• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebanyak 136 isolat berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. Dari 136 isolat tersebut, sebanyak 70 isolat berasal dari endofit spons dan 66 isolat dari permukaan spons. Isolat yang diperoleh sangat beragam baik dari segi warna, jenis, dan bentuk koloni (Gambar 1). Ke 136 isolat tersebut diberi nama atau penanda yaitu SAB S (Sponge-Associated Bacteria Surface) dan SAB E (Sponge- Associated BacteriaEndophyite).

Gambar 1 Penampilan koloni bakteri pada media SWC yang berhasil diisolasi dari spons Jaspis sp. setalah diinkubasi selama 24 jam.

Penapisan Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease

Isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease adalah yang menyebabkan bakteri patogen tidak mampu atau berkurang kemampuannya dalam mendegradasi protein (skim). Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya zona protease atau berkurangnya diameter zona protease di sekitar bakteri patogen tersebut dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2).

1cm

1 cm 1 cm

Gambar 2 Uji inhibitor protease bakteri patogen dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. menggunakan medium SWC sebagai lapisan bawah dan medium NA+susu skim 1,5% sebagai lapisan atas. (A) Aktivitas proteolitik dari EPEC K11 (zona protease = 3,5 mm), (A’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-21 terhadap EPEC K11 (persentase penghambatan = 100%, zona protease = 0 mm), (B) Aktivitas proteolitik dari P.aeruginosa (zona protease = 4 mm), (B’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-43 terhadap P. aeruginosa (persentase penghambatan = 62,5%, zona protease = 1,5 mm), (C) Aktivitas proteolitik dari S. aureus (zona protease = 4,5 mm), (C’) Aktivitas inhibitor protease oleh SAB S-17 terhadap S. aureus (persentase penghambatan = 55,5%, zona protease = 2 mm).

A A’ 1 cm 1 cm B B’ 1 cm 1 cm C’ C 1 cm 1 cm

17

Di antara 136 isolat yang diuji, enam isolat menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang sangat tinggi terhadap EPEK K11 (Tabel 2). Namun untuk persentase penghambatan protease isolat bakteri yang dihasilkan oleh S. aureus hanya berkisar pada aktivitas yang rendah (55,5%). Untuk bakteri patogen P. aeruginosa hanya satu isolat (SAB S-43) yang menunjukkan persentase penghambatan terbaik yakni pada kisaran 62,5%. Berdasarkan hasil penapisan maka dipilah tiga isolat untuk diuji lebih lanjut yakni isolat SAB S-17 (inhibitor protease dari S. aureus), SAB S-21 (inhibitor protease dari EPEC K11), dan SAB S-43 (inhibitor protease dari P. aeruginosa).

Tabel 2 Aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat

EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus

SAB S-5 - - - SAB S-6 - - - SAB S-11 +++ - - SAB S-12 +++ - - SAB S-13 - - - SAB S-15 + - - SAB S-16 - - - SAB S-17 - + + SAB S-18 +++ - - SAB S-19 +++ - - SAB S-20 +++ - - SAB S-21 +++ - + SAB S-24 + - - SAB S-25 - - - SAB S-26 - - - SAB S-28 - - - SAB S-29 - - - SAB S-30 + - - SAB S-31 - + - SAB S-37 + - - SAB S-41 - - - SAB S-42 - - - SAB S-43 + ++ - SAB S-45 - - - SAB S-51 - - - SAB S-53 + - - SAB S-59 - - - SAB S-60 + - -

Tabel 2 Lanjutan

Penghambatan terhadap produksi protease dari Kode Isolat

EPEC K11 P. aeruginosa S. aureus

SAB S-61 - - - SAB S-62 - - - SAB E-5 + - - SAB E-6 + - - SAB E-7 - + - SAB E-8 - - - SAB E-10 - - - SAB E-13 - - - SAB E-14 - - - SAB E-15 - - - SAB E-16 - - - SAB E-18 - - - SAB E-23 - - - SAB E-25 - - - SAB E-27 - - - SAB E-28 - - - SAB E-30 - - - SAB E-31 - - - SAB E-32 - ++ - SAB E-33 - - - SAB E-35 - - - SAB E-36 + - - SAB E-37 - - - SAB E-38 - - - SAB E-39 - - - SAB E-40 - - - SAB E-41 - - - SAB E-42 - - - SAB E-43 - - - SAB E-44 - - - SAB E-47 - - - SAB E-56 - - - SAB E-58 - - - SAB E-59 - - - SAB E-66 - - - SAB E-67 - - -

Keterangan : Nama isolat yang dicetak tebal merupakan isolat yang digunakan untuk uji aktivitas inhibitor protease.

+++ = sangat kuat (100%), ++ = sedang (62,5%), dan + = lemah (55,5%).

19

Produksi Protease dari Bakteri Patogen

Uji ini dilakukan terhadap bakteri patogen yang akan digunakan sebagai substrat ekstrak kasar protease dalam pengukuran aktivitas inhibitor protease (Tabel 3). Kurva produksi enzim protease dari masing-masing bakteri patogen tertera pada Lampiran 3.

Tabel 3 Aktivitas protease bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini

Bakteri Waktu Inkubasi OD Aktivitas Protease U/ml S. aureus 16 jam 0,804 0.031 P. aeruginosa 40 jam 0,801 0.045 EPEC K11 24 jam 0,800 0.038

Keterangan : satu unit protease menyatakan jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu mikromol produk tirosin permenit.

Pengukuran Aktivitas Inhibitor Protease

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas inhibitor protease dari bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. terhadap substrat proteinase K, ekstrak kasar, dan subtilisin terlihat rata-rata aktivitas inhibitor protease dari ketiga isolat (SAB S-17, SAB S-21, dan SAB S-43) terhadap subtilisin sangat rendah dibandingkan dengan substrat proteinase K. Sedangkan pada substrat ekstrak kasar aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan sangat tinggi (Tabel 4).

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat proteinase K (84,84%). Pada uji aktivitas inhibitor protease menggunakan substrat proteinase K, diketahui bahwa isolat SAB S-17 dan SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar setelah waktu inkubasi 20 jam. Sedangkan isolat SAB S-43 memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar setelah waktu inkubasi 12 jam (Gambar 3).

Isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi (97,39%) terhadap substrat ekstrak kasar enzim yang berasal dari EPEC, setelah diinkubasi selama 24 jam. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17 (84,51%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari S. aureus, dan isolat SAB S-43 (88,44%) terhadap ekstrak kasar yang berasal dari P. aeruginosa namun pada waktu inkubasi 20 jam (Gambar 4). Isolat SAB S-21 juga paling baik dalam

menghambat substrat subtilisin dibandingkan dengan isolat lainnya (Gambar 5), sebesar 64,74%.

Tabel 4 Aktivitas inhibitor protease (%) selama 32 jam pada suhu 30oC

Aktivitas inhibitor protease (%) pada waktu inkubasi (jam)

Isolat Substrat 0 4 8 12 16 20 24 28 32 Proteinase K 7.66 33.13 45.93 57.82 60.93 68.60 55.91 49.32 41.66 Ekstrak Kasar 10.29 32.43 44.44 65.96 75.71 82.86 84.51 75.52 74.29 SAB S-17 Subtilisin 3.06 11.17 14.65 14.59 15.33 37.63 35.31 27.79 13.28 Proteinase K 15.68 39.91 55.20 70.39 76.44 84.85 70.51 66.92 29.09 Ekstrak Kasar 16.67 29.27 63.44 86.09 89.32 92.50 97.39 88.46 85.34 SAB S-21 Subtilisin 1.15 23.42 38.08 43.97 54.46 64.74 24.82 16.34 15.79 Proteinase K 23.02 50.36 65.72 74.87 55.07 41.90 40.82 35.26 32.51 Ekstrak Kasar 4.17 44.62 62.93 80.00 83.88 88.44 85.79 86.74 83.25 SAB S-43 Subtilisin 6.69 9.49 14.44 21.11 41.93 48.72 42.30 23.19 23.80

Gambar 3 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat proteinase K selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

21

Gambar 4 Aktivitas inhibitor terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Gambar 5 Aktivitas inhibitor protease terhadap substrat subtilisin selama waktu inkubasi 32 jam pada suhu 30oC.

Suhu

Uji ini dilakukan untuk mengetahui suhu optimum dari aktivitas inhibitor protease terhadap susbtrat proteinase K, ekstrak kasar dari bakteri patogen, dan subtilisin (Tabel 5). Hal yang menarik terlihat dari hasil uji aktivitas inhibitor protease dengan menggunakan substrat proteinase K, dimana aktivitas inhibitor protease terbesar terjadi pada suhu 60oC (suhu tinggi). Fenomena tersebut terjadi pada isolat SAB S-17 dengan aktivitas 71,8% (Gambar 6).

Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease tertinggi (97,78%) terhadap substrat ekstrak kasar setelah diinkubasi pada suhu 20oC. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh isolat SAB S-17 (96,3%), namun pada suhu inkubasi 30oC. Juga pada isolat SAB S-43 (91,3%) setelah diinkubasi pada suhu 30oC (Gambar 7). Sedangkan untuk substrat subtilisin seluruh isolat memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar pada suhu 30oC (Gambar 8).

Tabel 5 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai suhu

Aktivitas inhibitor protese (%) pada suhu (oC) Isolat Substrat 10 20 30 40 50 60 70 Proteinase K 30 41.7 55.67 66.5 71.76 71.8 55.81 Ekstrak Kasar 75 87.5 96.3 88 70.97 62.96 55.56 SAB S-17 Subtilisin 32.61 57.99 64.53 59.04 31.46 33.9 33.75 Proteinase K 50 67.26 72.41 81.28 73.32 73.68 48.84 Ekstrak Kasar 97.49 97.78 97.66 80.56 61.90 52.05 51.13 SAB S-21 Subtilisin 78.99 86 86.75 82.15 34.99 32.49 34.78 Proteinase K 15 85.2 89.16 88.18 88.6 70.68 24.81 Ekstrak Kasar 78.72 80 91.3 85.84 82.72 72 65 SAB S-43 Subtilisin 59.42 74 79.91 64.99 36.68 27.54 32.61

Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat subtilisin (86,75%) dengan suhu inkubasi 30oC, sedangkan untuk substrat proteinase K ditunjukkan oleh isolat SAB S-43 (79,91%) setelah diinkubasi pada suhu 30oC. Selain itu, isolat SAB S-43 menunjukkan peningkatan aktivitas inhibitor protease yang sangat tajam pada suhu 20oC hingga suhu 30oC (74%, 79,91%).

Isolat SAB S-21 menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang sangat tinggi terhadap ekstrak kasar pada perlakuan suhu 10oC sampai 30oC. Selain itu isolat SAB S-21 juga menunjukkan aktivitas inhibitor protease yang tinggi terhadap substrat subtilisin dan proteinase K dibandingkan dua isolat lain pada suhu 30oC.

23

Gambar 6 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat proteinase K

Gambar 7 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen

Gambar 8 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai suhu terhadap substrat subtilisin

pH

Aktivitas inhibitor protease pada ketiga substrat dengan tiga isolat sangat dipengaruhi oleh pH (Tabel 6). Hal ini terbukti bahwa isolat SAB S-17 memiliki aktivitas inhibitor protease terbesar terhadap ketiga jenis substrat pada lingkungan yang cenderung asam, bahkan untuk substrat subtilisin aktivitas inhibitor protease terbesar terjadi pada pH 4, dan berangsur berkurang seiring dengan kenaikan pH.

Tabel 6 Aktivitas inhibitor protease (%) pada berbagai pH

Aktivitas inhibitor protease (%) pada pH

Isolat Substrat 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Proteinase K 60.93 68.3 78.26 98.6 98.94 91.72 74.05 73.2 58.64 55.68 Ekstrak Kasar 58.57 77.78 84.4 85.71 73.83 58.33 54.55 52.94 50.67 50.54 SAB S-17 Subtilisin 66.98 93.33 68.89 66.35 51.11 41.91 36.51 30.16 29.84 28.25 Proteinase K 78.19 98.91 99.33 99.07 95.75 97.24 92.58 90.85 88.46 88.8 Ekstrak Kasar 7.58 41.67 62.5 75 92.86 96.67 69.77 60 58.06 53.25 SAB S-21 Subtilisin 31.75 33.65 50.79 73.97 98.41 86.67 82.22 75.87 62.22 53.02 Proteinase K 64.56 69.4 80.6 90.66 89.37 82.07 74.05 72.54 71.14 67.33 Ekstrak Kasar 66.07 68 73.45 93.5 92.65 86.05 85.44 78.73 56.21 50 SAB S-43 Subtilisin 35.56 51.11 71.75 97.78 96.83 94.6 93.02 65.71 60.32 49.84

25

Pada kondisi penentuan pH optimum dalam berbagai kisaran pH, ketiga isolat mampu menghasilkan inhibitor protease yang tinggi terhadap substrat proteinase K (Gambar 9). Isolat SAB S-21 memiliki aktivitas tinggi (96,67%) dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen EPEC K11 pada pH 8. Begitu juga pada Isolat SAB S-17 dan Isolat SAB S-43 memiliki aktivitas inhibitor protease tinggi dalam menghambat ekstrak kasar dari bakteri patogen P. aeruginosa dan S. aureus pada pH optimum 6 (Gambar 10).

Isolat SAB S-21 juga memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi dalam menghambat substrat subtilisin sebesar 98,41% pada pH optimum 7 (Gambar 11). Isolat SAB S-21 paling baik dalam menghambat substrat baik proteinase K maupun subtilisin jika dibandingkan dengan isolat lainnya pada kondisi pH 5 dan 7. Kisaran pH optimum pada ketiga isolat yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup luas yaitu dari pH 4 sampai 8. Nilai aktivitas inhibitor protease yang dihasilkan oleh ketiga isolat terhadap ketiga substrat dalam kisaran yang sama yaitu lebih dari 85%.

Gambar 9 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat proteinase K

Gambar 10 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat ekstrak kasar protease bakteri patogen

Gambar 11 Aktivitas inhibitor protease pada berbagai pH terhadap substrat subtilisin

27

Identifikasi Bakteri Penghasil Inhibitor Protease

Tiga isolat yang berpotensi menghasilkan senyawa inhibitor protease diidentifikasi secara fisiologi yaitu dari pewarnaan Gram, uji katalase, pewarnaan spora, dan uji biokimia (Tabel 7).

Tabel 7 Karakteristik fisiologi dan morfologi bakteri penghasil inhibitor protease yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

Kode Isolat Karakteristik

SAB S-17 SAB S-21 SAB S-43

Gram - + +

Spora - + +

Katalase - + +

Bentuk Batang Batang Batang

Warna Koloni Orange Putih Putih

Lisin - - - Ornitin - - - H2S - - - Glukosa + - - Mannitol + - - Xilosa - - - Galaktopiranosida (ONPG) + - - Indol - - - Urease - - - Voges Preskauer (VP) - - - Sitrat + - -

Trptofan deaminase (TDA) - - -

Nitrat + - - Gelatin - - - Malonat - - - Inositol - - - Sorbitol - - - Ramnosa - - - Sukrosa + - - Laktosa - - - Arabinosa + - - Adonitol - - - Rafinosa - - - Salisin + - - Arginin + - -

Keterangan : + = menggunakan senyawa tersebut dalam proses hidupnya. - = tidak menggunakan senyawa tersebut.

Isolat yang termasuk bakteri gram negatif diidentifikasi secara biokimiawi dengan menggunakan Kit Microbact dan hasilnya menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 termasuk Enterobacter agglomerans dengan keakuratan 39,89% artinya isolat SAB S-17 homologi dengan Enterobacter agglomerans dengan identitas sebesar 39,89%. Dapat diketahui bahwa tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease memiliki karakteristik yang beragam, ada satu isolat yang termasuk bakteri gram negatif (SAB S-17) dan dua isolat termasuk bakteri gram positif (SAB S-21, dan SAB S-43). Kedua bakteri gram positif ini juga diketahui menghasilkan endospora, serta memiliki kemampuan menghasilkan enzim katalase yang berperan dalam mendegradasi hidrogen peroksida.

Identifikasi Isolat Terpilih dengan Analisis Gen 16S rRNA

Hasil analisis gen 16S rRNA dari ketiga isolat terpilih diawali dengan amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR. Dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR diperoleh pita DNA spesifik berukuran 1300 pasang basa (pb) pada masing-masing isolat (Gambar 12).

Gambar 12 Gel elektroforesis gen 16S rRNA (1300 pb) dari tiga isolat yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor protease.

29

Hasil sekuen dari gen 16S rRNA (Lampiran 4) dari tiap isolat kemudian dianalisis dengan metode BLASTN terhadap data GenBank. Hal ini diperlukan untuk memperoleh data homologi tiap isolat terhadap data GenBank (Tabel 8).

Tabel 8 Hasil analisis BLASTN ketiga isolat terpilih terhadap data GenBank

Isolat Homolog dengan Identitas Nomor Akses SAB S-17 Paracoccus sp. Jx9 86% FJ539115 SAB S-21 Bacillus pumilus

strain 210_50

100% GQ199752

SAB S-43 Bacillus subtilis strain DURCK11

98% FJ430065

Analisis Pohon Filogenetik

Sekuen gen 16S-rRNA ketiga isolat terpilih kemudian digunakan untuk pembuatan pohon filogenetika menggunakan program TreeCon (Gambar 13).

Gambar 13 Pohon filogenetik dari tiga isolat terpilih yang berpotensi sebagai penghasil inhibitor sprotease berdasarkan sekuen gen 16S rRNA.

dari perairan Pulau Raja Ampat (Papua) diperoleh 136 isolat dengan bentuk dan warna koloni yang berbeda-beda, tiga isolat diantaranya menunjukkan potensi yang cukup tinggi sebagai penghasil inhibitor protease. Dari hasil penelitian dapat dianalisa bahwa bakteri patogen yang menghasilkan protease mampu dihambat kemampuan proteolitiknya oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. Hal ini diduga karena bakteri laut memiliki senyawa inhibitor protease yang mekanisme kerjanya menghambat pembentukan zona protease atau mengurangi zona protease dibandingkan dengan kontrol.

Ketiga isolat yang menghasilkan inhibitor protease adalah yang mampu menghambat bakteri patogen (P. aeruginosa, S. aureus, dan EPEC K11) untuk mendegradasi protein (skim). Bukti ini ditandai dengan tidak adanya zona protease atau berkurangnya zona protease disekitar bakteri tersebut dibandingkan dengan kontrol, pada medium yang mengandung protein (skim). Isolat SAB S-17 mampu menghambat protease bakteri S. aureus sebesar 55,5%, isolat SAB S-43 mampu menghambat protease bakteri P. aeruginosa sebesar 62,5%, dan isolat SAB S-21 mampu menghambat protease bakteri EPEC K11 sebesar 100%.

Hasil waktu produksi protease dari beberapa bakteri patogen (Tabel 3) menunjukkan bahwa ketiga bakteri patogen yaitu: P. aeruginosa mampu mensekresikan protease ekstraseluler pada fase stasioner. S. aureus dan EPEC K11 menghasilkan protease pada saat pertumbuhan bakteri menjelang stasioner. Penelitian tentang produksi optimum protease ini juga dilakukan oleh Fawzya (2002) menunjukkan bahwa bakteri asal ikan hiu (Carcharhinus limbatus) menghasikan protease optimal pada jam ke 24 fase stasioner. Protease yang dihasilkan oleh bakteri pada fase stasioner sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap inang.

Berdasarkan hasil pengujian secara kuantitatif dapat diketahui bahwa isolat SAB S-17, isolat SAB S-21, dan isolat SAB S-43 menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada waktu inkubasi masing-masing 20, 24 dan 12 jam (Gambar 3, 4, & 5). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati et al. (2006) yaitu diketahui bahwa isolat 10A6, 6A3, dan 9A51 yang berasosiasi dengan spons

31

menghasilkan inhibitor protease bakteri patogen E. coli, S. aureus, dan P. aeruginosa pada waktu inkubasi masing-masing 24, 20 dan 12 jam. Kondisi yang sama dapat dilihat pada Serratia marcescens yang mempunyai aktivitas inhibitor ekstraseluler tertinggi pada jam ke-18, dan aktivitas inhibitor intraseluler pada jam ke-12 (Kim et al. 1995). Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murao et al. (1982), aktivitas inhibitor tertinggi yang dihasilkan oleh Streptomyces rishiensis adalah pada jam ke 24-36, yaitu pada fase menjelang stasioner. Hasil penelitian terhadap Monascus purpureus menunjukkan aktivitas inhibitor tertinggi pada hari ke-7 sampai ke-10, yaitu pada fase stasioner (Saruno et al. 1981). Beberapa hasil penelitian yang lain menunjukkan hasil yang sama, seperti yang dilakukan oleh Imada et al. (1985a, b). Alteromonas sp. menghasilkan inhibitor marinostatin dengan aktivitas tertinggi pada jam ke-18 sampai ke-36 (Imada et al. 1985b).

Isolat SAB S-21 merupakan isolat yang paling baik dalam menghasilkan inhibitor protease terhadap ketiga substrat. Isolat SAB S-21 mampu menghambat pembentukan protease bakteri patogen pada manusia penyebab diare yaitu EPEC K11. Sedangkan, isolat SAB S-43 mampu menghambat pembentukkan protease pada bakteri P. aeruginosa, dan isolat SAB S-17 mampu menghambat protease yang dihasilkan oleh bakteri S. aureus. Mekanisme kerjanya dengan cara menghambat pembentukan protease ekstraseluler yang diseksresikan oleh bakteri patogen. Proses penghambatan itu bisa berupa mengurangi produktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri patogen dengan cara mencegah substrat untuk memasuki tempat aktif. Bisa juga berupa menghambat reaksi enzimatik dengan cara berikatan pada bagian lain pada enzim itu (Campbell et al. 1999). Selain itu, kondisi suhu dan pH juga mempengaruhi aktivitas inhibitor protease. Inhibitor protease memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitasnya akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu hingga mencapai suhu optimum. Setelah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitasnya menurun.

Hal yang unik terjadi pada isolat SAB S-17 yang mampu menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada suhu 60oC dan pH optimum 6 terhadap substrat proteinase K. Kondisi ini sama dengan P. aeruginosa yang menghasilkan aktivitas proteolitik pada suhu 60oC dan pH optimumnya 8 (Begum et al. 2007). Selain itu,

ini juga terjadi pada Achanthamoeba lugdunensis KA/ E2 berpotensi menghasilkan inhibitor protease serin yang stabil pada kondisi suhu 40oC sampai 60oC (Kim et al. 2003). Terjadinya aktivitas inhibitor protease pada suhu tinggi karena proteinase K merupakan protease serin yang stabil pada kondisi suhu 40oC sampai 60oC.

Fenomena menarik juga terjadi pada isolat SAB S-21 yang memiliki aktivitas inhibitor protease terhadap ekstrak kasar meningkat sangat tajam pada suhu 10oC sampai dengan suhu 30oC (Gambar 8). Sesuai dengan Lee et al. 2000 yaitu bakteri laut Pseudoalteromonas sp. strain A28 memiliki suhu optimumnya pada 30oC. Selain itu pada bakteri laut Pseudoalteromonas sagamiensis penghasil inhibitor protease memiliki suhu optimum pada 27oC (Kobayashi et al. 2003). Kondisi ini juga terjadi pada Pseudoalteromonas (Alteromonas) yaitu bakteri laut yang hidup bebas dengan plankton dan dapat beradaptasi pada kisaran suhu 10oC sampai 30oC (Corpe 1970).

Ketiga isolat memiliki aktivitas inhibitor protease pada kondisi suhu 10oC dalam menghambat substrat subtilisin. Demikian juga pada kondisi ekstrak kasar sebagai substrat, ketiga isolat menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup tinggi pada suhu 10oC. Aktivitas tersebut akan menurun pada suhu 50oC sampai 70oC karena terjadi denaturasi enzim. Scopes (1987) menyatakan bahwa inhibitor protease yang mengalami perubahan konformasi akan menyebabkan turunnya aktivitas. Disamping itu ada kemungkinan terjadi pemutusan ikatan-ikatan di dalamnya yang menyebabkan inhibitor tersebut tidak stabil pada suhu yang sedikit tinggi diatas suhu optimumnya.

Kisaran suhu optimum yang diperoleh oleh ketiga isolat yaitu 30oC sampai 60oC membuktikan bahwa kondisi aktifnya inhibitor protease dalam menghambat mekanisme pembentukan protease oleh bakteri patogen berada pada kisaran suhu tersebut. Sedangkan pada suhu tinggi yaitu 70oC aktivitasnya menurun, hal ini karena enzim akan terdenaturasi pada kondisi suhu panas yang mengakibatkan rusaknya struktur, sehingga tidak ada penghambatan atau sedikit penghambatannya (Fujiwara & Yamamoto 1987).

Berdasarkan hasil uji optimasi pH isolat SAB S-21 menghasilkan aktivitas inhibitor protease cukup tinggi pada berbagai kisaran pH yaitu pH 3 sampai 12

33

dengan proteinase K sebagai substratnya. Hasil yang diperoleh tersebut tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Wee et al. 2000 yaitu ditunjukkan oleh bakteri Photorhabdus luminescens yang menghasilkan inhibitor protease stabil pada pH 3,5 sampai 11 dengan substrat termolisin, subtilisin, proteinase A dan lain-lain. Untuk kedua isolat lainnya memiliki aktivitas inhibitor protease berada pada pH 6 terhadap substrat proteinase K. Proteinase K termasuk kelompok serin protease, dimana serin protease memiliki kisaran pH untuk proteinase K yaitu pH 7,5 sampai 12, jadi isolat SAB S-21 masih menghasilkan aktivitas inhibitor protease pada kondisi pH 12 terhadap substrat proteinase K.

Sedangkan pada subtilisin sebagai substratnya isolat SAB S-21 memiliki aktivitas inhibitor protease tertinggi (98.41%) pada pH 7. Untuk isolat SAB S-43 pada pH 6 dan isolat SAB S-17 pada pH 4. Hal ini sesuai penelitian yang diakukan oleh Hoffman et al. 2000 dari bakteri laut Pseudoalteromonas atlantica yang memiiki aktivitas tinggi pada pH 4,4 sampai 10,5. Kisaran pH yang diperoleh oleh ketiga isolat tersebut dalam menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertingginya pada pH 4 sampai 7, namun ada yang masih tinggi aktivitasnya pada pH 9 untuk isolat SAB S-43. Hasil tersebut sesuai dengan Imada et al. 1986 yang menghasilkan subtilisin inhibitor peptida yang diisolasi dari bakteri Alteromonas sp. yang berasosiasi dengan spons memiliki kisaran pH 4 sampai 7 dan kurang stabil pada pH 10.

Pada uji pH ini menggunakan bufer yang berguna dalam mencegah perubahan radikal pH dengan penambahan larutan asam lain atau larutan basa lain. Terjadinya perubahan nilai pH selama proses inkubasi sangat mempengaruhi kerja enzim karena perubahan pH menyebabkan terjadinya perubahan pada daerah katalitik dan konformasi dari enzim, dimana sifat ionik dari gugus karboksil dan gugus amino enzim tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pH. Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan denaturasi enzim sehingga dapat menimbulkan hilangnya fungsi katalitik enzim (Dick et al. 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pH merupakan salah satu faktor yang memiliki potensi untuk mempengaruhi aktivitas enzim, serta sangat erat kaitannya dengan fungsi aktif enzim, kelarutan substrat, dan ikatan enzim terhadap substrat.

Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dari ketiga isolat yang diuji menghasilkan fragmen pita spesifik berukuran 1300 pasang basa. Dari hasil analisis sekuen gen 16S rRNA homologinya menunjukan tingkat kemiripan yang tinggi dengan Bacillus dan Paracoccus. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA dari tiga isolat yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor protease menunjukkan bahwa isolat SAB S-17 yang termasuk dalam bakteri Paracoccus sp. Jx9 (tingkat keriripan 86%) membentuk kelompok sendiri yang terpisah dari isolat lain. Isolat SAB S-43 dan SAB S-21 membentuk kelompok pertama, kelompok ini berada bersama-sama dengan Bacillus sp. NQ18. Isolat SAB S-43 termasuk dalam Bacillus subtilis strain DURCK11 (98%), isolat SAB S-21 termasuk dalam Bacillus pumilus strain 210_50 (100%). Isolat SAB S-21 ini selain memiliki kemampuan sebagai inhibitor protease juga sebagai antifungi (Bottone & Peluso 2002).

SIMPULAN

Dari penelitian ini, berhasil diisolasi 136 isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons Jaspis sp. baik dari bagian permukaan maupun endofit. Bakteri tersebut memiliki kemampuan dalam penghambatan (kuantitatif % penghambatan) protease terhadap bakteri patogen yaitu P. aeruginosa, S. aureus, dan EPEC K11. Berdasarkan uji fisiologis dan biokimiawi bahwa bakteri potensial terpilih yang mampu menghasilkan inhibitor protease termasuk ke dalam kelompok bakteri gram negatif (isolat SAB S-17) dan bakteri gram positif (SAB S-21 dan SAB S-43). Aktivitas inhibitor protease tertinggi diperoleh oleh isolat SAB S-21 pada waktu inkubasi selama 20 jam untuk proteinase K (84,85%) dan selama 24 jam untuk substrat ekstrak kasar dari bakteri patogen (97,39%), dan untuk substrat subtilisin yaitu selama 20 jam (64,74%). Ketiga isolat yang diuji menghasilkan aktivitas inhibitor protease tertinggi pada kisaran suhu optimum yaitu 30oC terhadap ketiga substrat (proteinase K, substrat ekstrak kasar, dan subtilisin). pH optimum yang diperoleh ketiga isolat ini berada pada kisaran pH 4-8 terhadap ketiga substrat. Berdasarkan hasil sekuen dan analisis pohon filogenetika isolat SAB S-17 homolog dengan bakteri Paracoccus sp. Jx9 sebesar 86%, isolat SAB S-21 homolog dengan bakteri Bacillus pumilus strain 210_50 sebesar 100%, dan isolat SAB S-43 homolog dengan bakteri Bacilus subtilis strain DURCK11 sebesar 98%.

SARAN

Perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk karakterisasi senyawa inhibitor protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

from a new genus and species of Australian sponge of the family Dysideidae. Am Chem Soc 45:13340-13341.

Barret AJ, Rawling ND, Woessner JF. 2003. The Handbook of Proteolityc Enzymes. Ed 2nd. Academic Press.

Begum et al. 2007. Characterization of an intracellular protease from Pseudomonas aeruginosa. J Med Sci 23:227-232.

Bisswanger H. 2002. Enzyme Kinetics Principles and Methods. Weinheim: Wiley- VCH.

Bode W dan Huber R. 1992. Natural protein proteinase inhibitors and their interaction with proteinases. Eur J Biochem 204:433–451.

Bottone EJ dan Peluso RW. 2002. Production by Bacillus pumilus (MSH) of an antifungal compound that is active against Mucoraceae and Aspergillus species: preliminary report. J Med Mic 52:69-74.

Campbell NA, Reece JB, Mitchel LG. 1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Dokumen terkait