• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Telaah Teori

2. Bank Syariah

Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998,

pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan definisi tersebut, terlihat bahwa aktivitas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang menjadi sumber dana bank, kemudian menyalurkannya dalam bentuk kredit, yang sebaiknya tidak hanya didorong oleh motif memperoleh keuntungan sebesar besarnya bagi pemilik tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Menurut UU No.19 tahun 1998, tugas bank adalah membantu pemerintah dalam hal mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai rupiah, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan fungsi bank pada umumnya (Kasmir, 2013: 24). a. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam

kegiatan ekonomi.

b. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. c. Menawarkan jasa-jasa keuangan lain.

Dari latar belakang masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, perkembangan bank syariah di Indonesia berawal dari pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam oleh MUI pada 1990 yang saat itu muncullah bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah

31

membuat beberapa bank konvensional dilikuidasi karena tidak mampu melaksanakan kewajibannya terhadap nasabah sebagai akibat dari kebijakan bunga yang tinggi yang ditetapkan pemerintah selama krisis berlangsung, namun tidak bagi bank syariah. Bank syariah membuktikan sebagai lembaga keuangan yang dapat bertahan ditengah krisis perekonomian yang semakin parah. Hal ini menjadi pemicu perkembangan bank syariah di Indonesia yang cukup signifikan, hal ini terlihat dari data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Pada Desember 2003 hanya terdapat 2 Bank Umum Syariah (BUS), 8 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 84 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan pada Desember 2016 di Indonesia terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 164 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa industri perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang (Statistik Perbankan Syariah, Desember 2016). Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia sudah diatur dalam UU no 10/ 1998 tentang Perubahan UU No. 7 1992 tentang perbankan.

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Akan tetapi perbedaanya terdapat pada prinsip pelaksanaanya yaitu berdasarkan

prinsip hukum Islam yang melarang unsur-unsur di bawah ini (Antonio, 2001):

a. Perniagaan atas barang-barang haram b. Bunga (riba)

c. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (maysir) d. Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar).

Menurut Muhamad (2002:84) prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Simpanan Murni (al- Wadi’ah)

Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untk menyimpan danannya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam duna perbankan konvensional al-

Wadi’ah identik dengan giro. 2. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.Pembagian hasil usaha ni dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, amupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk pada prinsip ini adalah mudharabah (dipergunakan untuk dasar baik produk pendanaan tabungan

33

dan deposito maupun pembiayaan), dan musyarakah (sebagai pembiayaan).

3. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan.

4. Prinsip Sewa (al-Ijarah).

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.

5. Prinsip Jasa/fee (al-Ajr walumullah). Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank.

Bank dalam menjalankan aktivitasnya berfungsi sebagai financial intermediary. Sehingga setelah berhasil menghimpun dana pihak ketiga, bank syariah berkewajiban untuk menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan. Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting (Pratiwi, 2012), yaitu:

a. Aktiva yang menghasilkan (Earning Asset) Aktiva yang dapat menghasilkan atau earning Asset adalah aset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Aset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri atas: 1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah).

2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah). 3) Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al Bai’)

4)Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah waIqtina) 5) Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.

b. Aktiva yang tidak menghasilkan (Non Earning Asset)

1) Aktiva dalam bentuk tunai (cash Asset), terdiri dari uang tunai, cadangan likuiditas (primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan item-item tunai lain yang masih dalam proses penagihan (collections).

2) Pinjaman (qard), merupakan salah satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran Islam. 3) Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises

dan equipment).

Mengingat semakin pesatnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia maka perlu dibentuk sebuah peraturan yang mengatur sistem perbankan syariah dan badan pengawas syariah agar prinsip syariah dijalankan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2008 ditetapkanlah UU no. 21 tahun 2008 yang mengatur tentang Perbankan Syariah. Selain itu juga dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang berperan sebagai badan independen yang mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari- hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.

35

Mengingat pentingnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia, maka pihak bank syariah perlu meningkatkan kinerjanya agar tercipta perbankan dengan prinsip syariah yang sehat dan efisien. Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank (Sofyan, 2002).

Dokumen terkait