• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

H. Bank Sebagai Penjamin Likuiditas

Titik awalnya adalah peran bank dalam menyediakan jaminan likuiditas. Bank mengumpulkan dana dari masyarakat dan menginvestasikannya dalam aset jangka panjang dan likuid, seperti pembiayaan (Aspachs, 2005:4). Likuiditas merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh bank. Bank yang salah satu fungsinya adalah sebagai institusi penyimpanan dana masyarakat (pools of liquidity) menjamin jaminan ketersediaan likuiditas bagi para deposannya, jaminan ketersediaan likuiditas yang diberikan berupa penarikan dana yang disimpan setiap saat. Atas dasar the law of large numbers, dana yang disediakan untuk bisa ditarik setiap saat tidaklah sejumlah total dana yang disimpan masyarakat dari total jumlah dana simpanan tersebut.

29 When a liquidity deficit arises, the bank can usually borrow funds from any of the following sources (Rose, 2002).

Hal penting bagi bank adalah menjalankan sesuai kepentingan para deposan. Deposan memiliki kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk kepentingan jangka pendek mereka menyimpan dananya di bank, sedangkan untuk kepentingan jangka panjang mereka melakukan investasi, baik melalui lembaga keuangan maupun tidak, dengan harapan ada return yang lebih baik dari pada hanya menyimpan uangnya di bank. Pada sisi lain, pembiayaan pada umumnya tidak dapat dicairkan setiap saat. Pembiayaan juga tidak mudah untuk dijual dalam waktu cepat karena adanya informasi penilaian yang biasanya hanya dimiliki oleh bank yang mencairkan pembiayaan awal. Dikarenakan alasan-alasan inilah bank menjadi sangat rentan terhadap guncangan likuiditas yang terutama timbul dari sisi pasiva neraca. Apabila terjadi penarikan dana deposan dalam jumlah besar, bank harus melikuidasi asetnya yang tidak likuid. Likuidasi ini akan mengakibatkan kerugian bank akibatnya pencairan aset tidak likuid mengakibatkan kehilangan nilai, maka kekurangan likuiditas ini akan menjadi masalah Solvency bagi bank (Aspachs, 2005:4).

The traditional way to measure a bank’s liquidity position was to look at static liquidity ratios, trying to increase liquidity needs and liquidity sources. For example, a bank would separate its assets into liquid (easily convertible into cash without appreciable loss) and non liquid components. (Hempel, 1994).

30

I. Likuiditas Bank Syariah

Masalah pengelolaan likuiditas adalah masalah yang penting dalam hal operasional bank sehari-hari. Kelebihan likuiditas akan mengakibatkan bank mengorbankan profitabilitasnya. Sementara kekurangan likuiditas akan mengakibatkan kerugian bagi bank karena tidak dapat memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhinya sehingga akan menyulitkan bank itu sendiri. Seperti yang diungkapkan Dewatripoint (1999:110) bank akan menghadapi masalah bank runs phenomenon ketika tidak mampu memenuhi permintaan penarikan dana dari depositornya, pada keadaan tersebut bank menghadapi dilema apakah harus menginvestasikan dalam jangka pendek dan tidak menggunakan fungsi transformasi asetnya yang bersifat inefisiensi. Atau menghadapi bank runs ketika menginvestasikan dalam aset jangka panjang yang likuid. Dampak yang lebih jauh adalah bank akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah (dalam hal ini Bank Sentral).

Upaya menjaga likuiditas bank berarti sebagai proses pengendalian alat-alat likuid yang mudah difungsikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang harus segera dibayar seperti:

1. Rekening wesel

2. wesel-wesel (transfer) yang jatuh tempo 3. Call money

4. Deposito berjangka jatuh tempo 5. Tabungan

31 6. kewajiban yang segera harus dibayar.

Pengendalian likuiditas bank dilakukan setiap saat berupa penjagaan alat-alat likuid yang dapat dikuasai oleh bank, alat-alat-alat-alat likuid bank terdiri dari :

1. Uang tunai (kas)

2. Rekening Koran pada Bank Indonesia (BI) 3. Jaminan kliring pada BI

4. Efek-efek (surat berharga)

Untuk menjaga likuiditas setiap bank harus memelihara perbandingan tertentu menurut ketentuan BI. Melalui ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) BI, setiap bank harus memiliki prosentase tertentu sekurang-kurangnya 5%. Batas minimum itu untuk mendeteksi kesehatan bank yang dihitung berdasarkan pembagian jumlah alat likuid dengan kewajiban yang dapat dibayar dalam suatu masa laporan.

Memperhatikan likuiditas yang tinggi akan memperlancar customer relationship tetapi profitabilitas / imbal bagi hasil akan menurun karena banyaknya dana yang menganggur. Dilain pihak likuiditas yang rendah menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas suatu bank.

Perangkat yang digunakan oleh bank syariah untuk memelihara likuiditasnya antara lain : surat berharga pasar modal, ba’I dain, Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan Islamic Interbank Money (Arifin, 1991:9).

32 Salah satu ukuran untuk menghitung likuiditas bank adalah dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR yaitu seberapa besar dana bank dilepaskan sebagai perkreditan. Ketentuan BI tentang LDR yaitu perhitungan antara ratio 80% hingga dibawah 110%. Pemeliharaan kesehatan bank antara lain dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank dapat memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan uangnya. Hal ini dihitung dengan (Norman, 2004:346) :

Ketiga Pihak Dana Total disalurkan yang kredit Loan LDR( ) x 100%

Salah satu kendala operasional bank syariah adalah kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien, dimana gejala adalah tidak tersedianya kesempatan investasi yang sedang berjalan. Adalah penting bagi bankir Islam untuk memahami bahwa instrumen likuiditas yang digunakan bank konvensional itu dibangun untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi dalam sistem keuangan yang bersifat ribawi. Menjadi tantangan dan tanggung jawab para bankir Islam untuk mempunyai pedoman likuiditas syariah sebagai berikut (Arifin, 2002:68) :

1. Uang tidak boleh menghasilkan apa-apa. Uang hanya boleh berkembang jika diinvestasikan dalam bidang ekonomi riil (tangible ecomomic aset). 2. Keberhasilan kegiatan ekonomi diukur dengan return on investment

33 3. Bagian saham dalam perusahaan, kegiatan mudharabah atau kemitraan musyarakah dapat dibeli atau dijual untuk kegiatan investasi dan bukan untuk tujuan spekulasi atau tujuan perdagangan paper.

4. Piranti keuangan Islam, seperti bagian saham dalam kemitraan atau perusahaan, dapat dinegosiasikan.

Beberapa alasan yang harus diperhatikan dalam rangka pengelolaan likuiditas adalah sebagai berikut :

1. Uang tidak boleh dijual untuk memperoleh uang

2. Nilai saham dalam suatu bisnis harus didasarkan pada hasil penelitian performance yang bersangkutan (fundamental analysis)

3. Transaksi tunai (cash) harus diselesaikan segera setelah kontrak terjadi. 4. Diperbolehkan membeli saham dari bisnis yang mencatat adanya utang

pada neraca mereka, tetapi utang tersebut tidak boleh dominan.

5. Pemilik saham mempunyai hak untuk mengakhiri kepemilikannya, kecuali apabila diperjanjikan lain secara tegas dinyatakan dalam kontrak

Dokumen terkait