• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2009 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah; cawan petri, tabung reaksi, tabung mikro 1,5 ml, erlenmeyer 100 ml, bunsen, ose, tusuk gigi steril, swab steril, pipet volumetrik, tip, sentrifugal, tabung falkon 50 ml, Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, erlenmeyer, PCR (Polymeration Chain Reaction), dan spektrofotometer UV.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah; sampel spons yang diambil dari perairan sebelah barat dari kepulauan Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, media SWC (Sea Water Complete), PBS (Phosphate Buffer Saline), susu skim 1,5%, isolat bakteri patogen yaitu; Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan EPEC K11, medium LB (Luria Broth), medium NA (nutrient agar), CBBG (Comassie Briliant Blue G-250), asam fosfor 85%, etanol 95%, kasein hammerstein 2%, TCA 5%, proteinase K 0,5 ml, ekstrak kasar 0,5 ml, dan subtilisin dari Bacilluslicheniformis(SIGMA)0,5 ml.

Metode

Pengambilan Sampel

Sampel spons diambil dari perairan sebelah barat dari kepulauan Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat pada kedalaman ± 10 meter dengan menggunakan alat bantu snorkel dan masker. Pengambilan sampel ini dilakukan secara acak yaitu dengan menyusuri dasar laut. Sampel kemudian dimasukkan kedalam plastik sampel yang telah diisi dengan oksigen murni, lalu ditempatkan dalam cool box untuk dianalisis secara mikrobiologis di Laboratorium.

Isolasi Bakteri dari Sampel Spons Jaspis sp.

Spons dibilas dengan air laut sintetik steril supaya bakteri kontaminan yang tidak berasosiasi dengan spons tidak terisolasi, sehingga hanya bakteri dengan daya gabung yang kuat saja yang akan diisolasi (Amstrong 2001). Isolasi bakteri pada permukaan spons dilakukan dengan cara mengusap permukaan spons pada tiga tempat yang berbeda menggunakan swab steril ± 1 cm2, kemudian dicelupkan ke dalam 3 buah erlenmeyer yang berisi media PBS (Phosphate Buffer Saline) steril. Dari masing- masing tabung tersebut dilakukan seri pengenceran dari 10-1 sampai dengan 10-5 sebanyak 100 µL. Pada tiga pengenceran terakhir disebar dalam media SWC (Sea Water Complete) (Lampiran 1), dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan metode kuadran dan dipreservasi dalam agar miring.

Penapisan Bakteri Penghasil Inhibitor Protease yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp.

Penapisan dilakukan dengan menggunakan metode plate agar susu skim dua lapis (modifikasi Imada 1985a). Lapisan bawah terdiri atas media SWC, sedangkan lapisan atas terdiri atas nutrient agar (NA) yang diberi skim 1,5%. Isolat bakteri laut yang akan ditapis ditusukkan pada lapisan bawah (SWC), lalu diinkubasi 24 dan 48 jam pada suhu 30oC. Isolat yang tumbuh dibuang, kemudian diberi lapisan atas. Isolat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus, EPEC K11) ditusukkan pada bagian atas lalu diinkubasi 24 jam pada suhu 37oC. Isolat yang positif menghasilkan inhibitor protease ditunjukkan dengan tidak adanya atau berkurangnya zona protease di sekitar koloni bakteri patogen.

Persentase penghambatan protease dihitung dengan menggunakan rumus (Alford & Bentley 1986) :

Kemudian persentase penghambatan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu kuat atau lebih dari 80% (+++), sedang atau lebih dari 60% (++), dan lemah atau kurang dari 50% (+). Sedangkan zona protease dihitung dengan menggunakan rumus (Saryono et al. 1999):

10

Kemudian zona protease dikategorikan dalam tiga kategori yaitu aktivitas rendah dengan zona/koloni (Z/K) <1, aktivitas sedang Z/K 1-2 dan aktivitas tinggi Z/K >2. Isolat yang menunjukan persentase penghambatan dan zona protease tertinggi digunakan untuk uji selanjutnya.

Uji Aktivitas Inhibitor Protease terhadap Ekstrak Kasar, Proteinase K dan Subtilisin

Uji aktivitas inhibitor protease meliputi penentuan waktu produksi inhibitor protease, aktivitas inhibitor protease, aktivitas pada berbagai suhu, aktivitas pada berbagai pH, dan pengukuran konsentrasi protein. Untuk ekstrak kasar, terlebih dahulu dilakukan produksi protease dan pengukuran aktivitas protease.

Produksi Protease dari Bakteri Patogen. Bakteri patogen yang digunakan adalah EPEC K11, S. aureus, dan P. aeruginosa yang telah diketahui bersifat patogen secara klinis. Bakteri patogen yang telah diremajakan, diinokulasi sebanyak 1-2 lup pada media Luria Bertani Broth (LB) sampai mencapai fase logaritmik (OD mencapai 0.8; λ 620 nm pada suhu 370C). Sebanyak 10% (v/v) inokulum dipindahkan ke dalam 50 ml media produksi (LB), untuk selanjutnya diinkubasi pada kondisi yang sama hingga kembali mencapai OD = 0,8. Kultur kemudian dipanen dengan melakukan sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Supernatan yang mengandung enzim ekstrak kasar diuji aktivitasnya menggunakan metode Walter (1984) pada substrat kasein (sigma) dan kadar proteinnya menurut metode Bradford dalam Hammond dan Kruger (1988).

Pengukuran Aktivitas Protease. Semua ekstrak kasar enzim (supernatan) diukur aktivitasnya berdasarkan Metode Walter (1984) (Tabel 1).

Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease. Substrat yang digunakan untuk uji ini adalah ekstrak kasar dari bakteri patogen, proteinase K, dan subtilisin. Prosedur pengukuran aktivitas inhibitor protease ini dilakukan sesuai metode Imada et al. (1985c). Campuran yang terdiri atas 0,5 ml substrat dan 0,5 ml larutan inhibitor isolat terpilih dipreinkubasi pada suhu 30oC selama 12 menit. Kemudian, 1 ml kasein hammerstein 2% (w/v) dalam larutan bufer Tris-HCl 50mM, pH 8 ditambahkan ke dalamnya dan diinkubasi 12 menit pada suhu 30oC.

Tabel 1 Prosedur pengukuran aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Sampel (ml) Blanko (ml) Standar (ml) Bufer tris-HCl (0,2, pH 8) 1 1 1 Substrat kasein 2%, pH 8 1 1 1 Enzim 0,2 0 0 Tirosin standar 0 0 0,2 Aquades 0 0,2 0

Inkubasi pada suhu 370C selama 10 menit

TCA (0.1 M) 2 2 2

Aquades 0,2 0 0

Enzim 0 0,2 0,2

Didiamkan pada suhu 370C selama 10 menit, lalu disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit

Fltrat 1,5 1,5 1,5

Na2CO3 5 5 5

Pereaksi folin 1 1 1

Didiamkan pada suhu 370C selama 20 menit Diukur dengan spektrofotometer pada λ 578 nm

Aktivitas protease (IU/ml) =

Setelah diinkubasi, 2 ml asam trikloroasetat (TCA) 5% (w/v) ditambahkan untuk menghentikan reaksi enzim. Campuran disimpan selama 20 menit pada suhu 30oC untuk mengendapkan kasein yang tidak dicerna enzim. Selanjutnya larutan disentrifugasi pada kecepatan 3000 g selama 10 menit, supernatan diukur pada absorbansi 280 nm.

Satu unit aktivitas inhibitor protease didefinisikan sebagai jumlah inhibitor yang dapat menghambat aktivitas protease sebanyak 50%.

Penentuan Suhu Optimum. Supernatan dari bakteri yang berasosiasi dengan spons yang mengandung inhibitor protease diuji pada berbagai suhu dari suhu 10oC hingga 70oC dengan interval 10oC. Setelah diinkubasi aktivitas inhibitor protease diukur sesuai metode Imada et al. (1985c). Perlakuan suhu

12

dimana campuran yang terdiri atas 0,5 ml substrat dan 0,5 ml inhibitor isolat terpilih diinkubasi pada tiap suhu uji (10oC – 70oC) selama 12 menit.

Penentuan pH Optimum. Supernatan dari bakteri yang berasosiasi dengan spons diukur pada berbagai pH dari pH 3 hingga 12 dengan interval 1 dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC. Setelah diinkubasi aktivitas inhibitor diukur sesuai metode Imada et al. (1985c). Perlakuan pH di mana 1 ml kasein hammerstein 2% w/v dalam larutan bufer Tris HCl 50 mM diuji pada pH yang berbeda (3 – 12).

Pengukuran Konsentrasi Protein (Metode Bradford dalam Hammond dan Kruger 1988). Uji ini dilakukan untuk membuat kurva standar protein (BSA). Analisa ini diawali dengan pembuatan larutan Bradford dan larutan standar BSA. Larutan bardford dibuat dengan cara sebagai berikut : sebanyak 100 mg CBBG dilarutkan dalam 50 ml etanol 95% (w/v). Setelah itu ditambahkan 100 ml asam fosfat 85% (w/v). Terakhir larutan diencerkan dengan aquades sampai 1 liter. Larutan standar segar dibuat dengan menggunakan protein BSA. Sebanyak 100 mg BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuades. Larutan dikocok pelan- pelan, setelah larut diencerkan sampai 50 ml. konsentrasi akhir larutan stok untuk standar ini adalah 2 mg/ml. Konsentrasi Bradford dan kurva standar yang digunakan untuk menentukan konsentrasi protein disajikan pada Lampiran 2. Untuk metode makroassay : sebanyak 5 ml pereaksi Bradford ditambahkan kedalam masing-masing tabung reaksi. Blanko dibuat dengan cara mencampurkan 0,1 ml dan direaksikan dengan 5 ml (makroassay) pereaksi Bradford. Setelah sekitar 5 menit, masing-masing campuran reaksi diukur absorbansinya pada λ 595 nm.

Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease

Uji Fisiologis. Isolat yang potensial menghasilkan inhibitor protease dikarakterisasi secara morfologi dan fisiologi. Uji fisiologis dilakukan dengan menggunakan kit MicrobactTM GN A ID dan GN B ID. Adapun yang diamati adalah lisin, ornitin, H2S, glukosa, manitol, silosa, ortronitrofenil-β-d- galaktopiranosida (ONPG), indol, urease, Voges Preskauer (VP), sitrat, triptofan deaminase (TDA), dan nitrat (MicrobactTM GN A ID), serta gelatin, malonat, inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, adonitol, rafinosa, salisin,

dan arginin (MicrobactTM GN B ID). Pewarnaan Gram, endospora dan uji katalase dilakukan sesuai dengan metode Cappucino & Shermna (1983) yaitu dengan menggunakan pereaksi iodium gram, alkohol, dan safranin untuk pewarnaan Gram. Sedangkan untuk pewarnaan endospora ditetesi dengan malakit hijau dan safranin sedangkan untuk uji katalase ditetesi dengan H2O2.

Isolasi DNA Genom. Isolat terpilih dengan kemampuan menghasilkan inhibitor protease digunakan untuk analisis genetika molekuler. Isolasi DNA genom dilakukan dengan metode Murray-Thompson (Cetyl trimethyl Ammonium Bromide, CTAB). Isolat tersebut ditumbuhkan pada media Luria Broth (Tripton 10 g, NaCl 10 g, ekstrak khamir 5 g, akuades 1L) selama semalam, pada inkubator bergoyang di suhu ruang.

Sebanyak 50 mL kultur isolat diambil dan dimasukkan ke dalam 2 tabung sentrifugasi 50 mL steril masing-masing 25 mL. Kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 8500 g. Pelet yang didapat kemudian diresuspensi

dengan 250 µl bufer TE (1X), dan dipindahkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL

steril. Kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 9000 g selama 10 menit.

Suspensi kemudian ditambahkan 5 µL lisozim, lalu dicampur merata dengan cara

membolak-balikkan tabung mikro hingga larutan menjadi berlendir dan bening. Selanjutnya, suspensi diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Proses lisis sel

dilanjutkan dengan menambahkan 500 µL (Sodium Dodecyl Sulfate) SDS 10%

dan proteinase K sebanyak 10 µL, tabung mikro 1,5 mL kemudian dibolak-balik. Suspensi diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit. Sebanyak 80 µL NaCl dan

100 µL CTAB 10% ditambahkan ke dalam suspensi, kemudian diinkubasi pada

suhu 65oC selama 20 menit, tabung kembali dibolak-balik.

Purifikasi DNA dan pengendapan debris sel dilakukan dengan

menambahkan 650 µL fenol : kloroform : isoamilalkohol (25:24:1). DNA

dipisahkan dari debris sel dengan cara disentrifugasi pada 13000 g selama 10 menit. Supernatan yang mengandung DNA dipurifikasi dengan menambahkan

650 µL kloroform:isoamil alkohol (24:1) dan selanjutnya disentrifugasi pada

13000 g selama 10 menit. Untuk pengendapan DNA, supernatan yang didapat ditambahkan etanol absolut sebanyak 2 kali volume supernatan dan sodium asetat 3M 10 % volume, pengendapan dibantu dengan inkubasi di dalam mesin pembeku

14

(-20oC) selama 30 menit dan kemudian dilakukan sentrifugasi pada 13000 g selama 15 menit. Pelet yang didapatkan ditambahkan 70% etanol dingin untuk mengikat air. Suspensi kembali disentrifugasi (13000 g; 15 menit), fase supernatan dibuang sedangkan pelet dikeringudarakan dengan cara membuka tutup tabung mikro 1,5 mL dan dibiarkan selama beberapa jam (2-3 jam). Kemudian pelet DNA dilarutkan dalam 20 µL ddH2O steril dan disimpan pada suhu -20oC (freezer).

Amplifikasi dan Purifikasi Gen Penyandi 16S-rRNA. Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 16S-rRNA ialah 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan 1387r (5’- GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998). Primer tersebut akan menghasilkan pita gen teramplifikasi

dengan ukuran sekitar 1300 pb. PCR akan dilakukan pada volume 25 µL dengan

komposisi LA Taq polimerase 0,25 µL, larutan penyangga (GC buffer) 12,5 µL,

dNTP 8 µL, primer masing-masing 1 µL, dan DNA cetakan sebanyak 5 µL serta

ditambahkan ddH2O hingga volume akhir 25 µL. Amplifikasi dilakukan untuk 30 siklus yang meliputi tahap pra-denaturasi pada suhu 94°C selama 2 menit, denaturasi pada suhu 92°C selama 30 detik, annealing pada suhu 55°C selama 30 detik, dan polimerasi pada suhu 75°C selama 1 menit, serta post-PCR pada suhu 75°C selama 5 menit. Hasil amplifikasi dilarikan pada gel elektroforesis agarosa 1%, fragmen 16S-rDNA kemudian dipurifikasi dengan Wizard® SV Gel & PCR Clean-up System (Promega, USA). Metode purifikasi ini berperan dalam mengisolasi DNA dari gel agarosa hasil elektroforesis.

Sekuensing dan Analisis Filogenetik. Data sekuen gen 16S-rRNA yang diperoleh kemudian dimasukkaan dalam program BLASTN (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk dilihat kemiripannya dengan sekuen gen bakteri lain yang ada di data base. Pensejajaran sekuen dilakukan dengan program CLUSTALW, kemudian dilanjutkan dengan konstruksi pohon filogenetika menggunakan program TreeCon (Van de Peer dan De Wachter 1993).

Sebanyak 136 isolat berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. Dari 136 isolat tersebut, sebanyak 70 isolat berasal dari endofit spons dan 66 isolat dari permukaan spons. Isolat yang diperoleh sangat beragam baik dari segi warna, jenis, dan bentuk koloni (Gambar 1). Ke 136 isolat tersebut diberi nama atau penanda yaitu SAB S (Sponge-Associated Bacteria Surface) dan SAB E (Sponge- Associated BacteriaEndophyite).

Gambar 1 Penampilan koloni bakteri pada media SWC yang berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. setalah diinkubasi selama 24 jam.

Penapisan Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease

Isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease adalah yang menyebabkan bakteri patogen tidak mampu atau berkurang kemampuannya dalam mendegradasi protein (skim). Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya zona protease atau berkurangnya diameter zona protease di sekitar bakteri patogen tersebut dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2).

1cm

1 cm 1 cm

16

Gambar 2 Uji inhibitor protease bakteri patogen dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. menggunakan medium SWC sebagai lapisan bawah dan medium NA+susu skim 1,5% sebagai lapisan atas. (A) Aktivitas proteolitik dari EPEC K11 (zona protease = 3,5 mm), (A’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-21 terhadap EPEC K11 (persentase penghambatan = 100%, zona protease = 0 mm), (B) Aktivitas proteolitik dari P.aeruginosa (zona protease = 4 mm), (B’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-43 terhadap P. aeruginosa (persentase penghambatan = 62,5%, zona protease = 1,5 mm), (C) Aktivitas proteolitik dari S. aureus (zona protease = 4,5 mm), (C’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-17 terhadap S. aureus (persentase penghambatan = 55,5%, zona protease = 2 mm).

A A’ 1 cm 1 cm B B’ 1 cm 1 cm C’ C 1 cm 1 cm

Di antara 136 isolat yang diuji, enam isolat menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang sangat tinggi terhadap EPEK K11 (Tabel 2). Namun untuk persentase penghambatan protease isolat bakteri yang dihasilkan oleh S. aureus hanya berkisar pada aktivitas yang rendah (55,5%). Untuk bakteri patogen P. aeruginosa hanya satu isolat (SAB S-43) yang menunjukkan persentase penghambatan terbaik yakni pada kisaran 62,5%. Berdasarkan hasil penapisan maka dipilah tiga isolat untuk diuji lebih lanjut yakni isolat SAB S-17 (inhibitor protease dari S. aureus), SAB S-21 (inhibitor protease dari EPEC K11), dan SAB S-43 (inhibitor protease dari P. aeruginosa).

Tabel 2 Aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat

EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus

SAB S-5 - - - SAB S-6 - - - SAB S-11 +++ - - SAB S-12 +++ - - SAB S-13 - - - SAB S-15 + - - SAB S-16 - - - SAB S-17 - + + SAB S-18 +++ - - SAB S-19 +++ - - SAB S-20 +++ - - SAB S-21 +++ - + SAB S-24 + - - SAB S-25 - - - SAB S-26 - - - SAB S-28 - - - SAB S-29 - - - SAB S-30 + - - SAB S-31 - + - SAB S-37 + - - SAB S-41 - - - SAB S-42 - - - SAB S-43 + ++ - SAB S-45 - - - SAB S-51 - - - SAB S-53 + - - SAB S-59 - - - SAB S-60 + - -

18

Tabel 2 Lanjutan

Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat

EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus

SAB S-61 - - - SAB S-62 - - - SAB E-5 + - - SAB E-6 + - - SAB E-7 - + - SAB E-8 - - - SAB E-10 - - - SAB E-13 - - - SAB E-14 - - - SAB E-15 - - - SAB E-16 - - - SAB E-18 - - - SAB E-23 - - - SAB E-25 - - - SAB E-27 - - - SAB E-28 - - - SAB E-30 - - - SAB E-31 - - - SAB E-32 - ++ - SAB E-33 - - - SAB E-35 - - - SAB E-36 + - - SAB E-37 - - - SAB E-38 - - - SAB E-39 - - - SAB E-40 - - - SAB E-41 - - - SAB E-42 - - - SAB E-43 - - - SAB E-44 - - - SAB E-47 - - - SAB E-56 - - - SAB E-58 - - - SAB E-59 - - - SAB E-66 - - - SAB E-67 - - -

Keterangan : Nama isolat yang dicetak tebal merupakan isolat yang digunakan untuk uji aktivitas inhibitor protease.

+++ = sangat kuat (100%), ++ = sedang (62,5%), dan + = lemah (55,5%).

Produksi Protease dari Bakteri Patogen

Uji ini dilakukan terhadap bakteri patogen yang akan digunakan sebagai substrat ekstrak kasar protease dalam pengukuran aktivitas inhibitor protease (Tabel 3). Kurva produksi enzim protease dari masing-masing bakteri patogen tertera pada Lampiran 3.

Tabel 3 Aktivitas protease bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini

Bakteri Waktu Inkubasi OD Aktivitas Protease U/ml S. aureus 16 jam 0,804 0.031 P. aeruginosa 40 jam 0,801 0.045 EPEC K11 24 jam 0,800 0.038

Keterangan : satu unit protease menyatakan jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu mikromol produk tirosin permenit.

Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas inhibitor protease dari bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. terhadap substrat proteinase K, ekstrak kasar, dan subtilisin terlihat rata-rata aktivitas inhibitor protease dari ketiga isolat (SAB S-17, SAB S-21, dan SAB S-43) terhadap subtilisin sangat rendah dibandingkan dengan substrat proteinase K. Sedangkan pada substrat ekstrak kasar aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan sangat tinggi (Tabel 4).

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat proteinase K (84,84%). Pada uji aktivitas inhibitor protease menggunakan substrat proteinase K, diketahui bahwa isolat SAB S-17 dan SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar setelah waktu inkubasi 20 jam. Sedangkan isolat SAB S-43 memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar setelah waktu inkubasi 12 jam (Gambar 3).

Isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi (97,39%) terhadap substrat ekstrak kasar enzim yang berasal dari EPEC, setelah diinkubasi selama 24 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17 (84,51%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari S. aureus, dan isolat SAB S-43 (88,44%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari P. aeruginosa namun pada waktu inkubasi 20 jam (Gambar 4). Isolat SAB S-21 juga paling baik dalam

20

menghambat substrat subtilisin dibandingkan dengan isolat lainnya (Gambar 5), sebesar 64,74%.

Tabel 4 Aktivitas inhibitor protease (%) selama 32 jam pada suhu 30oC

Aktivitas inhibitor protease (%) pada waktu inkubasi (jam)

Isolat Substrat 0 4 8 12 16 20 24 28 32 Proteinase K 7.66 33.13 45.93 57.82 60.93 68.60 55.91 49.32 41.66 Ekstrak Kasar 10.29 32.43 44.44 65.96 75.71 82.86 84.51 75.52 74.29 SAB S-17 Subtilisin 3.06 11.17 14.65 14.59 15.33 37.63 35.31 27.79 13.28 Proteinase K 15.68 39.91 55.20 70.39 76.44 84.85 70.51 66.92 29.09 Ekstrak Kasar 16.67 29.27 63.44 86.09 89.32 92.50 97.39 88.46 85.34 SAB S-21 Subtilisin 1.15 23.42 38.08 43.97 54.46 64.74 24.82 16.34 15.79 Proteinase K 23.02 50.36 65.72 74.87 55.07 41.90 40.82 35.26 32.51 Ekstrak Kasar 4.17 44.62 62.93 80.00 83.88 88.44 85.79 86.74 83.25 SAB S-43 Subtilisin 6.69 9.49 14.44 21.11 41.93 48.72 42.30 23.19 23.80

Gambar 3 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat proteinase K selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Gambar 4 Aktivitas inhibitor terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Gambar 5 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat subtilisin selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

22

Suhu

Uji ini dilakukan untuk mengetahui suhu optimum dari aktivitas inhibitor protease terhadap susbtrat proteinase K, ekstrak kasar dari bakteri patogen, dan subtilisin (Tabel 5). Hal yang menarik terlihat dari hasil uji aktivitas inhibitor protease dengan menggunakan substrat proteinase K, dimana aktivitas inhibitor protease terbesar terjadi pada suhu 60oC (suhu tinggi). Fenomena tersebut terjadi pada isolat SAB S-17 dengan aktivitas 71,8% (Gambar 6).

Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease tertinggi (97,78%) terhadap substrat ekstrak kasar setelah diinkubasi pada suhu 20oC. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17 (96,3%), namun pada suhu inkubasi 30oC. Juga pada isolat SAB S-43 (91,3%) setelah diinkubasi pada suhu 30oC (Gambar 7). Sedangkan untuk substrat subtilisin seluruh isolat memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar pada suhu 30oC (Gambar 8).

Tabel 5 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai suhu

Aktivitas inhibitor protese (%) pada suhu (oC) Isolat Substrat 10 20 30 40 50 60 70 Proteinase K 30 41.7 55.67 66.5 71.76 71.8 55.81 Ekstrak Kasar 75 87.5 96.3 88 70.97 62.96 55.56 SAB S-17 Subtilisin 32.61 57.99 64.53 59.04 31.46 33.9 33.75 Proteinase K 50 67.26 72.41 81.28 73.32 73.68 48.84 Ekstrak Kasar 97.49 97.78 97.66 80.56 61.90 52.05 51.13 SAB S-21 Subtilisin 78.99 86 86.75 82.15 34.99 32.49 34.78 Proteinase K 15 85.2 89.16 88.18 88.6 70.68 24.81 Ekstrak Kasar 78.72 80 91.3 85.84 82.72 72 65 SAB S-43 Subtilisin 59.42 74 79.91 64.99 36.68 27.54 32.61

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat subtilisin (86,75%) dengan suhu inkubasi 30oC, sedangkan untuk substrat proteinase K ditunjukkan oleh isolat SAB S-43 (79,91%) setelah diinkubasi pada suhu 30oC. Selain itu, isolat SAB S-43 menunjukkan peningkatan aktivitas inhibitor protease yang sangat tajam pada suhu 20oC hingga suhu 30oC (74%, 79,91%).

Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang sangat tinggi terhadap ekstrak kasar pada perlakuan suhu 10oC sampai 30oC. Selain itu isolat SAB S-21 juga menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang tinggi terhadap substrat subtilisin dan proteinase K dibandingkan dua isolat lain pada suhu 30oC.

Gambar 6 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat proteinase K

Gambar 7 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen

24

Gambar 8 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat subtilisin

pH

Aktivitas inhibitor protease pada ketiga substrat dengan tiga isolat sangat dipengaruhi oleh pH (Tabel 6). Hal ini terbukti bahwa isolat SAB S-17 memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar terhadap ketiga jenis substrat pada lingkungan yang cenderung asam, bahkan untuk substrat subtilisin aktivitas inhibitor protease terbesar terjadi pada pH 4, dan berangsur berkurang seiring dengan kenaikan pH.

Tabel 6 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai pH

Aktivitas inhibitor protease (%) pada pH

Isolat Substrat 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Proteinase K 60.93 68.3 78.26 98.6 98.94 91.72 74.05 73.2 58.64 55.68 Ekstrak Kasar 58.57 77.78 84.4 85.71 73.83 58.33 54.55 52.94 50.67 50.54 SAB S-17 Subtilisin 66.98 93.33 68.89 66.35 51.11 41.91 36.51 30.16 29.84 28.25 Proteinase K 78.19 98.91 99.33 99.07 95.75 97.24 92.58 90.85 88.46 88.8 Ekstrak Kasar 7.58 41.67 62.5 75 92.86 96.67 69.77 60 58.06 53.25 SAB S-21 Subtilisin 31.75 33.65 50.79 73.97 98.41 86.67 82.22 75.87 62.22 53.02 Proteinase K 64.56 69.4 80.6 90.66 89.37 82.07 74.05 72.54 71.14 67.33 Ekstrak Kasar 66.07 68 73.45 93.5 92.65 86.05 85.44 78.73 56.21 50 SAB S-43 Subtilisin 35.56 51.11 71.75 97.78 96.83 94.6 93.02 65.71 60.32 49.84

Pada kondisi penentuan pH optimum dalam berbagai kisaran pH, ketiga isolat mampu menghasilkan inhibitor protease yang tinggi terhadap substrat proteinase K (Gambar 9). Isolat SAB S-21 memiliki aktivitas tinggi (96,67%) dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen EPEC K11 pada pH 8. Begitu juga pada Isolat SAB S-17 dan Isolat SAB S-43 memiliki aktivitas inhibitor protease tinggi dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen P. aeruginosa dan S. aureus pada pH optimum 6 (Gambar 10).

Isolat SAB S-21 juga memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi dalam menghambat substrat subtilisin sebesar 98,41% pada pH optimum 7 (Gambar 11). Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat baik proteinase K maupun subtilisin jika dibandingkan dengan isolat lainnya pada kondisi pH 5 dan 7. Kisaran pH optimum pada ketiga isolat yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup luas yaitu dari pH 4 sampai 8. Nilai aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh ketiga isolat terhadap ketiga substrat dalam kisaran yang sama yaitu lebih dari 85%.

Gambar 9 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat proteinase K

26

Gambar 10 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen

Gambar 11 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat subtilisin

Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease

Tiga isolat yang berpotensi menghasilkan senyawa inhibitor protease diidentifikasi secara fisiologi yaitu dari pewarnaan Gram, uji katalase, pewarnaan spora, dan uji biokimia (Tabel 7).

Tabel 7 Karakteristik fisiologi dan morfologi bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Kode Isolat Karakteristik

SAB S-17 SAB S-21 SAB S-43

Gram - + +

Spora - + +

Katalase - + +

Bentuk Batang Batang Batang

Warna Koloni Orange Putih Putih

Lisin - - - Ornitin - - - H2S - - - Glukosa + - - Mannitol + - - Xilosa - - - Galaktopiranosida (ONPG) + - - Indol - - - Urease - - - Voges Preskauer (VP) - - - Sitrat + - -

Trptofan deaminase (TDA) - - -

Nitrat + - - Gelatin - - - Malonat - - - Inositol - - - Sorbitol - - - Ramnosa - - - Sukrosa + - - Laktosa - - - Arabinosa + - - Adonitol - - - Rafinosa - - - Salisin + - - Arginin + - -

Keterangan : + = menggunakan senyawa tersebut dalam proses hidupnya. - = tidak menggunakan senyawa tersebut.

28

Isolat yang termasuk bakteri gram negatif diidentifikasi secara biokimiawi dengan menggunakan Kit Microbact dan hasilnya menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 termasuk Enterobacter agglomerans dengan keakuratan 39,89% artinya isolat SAB S-17 homologi dengan Enterobacter agglomerans dengan identitas sebesar 39,89%. Dapat diketahui bahwa tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease memiliki karakteristik yang beragam, ada satu isolat yang termasuk bakteri gram negatif (SAB S-17) dan dua isolat termasuk bakteri gram positif (SAB S-21, dan SAB S-43). Kedua bakteri gram positif ini juga diketahui menghasilkan endospora, serta memiliki kemampuan menghasilkan enzim katalase yang berperan dalam mendegradasi hidrogen peroksida.

Identifikasi Isolat Terpilih dengan Analisis Gen 16S rRNA

Hasil analisis gen 16S rRNA dari ketiga isolat terpilih diawali dengan amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR. Dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR diperoleh pita DNA spesifik berukuran 1300 pasang basa (pb) pada masing-masing isolat (Gambar 12).

Gambar 12 Gel elektroforesis gen 16S rRNA (1300 pb) dari tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease.

Hasil sekuen dari gen 16S rRNA (Lampiran 4) dari tiap isolat kemudian dianalisis dengan metode BLASTN terhadap data GenBank. Hal ini diperlukan untuk memperoleh data homologi tiap isolat terhadap data GenBank (Tabel 8).

Dokumen terkait