• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banjir Terus Melanda Indonesia

Dalam dokumen Pertanyaan Tingkat Tinggi dan Lembar Kerja (Halaman 66-70)

Banyak sekali permasalahan banjir di Indonesia yang perlu dikaji secara mendalam. Misalnya, banjir Sungai Citarum pada tahun 2000. Masalahnya, banjir yang diikuti tanah longsor seperti yang terjadi di berbagai daerah di Aceh, Lampung, Jakarta, Bandung, Cilacap, Purwokerto, Kebumen, Gorontalo, tidak cukup hanya diratapi bersama sebagai bencana alam. Juga tidak cukup bila hanya dengan mengkambinghitamkan hujan deras sebagai penyebab tunggal. Seluruh faktor penyebab banjir harus diungkap dan jalan pemecahannya perlu dicari agar dapat diatasi secara serius.

Sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu, faktor hujan, faktor hancurnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata wilayah serta pembangunan sarana prasarana.

Faktor hujan

Hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan mengakibatkan banjir. Begitu pula sebaliknya. Terjadi atau tidaknya banjir justru sangat tergantung dari keempat faktor penyebab lainnya karena secara statistik hujan sekarang ini merupakan pengulangan belaka dari hujan yang telah terjadi di masa lalu. Hujan sejak jutaan tahun yang lalu berinteraksi dengan faktor ekologi, geologi, vulkanik mengukir permukaan bumi menghasilkan lembah, sungai, danau, cekungan serta sungai dan bantarannya. Permukaan bumi ini kemudian memperlihatkan secara jelas lokasi-lokasi rawan banjir yang perlu diwaspadai.

Penanggulangan banjir dari faktor hujan ini sangat sulit, bahkan mustahil, karena hujan adalah faktor ekstern yang digerakkan oleh iklim makro/global. Usaha yang bisa dilakukan adalah menjauhkan pemukiman, industri dan pusat pertumbuhan lainnya dari daerah banjir yang sudah secara historis dipetakan oleh hujan. Untuk mengurangi kerugian banjir akibat hujan, bisa dikembangkan fungsi peringatan dini. Caranya dengan mengukur tinggi hujan di berbagai tempat, lalu dibuat kurva hubungan antara curah hujan (tinggi hujan) dengan tinggi permukaan air sungai yang akan naik. Dengan peringatan ini masyarakat di kawasan banjir bisa mendapat informasi lebih dini.

159 Literasi Lintas Kurikulum: Bahasa Indonesia

Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

UNIT 8a

Faktor DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Perubahan tata guna lahan, misalnya dari hutan dijadikan perumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ter-sebut berkurang secara drastis.

Seluruh air hujan akan dilepaskan DAS ke arah hilir. Sebaliknya semakin besar retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan (diretensi) dan secara perlahan-lahan dialirkan ke sungai hingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS adalah konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil.

Retensi DAS dapat ditingkatkan dengan program penghijauan yang menyeluruh baik di perkotaan, pedesaan, atau kawasan lain. Mengaktifkan reservoar-reservoar alamiah, pembuatan resapan-resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat mengakibatkan sulitnya air hujan meresap ke tanah.

Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir. Untuk hal ini perlu kesadaran seluruh masyarakat terhadap pentingnya DAS melalui proses pembelajaran sosial yang intensif dan terus-menerus.

Kesalahan pembangunan

Di seluruh dunia pola penanggulangan banjir serta longsor sejak abad ke-16 hingga akhir abad ke-20 sebenarnya hampir sama, yaitu dengan pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding, dan pengerasan tampang sungai. Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini juga mengalami hal serupa. Intinya adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnya dikuras ke hilir, tanpa memperhitungkan banjir yang akan terjadi di hilir. Pola pelurusan dan sudetan seperti di atas jelas mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Jika tampang sungai di tempat tersebut tidak mencukupi maka akan terjadi peluapan ke bagian bantaran. Jika bantaran sungai tidak cukup, bahkan mungkin telah penuh dengan rumah-rumah penduduk, maka akan terjadi penggelembungan atau pelebaran aliran. Akibatnya areal banjir semakin melebar atau bahkan alirannya berpindah arah.

160 Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

Literasi Lintas Kurikulum: Bahasa Indonesia

UNIT 8a

Pelurusan dan sudetan sungai pada hakikatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya. Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakikatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru di tempat lain di bagian hilirnya.

Oleh karena itu, pola penanganan banjir di Indonesia memasuki abad ke-21 ini tidak lagi dengan cara-cara tersebut, namun dengan menggunakan prinsip integralistik yaitu One River-One Plant and One Intergrated Management. Dengan prinsip ini maka banjir juga harus dibagi secara integral sepanjang sungai menjadi banjir kecil-kecil, guna menghindari banjir besar yang destruktif di suatu tempat tertentu.

Perlu dikembangkan juga prinsip Let River be Natural River. Implikasinya dalam penanggulangan banjir adalah justru sungai alamiah yang bermeander, bervegetasi lebat, dan memiliki retensi alur tinggi, yang perlu dijaga kelestariannya. Sebab, hanya ini yang mempunyai retensi tinggi terhadap banjir.

Pendangkalan

Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor penting dalam kejadian banjir. Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan penampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap.

Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan (sedimentasi) terus-menerus, terutama di bagian hilir sungai. Proses sedimentasi di bagian hilir ini dapat disebabkan oleh erosi intensif di bagian hulu. Erosi ini selain merupakan akibat dari rusaknya DAS bagian hulu hingga tanahnya mudah tererosi, juga karena pelurusan sungai dan sudetan, yang dapat mendorong peningkatan erosi di bagian hulu.

Material tererosi ini akan terbawa aliran dan lambat laun diendapkan di hilir hingga menyebabkan pendangkalan di hilir. Masalah pendangkalan sungai sudah sangat serius dan ditemukan di hampir seluruh daerah hilir/muara di Indonesia.

Untuk itu perlu segera disosialisasikan perbaikan DAS dengan pelarangan penjarahan hutan dan penghentian HPH serta peninjauan kembali proyek-proyek pelurusan dan sudetan-sudetan yang tidak perlu.

Pendangkalan sungai juga dapat diakibatkan oleh akumulasi endapan sampah yang dibuang masyarakat ke sungai. Sampah domestik yang dibuang warga masyarakat ke sungai terutama di kota-kota besar akan berakibat terjadinya pendangkalan dan penutupan alur sungai sehingga aliran air tertahan dan akhirnya sungai meluap.

Berbagai penelitian sungai di Indonesia mencatat bahwa setiap sungai yang melintasi kawasan pemukiman di samping kualitasnya sangat buruk juga kandungan sampahnya tinggi. Maka sudah sangat mendesak untuk mengadakan sosialisasi peraturan pelarangan

161 Literasi Lintas Kurikulum: Bahasa Indonesia

Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

UNIT 8a

dan sanksi pembuangan sampah di sungai bahkan jika perlu dibentuk polisi sungai yang bertugas menjaga lingkungan sungai secara profesional.

Tata wilayah

Kesalahan fatal yang sering dijumpai dalam perencanaan tata wilayah adalah penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan banjir. Terlebih lagi perkembangan tata wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan, sehingga mengarah ke daerah banjir.

Sebagai contoh, banyak sekali perumahan baru yang dibangun di daerah bantaran dan tebing sungai yang rawan banjir dan longsor. Demikian juga banyak terjadi pembangunan jalan tol, jalan provinsi, tanggul, dan saluran drainasi, yang justru dapat menyebabkan terjadinya banjir di kawasan tertentu karena salah dalam perencanaannya. Air jadi tertahan, tidak bisa lancar mengalir atau semua air mengalir menuju kawasan tertentu sehingga terjadi banjir.

Penyelesaian masalah itu tidak bisa digeneralisasi. Diperlukan semakin banyak orang yang ahli atau tahu mengenai banjir baik yang berskala mikro maupun makro, untuk merencanakan pembangunan tanpa menimbulkan banjir.

Kelima faktor tersebut secara integral perlu diperhatikan serius oleh seluruh ahli banjir di Indonesia guna menghindari dan menanggulangi banjir secara integral. Ironis juga rasanya, kalau negara Indonesia yang kaya akan masalah banjir tidak kaya ahli banjir. Apa justru karena Indonesia tidak kaya ahli banjir maka sering kebanjiran?

(Dr Ing Agus Maryono, dosen Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Bidang Hidro, UGM. Peneliti masalah sungai, lingkungan, dan eko-hidraulik)

162 Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II

Literasi Lintas Kurikulum: Bahasa Indonesia

UNIT 8a

L

LeemmbbaarrKKeerrjjaaPPeesseerrttaa 88aa..33aa

T

Teekkss MMaassaallaahh SSoossiiaall:: GGeeppeenngg

Teks 1:

Dalam dokumen Pertanyaan Tingkat Tinggi dan Lembar Kerja (Halaman 66-70)