Kelompok III LIMA PULUH TERAKHIR
IV. BARA API PANAS
136 (1) Bara Api Panas
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bentuk adalah bara api panas,227 perasaan adalah bara api panas, persepsi adalah bara api panas, bentukan- bentukan kehendak adalah bara api panas, kesadaran adalah bara api panas. Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih
mengalami kejijikan terhadap bentuk … kejijikan terhadap kesadaran. mengalami kejijikan, ia menjadi bosan…. Ia memahami: ‘… tidak ada
lagi kondisi bagi makhluk ini.’”
137 (2) Tidak-kekal (1)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan
terhadap apa pun yang tidak kekal. Dan apakah yang tidak kekal?
[178] Bentuk adalah tidak kekal; kalian harus melepaskan keinginan terhadapnya. Perasaan … Persepsi … Bentukan-bentukan kehendak … Kesadaran adalah tidak kekal; kalian harus melepaskan keinginan
terhadapnya. Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan terhadap apa pun yang tidak kekal.”
138 (3) Tidak-kekal (2)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan nafsu terhadap apa pun yang tidak kekal.” …
(Lengkap seperti sutta sebelumnya dengan menggantikan “keinginan”
menjadi “nafsu”.) 139 (4) Tidak-kekal (3)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu terhadap apa pun yang tidak kekal.” …
(Lengkap seperti §137 sebelumnya dengan menggantikan “keinginan”
menjadi “keinginan dan nafsu”.) 140 (5) Penderitaan (1)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan terhadap apa pun yang merupakan penderitaan.” …
141 (6) Penderitaan (2)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan nafsu terhadap apa pun yang merupakan penderitaan.” …
142 (7) Penderitaan (3)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu terhadap apa pun yang merupakan penderitaan.” …
143 (8) Bukan-diri (1)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan terhadap apa pun yang bukan-diri.” … [179]
144 (9) Bukan-diri (2)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan nafsu terhadap apa pun yang bukan-diri.” …
145 (10) Bukan-diri (3)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu terhadap apa pun yang bukan-diri.” …
146 (11) Terpikat dalam Kejijikan
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sebagai orang yang telah meninggalkan
keduniawian karena keyakinan, ini adalah apa yang sesuai dengan Dhamma: ia harus berdiam terpikat dalam kejijikan terhadap bentuk,
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran.228
Seorang yang berdiam terpikat dalam kejijikan terhadap bentuk
… terhadap kesadaran, sepenuhnya memahami bentuk, perasaan,
persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran. Seorang yang
sepenuhnya memahami bentuk … kesadaran terbebas dari bentuk,
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran. Ia
terbebaskan dari kelahiran, penuaan, dan kematian; terbebaskan dari kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan;
Aku mengatakan, terbebaskan dari penderitaan.”
147 (12) Merenungkan Ketidakkekalan
Di Sāvatthī.229 “Para bhikkhu, sebagai orang yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan, ini adalah apa yang sesuai dengan Dhamma: ia harus berdiam merenungkan ketidakkekalan dalam
bentuk … (seperti di atas) … [180] Aku mengatakan, ia terbebaskan dari penderitaan.”
148 (13) Merenungkan Penderitaan
… “Ia harus berdiam merenungkan penderitaan dalam bentuk … Aku
mengatakan, ia terbebaskan dari penderitaan.”
149 (14) Merenungkan Bukan-diri
… “Ia harus berdiam merenungkan bukan-diri dalam bentuk … Aku
V. PANDANGAN-PANDANGAN
150 (1) Internal
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, kesenangan dan kesakitan muncul secara internal?”230 [181]
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā.…”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, kesenangan dan kesakitan muncul secara internal. Ketika ada perasaan
… persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan
melekat pada kesadaran, kesenangan dan kesakitan muncul secara internal.
“Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Yang Mulia.”
“Apakah yang tidak kekal itu penderitaan atau kebahagiaan?” “Penderitaan, Yang Mulia.”
“Tetapi tanpa melekat pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah kesenangan dan kesakitan muncul secara internal?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Apakah perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?… Tetapi tanpa melekat
pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah kesenangan dan kesakitan muncul secara internal?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’”
151 (2) Ini Milikku
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah,231 seseorang menganggap hal-hal
sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?”
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, [182] seseorang menganggap hal-hal
sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku.’ Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan melekat pada
kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, seseorang menganggap hal-hal sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku.’
“Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk …
kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” “Tidak kekal, Yang Mulia.”
“Tetapi tanpa melekat pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah seseorang menganggap hal-hal sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku.’
“Tidak, Yang Mulia.”
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’”
152 (3) Diri
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, suatu pandangan seperti berikut
ini muncul: ‘Apa yang menjadi diri adalah dunia; setelah meninggal
dunia, aku akan menjadi – kekal, stabil, abadi, tidak mengalami
perubahan’?”232
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, pandangan berikut ini muncul: ‘Apa yang
menjadi diri adalah dunia; setelah meninggal dunia, aku akan menjadi
– kekal, stabil, abadi, tidak mengalami perubahan.’ Ketika ada perasaan
… persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan
melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, pandangan
berikut ini [183] muncul: ‘Apa yang menjadi diri adalah dunia … tidak
mengalami perubahan.’
“Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk …
kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” “Tidak kekal, Yang Mulia.”
“Tetapi tanpa melekat pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah pandangan demikian muncul?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
153 (4) Sebelumnya Tidak Ada Bagiku
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, suatu pandangan seperti berikut ini muncul: ‘Sebelumnya aku tidak ada, dan sebelumnya tidak ada
bagiku; tidak akan ada, [dan] tidak akan ada bagiku’?”233
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, pandangan berikut ini muncul:
‘Sebelumnya aku tidak ada, dan sebelumnya tidak ada bagiku; tidak akan ada, [dan] tidak akan ada bagiku.’ Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … [184] kesadaran, dengan melekat
pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, pandangan berikut
ini muncul: ‘Sebelumnya aku tidak ada … dan tidak akan ada bagiku.’ “Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk …
kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Yang Mulia.” …
“Tetapi tanpa melekat pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah pandangan demikian muncul?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’”
154 (5) Pandangan Salah
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, pandangan salah muncul?”234
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, pandangan salah muncul. Ketika ada
perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran,
dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, pandangan salah muncul.
“Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk …
kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” [185]
“Tidak kekal, Yang Mulia.” …
“Tetapi tanpa melekat pada apa yang tidak-kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah pandangan salah muncul?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’”
155 (6) Pandangan Identitas
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, pandangan identitas muncul?”235
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, pandangan identitas muncul. Ketika ada
perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran,
dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran,
pandangan salah muncul.” …
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’”
156 (7) Pandangan Diri
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, pandangan diri muncul?”236
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, pandangan diri muncul. [186] Ketika ada
perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran,
dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran,
pandangan diri muncul.” …
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’”
157 (8) Keterikatan (1)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, belenggu-belenggu dan ikatan- ikatan muncul?”237
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
dengan terikat pada bentuk, belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan
muncul. Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan muncul.” …
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
makhluk ini.’” [187]
158 (9) Keterikatan (2)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada
apakah, dengan terikat pada apakah, belenggu-belenggu, ikatan-ikatan dan cengkeraman muncul?”
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā….”
(Lengkap seperti di atas.)
159 (10) Ānanda
Di Sāvatthī. Yang Mulia Ānanda mendekati Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, sudilah Bhagavā mengajarkan Dhamma
secara singkat kepadaku, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma
dari Bhagavā, aku dapat berdiam sendiri, mengasingkan diri, dengan
rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh.”238
“Bagaimana menurutmu, Ānanda, apakah bentuk adalah kekal atau
tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah sesuatu yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah sesuatu yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Apakah perasaan adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah persepsi adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah bentukan-bentukan adalah kehendak kekal atau tidak kekal?… Apakah kesadaran adalah kekal
atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah sesuatu yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah sesuatu yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Oleh karena itu, Ānanda, bentuk apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang…. [188]
“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi
~ 1075 ~