• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta dasar untuk bahaya tsunam

- Peta penutupan lahan - Peta topografi - Peta batimetri

3.5.1 Identifikasi karakteristik pantai dan pesisir

Struktur kajian dalam identifikasi karakteristik pantai meliputi kajian tipologi pesisir, mencakup liputan lahan dan bentuk lahan. Tipologi pesisir menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi bencana tsunami. Kajian tipologi pesisir menurut Suprajaka et al. (2005) ditetapkan dengan menggunakan tiga komponen yaitu abiotik (fisik), biotik (hayati) dan kultural (sosial-ekonomi). Identifikasi karakteristik pantai dilakukan dengan melakukan ekstraksi data spasial dari hasil interpretasi citra penginderaan jaut (Landsat TM), peta-peta dan data-data pendukung lainnya serta melakukan survei lapang. Ekstraksi data tersebut berupa pemetaan karakteristik daerah pantai dan pesisir Pangandaran yang meliputi :

1) Pemetaan topografi

Pemetaan topografi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data hasil survei lapang tim pemetaan Kabupaten Ciamis bersama GITEWS yang dituangkan pada peta dasar untuk bencana tsunami Kabupaten Ciamis. Data ini dikompilasikan dengan data topografi dari peta-peta yang tersedia. Identifikasi kenampakan topografi dimulai dengan melakukan proses digitasi. Langkah ini merupakan proses perubahan data ke dalam bentuk digital. Data hasil digitasi kemudian diinterpolasi (gridding) dengan interval 30 meter.

2) Pemetaan batimetri

Pemetaan batimetri menggunakan dua buah kelompok data yaitu peta batimetri Dishidros TNI-AL dan data batimetri ETOPO 1. Peta batimetri Dishidros TNI-AL digunakan untuk menggambarkan keadaan batimetri Pangandaran, sedangkan data batimetri ETOPO 1 digunakan untuk

menggambarkan keadaan batimetri perairan lepas pantai selatan Jawa. Pengolahan data batimetri Dishidros TNI-AL dilakukan dengan proses digitasi kemudian dilakukan interpolasi dengan interval 30 meter. Pengolahan data batimetri dari ETOPO 1 tidak dilakukan digitasi terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan data batimetri ETOPO 1 sudah berbentuk data numerik dalam format digital sehingga dapat langsung dilakukan interpolasi. Data batimetri ETOPO 1 diinterpolasi dengan interval 810 meter.

3) Pemetaan kemiringan daratan (slope)

Pemetaan kemiringan daratan (slope) dilakukan berdasarkan data topografi. Data kemiringan daratan merupakan data yang diturunkan dari data topografi. Penurunan data topografi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak

ArcGIS 9.3. Fungsi yang digunakan adalah surface analyst pada menu spatial analyst. Data topografi dijadikan masukan dalam algoritma matematis pada waktu

processing data. Algoritma tersebut dapat mengubah setiap nilai topografi menjadi sebuah nilai baru. Nilai baru inilah yang menggambarkan kemiringan lahan daratan. Satuan kemiringan daratan yang digunakan pada penelitian ini adalah dalam persentase (%).

4) Pemetaan jarak dari garis pantai dan jarak dari sungai

Pemetaan jarak dari garis pantai dan jarak dari sungai dilakukan dengan melakukan proses buffering melalui perangkat lunak ArcGIS 9.3. Proses buffering

dilakukan dengan menggunakan data spasial garis pantai dan kemudian diklasifikasikan berdasarkan matriks risiko tsunami. Data spasial garis pantai didapatkan dengan melakukan digitasi (digitize on screen) pada peta dasar Pangandaran. Pada penelitian ini pemetaan jarak dari pantai dilakukan dengan

teknik buffering sejauh 3000 m dari garis pantai sedangkan untuk pemetaan jarak dari sungai teknik buffering dilakukan sejauh 500 m dari sungai.

5) Pemetaan tata guna lahan dan ekosistem pesisir

Pemetaan tata guna lahan dan ekosistem pesisir dilakukan berdasarkan analisis melalui interpretasi citra satelit Landsat dan peta penutupan lahan dari Bappeda Kab. Ciamis. Pada penelitian ini dilakukan proses digitasi terhadap peta penutupan lahan untuk mendapatkan data digital penggunaan lahan serta

ekosistem pesisir. Hasil digitasi dari peta penutupan lahan tersebut kemudian di lengkapi dengan data hasil interpretasi citra satelit dan foto udara dari Google Earth. Keseluruhan hasil pengolahan tersebut kemudian divalidasi dengan data- data hasil survei lapang. Hal ini dilakukan untuk memastikan data hasil

pengolahan sesuai dengan kenampakan yang sebenarnya di lapangan.

Identifikasi ekosistem pantai dan pesisir difokuskan pada ekosistem yang berpengaruh terhadap limpasan gelombang tsunami. Ekosistem tersebut yaitu ekosistem mangrove dan terumbu karang. Kedua ekosistem ini dianalisis berdasarkan citra satelit Landsat dengan proses penajaman citra (Image Enhancement). Pengolahan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ER Mapper v.7.0. Metode yang digunakan dalam kajian vegatasi mangrove menggunakan komposit warna 453. Pada komposit tersebut mangrove akan teridentifikasi sebagai lahan yang berwarna merah tua. Hal ini karena klorofil dalam daun mengrove menyerap dengan kuat sinar merah dan memantulkan kuat sinar inframerah (Earth Observatory, 2007).

Identifikasi terumbu karang dilakukan dengan pendekatan algoritma

band ini diasumsikan memiliki penentrasi yang baik terhadap kolom air.

Persamaan algoritma Lyzenga dirumuskan sebagai berikut (Siregar et al., 1995) :

2 1 ln ln TM k k TM Y j i ... (11) dimana, Y = citra hasil ekstraksi; TM1 = band 1 Landsat TM; TM2 = band 1

Landsat TM; dan ki/kj = koefisien antenuasi (a) yang diperoleh dari :

1 2 a a dengan, 2 1 2 1 cov 2 var var TM TM ar TM TM a ... (12) 3.5.2 Identifikasi seismisitas

Kaitan kajian gempa bumi pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi gempa bumi sebagai pemicu terjadinya tsunami di wilayah penelitian (zona tsunamigenik). Menurut Galih dan Handayani (2007) aktifitas gempa bumi bisa ditinjau dari bermacam cara, diantaranya adalah dengan peta distribusi gempa bumi (peta seismisitas). Setiap gempa bumi melepaskan energi gelombang

seismik, sehingga kumpulan gempa bumi pada periode tertentu di suatu area merupakan suatu cara untuk menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi.

Identifikasi seismisitas pada penelitian ini dibangun berdasarkan katalog NEIC-USGS. Wilayah kajian identifikasi seismisitas di batasi pada koordinat 8o– 11o LS dan 107o– 110o BT. Data catatan gempa bumi meliputi semua gempa di kedalaman kurang dari 40 km (gempa dangkal) yang terjadi di daerah penelitian selama kurun waktu 1974 – Mei 2011.

Pendeskripsian wilayah tsunamigenik ditentukan dengan metode fraktal

Richter (Rohadi, 2006). Metode ini mengelompokan daerah studi menjadi tiga bagian yang lebih kecil dengan increment 1o (1o x 1o). Metode fraktal ditentukan berdasarkan hubungan antara jumlah kejadian gempa (N) dengan magnitude gempanya (m). Hubungan ini dijelaskan oleh persamaan yang dirumuskan oleh Guternberg dan Richter sebagai berikut (Rohadi, 2006) :

a m b

N) .

log( ... (13) dimana a dan b adalah parameter seismotektonik dan N adalah jumlah gempa bumi dengan magnitude lebih besar dari m. Setelah itu digunakan metode grafik dari Turcotte. Turcotte melakukan penurunan rumus sederhana sehingga didapat besaran dimensi fraktal (D) sebagai berikut (Galih dan Handayani, 2007) :

b

D 2. ... (14)