• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2007. Penelitian ini meliputi tahapan pemeliharaan ulat yang dilaksanakan di Teaching Farm Sutera Alam, Kebun Percobaan IPB Unit Lapangan Sukamantri, Bogor dan tahapan analisis daun murbei dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ulat sutera hibrid hasil persilangan ras Jepang dengan ras Cina yang berasal dari Kesatuan Pengusahaan Sutera Alam (KPSA) Soppeng, Sulawesi Selatan dan empat jenis daun murbei yaitu, M. multicaulis (A1), M. cathayana (A2), M. alba var. kanva-2 (A3), dan M. bombycis var. lembang (A4). Untuk pemeliharaan digunakan kaporit, serbuk pofsol (campuran formalin 90 %, kapur tohor, kaolin, dan abu sekam dengan perbandingan 3:45:45:7), alkohol 70 %, formalin 4 %, kapur anti semut, oli, racun tikus, dan arang sekam.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: nampah, rak ulat, sasag bambu, kelambu, jaring, pisau perajang daun, termometer, higrometer, alat pengokon, bulu ayam, kertas koran, kertas parafin, timbangan digital berskala 0.01 g, label, saringan, dan silet.

berdasarkan negara asal, jumlah generasi per tahun (voltinisme), dan frekuensi ganti kulit (moltinisme). Berdasarkan negara asalnya dapat dibedakan menjadi empat ras yaitu, ras Jepang, Cina, Eropa, dan Tropika. Berdasarkan jumlah generasi per tahun (voltinisme) dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu, univoltin (satu generasi dalam satu tahun), bivoltin (dua generasi dalam satu tahun), dan polivoltin (tiga atau lebih generasi dalam satu tahun). Berdasarkan frekuensi ganti kulit (moltinisme) dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, jenis ulat yang berganti kulit tiga kali (three molter), empat kali (four molter), dan lima kali (five molter).

Secara umum, perkembangan ulat sutera dibagi menjadi tiga fase yang berurutan yaitu, fase ulat kecil, fase ulat besar, dan fase pengokonan. Fase ulat kecil meliputi tiga tahapan instar yaitu, instar I sampai III terhitung sejak telur menetas hingga ulat berumur 12-14 hari. Fase ulat besar meliputi dua tahapan instar yaitu, instar IV yang berumur sekitar 15 hari sampai instar V yang berumur 21-22 hari. Setelah itu, ulat memasuki fase pengokonan yaitu, berumur sekitar 22 hari sampai 27-28 hari. Masing-masing instar didahului oleh masa dorman ganti kulit atau ekdisis. Masa dorman ulat berkisar 24-48 jam (Sunanto 1997).

Hasil akhir dari suatu pemeliharaan ulat sutera adalah kokon. Kokon inilah yang akan diproses lebih lanjut menjadi benang dan kain. Oleh karena itu, untuk mendapatkan benang sutera yang berkualitas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas kokon yaitu, bibit ulat sutera, keadaan selama pemeliharaan, dan proses pengokonan (Samsijah & Andadari 1992). Untuk mendapatkan kokon yang berkualitas baik maka, setiap fase perkembangan ulat harus mendapatkan perlakuan yang optimal termasuk jenis pakan yang diberikan. Ulat-ulat muda (instar I-III) memerlukan daun yang tidak begitu keras, banyak mengandung air, karbohidrat, dan protein yang akan mendorong laju pertumbuhan ulat (Samsijah & Kusumaputra 1976). Sedangkan ulat besar (instar IV-V) memerlukan pakan dengan kandungan protein yang tinggi guna mempercepat pertumbuhan kelenjar sutera namun dengan kadar air yang rendah (Norati 1996). Oleh karena itu, diperlukan adanya seleksi jenis murbei sebagai pakan yang ideal bagi ulat sutera, yaitu pakan yang mudah dicerna serta mengandung nutrisi yang sesuai dengan setiap fase perkembangan ulat.

Pada percobaan ini akan diteliti pengaruh pemberian pakan dari empat jenis daun murbei terhadap pertumbuhan ulat sutera dan kualitas

kokon yang dihasilkan guna menunjang produksi benang sutera yang berkualitas.

Penelitian ini bertujuan pula untuk mengetahui jenis murbei atau kombinasi dari dua jenis murbei yang sesuai untuk pertumbuhan ulat sutera serta mampu menghasilkan kokon yang baik berdasarkan empat jenis daun murbei yang diujikan yaitu, M. multicaulis, M. cathayana, M. alba var. kanva-2, dan M. bombycis var. lembang. Diharapkan jenis murbei atau kombinasi murbei yang menghasilkan pertumbuhan ulat sutera yang baik dan kokon yang berkualitas dapat dikembangkan lebih lanjut guna menunjang kegiatan persuteraan alam.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2007. Penelitian ini meliputi tahapan pemeliharaan ulat yang dilaksanakan di Teaching Farm Sutera Alam, Kebun Percobaan IPB Unit Lapangan Sukamantri, Bogor dan tahapan analisis daun murbei dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ulat sutera hibrid hasil persilangan ras Jepang dengan ras Cina yang berasal dari Kesatuan Pengusahaan Sutera Alam (KPSA) Soppeng, Sulawesi Selatan dan empat jenis daun murbei yaitu, M. multicaulis (A1), M. cathayana (A2), M. alba var. kanva-2 (A3), dan M. bombycis var. lembang (A4). Untuk pemeliharaan digunakan kaporit, serbuk pofsol (campuran formalin 90 %, kapur tohor, kaolin, dan abu sekam dengan perbandingan 3:45:45:7), alkohol 70 %, formalin 4 %, kapur anti semut, oli, racun tikus, dan arang sekam.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: nampah, rak ulat, sasag bambu, kelambu, jaring, pisau perajang daun, termometer, higrometer, alat pengokon, bulu ayam, kertas koran, kertas parafin, timbangan digital berskala 0.01 g, label, saringan, dan silet.

Tempat Tumbuh Tanaman Murbei

Tanaman murbei yang diambil daunnya sebagai pakan ulat sutera tumbuh di atas lahan seluas 4 ha di Teaching Farm Sutera Alam, Sukamantri dengan jenis tanah andosol berbatu pada ketinggian 540-560 m dpl. Curah hujan berkisar 2500-3000 mm/tahun. Pada lahan tersebut terdapat sekitar 40.000 tanaman murbei dengan jarak tanam 1.2 m x 40 cm.

Tanaman dibiakkan melalui stek yang telah berumur ± 3 tahun setelah masa tanam. Pemanenan daun untuk pakan ulat diberikan setelah tanaman berumur 2-3 bulan setelah pangkas. Pemupukan dilakukan satu tahun sekali dengan menggunakan pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Penyiangan gulma dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida Round Up®. Penyiangan dilakukan secara periodik setiap lepas pemangkasan atau panen. Metode

Pemeliharaan Ulat Sutera Desinfeksi Ruang dan Alat

Dua hari sebelum proses pemeliharaan ulat sutera dimulai (telur atau ulat masuk kandang), ruangan dicuci dan didesinfeksi menggunakan larutan kaporit dengan dosis 5 g/l dan larutan formalin 4 % dengan perbandingan air dan formalin 1:12, kemudian ruangan dibiarkan tertutup rapat. Untuk kesterilan ruangan dan mencegah masuknya bibit penyakit dari luar, sandal atau sepatu harus dibuka setiap memasuki ruangan pemeliharaan. Tangan dan kaki harus dicuci dengan larutan desinfektan (kaporit), dibilas dengan air dan dikeringkan dengan lap.

Pemeliharaan ulat

Telur menetas tanggal 16 Maret 2007 sekitar pukul 06:00 WIB. Setelah itu, ulat dibagi ke dalam 12 nampah yang terdiri atas 4 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap nampah sudah diberi alas kertas parafin dan terdiri atas 250 ulat. Diameter nampah yang digunakan adalah 31.5 cm atau memiliki luas 778.92 cm2. Kedua belas nampah tersebut disimpan di atas sasag bambu dengan ketinggian 55 cm dari permukaan tanah dan dipelihara di ruang ulat kecil (RUK) yang memiliki luas 5 m x 10 m. Keempat perlakuan diberi pakan yang berbeda (M. multicaulis, M. cathayana M. alba var. kanva-2, dan M. bombycis var. lembang) yang diulang sebanyak tiga kali. Sebelum pemberian pakan pertama atau setelah ulat bangun dari masa dormannya, tubuh ulat didesinfeksi menggunakan serbuk pofsol dan setiap ulat menjelang pergantian kulit diberi arang sekam. Pemberian serbuk pofsol dimaksudkan agar ulat terhindar dari serangan cendawan atau bakteri patogen ketika ulat baru

menetas atau berganti kulit karena pada fase ini ulat paling rentan terkena penyakit. Sementara pemberian arang sekam bertujuan menyerap air yang berlebih ketika ulat dorman atau berganti kulit sehingga kondisi di sekitar tubuh ulat tetap kering dan ulat terhindar dari cendawan atau bakteri patogen. Untuk mencegah serangan predator seperti, cicak, kadal, dan semut, setiap kaki sasag bambu dibubuhi dengan kapur anti semut dan ditutup dengan kelambu.

Memasuki instar IV dilakukan penghitungan ulat kembali. Setiap nampah dibagi menjadi empat kelompok. Setiap kelompoknya hanya terdiri atas 50 ulat, sehingga perlakuan yang diberikan menjadi 12 ulangan. Ulat disimpan di atas sasag bambu yang telah dilapisi kertas koran. Luas untuk setiap plot pemeliharaan adalah 185 cm2 (P=50 cm, L=37 cm). Untuk mencegah serangan predator seperti tikus, laba-laba, dan kadal, setiap kaki sasag bambu diolesi dengan oli dan diganti setiap dua hari sekali dan sasag ditutupi dengan kelambu. Pemeliharaan ulat besar dilakukan di ruang ulat besar (RUB) yang memiliki luas 4 m x 6 m. Setelah ulat mulai menunjukkan tanda-tanda akan mengokon, ulat dimasukkan satu persatu pada alat pengokon (seriframe).

Pemberian pakan

Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu, pada pukul 09:00, 13:00, dan 17:00. Ulat diberi pakan tiga kali sehari dengan proporsi 25 % pagi, 25 % siang, dan 50 % malam sesuai dengan jadwal Pemeliharaan Ulat Semusim (Norati 1996). Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan pada Atmosoedarjo et al. (2000) dan modifikasinya (Lampiran 8-9). Pada setiap pemberian pakan, daun murbei ditimbang terlebih dahulu. Untuk instar I-III digunakan daun murbei yang telah dirajang atau dicincang (4-8 daun dari bagian atas tangkai daun), sedangkan untuk instar IV dan V digunakan daun utuh (seluruh daun yang terdapat pada tangkai). Faktor koreksi kehilangan air pada daun murbei untuk setiap perlakuan yaitu daun yang dirajang halus, rajang kasar, dan daun utuh dapat dilihat pada lampiran 1-3.

Pembersihan

Pembersihan dilakukan setiap hari, yaitu pada pagi hari sebelum pemberian pakan pertama pada hari tersebut. Setelah sebagian besar ulat naik ke atas jaring

untuk memakan daun murbei segar yang diberikan, jaring kemudian diangkat sehingga sisa pakan dan kotoran dapat dipisahkan. Kemudian, daun lama sisa pakan ditimbang setelah dipisahkan dari kotoran ulat.

Pengokonan

Pada akhir instar V atau ketika ulat sudah menunjukkan tanda-tanda akan mengokon seperti: tubuh terlihat bening kekuning- kuningan, ulat berhenti makan, ulat mengeluarkan cairan lembek kekuning-kuningan serta mengeluarkan serat dari spineret yang ada di bagian kepalanya, maka ulat segera dipindahkan ke alat pengokon (seriframe). Ulat mengokon secara seragam pada tanggal 12 April 2007. Panen kokon dilakukan pada tanggal 18 April 2007.

Perlakuan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas empat perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali pada saat ulat kecil dan diulang sebanyak 12 kali pada saat ulat besar. Analisis data menggunakan analisis ragam yang dilanjutkan dengan uji pembanding Tukey jika terdapat nilai yang berbeda nyata pada interval kepercayaan 95 % (Fowler et al. 1998). Parameter Yang Diamati

Pengukuran Suhu dan Kelembaban Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan tiga kali sehari bersamaan dengan waktu pemberian pakan. Suhu diukur dengan menggunakan termometer alkohol dan kelembaban diukur dengan menggunakan higrometer.

Analisis Daun Murbei

Analisis kandungan empat jenis daun murbei dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak, Bogor. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BetN), kalsium (Ca), fosfor (P), dan karbohidrat (Samsijah & Kusumaputra 1976).

Daun murbei yang dianalisis sebanyak 500 gram yang mewakili seluruh daun yang digunakan untuk pakan ulat sutera.

Umur Ulat

Untuk mengetahui umur ulat, dilakukan pencatatan umur pada saat makan pertama dan terakhir sebelum pergantian instar dan pencatatan terhadap waktu dorman dan bangun (Norati 1996). Pengamatan terhadap umur ulat yang meliputi waktu dorman dan waktu bangun

didasarkan pada kondisi pada sebagian besar ulat (± 95 %) agar diperoleh data yang seragam.

Jumlah Daun yang Dikonsumsi

Banyaknya daun murbei yang dikonsumsi diukur dengan cara menimbang daun murbei yang akan diberikan pada setiap pemberian pakan sesuai dengan jadwal pemberian pakan dan menimbang sisa pakan setelah terlebih dahulu dipisahkan dari kotoran. Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap hari setelah kegiatan pembersihan. Banyaknya pakan yang dikonsumsi per ekor dihitung berdasarkan rumus:

x = banyaknya pakan yang dikonsumsi per ekor (g)

a = total pakan hari ke-i (i = 1, 2, 3, 4,...) b = pakan sisa

c = pakan sisa x faktor koreksi

n = jumlah ulat yang berhasil hidup setiap akhir instar

Nilai faktor koreksi untuk setiap jenis murbei pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada lampiran 1-3.

Daya Tahan Hidup Ulat

Pengamatan terhadap daya tahan hidup ulat dilakukan dengan cara menghitung jumlah ulat yang mati atau tidak normal pada setiap akhir instar. Penghitungan dilakukan dengan rumus:

Daya tahan hidup ulat = per instar

p - q x 100 % p

p : Jumlah ulat awal instar ke-i q : Mortalitas ulat akhir instar ke-i

Pengukuran bobot tubuh

Pengukuran bobot tubuh dilakukan dengan cara menimbang 10% dari ulat sutera yang dipelihara dan diambil secara acak pada setiap pergantian instar sebelum pemberian pakan pertama (Norati 1996).

Kualitas Kokon

Pengujian kualitas kokon meliputi persentase produksi kokon, persentase kokon cacat, bobot kokon rata-rata, dan persentase kulit kokon. Pengujian terhadap bobot kokon rata-rata dibagi dua, yaitu berdasarkan total kokon yang dihasilkan dan kokon normal. Berdasarkan kokon normal, diambil secara acak dari masing- masing perlakuan pada setiap ulangan sebanyak 20 buah kokon normal yang x = a-(b+c) n

dibagi kembali menjadi dua yaitu, 10 kokon untuk uji bobot kokon dan persentase kulit kokon dan 10 kokon sisanya untuk uji filamen. Penghitungan kualitas kokon berdasarkan rumus:

% Kokon cacat = Bobot kokon cacat (g) x 100 % Bobot seluruh kokon (g) Bobot kokon = rata-rata

Bobot total kokon yang dihasilkan (g) Jumlah kokon yang

dihasilkan

Kualitas Filamen

Pengamatan kualitas filamen atau serat diukur berdasarkan persentase serat yang dinyatakan sebagai persen bobot serat terurai terhadap bobot kokon yang berisi pupa. Kokon yang diuji terdiri atas 10 kokon yang diambil secara acak dari 30 kokon yang direbus, sehingga total ulangan menjadi 4 kali untuk setiap perlakuan. Dihitung berdasarkan rumus:

HASIL

Dokumen terkait