• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahaya Gempabumi dan Tsunami di Kota Padang Ancaman atau bahaya bencana menurut Undang-

Dalam dokumen Pilot Survei Pengetahuan Sikap and Peril (Halaman 31-41)

Undang Nomor 24 tahun 2007 didefinisikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana sedangkan bahaya bencana alam merupakan sebuah peristiwa yang terjadi secara alami dan memiliki efek negatif pada manusia, bencana alam ada, dan akan selalu ada secara alami di bumi. Sebagai contoh bencana alam yang disebabkan oleh proses geologi yang disebut sebagai bencana geologi yaitu gempabumi, tsunami, letusan gunungapi, tanah longsor, dan adapula bahaya bencana yang disebabkan oleh faktor cuaca seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin puting beliung, dan gelombang pasang yang disebut sebagai bencana hidrometeorologi.

Kota Padang merupakan daerah yang memiliki tingkat rawan bencana alam tinggi, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu jenis bencana yang memiliki dampak paling besar adalah bencana gempabumi, sejarah kejadian bencana menunjukkan bahwa wilayah Kota Padang sering dilanda oleh gempabumi skala kecil (< 5 SR) ataupun gempabumi skala besar (> 5 SR) yang sering menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Sebaran titik pusat kejadian bencana gempabumi (epicenter) selama periode tahun 1900 – 2012 ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Pada tanggal 30 September 2009, gempabumi besar (7,6 SR) melanda Kota Padang di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dan menyebabkan lebih dari 300 korban jiwa. Gempabumi kedua berukuran 6,6 SR, yang disebut sebagai Gempabumi Jambi, melanda Provinsi Jambi di Sumatera bagian tengah pada tanggal 1 Oktober 2009, pukul 09.00, pusat gempabumi dilaporkan pada kedalaman 15 kilometer, sekitar 46 kilometer selatan- timur dari Sungai Penuh.

Gempabumi ini berhubungan dengan Sesar Besar Sumatera, terjadi di wilayah dengan populasi yang

tidak begitu banyak sehingga perhatian yang diberikan terhadap gempabumi ini kurang begitu besar dibandingkan dengan gempabumi Padang yang jauh lebih merusak.

Kerusakan yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat akibat gempabumi pada tanggal 30 September 2009 menunjukkan apa yang para ahli katakan tentang rendahnya kualitas konstruksi di wilayah rawan bencana gempabumi. Di ibukota provinsi, sekolah, toko-toko, hotel dan kantor pemerintah runtuh dan mengubur ratusan orang. Korban tewas resmi secara keseluruhan adalah lebih dari 1.100 orang. Salah satu daerah yang paling terkena dampak adalah Kabupaten Padang Pariaman yang terletak di utara Kota Padang. Gambar 2.6 menunjukkan lokasi pusat gempabumi tanggal 30 September 2009, yang berkekuatan 7,9 SR.

Menurut data dari pemerintah, sekitar 200.000 rumah dan 2.000 bangunan lainnya rusak, dengan kondisi setengah hancur. Dampak yang menghancurkan dari gempabumi 30 September 2009 telah banyak didokumentasikan. Memahami bahaya, keterpaparan dan kerentanan dapat mengidentifikasi faktor utama risiko bencana dalam masyarakat dan membantu dalam mengembangkan strategi yang sesuai untuk pengurangan risiko bencana.

Sedangkan dampak dari gempabumi 8.5 SR pada 11 April 2012 di Simelue, Aceh tercatat 10 orang meninggal dunia, korban luka 9 orang, 5 unit rumah rusak ringan, 1 perkantoran rusak ringan dan 1 jembatan rusak. Namun yang perlu dingat dari kejadian itu adalah proses evakuasi yang belum terstruktur, dimana masih banyaknya masyarakat yang evakuasi dengan membawa kendaraan pribadi sehingga menimbukan “high traffic’ disejumlah titik dan sangat membahayakan apabila tsunami benar terjadi. Hal lain yang perlu dicatat pula adalah sistem peringatan dini yang kurang

Gambar 2.6 Lokasi Pusat Gempabumi 30 September 2009

BNPB, BPS, UNFPA

1

6

Gambar 2.7 Peta Shakemap Epicentrum 11 April 2012 di Pulau Simelue, Aceh.

Rumah sakit Restu Ibu Padang rusak parah akibat gempabumi.

terkoordinasi dengan baik oleh instansi terkait. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat perilaku masyarakat yang kurang memahami proses evakuasi mandiri dan perlu solusi nyata dari pemerintah untuk merubah perilaku dan penambahan pengetahuan kesiapan masyarakat saat terjadi gempabumi yag berpotensi tsunami.

Pada akhir tahun 2012, BNPB melakukan kajian risiko bencana seluruh Indonesia yang meliputi pemetaan semua daerah bahaya, dan khususnya pemetaan zona bahaya gempabumi dan tsunami. Dalam rangka melakukan penilaian risiko bencana, BNPB mengikuti prosedur standar yang digunakan di negara lain yaitu risiko bencana alam berbanding lurus dengan bahaya (kemungkinan terjadi, intensitas, dan lain-lain), dan kerentanan (sosiodemografi, budaya, ekonomi, fisik, psikologis dan lingkungan), dan berbanding terbalik dengan kapasitas penduduk dan lembaga untuk menahan bahaya (kode bangunan, zona huni, peraturan, kapasitas kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan, pelatihan, dan tingkat kesiapan).

Gambar 2.8 menunjukkan peta bahaya gempabumi di wilayah Kota Padang, dimana terdapat dua kelas bahaya yaitu sedang dan tinggi. Kelas bahaya tinggi ditunjukkan dengan warna jingga sampai dengan merah, dimana pada wilayah tersebut juga dimungkinkan terjadinya tanah longsor atau gerakan tanah lainnya yang disebabkan oleh gempabumi. Kelas bahaya sedang ditunjukkan dengan warna kuning yang berada disepanjang garis pantai di wilayah Kota Padang.

Kelas bahaya gempabumi tinggi disebabkan wilayah tersebut memiliki nilai peak ground acceleration (PGA) yang tinggi yaitu 0,8-1,5 dan adanya sesar aktif yang sering disebut dengan Sesar Sumatera atau Sesar Semangko. Patahan ini memiliki panjang 1.900 km, sangat aktif dan berupa strike-slip atau sesar geser. Zona sesar ini membentang sepanjang sisi barat Pulau Sumatera, yang tentu saja, sering menimbulkan bahaya

seismik karena sesar ini melewati kawasan yang padat penduduk di dan sekitar zona sesar.

Patahan Sumatera ini sangat tersegmentasi, Gambar 2.9 menunjukkan sebaran sesar sumatera yang terdiri dari 20 segmen geometris yang didefinisikan utama, yang berkisar panjang dari sekitar 60 sampai 200 km. Panjang segmen ini dipengaruhi dimensi sumber gempabumi dan telah membagi menjadi patahan- patahan lebih pendek yang secara historis telah menyebabkan gempabumi dengan kekuatan antara 6,5 hingga 7,7 Mw. Kecepatan pergeseran yang tercatat disepanjang sesar arah barat laut ini sekitar 5 mm/ tahun, di sekitar Selat Sunda, dan memiliki kecepatan pergeseran hingga 27 mm/tahun di sekitar Danau Toba. Nilai-nilai besaran pergeseran ini yang memberikan data dasar kuantitatif untuk memperhitungkan rata- rata periode timbulnya gempa-gempa ini yang dapat diperhitungkan untuk memperkirakan perulangan gempabumi besar di setiap segmen. Segmen-segmen Patahan Sumatera atau Patahan Semangko yang telah bergerak menimbulkan gempa besar dalam tahun- tahun sebelumnya. Coba perhatikan, segmen-segmen yang bergerak tidak berurutan lokasinya (ditunjukkan dengan warna kuning pada gambar). Selain lokasi juga terjadinya gempa tidak memiliki selang waktu yang sama sehingga terlihat acak.

Sementara di wilayah pantai di Kota Padang sendiri memiliki tingkat bahaya gempabumi sedang karena pada wilayah ini tidak terdapat sesar aktif dan memiliki nilai PGA yang lebih rendah yaitu 0,7 – 0,8.

Berdasarkan peta bahaya gempabumi (Gambar 2.8) dapat terlihat bahwa seluruh wilayah Kota Padang terpapar oleh bahaya gempabumi. Dari 104 kelurahan yang ada, 89 kelurahan berada di wilayah bahaya sedang, dan 15 kelurahan di wilayah bahaya tinggi. Tabel 2.5 menunjukkan jumlah kelurahan dan luas wilayah yang termasuk dalam kategori bahaya tinggi dan sedang.

89 desa berada di wilayah bahaya sedang dan 115 di kelas bahaya tinggi.

Gambar 2.8 Peta Bahaya Gempabumi di Kota Padang Sumber : Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2012, BNPB

Gambar 2.9 Kejadian Bencana Gempabumi di Sesar Sumatera, Tahun 1900 - 2012 Sumber : Kementerian Riset dan Teknologi

Kecam at an

Luas Wilayah

( Ha)

Kelas Bahaya Sedang Kelas Bahaya Tinggi Luas ( Ha) Persen dari Luas Tot al Jum lah Desa Luas ( Ha) Persen dari Luas Tot al Jum lah Desa ( 1) ( 2) ( 3) ( 4) ( 5) ( 6) ( 7) ( 8)

Bungus Teluk Kabung 8.528 5.791 67,90 5 2.737 32,10 1

Koto Tangah 23.100 5.262 22,78 11 17.838 77,22 2 Kuranji 5.158 1.831 35,50 7 3.327 64,50 2 Lubuk Begalung 2.976 2.976 100,00 15 - 0,00 0 Lubuk Kilangan 8.289 449 5,42 2 7.840 94,58 5 Nanggalo 929 929 100,00 6 - 0,00 0 Padang Barat 546 546 100,00 10 - 0,00 0 Padang Selatan 1.393 1.393 100,00 12 - 0,00 0 Padang Timur 857 857 100,00 10 - 0,00 0 Padang Utara 822 822 100,00 7 - 0,00 0 Pauh 16.085 709 4,40 4 15.377 95,60 5 Tot al 68.684 21.565 31,40 89 47.119 68,60 15 Tabel 2.5

Luas Wilayah dan Jumlah Desa Terpapar Bahaya Gempabumi menurut Kecamatan dan Kelas Bahaya

Sumber : Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2012, BNPB

Dari Tabel 2.5 dapat diketahui bahwa sebesar 31,40 persen wilayah Kota Padang masuk dalam kategori bahaya sedang dan 68,60 persen masuk dalam bahaya tinggi. Wilayah Kecamatan Lubuk Begalung memiliki jumlah desa yang paling banyak masuk dalam kelas bahaya sedang yaitu sejumlah 15 desa, kecamatan lain yang juga memiliki jumlah desa yang cukup banyak masuk dalam kelas sedang yaitu Kecamatan Padang Selatan, Koto Tangah, Padang Barat, dan Padang Timur, dimana sebagian besar wilayah tersebut terletak di wilayah pantai yang merupakan pusat kegiatan bisnis di Kota Padang. Sementara untuk kelas bahaya tinggi, wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan dan Kecamatan Pauh memiliki jumlah desa sebanyak 5 desa. Meskipun dilihat dari persentase wilayah kelas bahaya tinggi cukup besar yaitu 47.119 Ha atau sebesar 68,60 persen dari wilayah Kota Padang namun sebagian besar wilayah bahaya tersebut berada di wilayah perbukitan yang berdekatan dengan sesar sumatera dimana wilayah

tersebut bukan wilayah padat penduduk ataupun pusat kegiatan di Kota Padang, sehingga apabila terjadi bencana gempabumi maka dampak yang ditimbulkan di wilayah bahaya sedang akan lebih besar dibandingkan di wilayah bahaya tinggi. Hal tersebut akan ditunjukkan dalam pembahasan selanjutnya yaitu kerentanan dan keterpaparan penduduk.

Selain bencana gempabumi, bencana lain yang berpotensi terjadi dan menimbulkan dampak yang besar di Kota Padang adalah bencana tsunami. Kota Padang merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam Kawasan Megathrust Mentawai. Kawasan Megathrust Mentawai adalah bagian dari zona penunjaman Sumatera yang merupakan pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Kawasan ini merupakan daerah yang memiliki tingkat seismisitas yang sangat tinggi dan menjadi sumber dari beberapa gempabumi besar dengan kekuatan lebih dari

Gambar 2.10 Peta Bahaya Tsunami Kota Padang Sumber : Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2012, BNPB

8 SR, bahkan hingga mencapai 9,3 SR dengan periode ulang ratusan tahun.

Dalam dua abad terakhir tercatat ada empat gempabumi besar yang terjadi di zona penunjaman Sumatera, yakni pada tahun 1833 dengan magnitudo 8,8–9,2 SR; pada tahun 1861 dengan magnitudo 8,3– 8,5 SR; pada tahun 2004 dengan magnitudo 9,0–9,3 SR, dan pada tahun 2005 dengan magnitudo 8,7 SR. Beberapa penelitian terakhir mengindikasikan bahwa segmen Mentawai dari Megathrust Sumatera kemungkinan besar akan mengalami peruntuhan (rupture) dalam beberapa dekade ke depan, karena energi yang tertumpuk di lokasi ini sudah terlalu besar. Peruntuhan pada zona penunjaman ini dapat memicu gempabumi besar yang berpotensi menimbulkan kerusakan parah di sebagian besar kota-kota di Pulau Sumatera dan memicu bencana tsunami. Bencana tsunami ini akan mengancam beberapa kabupaten/kota terutama di pesisir barat seperti Kota Sibolga, Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Bengkulu.

Berdasarkan peta bahaya tsunami yang dikeluarkan oleh BNPB, terdapat 3 kelas bahaya tsunami di Kota Padang, yaitu bahaya tinggi, sedang, dan rendah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10. Dari keseluruhan wilayah Kota Padang, sebesar 7.613 Ha atau 19,41 % wilayah Kota Padang masuk dalam wilayah bahaya tinggi. Meskipun kurang dari 20 % luas wilayah Kota Padang secara keseluruhan, akan tetapi jika kita perhatikan pada peta tampak wilayah kelas bahaya tinggi menutupi hampir sebagian besar wilayah pesisir pantai Kota Padang terutama di wilayah pusat-pusat penduduk dan aktifitas masyarakat seperti di wilayah Kecamatan Padang Selatan, Padang Utara, Koto Tangah dan Nanggalo. Sehingga dapat kita bayangkan dampak yang luar biasa jika bencana tsunami terjadi. Wilayah- wilayah yang tidak termasuk dalam bahaya tsunami pada umumnya merupakan wilayah yang memiliki topografi perbukitan seperti di wilayah Kecamatan Lubuk Begalung, Padang Selatan, dan sebagian besar wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Tabel 2.6 menunjukkan luasan area bahaya dan jumlah desa yang masuk dalam wilayah bahaya berdasarkan tingkatan tinggi, sedang, dan rendah.

Kecam at an Luas Wilayah ( Ha) Jum lah Desa Luas ( Ha) Persen dari Luas Tot al

( 1) ( 2) ( 3) ( 4) ( 5)

Bungus Teluk Kabung 8.528 5 699 8,20

Koto Tangah 23.100 12 4.161 18,01 Kuranji 2.175 2 253 11,63 Lubuk Begalung 1.242 1 21 1,69 Nanggalo 929 6 794 85,49 Padang Barat 546 10 522 95,66 Padang Selatan 1.260 8 253 20,08 Padang Timur 623 3 218 35,01 Padang Utara 822 7 692 84,19 Tot al 39.224 54 7.613 19,41 Tabel 2.6

Luas Wilayah dan Jumlah Desa Terpapar Bahaya Tsunami menurut Kecamatan dan Kelas Bahaya a. Kelas Bahaya Tinggi

Kecam at an Luas Wilayah ( Ha) Jum lah Desa Luas ( Ha) Persen dari Luas Tot al

( 1) ( 2) ( 3) ( 4) ( 5)

Bungus Teluk Kabung 8.528 1 185 2,17

Koto Tangah 23.100 1 79 0,34 Kuranji 2.175 2 154 7,08 Lubuk Begalung 1.242 3 72 5,80 Padang Selatan 1.260 1 49 3,89 Padang Timur 623 2 139 22,32 Tot al 36.928 10 678 1,86

Kecam at an Luas Wilayah ( Ha) Jum lah Desa Luas ( Ha) Persen dari Luas Tot al

( 1) ( 2) ( 3) ( 4) ( 5) Kuranji 2.175 2 36 1,66 Lubuk Begalung 1.242 3 24 1,93 Padang Selatan 1.260 2 65 5,16 Padang Timur 623 3 64 10,28 Tot al 5.300 10 189 3,56

Sumber : Hasil Kajian Risiko Bencana Tahun 2012, BNPB b. Kelas Bahaya Sedang

c. Kelas Bahaya Rendah

Apabila kita perhatikan Tabel 2.6 tampak bahwa kelas bahaya tinggi tsunami di Kota Padang lebih besar dibandingkan kelas bahaya sedang ataupun rendah, hal tersebut disebabkan topografi dari wilayah Kota Padang itu sendiri merupakan dataran yang landai dengan ketinggian berkisar antara 1 sampai dengan 10 m diatas permukaan laut, jarak terdekat dengan wilayah perbukitan bervariasi antara 5 – 10 km dari garis pantai.

Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa wilayah Kota Padang di mana pusat kota dan kegiatan penduduknya berada di wilayah pantai dengan topografi datar merupakan wilayah yang rawan bencana gempabumi dan tsunami yang dapat menimbulkan dampak bencana yang besar terhadap penduduk yang ada di wilayah tersebut.

Dalam dokumen Pilot Survei Pengetahuan Sikap and Peril (Halaman 31-41)