesar 42. 5%, sedangkan begomovirus yang berasal dari D.I. Yogyakarta (GVGKlp) berbeda dengan kedua begomovirus tersebut dengan tingkat perbedaan sebesar 43.6% (Tabel 3.3). Kelompok kedua terbagi menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama terdiri atas isolat GVBdg, GVCsS, GVCyBgr yang merupakan strain

55 begomovirus yang sama (Tabel 3.3) dan subkelompok kedua merupakan begomovirus dari Ciloto (GVClBgr) yang mempunyai tingkat perbedaan dengan subkelompok kedua sebesar 69.4%. Hasil pengelompokkan tersebut menunjukkan adanya keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat dan membuktikan bahwa teknik PCR-RFLP dapat digunakan untuk menentukan tingkat keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman.

Gambar 3.9 Dendogram hasil PCR-RFLP begomovirus, isolat begomovirus GVSMgl : begomovirus isolat Sawangan,Magelang (Jawa Tengah) GVPSlm : begomovirus isolat Pakem, Sleman (D.I. Yogyakarta) GVCBy : begomovirus isolat Cepogo,Boyolali (Jawa Tengah) GVGKlp : begomovirus isolat Galur, Kulonprogo (D.I. Yogyakarta) GVCBgr : begomovirus isolat Cisarua, Bogor (Jawa Barat)

GVBdg : begomovirus isolat Bandung (Jawa Barat)

GVCsS : begomovirus isolat Cisaat, Sukabumi (Jawa Barat) GVCyBgr: begomovirus isolat Cibeunying, Bogor (Jawa Barat) GVClBgr : begomovirus isolat Ciloto, Bogor (Jawa Barat)

56 Tabel 3.3 Matrik tingkat perbedaan 9 isola t begomovirus berdasarkan pola pita PCR-RFLP menggunakan program NTSYS versi 2.1

Isolat GVSMg1.1 GVSMg1.2 GVSMg2 GVCBy GVPSlm GVGKlp GVCBgr GVBdg GVCsS GVClBgr GVCyBgr GVSMg1.1 0.00 GVSMg1.2 0.00 0.00 GVSMg2 0.00 0.00 0.00 GVCBy 6.25 6.25 6.25 0.00 GVPSlm 0.00 0.00 0.00 6.25 0.00 GVGKlp 5.63 5.63 5.63 4.36 5.63 0,00 GVCBgr 6.25 6.25 6.25 4.25 6.25 4,36 0.00 GVBdg 7.11 7.11 7.11 6.91 7.11 7,15 6.91 0.00 GVCsS 7.11 7.11 7.11 6.91 7.11 7,15 6.91 0.00 0.00 GVClBgr 7.66 7.66 7.66 7.57 7.66 7,39 7.57 6.94 6.94 0.00 GVCyBgr 7.11 7.11 7.11 6.91 7.11 7,15 6.91 0.00 0.00 6.94 0.00

GVSMgl : begomovirus isolat Sawangan,Magelang (Jawa Tengah) GVPSlm : begomovirus isolat Pakem, Sleman (D.I. Yogyakarta) GVCBy : begomovirus isolat Cepogo,Boyolali (Jawa Tengah) GVGKlp : begomovirus isolat Galur, Kulonprogo (D.I. Yogyakarta) GVCBgr : begomovirus isolat Cisarua, Bogor (Jawa Barat)

GVBdg : begomovirus isolat Bandung (Jawa Barat)

GVCsS : begomovirus isolat Cisaat, Sukabumi (Jawa Barat) GVCyBgr : begomovirus isolat Cibeunying, Bogor (Jawa Barat) GVClBgr : begomovirus isolat Ciloto, Bogor (Jawa Barat)

57

Pembahasan

Hasil pengamatan terhadap luas serangan begomovirus di beberapa pertanaman tomat menunjukkan bahw a persentase serangan begomovirus di Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Tengah berturut-turut berkisar antara 50-70%, 30-70%, dan 30-50%. Pengamatan dilakukan berdasarkan gejala infeksi begomovirus yang berupa daun mengecil, menguning, cupping, keriting dan tanaman menjadi kerdil. Tingginya persentase infeksi begomovirus pada tanaman tomat mungkin disebabkan sumber inokulum dan vektor penyakit tersebut selalu ada di areal pertanaman. Menurut Nakhla dan Maxwell (1998) beberapa faktor yang mendukung penyebaran penyakit yang disebabkan oleh begomovirus adalah populasi vektor yang tinggi, kultivar tomat yang rentan, penanaman tomat yang secara terus menerus, migrasi vektor dari tanaman yang ada didekatnya dan infeksi tomat dipersemaian yang tidak dilindungi. Dari hasil pengamatan di lapangan terlihat areal pertanaman tomat umumnya berdekatan dengan areal pertanaman cabai yang terinfeksi begomovirus. Selain itu di sekitar pertanaman ditemukan adanya gulma babadotan (Ageratum conyzoides) yang menunjukkan gejala kuning, dan adanya serangga vektor. Gulma babadotan diketahui merupakan inang alternatif bagi begomovirus dan juga kutukebul (Tap et al. 1995; Ramappa et al. 1998; Sounders et al. 2000; Aidawati et al. 2001; Sulandari et al. 2006)

Tanaman tomat yang terinfeksi begomovirus di lapangan menunjukkan gejala yang beragam (Gambar 3.2 dan Tabel 3.1). Keanekaragaman tersebut dapat disebabkan adanya perbedaan varieta s tanaman tomat, umur tanaman yang terinfeksi, strain virus dan faktor lingkungan. Menurut Matthews (1992) munculnya gejala pada tanaman yang terinfeksi virus sangat dipengaruhi oleh konsentrasi virus, faktor lingkungan dan faktor genetik tanaman. Hasil penelitian Sugiarman & Hidayat (2000) menunjukkan perbedaan waktu munculnya gejala pada enam kultivar tomat yang terinfeksi begomovirus , demikian juga dengan jenis gejalanya. Tanaman yang terinfeksi oleh begomovirus pada awal masa pertumbuhan cenderung mengalami kerusakan lebih besar dibandingkan dengan tanaman terinfeksi setelah fase generatif (Brown & Bird 1992). Kesuburan tanah

58 dan iklim mungkin berpengaruh pula terhadap keanekaragaman gejala (Matthews 1992).

Teknik PCR terbukti dapat mendeteksi begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Fragmen DNA hasil amplifikasi dengan menggunakan primer PAL1v 1978 dan PAR1c 715 berukuran ≈ 1.600 bp (Gambar 3.3) sesuai dengan ukuran yang diharapkan apabila menggunakan pasangan primer tersebut. Primer PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715 akan mengamplifikasi genom begomovirus yang meliputi daerah common region, sebagian gen yang menyandi protein replikasi dan sebagian gen yang menyandi protein selubung (Rojas et al. 1993). Di Indonesia, dengan teknik yang sama berhasil dideteksi begomovirus yang menginfeksi tanama n cabai (Hidayat et al. 1999; Sulandari et al. 2001,2006), dan tanaman tomat (Sudiono et al. 2004). Teknik PCR tidak hanya dapat mendeteksi asam nukleat begomovirus pada jaringan tanaman terinfeksi, tetapi juga berhasil mendeteksi asam nukleat begomovirus dalam tubuh serangga vektor B. tabaci (Navot &Czosnek 1989; Polston et al. 1990; Chiemsombat et al. 1990; Mehta et al. 1994; Aidawati et al. 2002).

Isolat begomovirus yang diperbanyak pada tanaman tomat cv. Arthaloka menghasilkan gejala yang beragam (Gambar 3.3). Keanekaragaman gejala tersebut diduga disebabkan oleh adanya perbedaan strain. Adanya perbedaan strain didukung oleh data PCR-RFLP (Gambar 3.5-3.8), yaitu ditunjukkan oleh adanya pola pita DNA yang beragam. Oleh karena itu melalui pene litian ini dibuktikan bahwa keanekaragaman gejala infeksi begomovirus di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY disebabkan oleh strain virus yang berbeda. Hasil analisis pola enzim restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR selanjutnya memperkuat bukti adanya strain begomovirus yang berbeda di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan D. I. Yogyakarta. Keanekaragaman genetik begomovirus telah dilaporkan oleh peneliti terdahulu. Rojas et al. (1993) melaporkan perbedaan strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat dari Costa Rica dan Meksiko. Behjatnia et al. (1996) melaporkan bahwa Tomato leaf curl virus (ToLCV) yang menginfeksi tanaman tomat di Australia terdiri atas strain yang berbeda. Pola enzim restriksi begomovirus yang menginfeksi tomat di Se latan

59 Georgia dan Utara Florida memiliki kesamaan dengan pola enzim restriksi TYLCV, tetapi berbeda dengan Tomato mottle virus (ToMoV) (Momol et al. 1999). Hidayat et al. (1999) melaporkan bahwa begomovirus yang menginfeksi tanaman cabai di Cugenang, Jawa Barat memiliki kesamaan pola enzim restriksi dengan begomovirus yang menginfeksi tanaman cabai di Baranangsiang, Jawa Barat tetapi berbeda dengan begomovirus di Segunung, Jawa Barat. Dengan metode yang sama, Sudiono et al. (2004) berhasil menganalisis pola enzim restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR dan menunjukkan adanya strain begomovirus yang berbeda pada tanaman tomat yang berasal dari Bandung, Cisaat, Cibeunying dan Ciloto. Sulandari et al. (2006) melaporkan bahwa strain begomovirus yang menginfeksi tanaman cabai di Yogyakarta, Lembang, dan Cugenang memiliki kesamaan berdasarkan pola enzim restriksi, tetapi ketiga strain tersebut berbeda dari begomovirus asal cabai Segunung. Strain begomovirus asal cabai Segunung tersebut ternyata berbeda dengan strain begomovirus asal cabai Segunung yang telah dilaporkan lebih dahulu oleh Hidayat et al. (1999). Hal tersebut membuktikan bahwa di daerah yang sama terdapat strain begomovirus yang berbeda.

Analisis sekuen genom begomovirus telah banyak dilaporkan (Shih et al. 1999; Kon et al. 2003; Sukamto et al. 2005; Hidayat et al 2006a; Hidayat et al 2006b; Tsai et al. 2006; Ikegami, belum dipublikasikan; Hidayat & Aidawati 2006, belum dipublikasikan). Pada penelitian ini begomovirus yang ditemukan belum dapat diketahui hubungan kekerabatannya terhadap begomovirus lain. Sekuen parsial dan lengkap dari genom begomovirus yang menginfeksi tomat di Indonesia telah dilaporkan oleh Shih et al. (1999) (DDBJ, accession number AF189018) dan Kon et al. (2003). Kedua virus yang menginfeksi tanaman tomat tersebut berasal dari Jawa Barat, digolongkan dalam kelompok tomato leaf curl virus, dan disebut tomato leaf curl Indonesia virus (ToLCIV) dan tomato leaf curl Java virus (ToLCJAV) (AB100304). ToLCIV merupaka n begomovirus monopartit dan mempunyai tingkat kesamaan asam amino gen selubung protein <70% dengan ToLCJAV dan begomovirus lainnya. ToLCJAV mempunyai hubungan yang dekat dengan a geratum yellow vein virus (AYVV) (87%) dan Soybean crinkle leaf virus (SbCLV) (85%) (Kon. et al. 2003). Sukamto et al.

60 (2005) menemukan begomovirus yang berbeda yang menginfeksi tanaman tomat dan babadotan di daerah Bandung (Jawa Barat), Purwokerto, Magelang (Jawa Tengah) dan Malang (Jawa Timur). Berdasarkan kesamaan asam amino gen protein selubung begomovirus tersebut diketahui terdapat tiga kelompok begomovirus. Kelompok pertama yaitu begomovirus yang menginfeksi tomat di Bandung [ToBadII-20 (AB189846) dan ToBadIII -1 (AB205117)] yang memiliki kekerabatan dengan begomovirus yang menginfeksi babadotan (AYVV) yang berasal dari Bandung [AgBadI-1(AB189852)], Purwokerto [AgPur -2 (AB1898510)], Magelang [AgMag-5 (AB189854)] dan Malang [AgMal-4 (AB189853)], AYVV dari China [AYVCNV-(Hn2) (AJ495813)], AYVV dari Taiwan [AYVV-(Tai) (AF70786)]. Kelompok kedua merupakan begomovirus yang menginfeks i tomat di Purwokerto [ToPur-6 (AB189847)] dan Magelang [ToMag-2 (AB189848)] yang memiliki kekerabatan dengan ToLCJAV (Kon et al. 2003). Kelompok ketiga adalah begomovirus yang menginfeksi tomat di daerah Bandung [ToBadI-5 (AB189845)] dan ToBadII-23 (AB189849) yang memiliki kekerabatan dengan pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PepYLCIDV)) yang merupakan begomovirus yang mempunyai genom bipartit (M. Ikegami, belum dipublikasi). Mengingat tingginya keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat yang ada di Indonesia maka analisis sekuen DNA yang ditemukan dalam penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kekerabatan strain begomovirus tomat Indonesia. Dengan diketahuinya hubungan kekerabatan strain begomovirus tersebut maka strategi pengendalian penyakit dapat disusun dengan tepat.

61

Dokumen terkait