• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa asing sebagai alat pentjerdasan

Dalam dokumen capita selecta m natsir jilid i1 (Halaman 110-115)

II. PENDIDIKAN

16. Bahasa asing sebagai alat pentjerdasan

Pembuluh kebudajaan bagi Indonesia NOPEM BER 1940.

„ Hanja dengan mengetahui salah satu bahasa Eropah, — jang

terutama sekali sudah tentu bahasa Belanda — , masjarakat Bumi' putera ditjabang atasnja dapat mentjapai kemadjuan dan kemerde-

kaan fikiran..." Demikianlah keputusan jang diambil oleh Dr. G.

Drewes, waktu dia memperbincangkan pengaruh Kultur Barat atas

bahasa Indonesia („ The influence of Western Civilisation etc"). Marilah kita periksa sebentar sampai kemana benarnja dalil Dr. Drewes ini.

Untuk dasar bagi ketjerdasan salah satu bangsa, adalah bahasa

Ibunja sendiri. Bahasa bersangkut-paut dan tak dapat ditjeraikan dari aliran berfikir. Bahasa dari salah satu bangsa, adalah tulang punggung dari kebudajaannja. Mempertahankan bahasa sendiri ber-

arti mempertahankan sifat2 dan kebudajaan sendiri. „ Das ange-

stammte Volkstum steht und f alit mit der Muttersprache", kata L. Waisgeber (Muttersprache und Geistesbildung", 1920). Kultur sa- lah satu bangsa berdiri atau djatuh dengan bahasa bangsa itu sendiri.

Noto Suroto boleh mempertahankan bahwa ia tetap seorang ahli

seni bangsanja, walaupun ia memakai bahasa asing, bahasa Be-

landa, untuk penjanjikan getaran djiwanja. Ia boleh mengambil misal kepada Willem de Zwijger, jang kabarnja konon mengutjap- kan seruannja jang penghabisan diwaktu ia akan meninggal dunia dalam bahasa Perantjis. Akan tetapi ini bukanlah satu hal jang nor- mal. Ini adalah salah satu tindakan atau tjara jang terpaksa oleh keadaan. Sama ada keadaan itu disebabkan oleh kesalahan sendiri, ataupun tidak.

Seruan Willem de Zwijger terpaksa diterdjemahkan lebih da- hulu kedalam bahasa bangsanja, kalau bangsanja hendak mengam- bil semangat, mengambil inspirasi dari utjapan „ bapanja" itu. Go- longan terbesar dari bangsa Noto Suroto tidak dapat* mengetjap betapa lazatnja njanjian Noto Suroto itu, apabila njanjiannja itu

tidak diterdjemahkan lebih dahulu kedalam bahasa bangsanja sen- diri. Sekali lagi: Ini bukan semestinja begitu ! Ini bukan hal jang boleh dikemukakan sebagai huddjah, akan tetapi sebagai keadaan jang mengetjewakan, jang bersifat tragis. Sebagaimana djuga belum boleh dianggap satu keadaan jang sudah sepatut dan semestinja, apabila seorang orang Indonesia, dalam semua adat-istiadat dan

lagu-lagak bahasanja dirumh tangganja se^hari2 menurut lagu-lagak

bangsa asing, walaupun tempoh2 ia berseru : „ aduh ibu !", bila

ia djatuh atau merasa sakit.

Ditilik dari djurusan ini, maka aliran perdjuangan bahasa Ang- katan Baru Indonesia sebagai bahasa pergaulan dan perhubungan,

diluar dan didalam dewan2 pemerintahan dan sebagai bahasa ke-

susasteraan pemangku kesenian dan perpustakaan Indonesia, ada- lah sebahagian dari perdjuangan mempertahankan dan memupuk kebudajaan Indonesia.

Ini semua tidak berarti bahwa untuk kemadjuan dan ketjerdasan bangsa kita, jakni ketjerdasan jang lebih luas, kita sudah menia- dakan sadja dengan bahasa kita itu sendiri. Kemadjuan berfikir, bergantung sangat kepada keluasan medan jang mungkin dikuasai oleh bahasa jang dipakai. Dan apabila satu bahasa seperti bahasa Indonesia, jang masih dalam tingkatan seperti sekarang, dan belum

pula tjukup kekajaannja untuk mengutarakan ber-matjam2 penger-

tian jang ma'nawi, maka bahasa itu sendiri akan mendjadi kurungan jang mengikat kita menudju ketjerdasan umum jang lebih luas, sekiranja kita puaskan dengan sekedar mengetahui-bahasa kita sen- diri itu sadja. Bentuk dan bangun fikiran sesuatu bangsa berdjalin rapat, dan boleh dikatakan terpaksa menurut bentuk dan bangun jang diizinkan oleh kekajaan bahasa bangsa itu. Daerah kita untuk berfikir dibatasi oleh luas atau sempitnja daerah bahasa itu pula.

Oleh karena itu soal bahasa adalah salah satu soal ketjerdasan bangsa jang terpenting! Bahasa-Ibu, bahasa kita sendiri, adalah mendjadi sjarat bagi berdiri tegaknja kebudajaan kita.

Akan tetapi satu kebudajaan jang hidup tidak tjukup hanja de-

ngan tinggal berdiri tegak sadja. Ia perlu tumbuh, bertambah, beru- bah, bergerak, „ dinamis", kata orang sekarang. Dan untuk ini perlu kepada pertukaran „ udara" perlu kepada tambahan „ pupuk", perlu kepada tambahan „ air" jang mendjadi sjarat penawar hidupnja. Tidak ada satu kebudajaan djadi hidup baik, apabla ia dikurung

dan diikat menurut tradisi berbilang abad. Kebudajaan itu akan hidup, akan bertambah kekuatannja, akan bangun bibit kemungkin- annja jang masih tersembunji, apabila dapat kesempatan berhu-

bungan dengan sumber2 kebudajaan diluar lingkungan daerahnja.

Satu kebudajaan, hidup dengan perhubungan antara satu kebuda- jaan dengan kebudajaan jang lain, ringkasnja dengan ,,akkulturasi".

Bagi kita, untuk perhubungan kebudajaan ini, amat perlulah

bahasa jang amat lengkap dan lebih luas daerahnja dari daerah bahasa kita sendiri. Oleh karena itu „ disamping bahasa-lbu kita"

sendiri, adalah bahasa „ asing" jang lebih luas dan lebih kaja, jang dapat memperhubungkan kita dengan negeri luar, mendjadi satu rukun jang tak boleh tidak bagi kemadjuan dan ketjerdasan kita.

Kalau kita disini mengatakan „ bahasa asing", galibnja kita ingat kepada bahasa Belanda, Inggers, Perantjis, Djerman atau lain2. Dan

memang bahasa Belanda, bahasa Inggeris dan sebagainja itu banjak djasanja bagi ketjerdasan kita bangsa 'Indonesia. Ini tidak kita

mungkiri! Akan tetapi djangan kita lupakan bahwa sebelum baha-

sa Belanda mendjadi perhubungan dengan dunia luar, sebelumnja

bahasa Inggeris mulai dipeladjari dikalangan bangsa kita, kita di Indonesia sudah berpuluh tahun terlebih dahulu mempunjai satu bahasa perhubungan, d jambatan jang memperhubungkan kita de-

ngan sumber kebudajaan dunia luar, jaitu : bahasa Arab !

Tjoba tuan2 pembatja fikirkan : bahasa Belanda masuk dalam

dunia kita bukan dari semulanja bangsa Belanda duduk disini, bukan

sedjak 300 tahun jang lalu, akan tetapi bahasa Belanda itu baru

diberikan dalam kira2 30 tahun ini, semendjak bangsa* Belanda

menganggap perlu mempertinggi ketjerdasan kita. Dan setelahnja „ ethische politiek" berdjalan kira2 40 tahun, baru2 kira 4% dari

penduduk Indonesia jang pandai tu\is batja dengan huruf Latin,

nanti dulu disebut jang pandai bahasa Belanda.

Akan tetapi sebelum bahasa Belanda mendjadi bahasa pembawa

ketjerdasan itu, sudah terlebih dulu bahasa Arab mendjadi satu-

satunja pembuluh kebudajaan bagi kita anak Indonesia.

Melihatlah disekeliling tuan, perhatikanlah ketjerdasan bangsa

kita sekarang ini! Selidikilah, djangan di-kota jang besar2 sadja

akan tetap masuklah kekampung dan ke-desa2, disitu tuan akan

mendapat gambaran, bagaimana besar djasanja bahasa Arab ini bagi ketjerdasan bangsa kita. Belum ditilik lagi dari djurusan ke- agamaan, akan tetapi baru dari djurusan ketjerdasan umum.

Sebelumnya ada H.I.S. untuk anak kaum priaji, sebelumnja ada

sekolah2 kelas-dua dan sekolah2-desa, tempat mengadjarkan huruf

Latin, djauh sebelum itu sudah bertebaran ditanah air kita ini, bera- tus kalau tidak akan beribu langgar2 dan pesantren2, jang menga-

djarkan bahasa Arab dan ilmu Agama.

Satu bangsa jang terdiri dari 60 djuta, bukan sedikit harus me- makan ongkos apabila hendak meninggikan ketjerdasannja, apabila hendak „ menghidupkan" kebudajaan dengan arti kata sebagai jang kita katakan tadi. Dan selalu Pemerintah berkeluh-kesah, dari ma- nakah didapat uang untuk keperluan itu. Akan tetapi dengan tidak memberatkan sepeserpun kepada kas negeri, dengan tidak disuruh dan diperintah dari atas, sesungguhnja Pemerintah sudah mendapat satu kawan jang setia, jang telah merintis djalan untuk mentjer- daskan umat jang berpuluh djuta ini.

Bahasa Arab itu, bukanlah bahasa Agama se-mata2, bukan satu

dialek, bukan bahasa salah satu propinsi. Akan tetapi, ia adalah

satu bahasa dunia, satu bahasa kebudajaan, satu bahasa pemangku

ketjerdasan, kuntji dari bermatjam pengetahuan dan kaja-raja un- tuk mengutarakan sesuatu paham atau pengertian, dari jang mudah

sampai kepada jang se-sulit2-nja, dari jang bersifat maddah (kon-

krit) sampai kepada jang bersifat ma'nawi (abstrak); Ja, malah lebih kaja dari bahasa Eropah jang mana djua.

Bahasa Arab selain dari pada satu2-nja bahasa pengikat, bahasa

persatuan bagi kaum Muslimin, adalah djuga satu bahasa kebuda- jaan jang utama, jang barangkali hanja sama kalau hendak diban- dingkan, dengan bahasa Junani dan Sangsekerta. Malah tulisan Junani sudah kenjataan gagal dan kekurangan dalam menuliskan angka sehingga ilmu hisab, ilmu hitung baharulah mendapat ke-

madjuan setelah mengambil sistem angka2 Arab sebagaimana jang

kita pakai sekarang ini.

Bahasa Arab telah mendjadi bahasa falsafah bagi filosof2 pengu-

tarakan bermatjam teori dan dalil2 hipotese jang sulit-rumit. Telah

mendjadi bahasa kesusasteraan untuk pelagukan kemasgulan dan kegirangan penjair dan ahli prosa jang ternama, telah mendjadi bahasa peratapkan kerinduan hati ahli tasauf kepada Chaliknja,

telah mendjadi bahasa kaum ilmu alam dan ilmu2 jang eksak untuk

penjusun ber-matjam2 dalil dan rumus2 jang sukar dan susah.

dunia anak Indonesia jang telah menimbulkan sumber ketjerdasan jang bertebaran dikepulauan kita ini.

Disamping penghargaan jang sewadjarnja terhadap bahasa Ero- pah umumnja, kita tidak boleh melupakan pembuluh kebudajaan jang amat berharga dan berdjasa ini!

Dalam sambutan kita beberapa waktu jang lalu terhadap tjita2

hendak mendirikan satu Pesantren Luhur, sudah pernah kita me- nyerukan supaja orang kita djanganlah salah penghargaan terhadap

sebahagian besar pemuda2 intelek kita jang memakai bahasa Arab

ini sebagai bahasa kedua, disamping bahasa Ibunja sendiri. Kita andjurkan supaja kalau hendak mendirikan satu Perguruan Tinggi Islam, maka golongan pemuda jang begini tidak boleh dikesamping- kan untuk mendjadi bibit bagi Perguruan Tinggi Islam tersebut.

Tetapi kelihatannja tidak begitu mendapat perhatian dari

pengandjur2 kita. Hal itu kita sajangkan, lebih2 setelah terbukti

kegagalan usaha pengandjur2 kita jang hendak meneruskan usaha-

nja, se-mata2 dengan mengambil Mulo-abiturienten dan H.B.S.'ers

sebagai kandidat2 muridnja/

'Ala-kullihal terhadap kepada rumus Dr. Drewes jang kita tjan-

tumkan diatas tadi, kita berhak berkata : „ Dalam mentjapai ke-

tjerdasan dan kemerdekaan berfikir, bahasa Arab bagi anak In-

onesia adalah satu alat pentjerdasan jang terlebih dulu, lebih „ mu- rah" dan tidak kalah paedahnja dari bahasa asing jang lain itu l"

Dan..., bagi kita kaum Muslimin, adalah bahasa Arab itu satu bahasa persatuan jang takkan mungkin ditjarikan gantinja, bahasa kuntji dari perbendaharaan ilmu dan pengertian Agama kita.--Besar

kerugian dan kerusakan jang menimpa kita apatbla bahasa ini kita abaikan dan kita kesampingkan!

Dalam dokumen capita selecta m natsir jilid i1 (Halaman 110-115)