• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mesti Diamalkan?

4. Gaya Bahasa

Kadang gaya bahasa hadits itu tidak boleh dipahami secara harfiyah. Kita menemukan hadita shahih yang memerintahkan kita untuk membunuh nyawa orang. Salahnya apa? Sepele banget kesalahannya. Ternyata cuma gara-gara dia lewat di depan kita, pas kita lagi shalat. Malah ada hadits shahih yang memerintahkan ki-ta untuk membakar ru-mah orang. Bayangkan, agama mengajarkan kita bakar rumah orang. Me-mangnya salahnya apa kok rumahnya sampai mesti dibakar? Ternyata gara-gara penghuninya tidak shalat berjamaah. Dan haditsnya shahih seshahih-shahihnya. Terus bagaimana? Di kampung tempat kita tinggal, banyak banget rumah yang penghuni-nya tidak pada jamaah ke masjid atau bahkan kita yang tidak jamaah ke masjid? Apa perlu kita siram bensin dan kita bakar semua sekalian penghuninya? Bukankah begitu menurut hadits shahih? Jawabnya tentu tidak. Karena meski Nabi saw. Mengatakan begitu, ternyata belum pernah ada kasus pembakaran rumah di Madinah di masa kenabian. Padahal yang tidak berjamaah ke masjid juga banyak. Jadi jangan dipahami secara harfiyah.

Kalau demikian perlukah satu langkah lagi ilmu sesudah shahih, ya kalau di Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir serta Ilmu Hadist di PTAI kajian itu dajarkan dalam mata kuliah Ilmu Ma’anil Hadis.

35 Namanya Sibun. Pria usia 37 tahun ini hanya

lulusan SD di sebuah desa kecil di Kecamatan Cilongok, Banyumas. Dulu ia kerja dengan membuka bengkel motor di desanya yang sepi. Namun karena bengkelnya kecil dan pelang-gannya tak banyak, ia hanya punya penghasilan tak seberapa. Kadang bahkan tak cukup untuk makan sehari-hari.

Di tengah terik siang yang panas di bengkel-nya yang sepi pelanggan, ia acap merenung sedih, kenapa penghasilannya kecil sekali, dan sering tak cukup buat memenuhi kebutuhan anak dan istrinya.

Hingga suatu ketika ia iseng-iseng nonton Youtube. Sekadar info, kegiatan nonton You-tube kini telah menjadi budaya bagi keba-nyakan rakyat kelas menengah ke bawah di

berbagai kampung di tanah air. Banyak konten dangdut dan konten untuk segmen kelas mene-ngah bawah yang menjadi viral di Youtube, karena memang penonton dari kalangan terse-but juga makin banyak. Para supir truk di Pan-tura misalnya, kini pada hobi nonton Youtube juga.

Sibun kemudian terinspirasi untuk juga membuat konten video Youtube. Isinya apa lagi kalau bukan tentang keahliannya menjadi montir sepeda motor.

Begitulah, ia kemudian membeli hape an-droid yang lumayan bagus buat bikin video. Uangnya dari hasil menggadaikan simpanan perhiasan istrinya yang hanya tersisa satu-satunya. Sebab ia memang tak lagi punya uang. Ia kemudian membuat aneka konten video tentang teknik merawat motor dan juga aneka tips untuk memperbaiki kerusakan mesin se-peda motor. Ini sebuah topik konten yang bagus dan punya potensi penonton yang melimpah. Pelan-pelan, kontennya makin banyak disu-kai pemirsa dan ditonton jutaan orang. Sejak mulai Youtube di awal tahun 2017, kini

sub-scribers Sibun sudah menembus angka 1,2 juta

– sebuah angka yang cukup fenomenal.

Karena yang nonton makin banyak, Sibun juga rutin mendapatkan bagi hasil uang iklan dari Youtube. Besarnya saat ini sekitar Rp 50 juta per bulan; dan kemungkinan makin tumbuh sejalan dengan pertumbuhan jumlah pelang-gannya.

Sekadar info, jika sebuah channel Youtube mampu mendatangkan 1 juta view per bulan, maka channel ini akan dapat uang bagi hasil

36 iklan sekitar Rp 10 juta/bulan. Jika dapat 5 juta

view, akan dapat Rp 50 juta/bulan.

Konten channel punya Sibun sendiri sudah memiliki ratusan konten, dan banyak di antaranya yang ditonton lebih dari 1 juta view. Ada tiga pelajaran epik yang layak dipetik dari kisah yang menggairahkan ini. Mari kita jela-jahi satu demi satu.

Pelajaran #1 : Keajaiban Digital Economy

Kecakapan menjadi montir bengkel motor sejatinya sebuah jenis skills yang biasa-biasa saja; dan banyak montir bengkel motor (baik di bengkel resmi atau tak resmi) yang pengha-silannya tak seberapa. Sibun sendiri juga mera-sakan pahitnya penghasilan saat menjadi montir di bengkelnya sendiri.

Namun skills montir motor yang biasa-biasa itu meledak menjadi sesuatu yang powerful jika dipadukan dengan kekuatan ajaib digital plat-form bernama Youtube.

Sejak lama, Youtube memang dianggap sebagai pemicu revolusi “individual publisher” untuk menguasai audience, dan kemudian meraih income masif dari platform tersebut. Dan kisah Sibun tak pelak merupakan contoh sempurna tentang revolusi digital ala Youtube ini.

Youtube berhasil membuat sebuah skills ja-dul yang biasa-biasa saja (yakni skills mem-perbaiki mesin motor) menjelma menjadi kekuatan luar biasa untuk menghasilkan uang,

hingga puluhan atau bahkan ratusan juta per bulan.

Pelajaran #2 : Fenomena Youtuber adalah Fenomena Rakyat Jelata

Selama ini ada salah kaprah di kalangan masyarakat luas yang menganggap Youtuber itu adalah profesi glamor milik para selebritis gemerlap seperti Atta Halilintar, Ria Ricis dan kawan-kawan sejenisnya. Profesi Youtuber di-anggap hanya milik anak muda kota dengan aneka konten yang super mewah.

Wrong. Ternyata justru banyak Youtuber yang sukses dari dari kalangan rakyat jelata seperti Sibun ini. Ia hanya lulusan SD dari sebuah desa udik nun jauh di kota Banyumas – yang amat jauh dari sentuhan gaya hidup perkotaan. Namun ia telah menjelma menjadi Youtuber jutawan.

Ada banyak “orang biasa dari kampung” yang kemudian menjadi Youtuber sukses seper-ti Sibun ini. Begitulah, kita mengenal nama

channel Mbak Isa yang bekerja sebagai

pem-bantu rumah tangga di Taiwan, dengan aneka konten memasak di dapur, dan kini punya penghasilan puluhan juta per bulan dari konten Youtube-nya.

Ada juga channel Angger Pradesa yang kontennya berisi kehidupan di sawah perdesaan namun dengan view ratusan ribu, dan income jutaan juga. Lalu kita kenal juga mantan kuli pabrik, yang pandai main gitar, dan kemudian

37

channel-nya yang bernama Alip Ba Ta

diton-ton puluhan juta orang, dengan income lebih dari Rp 200 jutaan per bulan.

Mas Sibun, Mas Angger, Mbak Isa dan Kang Alip semuanya adalah orang yang tadinya berasal dari latar belakang kampung dengan kelas sosial menengah bawah. Mereka bukan “anak kota” dengan hape canggih namun tak pernah bisa hasilkan apa-apa.

Mereka adalah “orang proletar yang ber-sahaja” namun mampu memanfaatkan keajaib-an Youtube demi rezeki ykeajaib-ang melimpah dkeajaib-an barokah.

Pelajaran #3 : Yang Penting Skills, Bukan Ijasah S1

Sibun, Angger, Isa dan Alip tak ada yang lu-lusan S1. Semuanya hanya lulu-lusan SMA, bah-kan Sibun hanya lulusan SD saja. Namun me-reka punya skills berguna yang kemudian bisa dibagikan ke jutaan pemirsa melalui kekuatan ajaib Youtube.

Seseorang yang hanya lulusan SMA dengan

proven skills yang bisa diajarkan kepada

ba-nyak orang – mungkin jauh lebih berharga dibanding seseorang dengan selembar ijasah S1 atau bahkan S2 namun tak punya keahlian apa-apa.

Demikianlah, tiga pelajaran yang bisa dipetik dari kisah montir bengkel motor lulusan SD yang kini menjelma menjadi Youtuber dengan penghasilan Rp 50 juta/bulan.

Keajaiban platform Youtube ternyata bisa mengubah skills biasa-biasa saja dari seorang rakyat jelata, menjadi kekuatan income yang cetar membahana. (Anonim. Dishare Chanifudin di Grup WA Ikapmawi)

38

Siapa bilang tamat Madrasah Wathoniyah Islamiyah hanya bisa mengaji? Mba Salamah asal Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Ka-bupaten Banyumas punya banyak keterampilan setelah tamat MWI. Bisa membordir, mem-batik, mendesain kerudung, dan lain-lain. Keterampilan itu ia peroleh saat mondok di Asrama Putri. Di sore hari, wanita yang kini tinggal di Cilacap belajar aneka keterampilan khas putri kepada Mba Zahfatut Tarbiyah. Hasilnya, kini keterampilan itu dapat menjadi sumber mencari nafkah. Bahkan ia kerap diundang sebagai pelatih, baik di lingkungan RT, RW, desa, bahkan Dinas Perindagkop Kabupaten Cilacap.

40 Mba Salamah membuat Batik Rintang Warna saat membimbing siswa SMA Muhammadiyah 1 Cilacap.

41

Mengapa,

Dokumen terkait