• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hubungan perbedaan umpan dan waktu respons ikan

Pengujian dilakukan dalam dua kondisi pencahayaan, yakni: kondisi dengan pencahayaan redup dan tanpa pencahayaan. Hasil respons yang didapat

A B C D E

dari kedua kondisi ini memiliki perbedaan. Pada kondisi dengan pencahayaan ikan dan tanpa pencahayaan ikan merespons umpan sampai dengan fase

searching. Pada saat kondisi dengan pencahayaan ikan menggunakan organ penglihatan dan penciuman.

Hasil penelitian dari umpan buatan A, B, C, D dan E pada kondisi dengan pencahayaan menunjukkan ikan merespons umpan buatan karena adanya indera penglihatan dan penciuman. Ikan hanya menyentuh umpan namun karena bau umpan tersebut tidak disukai maka ikan tidak memakannya. Untuk membuktikan lebih lanjut dilakukan pengujian tanpa pencahayaan. Pada penelitian dengan kondisi tanpa pencahayaan ikan dianggap hanya mengunakan organ penciuman dalam merespons umpan. Hasil yang didapatkan ikan hanya berenang menyusuri dinding bak tanpa sekalipun menyentuh umpan. Hal ini membuktikan ikan tidak menyukai umpan karena bau yang tidak menarik bagi ikan.

Berdasarkan hasil uji ANOVA didapatkan perbedaan umpan memberikan pengaruh nyata terhadap waktu respons arousal dan searching baik pada kondisi dengan pencahayaan maupun tanpa pencahayaan. Jika kita bandingkan dengan waktu rata-rata arousal dan searching yang disajikan pada Gambar 8a dan 9a didapatkan waktu rata-rata arousal dan searching pada umpan A memiliki waktu tercepat dibandingkan keempat umpan lainnya. Pengujian selanjutnya waktu rata- rata arousal dan searching mengalami penurunan hal ini mungkin disebabkan oleh ikan yang sudah terbiasa dengan umpan yang diberikan.

Perbedaan umpan terhadap waktu respons finding tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini disebabkan oleh data waktu finding yang didapat memiliki nilai yang hampir seluruhnya sama. Ikan tidak merespons umpan buatan sampai dengan fase finding. Ikan merespons sampai menyentuh umpan pada awal pengambilan data dan hanya sekali selama penelitian.

Pengujian terakhir yang dilakukan untuk membuktikan ikan tidak menyukai umpan buatan adalah dengan mencoba melemparkan umpan buatan, tidak digantung seperti pengujian sebelumnya. Pada waktu umpan buatan mulai menyentuh permukaan air ikan langsung mendekati ke arah umpan tersebut jatuh. Namun ikan tidak sampai memakannya, hanya menyentuh kemudian kembali ke tempat semula. Kemudian dicoba dilempar pelet ke dalam bak. Pada waktu pelet

mulai menyentuh permukaan air ikan langsung mendekat kemudian memakan pelet tersebut.

Semua tahapan pengujian umpan buatan terhadap respons ikan menunjukkan ikan kerapu macan mengunakan indera penglihatan dan penciuman dalam mendeteksi umpan. Bau dari umpan buatan yang digunakan tidak menarik indera penciuman ikan. Jarak pemasangan umpan buatan yang diujikan masih terlalu dekat dengan area start menyebabkan ikan merespon umpan dikarenakan indera penglihatannya. Jarak maksimum penglihatan ikan kerapu macan sejauh 4m (Natsir, 2008).

Menurut Bone dan Marshall (1982) otak merupakan cerminan berkembang tidaknya fungsi organ-organ sensoris pada hewan. Otak ikan memiliki bagian- bagian yang menunjukan susunan yang berbeda pada kelompoknya. Hasil penelitian Sejati (2008) dan Fitri (2008), otak Epinephelus fuscoguttatus memiliki bagian telencephalon berukuran besar, demikian juga pada bagian optic tectum.

Cerebellum melengkung ke atas dan di belakang cerebellum ditemukan medulla oblongata. Telencephalon merupakan pusat penciuman pada bagian otak depan dan optic tectum merupakan merupakan bagian otak yang berhubungan dengan penglihatan (Bone dan Marshall, 1982). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan ikan kerapu macan mengandalkan kedua organ baik penglihatan maupun penciuman.

4.2.2 Komposisi kimia umpan buatan

Dalam pembuatan umpan buatan berat dari arginin dan leusin sudah diukur sesuai dengan komposisi yang diinginkan. Bila terdapat perbedaan dalam hasil bisa dikarenakan adanya penambahan kandungan arginin dan lusin yang terdapat di dalam tepung CMC. Tepung CMC merupakan media sebagai perekat antara arginin dan leusin. Pada awal sebelum menggunakan tepung CMC digunakan tepung terigu dan tepung tapioka namun setelah diuji tepung terigu dan tapioka memiliki kandungan protein yang cukup besar. Setelah pengujian ternyata CMC juga memiliki kandungan protein akan tetapi nilainya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan tepung terigu dan tapioka. Oleh sebab itu maka tepung CMC digunakan sebagai perekat antara arginin dan leusin

Hasil pengujian asam amino umpan buatan didapatkan nilai arginin dan leusin yang lebih besar dibandingan dengan nilai arginin dan leusin yang diinginkan pada setiap umpan. Akan tetapi terdapat perbedaan pada umpan C. Umpan C memiliki nilai arginin dan leusin yang lebih kecil dibandingkan dengan yang diinginkan. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan penimbangan sewaktu membuat sampel umpan atau kesalahan sewaktu pengujian umpan buatan.

Selain umpan buatan, pelet yang biasa digunakan untuk pakan ikan sehari- hari juga diuji kandungan asam aminonya. Hasil yang didapat tiga kandungan tertinggi yang terdapat pada pelet yang pertama adalah asam glutamat, kedua asam aspartat dan yang ketiga leusin. Sedangkan arginin menempati peringkat tiga belas dari tujuh belas jenis asam amino.

Umpan yang mengandung asam amino diidentifikasi dapat menjadi stimulus dan atraktor makan pada ikan dan crustacea (Engas dan Lokkerborg, 1994 dikutip oleh Fitri, 2008). Berdasarkan hasil beberapa analisis elektrofisiologi bahwa asam amino merupakan atraktan (stimuli) yang efektif untuk organ penciuman dan rasa pada ikan (Sola dan Tongiorgi, 1998 dikutip oleh Fitri, 2008). Asam amino yang sangat efektif sebagai stimulus pada sistem penciuman ikan atlantik salmon adalah glutamin dan alanin (Caprio, 1982 dikutip oleh Fitri, 2008). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa efektifitas relatif stimulus organ penciuman dari kandungan asam amino sebanyak 10-4 M adalah alanin, glutamin, lystein dan methionin. Kandungan alanin terdapat pada jaringan organisme cacing, moluska, crustacea dan ikan teleostei. Sedangkan untuk arginin terdapat pada jaringan organisme moluska dan crustacea. Pengetahuan yang mendasari bahwa untuk ikan catfish reseptor penciuman sangat besar responsnya pada kandungan lystein dan methionin dan pada reseptor rasa sangat besar reseptornya pada kandungan alanin dan arginine masih belum diketahui. Nukkleosid, nukleotid dan tiga jenis asam amino aromatik (phenylalanine,

tryptophan dan tyrosan) dan histidin diidentifikasi sebagai stimulan makanan (Lokkerberg, 1990 dikutip oleh Fitri, 2008).

Asam amino yang dapat menstimuli ikan cod adalah leusin, metionina, asparagin, glutamin, alanin dan threonin menurut Yacob et al (2004). Menurut

Hara (2006) dikutip oleh Fitri (2008) yang asam amino yang dapat menstimuli ikan air tawar adalah sistein, arginin dan glutamin.

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya didapatkan arginin dan leusin dapat dijadikan rangsangan kimia. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan ikan benar merespons terhadap umpan buatan yang mengandung arginin dan leusin. Berdasarkan hasil pengujian umpan buatan (arginin dan leusin) terhadap ikan kerapu macan didapatkan ikan tidak merespons bau dari umpan buatan yang mengandung arginin dan leusin. Respons ikan terhadap umpan buatan dikarenakan rangsangan penglihatan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut asam amino yang dapat dijadikan rangsangan kimia untuk menarik perhatian ikan kerapu macan.

Dokumen terkait