• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekolah Tinggi Islam

Dalam dokumen capita selecta m natsir jilid i1 (Halaman 73-87)

II. PENDIDIKAN

12. Sekolah Tinggi Islam

DJUNI 1938.

I.

Tuan Dr. Satiman telah menulis artikel dalam „ P.M." no. 15

membentangkan tjita2 beliau jang mulia itu, akan mendirikan satu

Sekolah Tinggi Islam. Saudara dari Redaksi telah menjambut arti-

kel itu dalam editorial P.M. no. 16 dan mengundang supaja lain2

teman ber-ramai2 membitjarakan soal ini dan mengemukakan fikiran

masing2, agar tjita2 itu tertjapai hendaknja.

Dalam A.I.D. 12 Mei, no. 128 tersiar berita, bahwa sudah diada- kan permusyawaratan antara tiga badan pendiri Sekolah Tinggi, jakni jang di Betawi, di Solo dan di Surabaja.

Di Djakarta akan diadakan Sekolah Tinggi sebagai bagian-atas dari Sekolah Menengah Muhammadijah (A.M.S.) jang bersifat

westersch (kebaratan). Djadi bukan satu Sekolah Tinggi jang mem-

beri peladjaran tinggi tentang Agama Islam.

Di Solo akan diadakan satu Sekolah Tinggi untuk mendidik

muballighin jang tjukup pengtetahuan umum. Dan akan diambil

bibitnja dari Mulo atau H.B.S. 3 tahun untuk bagian-bawahnja dan dari H.B.S. 5 tahun untuk bagian-atasnja.

Di Surabaja akan diadakan Sekolah Tingi jang menurut kabar „ akan menerima orang2 dari pesantren".

Begitulah „ pembagian pekerdjaan" jang kabarnja sudah diper- bincangkan.

Dengan tidak hendak mendjawab terlebih dulu pertanjaan jang mungkin terbit : Manakah jang lebih baik, mendirikan dengan tenaga bersama satu Universitet Islam jang lebih luas dan rapi pem-

bagian fakultetnja, ataukah mendirikan dengan serentak tiga Seko-

lah Tinggi Islam, oleh tiga panitia pula dalam tiga tempat jang ber- djauhan, maka marilah kita perhatikan lebih dahulu satu masalah

jang sekarang sedang hangat, jakni masalah pengambilan bibit untuk

Panitia Sekolah Tinggi jang di Djakarta telah menerangkan de- an djelas, bahwa Sekolah Tinggi itu didirikan sebagai bagian-atas olah Menengah jang bersifat westersch, lantaran memang jang dimaksud rupanja, satu Sekolah Tinggi untuk dagang, ekonomi dan Perusahaan jang sematjam itu.

Keterangan ini tentu akan disambut orang dengan segala perse- todjuan. Lantaran beberapa waktu jang lalu pernah didengar an- jjuran, supaja jang akan diambil untuk Sekolah Tinggi jang begitu lifatnja „ terutama dari H.B.S. atau A.M.S., tapi „ boleh djuga" dari

sekolah2 Menengah Islam seperti Normal Islam, Islamic College,

Kweekschool Muhammadiyah dan lain2 jang setingkat dengan itu.

Ini buat sementara waktu, dimulai dengan se-bisa2-nja, lambat laun

dapat ditambah-rapikan ber-angsur2." -

Andjuran jang demikian itu boleh djadi terbit dari dua pertim- bangan :

1) Pertimbangan, bahwa sesuatu Sekolah Tinggi untuk ekonomi,

dagang atau jang sebangsa dengan itu, perlu kepada bibit jang

mempunjai ilmu dan bahasa Barat jang tjukup sebagai dasar.

2) Terasa pula ketimpangan terhadap kepada Sekolah Tsanawijah

Islam jang sudah ada, jang djuga tak kurang diharapkan sam- butannja terhadap Sekolah Tinggi Islam jang akan didirikan itu. Karena itu, dibukakan djuga pintu walaupun sedikit, untuk peladjar2 dari Sekolah Menengah Islam itu.

Sekedar niat hendak mentjari djalan menengah ini, „ supaja sama2

adil", patut dihargakan, akan tetapi dalam prakteknja tjita2 jang

baik itu tidak akan menghasilkan natidjah jang diingini.

Abiturient H.B.S. dengan abiturient Tsanawijah Islam tidak da-

pat didudukkan dengan begitu sadja dalam satu kelas untuk mene-

rima peladjaran jang sama. Kalau di-paksa2-kan tentu mungkin !

Akan tetapi kalau2 Sekolah Tinggi kita itu nanti, mendjadi Sekolah

Tinqgi „ karikatur", kemari senteng, kesana sendjang.

Disini perlu diambil keputusan jang tegas, ber-pahit2. Buat satu Sekolah untuk ilmu keduniaan (kebaratan) dan memakai semangat Islam sebagai dasar, tak dapat tidak harus ditjari bibitnja dari Se-

kolah Menengah Barat. Sjarat ini bukan satu sjarat jang boleh di-

tawar2, kalau kita betul2 hendak mendjaga peil (deradjat) Sekolah

Tinggi itu, jang mengadjarkan ilmu jang bersifat akademis.

Sekolah Tinggi jang berlainan sifatnja dari Sekolah Tinggi dengan Islam sebagai dasar, seperti jang di Djakarta itu. Sekolah Tinggi

jang di Solo akan menghasilkan muballighin jang berpengetahuan

luas.

Sjukurlah! Memang amat banjak keperluan kita kepada mubal-

lighin, baik jang berpengetahuan luas ataupun jang belum begitu

luas. Hanja sekarang jang mendjadi pertanjaan : „ Apakah gerangan

jang mendjadi sebab, maka untuk Sekolah Tinggi ini, pun dibuka-

kan hanja untuk abiturient dari Sekolah Menengah Barat dan di- tutup pintu untuk lepasan Tsanawijah Islam jang ada sekarang ini?"

Maturiteit, Kematangan Otak.

Apakah jang perlu untuk tiap2 Sekolah Tinggi ? Djawabnja:

Pengetahuan Umum !

Baik ! Akan tetapi bukan se-mata2 itu sadja. Jang penting pula

ialah kematangan-otdk (maturiteit) atau persediaan-ruhani jang

tjukup untuk berfikir menurut garisan ilmu pengetahuan.

Apakah gerangan ada persangkaan bahwa Sekolah Tsanawijah kita jang sedikit telah teratur dan sudah banjak djuga tambah baik- nja dizaman achir2 ini, tidak sanggup menjediakan peladjar2 jang

tjakap dan mentjukupi sjarat2, untuk menerima peladjaran Sekolah

Tinggi ?

Sebaliknyalah jang sudah terbukti! Sudah banjak studen2 kita

jang sedang dan jang sudah meningkat Sekolah Tinggi di Luar Negeri jang tadinja dihasilkan „ hanja" oleh Tsanawijah dan Pe- santren dinegeri kita ini; itu membuktikan bahwa mereka tjukup matang untuk menduduki bangku Sekolah Tinggi.

Dan kalau kita sedikit radjin memasang telinga, mendengarkan suara dari pihak Sekolah Menengah Barat, kita tak urung pula

mendengar suara2 jang membuktikan, bahwa diploma H.B.S. itu

sadja, belum dapat dianggap sebagai satu djaminan untuk ketjakap-

an menerima peladjaran Sekolah Tinggi.

Demikianlah, dalam salah satu rapat umum dari Paedagogisch

Studie Comite di Bandung, beberapa tahun jang lalu, Prof. van der

Ley menjatakan kemasgulannja melihat berapa banjak studen2 jang

tadinja telah lulus udjian-penghabisan H.B.S. dengan angka 9 a 10,

akan tetapi pada tahun2 pertama disekolah Tinggi mereka „ terlun-

tjur" sadja. „ De heeren weten niet wat studeeren is!! ", — beliau9

itu tak tahu apa jang dinamakan menuntut ilmu!" <— Kata Prof. Ley.

Kembali kita kepada Pengetahuan Umum" , atau jang pernah kita

dengar dengan nama „ Modern Science" itu. Memang perkataan

ini mendjadi buah bibir dizaman achir2 ini. „ Modern Science" perlu

untuk menjiarkan Agama ! „ Setudju !", kata kita.

Kita se-kali2 tidak menjangkal, bahwa sesungguhnja banjaklah

pengetahuan umum jang telah dikumpulkan oleh abiturient H.B.S. kita. Baik ditentang bahasa2, ataupun ditentang tarich, ilmu alam,

ilmu bumi, ilmu hisab dll. Dan kita tidak mengurang penghargaan terhadap „ pengetahuan umum" jang ada pada sisinja tersebut,

sebagai penambah melengkapkan persediaannja untuk pekerdjaan

sebagai muballigh Islam kelak.

Hanja kita merasa tidak lajak, apabila kita pukul rata sadja,

bahwa semua keluaran Tsanawijah Islam, hanja tahu mengadji

rukun bersutji dan rukun tiga-belas sadja.

Kalau diperlukan memeriksa lebih djauh, akan ternjata bahwa

penghargaan terhadap ketjakapan murid2 Tsanawijah sekarang ini,

perlu mendapat koreksi kembali. Diantara murid Sekolah Menengah Islam jang memakai bahasa Arab sebagai bahasa-pengantar, hampir semua kenal akan buku „ Hadhirul 'Alamil Islamy ' dari Emir Sjakib Arslan. Manakah H.B.S.' ers jang sudah memerlukan membatja „ The New World of Islam" dari Lothrop Stoddard jang tertulis dalam bahasa jang' dia mengerti, jakni bahasa Inggeris itu ?

Santri2 kita rata2 kenal akan „ Muqaddamah Ibnu Chaldun" .

Tjoba tundjukkan A.M.S.'ers manakah jang sudah menelaah buku- standard jang hampir sederadjat dengan itu, seperti Buckle's

„ History o/ Civilisation" , umpamanja ?

Kalau A.M.S.'ers kita kenal kepada Ibnu Rusjd dengan nama Averrus, Ibnu Sina dengan Avicienna, Ibnu Badjah dengan nama Avenpace, maka murid Tsanawijah djuga tjukup kenal kepada Socrates dengan nama „ Suqrath", Hippokrates dengan nama „ Buq- rath", Aristoteles dengan „ Arsthutalis", dan begitulah seterusnja.

Murid Tsanawijah tak dapat membatja Goethe ? ! Baik ! Apa

A.M.S.'er pandai membatja 'Umat Chajjam ?

Dan djangan dikira bahwa murid Tsanawijah mustahil akan da- pat berkenalan dengan „ Cyrano de Bergerac" atau dengan salah

satu buah tangan Victor Hugo atau buah pena Shakespeare dan

teori2 Sigmund Freud, walaupun mereka tidak dapat membatja ba-

hasa Perantjis, Inggeris dan Djerman.

dua kolom, akan tetapi tjukuplah sekian sebagai penggambarkan

perbandingan tingkatan „ pengetahuan-umum" antara abiturient

Tsanawijah dengan A.M.S.'er atau H.B.S.'er. Sebab ada pepatah berbunji: Tak rapat maka tak kenal, tak kenal maka tak tjinta" .

II.

Dalam pada itu djangan kita lupakan, bahwa untuk Sekolah

Tinggi Agama Islam, semua ini bukan harus didjadikan dasar, akan

tetapi mendjadi tambahan ragam.

Dasar peladjaran bagi Sekolah Tinggi Agama Islam, ialah ilmu

pengetahuan jang sudah berurat-berakar tentang ilmu* Islam dengan

memakai bahasa Arab jang amat luas dan dalam itu sebagai kuntji

perbendaharaann j a.

Djadi kebalikannja dari jang perlu untuk Sekolah Tinggi jang

pertama tadi. Sebeb memang ada dua pembuluh tempat mengalir-

nja kebudajaan jang hidup dalam masjarakat kita. Jang pertama

memakai saluran bahasa Barat, jang kedua memakai saluran ba- hasa Arab.

Dengan bahasa Belanda sudah ditjapai lapisan atas jang ada se- keliling kota2, dengan perantaraan sekolah3 H.I.S., E.L.S., dst.-nja.

Dengan bahasa. Arab sudah ditjapai lapisan jang ada di-

kampung2 dari segenap podjok dan pelosok dengan perantaraan

pesantren, pondok2, sekolah2 Ibtidaijah dan Tsanawijah jang tak

terhitung banjaknja itu, bertebaran dalam dusun2, sampai2 ketepi

hutan jang penduduknja dianggap buta huruf (jakni buta huruf Latin).

Malah boleh dikatakan, bahwa ketjerdasan jang dialirkan de- ngan pembuluh bahasa Arab ini, sudah lebih dulu dan sudah lebih mendalam masuk ketulang sumsum masjarakat hidup kita. Dan de- ngan bertambah rapinja organisasi pondok-pesantren dan Ibtidaijah serta Tsanawijahnja, sebagaimana jang tampak dizaman sekarang, semua itu mempunjai pengaruh atas aliran ketjerdasan bangsa kita, jang se-kali2 tak boleh kita abaikan.

Kalau kira2 20 tahun jang lalu, perpustakaan Arab jang masuk

kenegeri kita terbatas dalam ilmu tafsir, hadits dan fiqh sadja,

maka pada saat jang achir2 ini, Indonesia sudah dibandjiri oleh

ber-matjam2 kitab dari risalah jang tipis2 sampai kepada jang besar2,

filosofi, kesusasteraan, psychologi, kesehatan, pendidikan, ilmu bangsa, dll. Semuanja dalam bahasa Arab, jang dapat dibatja dan dipahamkan oleh segolongan jang lebih besar dari golongan jang dapat mempergunakan bahasa Belanda untuk menuntut ilmu pe- ngetahuan.

Dua golongan Inteligensia.

Biasanja orang kita suka memberi titel „ intelektuil" itu chusus bagi mereka jang dapat berbahasa Belanda, sedangkan jang ber- bahasa Arab itu adalah „ kiai-kampung" atau „ urangsiak".

Sebenarnja duduk perkara bukan begitu. Disamping inteligensia kita jang ber-„ mazhab" ke Leiden, Paris, London dan Berlin, ada satu golongan inteligensia jang berpedoman ke Kairo, Mekah, Aligarh dan Dehli. Kedua golongan ini berhak mendapat peng- hargaan jang sama.

Adapun .selama ini golongan intelektuil jang kedua ini, berdiri

agak terbelakang dalam masjarakat hidup. Sebabnja ber-matjam2.

Salah satunja, lantaran perebutan mentjari kehidupan dalam masja- rakat kita sekarang, memberi kesempatan lebih banjak kepada golongan intelektuil jang berbahasa rasmi, jakni bahasa Belanda. Mau tak mau timbullah dalam kalangan intelek jang bersifat ke- timuran itu perasaan-ketjil, lantaran susah sehilir semudik seperti orang. Bukan lantaran „ bodoh", tetapi kalah „ stem". Lantaran tak pandai memakai suatu bahasa jang sekarang orang pandang tinggi deradjatnja dari bahasa lain. Mereka susah memasuki alam pikiran dan sanubari dari golongan jang tidur, bangun, makan, minum, ja boleh dikatakan bermimpipun dalam bahasa Barat itu, jakni go- longan jang sebenarnja tidak selamat pula perasaan-tinggi tidak keruan.

Akan tetapi ini tidak berarti bahwa mereka didikan ketimuran itu tidak lajak menerima peladjaran Sekolah Tinggi. Malah seba- liknja : Buat mereka inilah, sepantasnja terlebih dahulu kita usaha-

kan Sekolah Tinggi jang akan memperkokoh dasar jang sudah ada,

jang akan memperlengkapi dengan rempah-ragam bahasa2 dan ilmu

pengetahuan dasar2 Agama jang ada pada mereka, jang perlu un-

tuk berhadapan dengan segala matjam lapisan masjarakat, sebagai

propagandis Islam. Supaja hilang perasaan asing dari pergaulan

hidup (Weltfremdkeit), supaja kembali kepertjajaan akan harga

Tenaga Terpendam.

Untuk menjiarkan Agama kita kedacrah jang belum dimasu

Islam, untuk memperlindunginja dari serangan2 materialisme, sjirk,

tachjul, churafat dan lain2, kita perlu kepada kekuatan muda jang bukan sedikit.

Maka dalam golongan inteligensia kita jang bersifat ke-Titnuran ini sudah tersedia satu gudang tenaga jang belum bergerak, tenaga terpendam jang amat besar. Dan adalah Sekolah Tinggi, jang ga-

ris besarnja kita sebutkan sebentar ini, dapat memantjing dan

menghidupkan energi jang tersimpan ini djadi mengalir dan berge- rak (dinamis). Tarichlah jang akan membuktikan, manakah kelak dari dua golongan inteligensia ini, jang akan lebih berdjasa bagi

ketjerdasan Bangsa dan Tanah Air kita, lahir dan batin. Apalagi;

sebagai muballigh Islam.

Muballighin.

Kenalkah tuan, wahai pembatja jang budiman, siapakah mereka

Muballighin Islam itu ?

Muballighin, ialah segolongan orang2 jang biasanja disorong su-

paja bekerdja, dengan perkataan „ fi sabilillah" . Diberi gadji de- ngan perkataan : „ lillahi Ta'ala" . Disokong dengan : ,,qualun'ma'' rufun..." Diobati dengan :„ Innallaha ma'assabirin" , dll.... !

Begitu sifatnja pekerdjaan Muballighin itu sampai sekarang. Dan

kira2 akan begitu seterusnja lebih kurang selama belum ada peti-

besi dibelakang si muballigh, seperti peti-besi jang ada dibelakang

tiap2 zendeling dan missionaris.

Hendaklah kita perbedakan dengan njata satu „ Theologische

Faculteit" dengan satu „ Sekolah Tinggi untuk Muballighin" , jang

bersifat kira2 seperti Seminarium dalam kalangan Katolik, tapi lemah

dalam keadaan keuangan. Jang pertama untuk menghasilkan orang

pintar, jang satu lagi untuk mengadakan si tukang kurban.

Bila untuk Theologische Faculteit tjukup mengambil ilmu penge-

tahuan sebagai ukuran untuk masuk, maka untuk jang belakangan,

ada lagi beberapa sjarat2 jang harus dipenuhi, jakni sjarat2 jang

bersangkut dengan tabiat, sifat, achlak dan tudjuan-hidup dari bibit2

jang akan diterima. Sifat2 dan tudjuan-hidup jang sepadan dengan

pekerdjaan mereka kelak sebagai muballighin seperti ketabahan hati,

banjak sjaratnja dari pada jang perlu untuk seorang alim-tiang-

rumah, jang duduk dikelilingi lemari kitab, dihadapi oleh murid2

jang menunggu fatwa.

Persilakan melihat dikeliling saudara ! Dari golongan manakah timbulnja golongan muballighin jang bertebaran, kerap kali atas risiko sendiri jang berkeliaran diseluruh Kepulauan kita, sebagai

pedagang dan guru2 Agama biasa, menjampaikan firman Allah dan

sabda Nabi ini ? Dari lapisan manakah datang „ Barisan Kehor-

matan" , jang pernah mendapat gelar ,,kiai2-kampung'\ dengan se-

dikit edjekan2 itu ? Bukan dari kalangan pamili2 jang tjukup mam-

pu untuk menjerahkan anak2 mereka kesekplah Rendah, Mulo, H.

B.S. atau A.M.S., akan tetapi dari lapisan rakjat jang hidup kerap

kali dibawah dari jang dinamakan sederhana, jang hanja sanggup

menjerahkan anak2 mereka..., kepondok atau kepesantren, dengan

pembajaran murah ataupun gratis sama sekali, jang keadaan hidup-

nja se-hari2 sudah mendjadi sekolah tinggi bagi mereka, jang men-

didik mereka dari ketjil sampai besar sampai tua, agar tidak terlam- pau bergantung kepada kemewahan hidup dan jang sedari umur 6 a

7 tahun sudah berkenalan dengan kalimah : „ Inna shalati wa nusuki

wa mahjaja wa mamati U Ilahi Robbil-'alamin" .

Apakah lagi jang lebih logis dari pada mentjari bibit dari kala-

ngan demikian, untuk satu pekerdjaan sebagai muballighin itu ? IV.

Se-kali2 tidak kita hendak mengurangkan penghargaan terhadap

pada ketjakapan ahli2 pendidik muballighin kita nanti di Sekolah

Tinggi tersebut, jang akan membentuk pemuda2 jang berdiploma

H.B.S. itu mendjadi muballighin Islam dalam masa 4 a 5 tahun. Tidak kita akan menjatakan, bahwa pekerdjaan itu takkan mung- kin.

Dalam pada itu kita pertjaja, bahwa ahli pendidik kita itu akan

lebih maklum, bahwa hasil tiap2 pendidikan, selainnja bergantung

kepada ketjakapan jang mendidik, terutama djuga pulang kepada

watak atau tabiat jang sedang dididik.

Dari H.B.S.'er kepada Muballighin Islam, adalah pandjang dja-

lan, djauh rantau jang harus ditempuh !

tempuh itu, lebih banjak mendaki dari pada mendatar, lebih banjak

jang berbatu dan berduri dari pada jang beraspal, bahwa musafir-

nja lebih banjak jang tergelintjir kebawah, dari pada jang sampai

keatas, ~- maka adalah pendapat itu banjak sedikitnja berdasar

kepada pengalaman dalam beberapa tahun turut menyelenggarakan

peladjaran dan pendidikan untuk pemuda2 kita Muslimin umumnja

dan turut memusukkan peladjaran serta perasaan Islam ke-Sekolah2

Mulo dan Menengah, baik kepunjaan Pemerintah atau partikelir jang bersifat ke-Baratan.

Dan kita jakin, bahwa pendapat jang demikian akan dikuatkan

oleh semua teman sedjawat kita, jang djuga duduk se-hari2 dalam

lapangan pekerdjaan jang begitu sifatnja, jang merasai betapa pahit dan getirnja pekerdjaan itu, berhadapan dengan „ rebung" jang su- dah mendjadi „ betung" itu.

Masih berdengung kiranja perkataan sdr kita Mohd. Zain D jam-

bek dalam salah satu artikelnja tentang missi dan zending dalam

Nomor 'Idilfitri „ Pedoman Masjarakat" jang lalu dimana sdr. kita

itu membentangkan dengan djelas dan tegas bagaimana akibatnja

pengaruh kemewahan dunia terhadap pekerdjaan penjiaran agama,

jang berkehendak kepada pengurbanan tenaga, uang keinginan dan

umur jang bukan sedikit.

Be-ratus tiap2 tahun Sekolah Menengah dengan nama „ tsana-

wijah" , „ pesantren" atau „ pondok" ditanah Djawa ataupun ditanah

Seberang menghasilkan peladjar2 jang boleh dikatakan telah dibe-

sarkan dengan garam Islam, sepadan untuk pekerdjaan tabligh

Islam, jang akan dipikul oleh mereka. Akan tetapi peladjar2 ini

tidak dapat melandjutkan ilmunja, lantaran kesempatan dinegeri ini tidak ada dan untuk pergi ke Luar Negeri tidak ada kekuatan uang.

Alangkah besar hati mereka ini, bila mereka mendengar bahwa Sekolah Tinggi jang akan didirikan itu, sedia menjambut mereka !

Dan akan herankah kita, bila mereka jang beratus itu akan me-

rasa terketjewa, apabila sesampainja di Djakarta, ditanja kepada-

nja diploma A.M.S. atau H.B.S., datang ke Solo, diminta diploma H.B.S. atau Mulo ?

V.

Koordinasi,

Boleh djadi orang akan berkata : Ja, tapi Sekolah2 Tsanawijah

dangkan sekolah Mulo atau H.B.S. sudah teratur baik, dapat di- tentukan mana jang harus ditambah atau dilengkapkan.

Ini tidak kita sangkal. Memang betul! Akan tetapi menurut hemat kita, inilah dia salah satu dari alasan2 jang terkuat untuk

membukakan pintu Sekolah Tinggi dalam ilmu2 Islam itu dengan

lebih luas bagi lepasan Tsanawijah dan sebangsanja itu.

Sebab dengan membukakan pintu ini hiduplah harapan murid2

Sekolah Tsanawijah jang bertebaran diseluruh Indonesia itu untuk meneruskan peladjaran mereka. Dimana harapan sudah hidup, di-

situlah Sekolah Tinggi dapat menawarkan bermatjam sjarat jang

harus dipenuhi oleh Tsanawijah itu baik berhubung dengan rentja- na peladjaran atau lainnja, supaja dapat diadakan perhubungan jang langsung antara Sekolah Menengah Islam dengan Sekolah Tinggi Islam dinegeri kita ini.

Dengan begitu ada harapan, bahwa dibelakang pendiri Sekolah2

Tinggi Islam akan berbaris, kalau tidak akan beratus, tentu ber-

puluh pemimpin2 dari sekolah Tsanawijah, jang akan turut memi-

kirkan rentjana peladjaran dan menjiapkan bibit untuk Sekolah Tinggi itu, suatu usaha jang merapikan pekerdjaan dengan usaha bersama, untuk tjita2 jang sutji itu.

Tjara menjatukan usaha bersama itu banjak matjamnja. Umpa-

manja dengan mendirikan satu federasi dari pemimpin2 sekolah Tsa-

nawijah, atau derigan membentuk ber-sama2 suatu komisi rentjana

peladjaran dalam satu permusjawaratan atau kongres, sebagaimana

jang ada dalam kalangan Kristen atau lainnja, atau dengn menga- dakan permusjawaratan dengan perantaraan M.I.A.I. di Surabaja. Walhasil banjaklah tjara jang dapat ditjiptakan dan dirantjangkan

untuk persatuan (koordinasi) Sekolah2 Menengah Islam itu. Hal

itu dapat pula terlebih dulu diperbintjangkan dengan pers umum-

nja, atau W armusi15) chususnja sebagai preadpis atau persediaan.

Walaupun bagaimana, semua ini baru dapat berlangsung mana- kala harapan sebagaimana jang kita sebut diatas itu, telah diberi dan

dihidupkan lebih dulu dari pihak pendiri Sekolah2 Tinggi Islam itu.

Tsanawijah, Sekolah Menengah Islam kurang teratur sebagai Mulo atau H.B.S.? Baik !

Akan tetap dengan segala „ kekurangan"-nja itu, dapat djuga ia

menghasilkan pemuda2 dan pemimpin2 jang tak kurang memberi

djasa lahir dan batin kepada Bangsa dan Tanah Air kita dan kalau tidak akan berlebih, tidak akan banjak kurangnja dari pada pu-

djangga dan pemimpin2 kita jang dihasilkan oleh Sekolah2 Mene-

ngah ataupun Sekolah Tinggi Barat. Menolehlah kekanan dan ke- kiri, buktinja akan saudara lihat sendiri!

Dalam dokumen capita selecta m natsir jilid i1 (Halaman 73-87)