• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2.2 Mucuna bracteata

2.5 Bakteri Rhizobium dan Manfaatnya

Rhizobium merupakan bakteri yang bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan (Leguminosa) sehingga membentuk bintil akar yang mampu mengikat nitrogen bebas (Young dan Haukkan, 1996). Rhizobium termasuk kedalam famili Rhizobiaceae dan genus Rhizobium. Karakteristik Rhizobium secara makroskopis antara lain berwarna putih susu, tidak transparan, konveks, bentuk koloni sirkuler, diameter 2-4 mm jika diinkubasi 3-5 hari. Secara mikroskopis Rhizobium berbentuk batang, Gram negatif, dan memiliki flagella polar atau sub polar. Suhu optimumnya 18℃ - 26℃, dan pH optimum 5,0 (Surtiningsih et al., 2009). Selain dapat mengikat nitrogen bebas Rhizobium juga mampu menghasilkan fitohormon IAA, perlarut posfat, dan penghasil hormon giberelin (Novriani, 2011).

Proses pembentukan bintil akar meliputi beberapa tahapan : rekognisi yaitu suatu komunikasi kimiawi akar tanaman leguminosa sehingga Rhizobium membentuk benang infeksi melalui invaginasi dalam membran plasma. Setelah itu terjadi proses invasi yaitu masuknya Rhizobium menembus jaringan korteks akar. Sehingga menyebabkan sel korteks dan perisikel terbelah, lalu kantung yang mengandung bakteri Rhizobium memisah ke sel pada bagian korteks dari benang yang bercabang.

Pertumbuhan sel pada korteks dan perisikel kemudian membentuk bintil. Jaringan tanaman yang menghubungkan bintil dengan xilem dan floem kemudian berkembang untuk menyediakan zat-zat dari bintil ke xilem dan floem untuk kemudian didistribusikan ke seluruh bagian tanaman (Campbell et al., 2003).

Fungsi utama Rhizobium adalah memfiksasi N2 di atmosfer. Fiksasi nitrogen terjadi melalui beberapa proses yaitu pertama-tama nitrogen di udara (N2) diubah menjadi amonia (NH3) (Loveless, 1991). Didalam tanah amonia mengalami ionisasi menjadi NH4+ yang kemudian diserap oleh tumbuhan (Campbell et al., 2003).

Tumbuhan memperoleh nitrogen sebagian besar dalam bentun nitrat (NO3) dikarenakan nitrat memliki kemampuan mobilitas yang tinggi sehingga lebih mudah masuk ke akar tanaman (Tortora, 2001). Jumlah nitrogen yang ditambat oleh bakteri Rhizobium bervariasi tergantung strain ataupun jenis , tanaman inang, serta lingkungan tempat hidup dan ketersediaan unsur hara nitrogen. Karena sifatnya yang dapat menambatt nitrogen bebas diudara oleh Rhizobium banyak digunakan sebagai Biofertilizer sehingga memberikan keuntungan bagi tanaman (Hanum, 2011).

Penggunaan Rhizobium sebagai biofertilizer merupakan teknologi budidaya tanaman yang ramah lingkungan karena dapat mengurangi penggunaan pupuk sintetik yang dapat merusak lingkungan dan layak untuk digunakan untuk peningkatan produktivitas tanaman (Purwaningsih, 2015).

2.6 Kemampuan Antijamur Bakteri Rhizobium

Rhizobium dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen secara signifikan seperti Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia spp. dan Fusarium sp.

Proses penghambatan ini melalui beberapa mekanisme ataupun kombinasi mekanisme yang berbeda. Misalnya dengan menghasilkan antibiotik, produksi siderophore, induksi mekanisme pertahanan tanaman, dan menghasilkan enzim pengurai dinding sel misalnya kitinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel patogen dan juga kompetisi (Srinivasan, 2017).

Antibiotik yang diproduksi Rhizobium telah diketahui memainkan peranan penting dalam pengendalian penyakit. Sekresi antibiotik trifolitoxin oleh R.

Leguminosarum telah ditemukan untuk melindungi tanaman kedelai dari infeksi M.

Phaseolina. Efek penghambatan pada Rhizobium jenis lain juga dilaporkan disebabkan oleh produksi rhizobitoksin (Breil, 1996). HCN (Hidrogen Sianida) adalah suatu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme mempunyai efek merusak pada beberapa mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yang hidup di tanah (rhizosfer) diketahui melindungi tanaman inangnya melalui penghambatan

pertumbuhan patogen melalui produksi HCN. (Beuchamp et al., 1996) dan (Antoun et al., 1978). Hidrogen sianida merupakan senyawa yang dapat mengganggu kerja mitokondria pada sel sehingga menghambat sel untuk menghasilkan energi.

Bakteri Rhizobium dilaporkan juga menghasilkan Siderophore. Siderophore adalah senyawa pengkompleks Fe3+ atau penkhelat besi dan responsif untuk pelarutan serta pengangkutan elemen besi kedalam sel bakteri. Kelompok bakteri yang mampu menghasilkan siderophore menguntungkan bagi tanaman karena siderophore dapat menekan pertumbuhan patogen. Besi merupakan cofaktor atau elemen vital untuk aktivasi enzim. Hingga saat ini terdapat dua tipe siderophore yaitu Catecholat dan hydroxamat (Neilands dan Nakamura, 1991).

Mikroorganisme yang mampu memproduksi enzim kitinase disebut sebagai mikroorganisme kitinolitik. Enzim kitinase dapat melisiskan sel jamur. Mikroba menghasilkan enzim ini untuk menghidrolisis kitin pada sel jamur (Suryadi et al., 2013). Kitinase adalah enzim yang dapat menghidrolisa polimer pada kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin (Rostinawati, 2008).

Mikroorganisme mendegradasi kitin sehingga N-asetilglukosamin diambil untuk proses hidup bakteri. N-asetilglukosamin kemudian dimetabolisme hingga menghasilkan H2O, NH3, CO2, dan energi (Meata, 2014). Selain kitinase mekanisme antijamur juga terjadi karena dihasilkannya enzim β-1,3-glukanase yang menghidrolisis β-glukan pada dinding sel jamur (Shetty et al., 2009).

Glukanase adalah enzim dari golongan hidrolitik yang mampu menghidrolisis glukan. Glukan merupakan polimer linier dari karbohidrat yang tersusun atas monomer dari glukosa yang banyak terdapat pada dinding sel jamur (Budiarti et al., 2004). Hidrolisis glukan pada dinding sel jamur akan menyebabkan turunnya interitas dinding sel, sehingga jamur tidak berhasil menginfeksi tanaman (Shetty et al., 2009).

Pada jamur β-1,3-glukanase memiliki fungsi antara lain pada proses morfogenesis dan morfolitik selama diferensiasi dan perkembangan. Aktivitas senyawa antijamur β-1,3-glukanase terjadi dengan adanya kemampuan untuk menghidrolisa β-1,3-β-1,3-glukanase yang ada pada dinding sel jamur terutama pada bagian ujung hifa karena tempat tersebut merupakan tempat paling banyak glukan ditemukan sehingga kemudian dinding sel akan menjadi lemah, lisis, dan bahkan menyebabkan kematian jamur (Hjeljord dan Tronsmo 1998).

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2021. Lokasi penelitian di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Mucuna bracteata yang diperoleh dari perkebunan kelapa sawit Aek Pancur, Sumatera Utara, Jamur G.

boninense diperoleh dari koleksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Media-media pertumbuhan jamur yaitu Potato Dextrose Agar (PDA) dengan komposisi kentang (4g/L), dextrose (15 g/L), dan aquadest 1 L. Media pertumbuhan bakteri yaitu Nutrient Broth (NB ). Media YEMA (Yeast Extract Mannitol Agar) dengan komposisi:

Mannitol (10 g/L); dipotasium phosphate (K2HPO4.3H2O) (0,5 g/L) Magnesium Sulphate (MgSO4.7H2O) (0,2 g/L); Yeast extract (1 g/L); Sodium cholide (NaCl) 0,1 (g/L); agar (20 g/L) dan 1 L aquadest. Bahan bahan lainnya adalah L-triptofan, Reagen Salkowski untuk analisis IAA dengan komposisi 150 ml H2SO4, 250 ml aquadest dan 7,5 ml FeCl3.6H2O 0,5 M. Bahan lain yang digunakan untuk analisis IAA adalah Indole-3- Acetic Acid (IAA). Pewarna yang digunakan adalah congo red, bromothymol blue, kristal violet, safranin, dan iodine

3.3 Koleksi Bintil Akar dan Isolasi Rhizobium

Bintil akar dikoleksi dari tanaman M. bracteata yang tua. Sampel diambil dari akar M. bracteata pada tiga titik lokasi di perkebunan kelapa sawit Aek Pancur. Pada setiap titik diambil sebanyak tiga kali ulangan. bintil akar merupakan bagian yang menonjol pada akar. Pemilihan bintil akar untuk isolasi Rhizobium dilakukan menurut (Dini, 2020). Bintil akar yang diambil adalah yang berwarna merah muda hingga kecokelatan (Gambar 3.1). Bintil akar selanjutnya dibelah untuk melihat warna merah

muda hingga kecokelatan dibagian tengahnya. Bintil akar M. bracteata kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, dan terakhir dengan aquadest steril sambil di vortex selama satu menit selama tiga kali.

Bintil akar yang sudah bersih selanjutnya disterilisasi permukaan menggunakan larutan antiseptik konsentrasi 10% dengan cara divortex selama dua menit, kemudian bintil akar disterilkan menggunakan aquades steril dengan cara divortex selama satu menit. Bintil akar kemudian dipecah dan diambil 1 ose kemudian digoreskan pada cawan petri yang berisi media YEMA (Yeast Extract Mannitol Agar) dan diinkubasi pada suhu 35 °C selama 48 jam. Koloni yang paling dominan dipilih dan disubkultur ke media YEMA miring yang baru untuk dilakukan uji lebih lanjut (Saputra, 2014).

Gambar 3.1 Bintil Akar Mucuna Bracteata

3.4. Karakterisasi Rhizobium

Karakterisasi Rhizobium diawali dengan mengamati karakteristik morfologi secara makroskopis (bentuk, tepian, permukaan, elevasi, dan tekstur koloni) dan mikroskopis (pewarnaan Gram). Seleksi bakteri Rhizobium selanjutnya menggunakan medium selektif yaitu YEMA + Congo Red 0,25% dan YEMA +Bromothymol Blue (BTB) 1 %. Pada pengujian YEMA + CR, apabila koloni yang terbentuk tidak dapat menyerap warna merah berarti koloni tersebut adalah koloni Rhizobium. Sedangkan pada media YEMA+BTB , apabila isolat yang tumbuh berwarna kuning maka termasuk golongan Rhizobium (Dini, 2020).

3.5 Identifikasi Molekuler Rhizobium

Identifikasi bakteri dilakukan dengan cara mengirim isolat bakteri ke PT.

Genetika science Indonesia. Metode identifikasi bakteri dilakukan dengan menggunakan kit Quick-DNA Fungal/Bacterial Miniprep (Zymo Research, D6005) dan amplifikasi PCR dengan (2x) My Taq HS Red Mix (Bioline, BIO-25048). Primer yang digunakan adalah primer 27 F dan 1492 R. Sekuens yang telah diperoleh kemudian di BLAST menggunakan website NCBI untuk mengetahui persentase kemiripan genetik dengan Rhizobium. Setelah itu, dilakukan Multiple Sequence Alignment (MSA) menggunakan metode ClustalW pada aplikasi Bioedit. Setelah disejajarkan sekuens yang diperoleh kemudian dibuat pohon filogenetiknya dengan menggunakan fitur Neighbor Joining Tree pada aplikasi Mega 11.

3.6 Kemampuan Antagonis Rhizobium Terhadap Ganoderma boninense Uji kemampuan antagonis Rhizobium terhadap G. boninense dilakukan menggunakan metode dual culture. Jamur G. boninense ditumbuhkan pada media PDA+Yeast extract 1% dan ditempatkan pada bagian tengah petri. Isolat bakteri Rhizobium diletakkan pada sisi kanan dan kiri jamur G. boninense dengan jarak ±3cm dari tengah petri dan diinkubasi pada suhu ± 28 °C selama 5 hari. Persentase hambatan pertumbuhan miselium yang terbentuk diukur menggunakan rumus menurut Yurnaliza et al., (2014) yaitu:

% CGI = R1-R2 x 100%

R1

Keterangan: CGI : Colony Growth Inhibition (Hambatan pertumbuhan miselium Gboninense).

R1 : Jari-jari koloni jamur patogen yang berlawanan arah dengan bakteri.

R2 : Jari-jari koloni jamur patogen menuju ke bakteri.

3.7 Mekanisme Antagonis Bakteri Rhizobium

Kemampuan antagonis bakteri Rhizobium dalam menghambat pertumbuhan jamur G. boninense dapat dilihat dari kemampuan memproduksi senyawa antijamur, kitinolitik, dan glukanolitik.

3.7.1 Kemampuan Produksi Senyawa Antijamur

Produksi senyawa antijamur dari Rhizobium dilakukan dengan dimasukkan suspensi sebanyak 10 ml (konsentrasi setara dengan larutan McFarland 0,5) kedalam 100 ml media YEM (Yeast Extract Mannitol) lalu diinkubasi pada suhu ± 28 °C selama 2 hari dan diguncang dengan orbital shaker dengan kecepatan 110 rpm. Isolasi senyawa antijamur dilakukan dengan cara memasukkan kedalam kultur bakteri sebanyak 10 ml larutan etil asetat dan diguncang selama ± 10 menit kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan cairan. Penambahan etil asetat diulangi sebanyak 2 kali. Larutan hasil ekstraksi etil asetat kemudian diuapkan hingga terbentuk ekstrak kering.

Ekstrak etil asetat kering kemudian dilarutkan dengan dimethyl sulfoxide (DMSO) dengan perbandingan 1:1 (berat ekstrak kering : DMSO). Konsentrasi ekstrak dalam pelarut DMSO adalah 50%. Sebanyak 30µl ekstrak diteteskan pada kertas cakram steril yang sudah diletakkan pada sisi bagian luar jamur G. boninense yang sudah ditumbuhkan pada media PDA dalam waktu 3 hari dengan kontrol kertas cakram yang berisi larutan DMSO tanpa penambahan ekstrak.

Persentase hambatan pertumbuhan miselium diukur setelah 24 jam dengan rumus:

% CGI = R1-R2 x 100%

R1

Keterangan: CGI : Colony Growth Inhibition (Hambatan pertumbuhan miselium Ganoderma boninense).

Produksi Kitinase secara kualitatif dilakukan menggunakan prosedur Soeka et al., (2011), dengan memodifikasi komposisi media dengan mengganti pepton dengan koloidal kitin. Sebanyak 1 ose bakteri diinokulasikan pada media kitin agar kemudian diinkubasi pada suhu ± 28 °C selama 5 hari. Indeks kitinolitik ditentukan dengan membandingkan diameter zona bening yang tebentuk pada sekeliling bakteri dengan diameter koloni bakteri yang terbentuk.

3.7.3 Kemampuan Glukanolitik

Bakteri ditumbuhkan pada media glukan agar yang mengandung laminarin 1%.

Media glukan yang telah dituang kedalam cawan petri dan ditunggu hingga memadat.

Satu ose isolat bakteri Rhizobium diinokulasikan pada medium glukan agar diinkubasi pada suhu ± 28 °C selama 48 jam. Kemudian permukaan media ditetesi congo red 0,1% dan diinkubasi kembali selama 5 menit didalam ruangan yang gelap. Permukaan media kemudian dibilas dengan larutan NaCl 1M (Purba, 2018). Zona bening yang terbentuk kemudian diukur dan ditentukan aktivitas glukanolitik dengan rumus:

IG = DZB-DK DK Keterangan: IG : Indeks Glukanolitik

DZB : Diameter Zona Bening DK : Diameter Koloni 3.8 Produksi Indole-3-Acetic Acid (IAA)

Uji IAA dilakukan dengan metode Datta dan Basu (2000). Sebanyak 10 ml inokulum bakteri yang kerapatan selnya sesuai dengan larutan McFarland 0,5 dimasukkan kedalam 100 ml media YEM (Yeast Extract Mannitol) yang telah ditambahkan L-triptophan sebanyak 0,1 gram. lalu diinkubasi pada suhu ± 28 °C selama 2 hari menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 110 rpm. Selanjutnya sebanyak 5 ml cairan kultur disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 7000 rpm. Kadar IAA yang dihasilkan diukur dengan metode Salkowski. Sebanyak 1 ml supernatan ditambahkan dengan 4 ml reagen salkowski (150 ml H2SO4, 250 ml aquades steril dan 7,5 ml FeCL3.6H2O 0,5 M) dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Campuran reaksi diinkubasi pada ruang gelap selama 1 hari dan selanjutnya diamati perubahan warna yang terjadi. Jika sampel berwarna merah mengindikasikan bahwa isolat mampu menghasilkan IAA. Perubahan warna yang terbentuk selanjutnya diukur dengan spektrofotomentri pada panjang gelombang 520 nm. Kadar IAA yang dihasilkan dari sampel ditentukan dengan mengkalibrasi nilai absorbansi yang dihasilkan dari kurva standar IAA murni pada konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Bakteri Rhizobium

Hasil isolasi bakteri Rhizobium dari bintil akar M. bracteata dengan menggunakan medium Yeast Extract Mannitol Agar (YEMA) diperoleh sebanyak 9 isolat bakteri dalam kultur murni.

4.1.1 Karakter Morfologi

Karakter morfologi koloni dari 9 isolat bakteri yang diperoleh bervariasi baik bentuk, tepian, elevasi, warna, dan tekstur. Dari karakter koloni tersebut kemungkinan besar yang merupakan bakteri Rhizobium adalah isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 (Tabel 4.1). Karena memiliki bentuk circular, tepian entire, elevasi flat dengan tekstur mucoid dan berwarna putih.

Tabel 4.1 Karakteristik Morfologi Koloni dari Bintil Akar Mucuna bracteata.

No. Kode Isolat Bentuk Tepian Elevasi Warna

*MB: Mucuna bracteata, AP: Aek Pancur

Karakter morfologi koloni Rhizobium dapat dijadikan sebagai pembeda dengan koloni yang bukan Rhizobium. Menurut Heliati (2003) bahwa koloni Rhizobium dalam skala laboratorium berbentuk cembung hingga circular, warna putih susu dengan tekstur yang lengket. Sementara itu, Sutriningsih et al., (2009) menambahkan bahwa

karakteristik makroskopik Rhizobium adalah warna putih, tidak transparan dengan bentuk koloni sirkuler, convex atau semitransparan. Menurut Sari et al., (2018) pada media miring Rhizobium menunjukkan koloni yang berwarna putih susu, tidak bisa ditembus oleh cahaya, memiliki bentuk circular dengan permukaan yang halus dan mengkilap dengan tepian berbentuk entire.

Umumnya Rhizobium menghasilkan lendir. Menurut Fuhrman (1990) Rhizobium menghasilkan lendir yang banyak, hal ini disebabkan oleh produksi EPS (Eksopolisakarida) yang tinggi. EPS berfungsi untuk meningkatkan viskositas sel, melindungi sel bakteri dari pengaruh lingkungan, serta berperan dalam proses pelekatan Rhizobium pada rambut akar tanaman.

4.1.2 Pewarnaan Gram Bakteri

Hasil pewarnaan Gram dari 9 isolat bakteri yang diisolasi dari bintil akar tanaman M. bracteata diperoleh sebanyak 3 isolat memiliki bentuk sel basil dengan sifat Gram negatif dan 6 isolat lainnya berbentuk coccus dengan sifat Gram positif (Tabel 4.2). Dari ke 9 bakteri tersebut, kemungkinan besar yang merupakan jenis Rhizobium adalah isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 karena umumnya bakteri Rhizobium memiliki bentuk basil dengan sifat Gram negatif. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Purwaningsih (2004) yang mengisolasi Rhizobium dari tanah Wamena dan Saputra (2014) yang mengisolasi Rhizobium dari Akar tanaman Alfafa (Medicago sativa L.).

Tabel 4.2 Bentuk Sel Bakteri dan Sifat Pewarnaan Gram dari Bakteri Isolat Bintil Akar Tanaman M. bracteata.

*MB: Mucuna bracteata, AP: Aek Pancur

Pada bintil akar tanaman tidak hanya terdapat bakteri Rhizobium. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Gonnerman (1894) dan Beijenrick (1888) dalam Fred et al., (1932). yang menemukan beberapa pesies bakteri pada bintil akar yaitu bakteri Bacillus fluorescens, Bacillus tuberigenus, Micrococcus tuberigenus, Bacillus luteo-albus, Bacillus agglomerans, dan Bacillus trimethylamin.

4.1.3 Karakter Isolat pada Medium Selektif

Karakterisasi bakteri Rhizobium juga dilakukan dengan menumbuhkannya pada medium selektif yaitu YEMA+CR dan YEMA+BTB. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa terdapat variasi warna koloni putih dan merah pada medium YEMA+CR. Sementara bakteri yang tumbuh pada medium YEMA+BTB semuanya menunjukkan warna kuning (Tabel 4.3)

Tabel 4.3 Karakter Pertumbuhan Bakteri Isolat Bintil Akar Mucuna bracteata Pada Medium Selektif YEMA+CR dan YEMA+BTB Waktu

*MB: Mucuna bracteata, AP: Aek Pancur

Berdasarkan warna medium pertumbuhan pada medium selektif ini, isolat bakteri yang menunjukkan ciri positif Genus Rhizobium adalah yang memiliki morfologi koloni berwarna putih pada medium YEMA + Congo Red. Menurut Soekartadiredja (1992) ciri-ciri bakteri Rhizobium adalah tidak menyerap warna merah pada media YEMA + Congo Red sehingga koloni yang tumbuh akan berwarna putih . Berdasarkan (Tabel 4.3) isolat dengan kode MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 tidak menyerap warna merah (berwarna putih) pada media yang mengindikasikan bahwa

ketiga isolat tersebut merupakan bakteri Rhizobium. Hal ini juga didukung oleh penelitian Shetta et al., (2011) yang menyatakan bahwa seluruh isolat Rhizobium yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Congo Red tidak menyerap warna merah.

Koloni bakteri berwarna merah dan putih (Gambar 4.1)

Gambar 4.1 Koloni bakteri pada media YEMA+CR selama 48 jam dengan suhu ±28 °C .

Pengamatan koloni bakteri pada medium YEMA+BTB juga mengindikasikan bahwa isolat bakteri MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 merupakan Rhizobium karena mrnghasilkan koloni berwarna kuning meskipun isolat lainnya juga berwarna kuning.

Hal ini menandakan bahwa semua isolat merupakan kelompok bakteri dengan pertumbuhan yang cepat (fast growing). Menurut Purwaningsih (2009) pada media YEMA+BTB adalah medium selektif untuk membedakan kecepatan pertumbuhan bakteri. Isolat yang tumbuh pada medium YEMA+BTB akan berwarna kuning atau biru. Perubahan warna koloni menjadi kuning dikarenakan adanya produksi asam oleh mikroorganisme (Shetta et al., 2011).

Warna biru menandakan bahwa bakteri yang diperoleh merupakan bakteri yang pertumbuhannya lambat (slow growing). Sementara itu koloni yang berwarna kuning merupakan bakteri yang pertumbuhannya cepat (fast growing). Menurut Purwaningsih (2002) isolat yang berwarna biru menunjukkan reaksi basa, sementara isolat yang berwarna kuning menunjukkan reaksi asam. Menurut Segiman (2005) dan Kaur et al. (2012) Pada jenis Bradyrhizobium jika ditumbuhkan pada media YEMA+BTB akan menghasilkan koloni berwana biru karena kelompok bakteri ini merupakan bakteri yang pertumbuhannya lambat (slow growing). Koloni bakteri yang berwarna kuning (Gambar 4.2). Selain sebagai indikator pH bromothymol blue biasanya juga digunakan sebagai indikator respirasi serta fotosintesis,

Gambar 4.2 Koloni bakteri berwarna kuning pada media YEMA+BTB selama 48 jam dengan suhu ±28 °C .

4.2 Identifikasi Molekuler Rhizobium

Hasil visualisasi elektroforesis sekuens yang diperoleh dapat dilihat pada (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Visualisasi hasil amplifikasi gen 16s rRNA isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 pada konsentrasi 1% gel agarose.

Hasil elektroforesis gen 16s rRNA menunjukkan bahwa isolat MB1AP1 memiliki panjang DNA sekitar 576 bp, isolat MB2AP1 577 bp, dan isolat MB3AP2 memiliki panjang DNA sekitar 495 bp. Hasil BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) sekuen DNA isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 menunjukkan bahwa ketiga isolat yang diperoleh memiliki tingkat kemiripan 98,24%, 97,88%, dan 97,77%

dengan spesies Rhizobium sp. Strain J007 dari Gene Bank menggunakan website NCBI (National Centre for Biotechnology Information) (Tabel 4.4 - 4.6).

Marker MB1AP1 MB2AP1 MB3AP2

Tabel 4.4 BlastN Isolat MB1AP1

Tabel 4.5 BlastN isolat MB2AP1

No. Description Max

Tabel 4.6 BlastN isolat MB3AP2

Hasil BlastN menunjukkan bahwa sekuen isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 memiliki persentase kesamaan sekuens yang tinggi dengan jenis Rhizobium sp. Strain J007. Hal ini dapat dilihat pada nilai Per. Ident (Percent Identity) , dimana nilai Per. ident merupakan nilai yang menunjukkan kesamaan antar sekuen yang dimiliki dengan sekuen target. Menurut Bagus et al. (2019). Nilai Per Ident 99%

mengindikasikan bahwa isolat merupakan spesies yang sama. Jika nilai Per Ident lebih kecil dari 97% maka isolat yang diperoleh berasal dari genus yang sama. Sedangkan jika nilai Per Ident bernilai 83-93% menunjukkan bahwa isolat berasal dari famili yang berbeda.

Query coverage adalah persentasi dari panjang nukleotida yang selaras dengan database yang terdapat pada BLAST. Max identitiy adalah nilai tertinggi dari persentasi identitas atau kecocokan antara sekuen query dengan sekuen database yang tersejajarkan. Sementara itu, score adalah jumlah keselarasan semua segmen dari urutan database yang cocok (Miller 1990). 10 sekuens Rhizobium dengan jenis yang berbeda. Kemudian, pohon filogenetik digunakan untuk melihat kedekatan kekerabatan dengan ketiga isolat yang telah diperoleh (Gambar 4.4).

Gambar 4.4 Pohon filogenetika berdasarkan perbandingan sekuens 16S rRNA

Hasil dari pohon filogenetika menunjukkan bahwa isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 dekat kekerabatannya dengan Rhizobium sp. Strain J007. Tetapi kemungkinan besar adalah jenis Rhizobium leguminosarum. Bakteri Rhizobium leguminosarum adalah bakteri yang memang ditemukan pada tanaman M. bracteata sesuai dengan penelitian Salwani et al., (2012) yang meneliti dan mengidentifikasi bakteri yang bersimbiosis dengan M, bracteata. Pohon Filogenetik dibuat untuk melihat kekerabatan antara isolat MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2 dengan strain-strain Rhizobium yang diduga memiliki tingkat kemiripan berdasarkan urutan basa nukleotidanya. Menurut Claverie dan Notredame (2007). Filogenetik merupakan filogeni yang sesungguhnya membandingkan gen-gen yang ekuivalen yang datang dari beberapa spesies untuk merekontruksi pohon kehidupan (genealogic tree) dari spesies-spesies ini dan mengetahui siapa yang relatif berkerabat dengan yang lain.

Tujuan filogeni adalah untuk mengetahui kekerabatan suatu individu dengan individu lainnya dan menjelaskan keragaman makhluk hidup. Pada saat ini dari genus Rhizobium sudah ditemukan sekitar 98 spesies Rhizobium pada inang yang

berbeda-MB1AP1 MB2AP1 MB3AP2

beda. Hal ini sesuai dengan penelitian Shamseldin et al., (2017). Yang mengklasifikasikan bakteri pengikat nitrogen yang berasosiasi dengan kacang-kacangan.

4.3 Seleksi Kemampuan Antagonis Rhizobium Terhadap G. boninense

Hasil uji antagonis dari 3 bakteri Rhizobium MB1AP1, MB2AP1, dan MB3AP2. menunjukkan bahwa ketiga bakteri dapat menghambat pertumbuhan miselium G. boninense (Tabel 4.7) dengan persentase HPM berkisar antara 43,44-66,7%. Rhizobium dengan persentase hambatan terbesar yaitu MB3AP2 dengan hambatan 66,7 % sementara Rhizobium MB1AP1 menghasilkan persentase hambatan terkecil dengan persentase hambatan 43,33%

boninense maka akan terlihat adanya zona hambat diantara keduaya. Hambatan yang

boninense maka akan terlihat adanya zona hambat diantara keduaya. Hambatan yang

Dokumen terkait