• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

(1) Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscogutatus) sebanyak lima ekor, dengan sebaran ukuran panjang total 25-30 cm dalam kondisi sehat; (2) Makanan ikan selama berada di bak pemeliharaan, berupa pakan ikan

(pelet) dari Pabrik Grobest tipe PG2;

(3) Umpan percobaan berupa umpan buatan dengan campuran arginin A5006- 100G dan leusin L8000-100G (asam amino yang akan diujikan), pewarna makanan (warna biru dan hijau) dan tepung Cellulose Metil Carboxyl (CMC) yang berfungsi sebagai media perekat kedua asam amino yang diujikan; dan umpan sekat Aerator 80 cm 15 cm 10 cm 100 cm 60 cm 15 cm U1 U2 U3 U4

(4) Air laut yang didatangkan dari Ancol, Jakarta. Bahan penelitian pada Lampiran 2.

2) Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan kegunaanya ditunjukan pada Tabel 2. Gambar alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

No. Alat dan Bahan Kegunaan

1. Timbangan digital (ketelitian 0,1 gram)

Menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat umpan

2. Alat pencetak umpan Mencetak umpan

3. Termometer Mengukur suhu air

4. Refraktometer Mengukur kadar garam

5. pH paper Mengukur kadar asam

6. Test kadar amonia Mengukur kadar amonia

7. Sekat Menghalangi ikan bergerak maju sebelum perlakuan

dimulai

8 Kayu Media mengantungkan umpan

9. Benang jahit Mengantungkan umpan

10. Stopwatch Mengukur waktu perlakuan

11. Kamera Mendokumentasikan selama penelitian

12. Handycam Merekam selama pengambilan data

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni (true experiment). Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen di laboratorium (laboratory experiment). Penelitian laboratorium dilakukan untuk menentukan komposisi kandungan kimia umpan buatan (asam amino arginia dan leusina).

3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Pembuatan umpan buatan

Pada penelitian ini akan dilakukan penyempurnaan formulasi umpan buatan dengan beberapa komposisi kimia asam amino dan warna umpan. Formulasi umpan buatan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan daya tarik ikan melalui organ penciumannya, formulasi tersebut dilakukan dengan menguji beberapa komposisi asam amino jenis arginin dan leusin, mengacu pada penelitian sebelumnya. Selain itu akan dibuat tiga jenis warna umpan yang berbeda (tanpa

warna, biru dan hijau) untuk menimbulkan daya tarik ikan melalui organ penglihatannya. Kedua faktor penentu formulasi umpan (komposisi asam amino dan warna umpan) tersebut di atas merupakan perlakuan yang akan diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya nilai arginin dan leusin yang akan diujikan terhadap ikan kerapu macan dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi arginin dan leusin terhadap 100gr umpan. Namun dalam pengambilan data umpan yang diujikan 12% dari 100gr umpan. Rancangan formulasi umpan yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 3 Rancangan komposisi arginin dan leusin berdasarkan penelitian sebelumnya

Asam Amino Komposisi Kimia Umpan (mg/gr)

A B C D E

Arginin 45 45 60 60 60

Leusin 50 65 35 50 65

Tabel 4 Rancangan perlakuan formulasi komposisi kimia umpan buatan

Asam Amino Komposisi Kimia Umpan (gr)

A B C D E

Arginin 0,38 0,38 0.50 0,50 0,50

Leusin 0,42 0.54 0,29 0,42 0,54

Tabel 5 Rancangan perlakuan perbedaan warna umpan buatan

Umpan

A B C D E

Warna

Tanpa pewarna ATanpa warna BTanpa warna CTanpa warna DTanpa warna ETanpa warna

Biru ABiru BBiru CBiru DBiru EBiru

Hijau AHijau BHijau CHijau DHijau EHijau

3.4.2 Uji kimia umpan buatan

Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah analisis kimia umpan yang dilakukan di Laboratorium Pascapanan, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu-Bogor untuk mengetahui kandungan kimia dari masing- masing umpan. Kandungan kimia yang dianalisis adalah analisis asam amino. Sebelum dilakukan analisis asam amino, terlebih dahulu perlu diketahui kadar

protein sampel. Metode yang digunakan untuk analisis tersebut menggunakan metode kjehdal (AOAC, 1999). Analisis asam amino menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan pereaksi ortoftaldelhida (OPA) untuk membentuk senyawa yang berflourensi. Senyawa tersebut dapat dideteksi oleh detektor flouresensi.

3.4.3 Uji respons tingkah laku ikan terhadap umpan

Tahap-tahap dalam pengujian respons tingkah laku ikan terhadap umpan adalah:

1) Persiapan bak fiber pemeliharaan dan perlakuan

Tahap persiapan dilakukan dengan mempersiapkan bak fiber untuk pemeliharaan ikan, akuarium filter dan bak fiber untuk perlakuan. Bak fiber yang digunakan untuk pemeliharaan ikan uji berukuran 1,5 x 0,6 x 0,8 m (p x l x t) dan tinggi air 0,4 m. Bak fiber yang digunakan untuk perlakuan berukuran sama dengan bak pemeliharaan hanya tinggi airnya yang berbeda ± 15 cm. Bak tersebut dibersihkan dengan air tawar untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Alat-alat sirkulasi juga dibersihkan sebelum dipasang. Bak diisi dengan air laut dan dihubungkan dengan pipa ke akuarium filter dengan menggunakan pompa. Salinitas dan suhu air laut dalam bak setiap hari dikontrol agar tetap optimal. Bak pemeliharaan ikan disirkulasi selama dua minggu sebelum ikan dimasukan ke dalam bak.

2) Persiapan dan pemeliharaan ikan kerapu

Ikan kerapu macan yang digunakan dalam penelitian berasal dari keramba jaring apung. Ikan dibawa dalam kantung plastik yang telah berisi air laut dan diberi oksigen. Sebelum dimasukan ke dalam bak pemeliharaan, ikan kerapu terlebih dahulu diaklimatisasi. Aklimatisasi bertujuan untuk mengatasi ikan yang stress selama perjalanan, Aklimatisasi mengkondisikan ikan agar secara perlahan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Aklimatisasi dilakukan sampai ikan mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Selama aklimatisasi ikan diberi makan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Ukuran makanan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan. Sisa- sisa makanan dan kotoran ikan diambil dengan menggunakan saringan.

Penyiponan bak dilakukan dua kali seminggu dan penggantian air laut sebanyak 25% dilakukan dua minggu sekali.

3) Pelaparan ikan uji

Pelaparan dilakukan sebelum perlakuan yang bertujuan untuk mengondisikan ikan dalam keadaan lapar sehingga ikan benar-benar memberikan respons terhadap umpan. Berdasarkan uji coba pendahuluan, ikan menunjukkan respons yang baik terhadap umpan setelah dilaparkan selama 3 x 24 jam.

4) Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan dua kondisi perlakuan pencahayaan, yakni: kondisi tanpa cahaya dan cahaya redup. Pada saat kondisi tanpa cahaya bak fiber perlakuan dikelilingi oleh plastik mulsa untuk menciptakan ruang gelap. Ruang gelap dimaksudkan agar pada saat uji coba ikan hanya mengandalkan organ penciuman dalam mendeteksi umpan. Sedangkan pada perlakuan dengan pencahayaan redup bak perlakuan tidak dipasangi dengan plastik mulsa. Pengambilan rekaman pada saat kondisi tanpa cahaya menggunakan mode night shoot.

Ikan yang akan diuji sudah dipindahkan dari bak pemeliharaan ke bak perlakuan dan ikan sudah dilaparkan selama 3 x 24 jam. Pengujian diawali dengan menggiring ikan ke ujung bak perlakuan dan sekat dipasang. Umpan yang dipasang selama satu kali perlakuan ada empat jenis umpan dengan komposisi arginin dan leusin yang sama dengan tiga warna umpan yang berbeda dan satu umpan sebagai kontrol. Umpan diletakkan pada jarak 105 cm dari sekat. Desain bak perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

Sekat dibuka secara perlahan agar ikan tidak kaget dan stress. Waktu pengamatan dilakukan saat sekat mulai dibuka hingga ikan memberikan respons dengan bergerak mendekati umpan. Prosedur pengambilan data dari perlakuan dengan cahaya redup sama dengan perlakuan tanpa cahaya. Gambar bak perlakuan tampak atas dan tampak samping serta pembagian area fase respons ikan dapat dilihat pada Gambar 5a dan 5b.

a. Tampak atas

b. Tampak samping

Gambar 5 Pembagian fase respons ikan terhadap umpan.

3.5 Analisis Data

Untuk mengetahui respons indera penciuman ikan uji terhadap umpan buatan yang diujicobakan, maka akan dilakukan pengambilan data respons ikan terhadap setiap jenis umpan buatan dengan melakukan pengamatan tingkah laku ikan mendekati umpan. Data yang dikumpulkan adalah waktu ikan mendekati umpan yang dibedakan dalam tiga fase. Fase arousal adalah fase dimana ikan

Umpan

Aerator

Finding Arousal

Searching

Area start

Finding Searching Arousal

Area Start 15 cm 10 cm 90 cm 20 cm 15 cm 15 cm 10 cm 90 cm 20 cm 15 cm U1 U3 U2 U4 U1 U2 U3 U4

mulai bereaksi karena rangsangan bau atau melihat umpan. Fase searching adalah fase dimana ikan mulai mencari keberadaan umpan dan fase finding adalah ketika ikan telah menemukan umpan dan melakukan uptake (mengambil/memakan umpan). Analisis tingkah laku ikan mendekati umpan yang telah direkam dengan handycam dilakukan secara deskriptif dan analisis juga dilakukan terhadap tingkah laku ikan selama pemeliharaan.

Data mengenai waktu respons arousal, search dan finding merupakan nilai rataan yang ditampilkan dalam bentuk grafik secara sederhana sesuai dengan jenis umpan. Data tersebut selanjutnya dibandingkan untuk mengetahui besarnya pengaruh perbedaan umpan terhadap waktu respons penciuman ikan kerapu macan dengan analisis ragam satu arah (ANOVA). Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa tidak ada pengaruh antara jenis umpan dan waktu respons ikan.

Untuk unit percobaan diasumsikan sebagai berikut:

1) Kondisi air dalam bak mendekati kondisi sebenarnya di alam;

2) Ikan di laboratorium dan ikan di perairan terbuka dalam merespon umpan memiliki peluang yang sama;

3) Keadaan ikan dianggap sama pada setiap perlakuan; dan 4) Kondisi umpan dianggap sama pada setiap perlakuan.

Model observasi yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij=μ + τi+ εij,

Dimana :

Yij : nilai pengamatan dari suatu percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j;

μ : nilai tengah umum;

τi : pengaruh perlakuan ke-i; dan

εij : sisa dari perlakuan ke-i dan satuan percobaan ke-j.

Langkah-langkah analisis ragam untuk rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut:

1) Menghitung Faktor Koreksi (FK), Jumlah Kuadrat Total (JKT), Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) dan Jumlah Kuadrat Sisa (JKS). Jika n dan p adalah banyaknya pengamatan, maka:

2) Menentukan derajat bebas masing-masing perlakuan, sisa dan total. db perlakuan = n - 1

db sisa = n.pn db total = n.p– 1

3) Masing-masing Kuadrat Tengah (KT) ditentukan melalui pembagian antara JK dan derajat bebasnya, yaitu:

4) Menyusun daftar analisis ragam seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar analisis ragam Rancangan Acak Langkap (RAL)

Sumber Keragaman db JK KT F

hitung

Perlakuan n– 1 JKP KTP KTP/KTS

Sisa n.p - n JKS KTS

Total n.p - 1 JKT

Hipotesis yang diuji melalui model analisis ini adalah:

H0: τ1= τ2 (tidak ada pengaruh perbedaan umpan terhadap waktu respons)

H1 : τ1≠ τ2 (terdapat pengaruh perbedaan umpan terhadap waktu respons)

Kaidah pengambilan keputusan hipotesis yaitu Fhitung > Ftabel maka tolak H0, yang berarti perbedaan jenis umpan berpengaruh nyata terhadap waktu respons ikan, tetapi apabila Fhitung < Ftabel maka gagal tolak H0 yang berarti perbedaan jenis umpan tidak berpengaruh nyata terhadap waktu respons ikan.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi bak penelitian

Kondisi bak yang digunakan selama penelitian dikontrol, sehingga keadaannya mendekati habitat asli ikan kerapu macan di alam. Menurut Indonesia Coral Reef Foundation (2004), kerapu termasuk ikan jenis crepuscular, yang merupakan ikan yang aktif di antara waktu siang dan malam hari, oleh karena itu selama pemeliharaan kondisi dari bak pemeliharaan dibuat redup. Bak pemeliharaan dilengkapi dengan sistem filtrasi. Sistem filtrasi yang digunakan merupakan sistem filtrasi eksternal karena menggunakan akuarium filter yang terpisah dari bak pemeliharaan. Akuarium filtrasi ini mencakup filtrasi fisik, biologi dan kimia. Pembuatan sistem filtrasi dibutuhkan waktu kurang lebih tiga minggu untuk menumbuhkan bakteri baik pengurai nitrat dan nitrit. Selama bakteri tersebut belum muncul maka sistem filtrasi dapat dikatakan belum siap digunakan untuk pemeliharaan.

Suhu merupakan salah satu parameter yang penting dalam mengontrol kondisi lingkungan pemeliharaan ikan. Suhu air selama pemeliharaan dijaga agar berkisar pada suhu 28-30°C. Suhu tersebut merupakan suhu optimum untuk kelangsungan hidup dari ikan kerapu macan. Apabila suhu lingkungan berada di bawah kisaran suhu optimum, maka ikan akan mengalami penurunan nafsu makan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Sudjiharno (1998) yang diacu dalam Irawati (2002) yang menyatakan jika suhu air turun sampai di bawah 15°C akan menyebabkan metabolisme tubuh ikan menurun sehingga aktivitasnya berkurang dan ikan tidak mau makan.

Salinitas air laut di bak pemeliharaan dikontrol sehingga berada pada kisaran 30-31 ppt. Selama pemeliharaan ikan, air laut mengalami sirkulasi dan terjadi penguapan sehingga terjadi perubahan salinitas. Apabila salinitas air laut meningkat maka perlu ditambahkan air tawar untuk mengembalikan air laut pada salinitas yang optimal.

pH atau kadar asam selama pemeliharaan dikontrol pada kisaran 7-8. Menurut Kuncoro (2004) pada umumnya pH dari air laut bersifat basa antara 8,1-

8,4 oleh karena itu pH dari air laut selama pemeliharaan dikontrol sehingga tidak melibihi kisaran tersebut. Perubahan pH air laut ditandai dengan berubahnya warna dan bau air laut.

Selain suhu, salinitas dan pH parameter lain yang perlu dikontrol selama pemeliharaan adalah kadar amonia. Kadar amonia air laut dijaga pada kisaran 0- 0,25 mg/l. Jika kadar ammonia melebihi angka tersebut, maka dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan bahkan dapat menyebabkan kematian. Amonia yang tinggi diakibatkan oleh banyaknya sekresi ikan yang dikeluarkan namun bakteri pengurai yang berada pada filter air belum mencukupi. Dalam menjaga tingkat amoniak ini juga dapat dibantu dengan protein skimmer namun alat ini sebenarnya kurang banyak membantu karena yang dapat diurai hanya sebagian kecil.

Perubahan kondisi lingkungan yang drastis dapat menyababkan ikan menjadi stres dan tidak mau makan. Kondisi bak pemeliharaan sudah dibuat sedemikian rupa agar mendekati dengan kondisi habitat asli ikan namun masih terdapat perbedaan kondisi. Ikan yang biasanya dapat bergerak bebas di perairan selama pemeliharaan hanya dibatasi pada bak pemeliharaan yang sempit. Ikan yang mengalami stres mudah terjangkit penyakit baik bakteri, jamur ataupun parasit. Apabila pada tubuh ikan kerapu sudah mulai timbul jamur maka ikan tersebut membutuhkan perlakuan khusus, yaitu dilakukan perendaman dalam air tawar selama kurang lebih lima menit. Lama perendaman bisa lebih dari lima menit tergantung daya tahan ikan.

Ikan kerapu macan juga dihinggapi parasit. Parasit ikan kerapu macan berbentuk seperti cacing kecil yang pada bagian mulutnya terdapat alat penghisap. Biasanya cacing ini hidup pada insang dan sirip ikan. Parasit ini dapat diatasi secara manusal yaitu dengan mengambil satu persatu cacing tersebut. Jika jumlah parasit ini cukup banyak, maka ikan dapat direndam pada air laut yang telah diberi larutan formalin dengan takaran tertentu. Ikan mengalami stress selama pemindahan dari laut ke darat, penanggulangan dilakukan dengan cara pemberian larutan elbaju agar ikan bisa kembali tenang. Kondisi lingkungan dari bak pemeliharaan selama penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kondisi lingkungan bak pemeliharaan selama penelitian Parameter Nilai Suhu 28 - 30°C Salinitas 30 – 31 ppt pH 7 - 8 Amoniak 0 – 0,25 mg/l

4.1.2 Tingkah laku ikan kerapu macan selama pemeliharaan

Ikan kerapu macan merupakan ikan nokturnal. Pada malam hari aktif bergerak di kolom perairan untuk mencari makan sedangkan pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang (Valenciennes, 1828). Selama pemeliharaan ikan kerapu macan bersifat pasif, cenderung bersembunyi dan tidak melakukan aktifitas, selalu berada pada sudut-sudut bak atau bersembunyi di bawah pompa dan protein skimmer. Dalam mencari tempat persembunyian, ikan harus saling bersaing untuk mendapatkan tempat persembunyian yang nyaman. Bak pemeliharaan tidak dipasang shelter (tempat persembunyian) sehingga tempat persembunyian yang nyaman adalah berada di bawah pompa dan protein skimmer. Ikan biasanya menggunakan bagian depan mulutnya untuk saling mendorong dengan ikan lainnya dalam memperebutkan tempat persembunyian.

Tingkah laku makan ikan kerapu sama seperti saat ikan saling memperebutkan tempat persembunyian. Ikan saling bersaing untuk lebih cepat mendapatkan pakan. Pada awal pemeliharaan biasanya ikan tidak langsung menyukai pakan yang diberikan. Pakan yang telah dilempar ditunggu sampai berada pada dasar bak. Ikan mulai mendekati pakan dan berhenti sejenak. Ikan mengidentifikasi benda yang berada di depannya. Bila ikan menyukainya maka tidak lama ikan akan memakan pakan tersebut. Setelah makan ikan akan kembali pada tempat persembunyian. Setelah dua hari dipuasakan ikan merasa lapar. Pola tingkah laku ikan adalah dengan berenang pada permukaan dengan posisi mulut dan mata menghadap ke atas mencari-cari makanan. Jika ada orang datang maka ikan akan mendekati dan mulai berenang meminta makanan. Jika hanya diberikan satu pakan saja ikan akan saling bersaing untuk mendapatkannya.

4.1.3 Tingkah laku ikan mendekati umpan buatan

Selama perlakuan dilakukan dengan dua kondisi pencahayaan, tanpa pencahayaan dan pencahayaan yang redup. Pada kondisi ada pencahayaan ikan mengunakan indera penglihatan dan penciuman dalam mendeteksi umpan. Sedangkan pada kondisi tanpa pencahayaan ikan diharapkan hanya mengunakan indera penciuman dalam mendeteksi umpan. Tingkah laku ikan dalam mendekati umpan dapat kita bagi menjadi dua, yakni:

1) Tingkah laku ikan mendekati umpan dalam kondisi pencahayaan redup

Perlakuan diawali dengan memasang sekat. Ikan digiring ke ujung bak kemudian dipasangi sekat. Pada ujung bak lain umpan yang akan diuji mulai dipasang. Setelah itu sekat mulai diangkat perlahan. Posisi awal ikan sebelum sekat dibuka berada di pojok dan sudut bak perlakuan. Setelah sekat dibuka, ikan masih tetap dalam kondisi diam di pojok. Ikan satu demi satu mulai berenang menyusuri sisi bak perlakuan kurang lebih tiga menit setelah sekat dibuka. Ikan berenang menyusuri sisi dari ujung bak satu ke ujung bak yang lain dan ada pula yang berenang menyilang. Hal ini bisa dikarenakan karena ikan mulai beraksi terhadap umpan atau ikan hanya mulai mengadaptasikan diri dengan lingkungannya setelah sekat dibuka. Tingkah laku ikan ini dapat kita lihat pada Gambar 6a, 6b, dan 6c.

Gambar 6a Pola tingkah laku ikan (1).

umpan

aerator

arousal searching

identifikasi

searching searching searching

U1

U2

U3

Gambar 6b Pola tingkah laku ikan (2).

Gambar 6c Pola tingkah laku ikan (3).

Pola gerak tingkah laku ikan yang pertama dapat dilihat pada Gambar 6a, yang digambarkan dengan anak panah, dimulai dengan melakukan pergerakan menyusuri dinding bak perlakuan hingga kembali ke tempat semula. Dalam pendataan waktu yang diperoleh dimasukan ke dalam fase arousal ketika ikan mulai melewati area start dan fase searching ketika ikan mulai berada di sekitar umpan.

Pada Gambar 6b pola tingkah laku ikan berbeda dengan pola tingkah laku ikan yang pertama. Ikan tidak sampai melewati umpan, hanya berenang maju tidak jauh dari area start lalu kembali lagi ke posisi awal. Pada pola tingkah laku ikan ini data waktu yang didapatkan hanya sampai dengan fase searching.

Pola tingkah laku ikan yang ke tiga juga berbeda dengan yang lainnya. Pada pola ini menunjukan ikan menyentuh namun tidak sampai memakan umpan buatan warna putih. Setelah menyentuh umpan ikan kembali ke ujung bak. Ikan merespon sampai dengan fase finding. Pola tingkah laku ikan ini hanya terjadi sekali pada pengambilan data awal.

umpan aerator umpan aerator arousal arousal searching searching identifikasi finding U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4

Pergerakan ikan mulai melewati area start disebut dengan fase arousal.

Fase ini dimulai pada saat ikan mulai bereaksi terhadap rangsangan bau atau melihat umpan (Ferno dan Olsen, 1994). Hampir selama pengujian dengan umpan buatan ikan hanya sampai pada tahap searching yakni fase dimana ikan mulai mencari keberadaan umpan. Hanya pada pengujian awal ikan menyentuh umpan tetapi tidak sampai memakannya atau bisa disebut dengan fase finding. Hal ini dimungkinkan karena ikan mengunakan organ penglihatanya dalam mendeteksi umpan. Untuk membuktikan hal di atas dilakukan pengujian dengan dengan kondisi tanpa pencahayaan.

2) Tingkah laku ikan mendekati umpan dalam kondisi tanpa pencahayaan

Persiapan yang dilakukan saat perlakuan tanpa pencahayaan hampir sama dengan perlakuan dengan pencahayaan redup. Pembeda dari kedua perlakuan ini adalah bila tanpa pencahayaan bak perlakuan dipasangi plastik mulsa untuk menciptakan kondisi yang gelap. Pada kondisi tanpa pencahayaan ikan berenang menyusuri dinding-dinding bak dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Hal ini diduga untuk mempermudah ikan dalam mengorientasikan diri dalam kondisi gelap.

Selama perlakuan dengan kondisi tanpa pencahyaan ikan hanya maju dan mundur berenang menyusuri dinding. Ikan tidak pernah menyentuh umpan. Akan tetapi selama pendataan kegiatan ini tetap dimasukan sampai dengan fase

searching. Pada perlakuan kontrol, kondisi tanpa pencahayaan dan tanpa umpan setelah sekat dibuka ikan berenang maju dan mundur menyusuri dinding. Pergerakan ikan dalam kondisi tanpa pencahayaan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pola tingkah laku ikan.

umpan

aerator

searching arousal

searching

4.1.4 Respons ikan kerapu macan terhadap umpan buatan

Pendataan hasil pengujian respons ikan kerapu macan dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan fase, yakni:

1) Waktu rata-rata arousal

Waktu respons arousal adalah waktu pada saat ikan bergerak keluar dari area start. Pada penelitian ini dilakukan dua pengujian dengan kondisi yang berbeda yakni: kondisi tanpa pencahayaan dan kondisi dengan pencahayaan yang redup. Waktu rata-rata arousal tercepat pada kondisi dengan pencahayaan terdapat pada umpan A, yaitu 2,17 ± 0,03 menit. Selanjutnya umpan C yaitu 3,30 ± 0,05 menit, umpan E yaitu 3,33 ± 0,03 menit, umpan B yaitu 3,50 ± 0,02 menit dan terakhir umpan D yaitu 3,66 ± 0,06 menit. Sedangkan jika tanpa pencahayaan waktu rata-rata arousal tercepat pada umpan C, yaitu 3,52 ± 0,02 menit. Selanjutnya umpan A yaitu 4,06 ± 0,11 menit, umpan D yaitu 4,15 ± 0,01 menit, umpan E yaitu 4,40 ± 0,02 menit dan terakhir umpan B yaitu 5,00 ± 0,11 menit. Grafik data waktu arousal pada kondisi dengan pencahayaan dan tanpa pencahayaan dapat dilihat pada Gambar 8a dan 8b.

Keterangan: A= Arginin 0,38gr dan leusin 0,42gr; B= Arginin 0,38g dan leusin 0,54gr; C= Arginin 0,50 dan leusin 0,29gr; D= Arginin 0,50gr dan leusin 0,42gr; dan E= Arginin 0,50gr dan leusin 0,54gr.

Gambar 8a Grafik data waktu arousal kondisi dengan pencahayaan.

Dokumen terkait