• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3.1. Pengertian Bank Umum Syariah

Bank syariah adalah Bank yang beroprasi dengan tidak mengandalkan operasionalisasinya pada bunga, bank syariah atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.13

2.3.2. Fungsi dan Peran Bank Umum Syariah

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan fungsi intermediasinya berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Peran dan fungsi bank syariah, diantaranya sebagai berikut14 :

a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat atau dunia usaha dalam bentuk tabungan (mudharaba), dan giro (Wadiah), serta menyalurkannya kepada sektor ril yang membutuhkan.

b. Sebagai tempat investasi bagi dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat investasi yang sesuai dengan syariah.

12 Booklet Perbankan Indonesia, Vol.4 Maret 2007

13 Muhammad, 2005, Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah, Yogyakarta: BPFE-yogyakarta,Hal. 13

14 Imamul Arifin, Membuka Cakrawala Ekonomi,Jakarta: Setia Purna Inves, 2007 Hal. 14

c. Menawarkan berbagai jasa keuangan berdasarkan upah dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan.

d. Memberikan jasa sosial seperti pinjaman kebajikan,zakat dan dana sosial lainnya yang sesuai dengan ajaran islam.

2.3.3. Tujuan Bank Umum syariah

Upaya pencapaian keuntungan yang setinggi-tingginya (profit maximization) adalah tujuan yang biasa dicanangkan oleh bank komersial,

terutama bank konvesioanal. Berbeda dengan tujuan bank konvesional,bank syariah berdiri untuk menggalakkan ,memelihara dan mengembangkan jasa-jasa serta produk-produk perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariat islam. Bank syariah juga memiliki kewajiban untuk mendukung aktivitas investasi dan bisnis yang ada dilembaga keuangan sepanjang aktifitas tersebut tidak dilarang dalam islam. Selain itu, bank syariah harus lebih menyentuh kepentingan masyarakat kecil.

2.3.4. Landasan Hukum Bank Umum Syariah a. Landasan Hukum positif

Undang-undang No.21 Tahun 2008, beberapa aspek penting UU No.21 Tahun 2008:

1. Adanya kewajiban menjantumkan kata”syariah” bagi bank syariah, kecuali bagi bank-bank syariah yang telah beroprasi sebelum berdakunya UU No.21 Tahun 2008 (pasal 5 no.4).

Bagi bank umum konvesional (BUK) yang memiliki unt usaha syariah (UUS) diwajibkan mencantumkan nama syariah setelah nama bank (pasal 5 no5)

2. Adanya sanksi bagi pemegang saham pengendali yang tidak lulus fit and proper test dari BI (pasal 27)

3. Satu-satunya pemegang fatwa syariah adalah MUI. Karena fatwa MUI harus diterjemahkan menjadi produk perundang-undangan (dalam hal ini Peraturan Bank Indonesia/ PBI), dalam rangka penyusunan PBI, BI membentuk komite perbankan syariah yang beranggotakan unsur-unsur dari BI, Departemen agama, dan unsur masyarakat dengan komposisi yang berimbang dan memiliki keahlian di bidang syariah (pasal 26).

4. Adanya definisi baru menegnai transaksi murabahah. Ada definisi lama disebutkan bahwa murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambh dengan margin keuntungan yang disepekati. Menurut UU No. 21 Tahun 2008 disebutkan akad Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

Diubahnya kata “jual beli” dengan kata “pembiayaan”, secara implisit UU No. 21 tahun 2008 ini ingin mengatakan bahwa transaksi murabahah tidak termasuk transaksis yang dikenakan pajak sebagaimana yang kini menjadi masalah bagi bank syariah.

5. Beberapa peraturan Bank Indonesia mengenai Perbankan Syariah.

a. PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.

b. PBI No.7/35/PBI/2005 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

c. PBI No.6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.15

2.3.5. Teori Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.

Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah kepada nasabah.16

Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah 2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik

15http://pdfsearchpro.com/bank-syariah-pdf/html, diakses : 27 agustus 2022 pukul:

23:11

16 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2002), Edisi I, h. 304

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’

4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh

5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.17

b. Tujuan Pembiayaan

Tujuan memberikan pembiayaan, diantaranya:

1. Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan taraf ekonominya.

2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.

3. Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan peluang bagi masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya

17 Nur Riyanto Al Arif, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.42-43

produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana.

4. Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektorsektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.

5. Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.18

Dokumen terkait