• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIDAK KEKAL

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 57-67)

Bagian I AKAR LIMA PULUH

II. TIDAK KEKAL

12 (1) Tidak Kekal

Demikianlah yang kudengar. Di Sāvatthī…. Di sana Sang Bhagavā

berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal, perasaan adalah tidak kekal, persepsi adalah tidak kekal, bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal, kesadaran adalah tidak kekal. Melihat demikian, para bhkkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”

13 (2) Penderitaan

adalah penderitaan, persepsi adalah penderitaan, bentukan-bentukan kehendak adalah penderitaan, kesadaran adalah penderitaan. Melihat

demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk

ini.’”

14 (3) Bukan-diri

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri, perasaan adalah

bukan-diri, persepsi adalah bukan-diri, bentukan-bentukan kehendak

adalah bukan-diri, kesadaran adalah bukan-diri. Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’” [22]

15 (4) Apa yang Tidak Kekal

Di Sāvatthī.”Para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal. Apa yang tidak

kekal adalah penderitaan. Apa yang merupakan penderitaan adalah bukan-diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan adalah tidak kekal…. Persepsi adalah tidak kekal…. Bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal…. Kesadaran adalah

tidak kekal. Apa yang tidak kekal adalah penderitaan. Apa yang merupakan penderitaan adalah bukan-diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi

makhluk ini.’”

16 (5) Apa yang Merupakan Penderitaan

Di Sāvatthī.”Para bhikkhu, bentuk adalah penderitaan. Apa yang

merupakan penderitaan adalah bukan-diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan adalah penderitaan…. Persepsi adalah penderitaan…. Bentukan-bentukan kehendak adalah penderitaan…. Kesadaran

diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi

makhluk ini.’”

17 (6) Apa yang Bukan-diri

Di Sāvatthī.”Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri. Apa yang bukan-

diri [23] harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan adalah bukan-diri…. Persepsi adalah bukan-diri…. Bentukan-bentukan kehendak adalah bukan-diri…. Kesadaran adalah

bukan-diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi

makhluk ini.’”

18 (7) Ketidakkekalan dengan Penyebab

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal. Penyebab dan

kondisi bagi munculnya bentuk adalah juga tidak kekal. Karena bentuk berasal-mula dari apa yang tidak kekal, bagaimana mungkin ia kekal?

“Perasaan adalah tidak kekal…. Persepsi adalah tidak kekal…. Bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal…. Kesadaran adalah

tidak kekal. Penyebab dan kondisi bagi munculnya kesadaran adalah juga tidak kekal. Karena kesadaran berasal-mula dari apa yang tidak kekal, bagaimana mungkin ia kekal?

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi

makhluk ini.’”

19 (8) Penderitaan dengan Penyebab

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bentuk adalah penderitaan. Penyebab

dan kondisi bagi munculnya bentuk adalah juga penderitaan. Karena bentuk berasal-mula dari apa yang merupakan penderitaan, bagaimana mungkin ia adalah kebahagiaan?

“Perasaan adalah penderitaan…. Persepsi adalah penderitaan…. Bentukan-bentukan kehendak adalah penderitaan…. Kesadaran

adalah penderitaan. Penyebab dan kondisi bagi munculnya kesadaran adalah juga penderitaan. Karena kesadaran berasal-mula dari apa yang merupakan penderitaan, bagaimana mungkin ia adalah kebahagiaan?

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi

makhluk ini.’”

20 (9) Bukan-diri dengan Penyebab

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri. Penyebab dan

kondisi bagi munculnya bentuk adalah juga bukan diri. Karena bentuk berasal-mula dari apa yang bukan-diri, bagaimana mungkin ia adalah diri?

“Perasaan adalah bukan-diri…. Persepsi adalah bukan-diri…. Bentukan-bentukan kehendak adalah bukan-diri…. Kesadaran adalah

bukan-diri. Penyebab dan kondisi bagi munculnya kesadaran adalah juga bukan-diri. Karena kesadaran berasal-mula dari apa yang bukan- diri, bagaimana mungkin ia adalah diri?

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi

makhluk ini.’”

21 (10) Ānanda

Di Sāvatthī. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendekati Sang Bhagavā,

memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, dikatakan, ‘lenyapnya, lenyapnya.’ Melalui lenyapnya apakah lenyapnya ini dikatakan?”

“Bentuk, Ānanda, adalah tidak kekal, terkondisi, muncul

bergantungan, mengalami kehancuran, musnah, meluruh, lenyap. Melalui lenyapnya inilah, lenyapnya dikatakan.

“Perasaan adalah tidak kekal … Persepsi adalah tidak kekal … Bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal … [25] … Kesadaran

adalah tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan, mengalami kehancuran, musnah, meluruh, lenyap. Melalui lenyapnya inilah, lenyapnya dikatakan.

“Adalah melalui lenyapnya hal-hal inilah, Ānanda, lenyapnya itu

dikatakan.”

III. BEBAN

22 (1) Beban

Di Sāvatthī…. Di sana Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan mengenai beban, pembawa

beban,35 membawa beban, menurunkan beban. Dengarkanlah….

“Dan apakah, para bhikkhu, beban itu? Harus dikatakan: lima kelompk unsur kehidupan yang menjadi subjek kemelekatan. Apakah lima itu? Kelompok bentuk yang menjadi subjek kemelekatan, kelompok perasaan yang menjadi subjek kemelekatan, kelompok persepsi yang menjadi subjek kemelekatan, kelompok bentukan-bentukan kehendak yang menjadi subjek kemelekatan, kelompok kesadaran yang menjadi

subjek kemelekatan. Ini adalah apa yang disebut beban.36

“Dan apakah, para bhikkhu, pembawa beban itu? Harus dikatakan: orang itu, yang mulia bernama ini dari suku itu. Ini adalah apa yang

disebut pembawa beban.37 [26]

“Dan apakah, para bhikkhu, membawa beban? Adalah keinginan yang membawa menuju penjelmaan baru, disertai dengan kenikmatan

dan nafsu, mencari kenikmatan di sana-sini; yaitu, keinginan akan

kenikmatan indria, keinginan akan penjelmaan, keinginan akan

pemusnahan. Ini adalah apa yang disebut membawa beban.38

“Dan apakah, para bhikkhu, menurunkan beban? Yaitu peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu dan melepaskannya, bebas darinya, ketidaktergantungan padanya. Ini adalah apa yang

disebut dengan menurunkan beban.”39

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan

ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut mengatakan: “Lima kelompok unsur kehidupan sungguh adalah beban, Pembawa beban adalah orangnya.

Membawa beban adalah penderitaan di dunia, Menurunkan beban adalah kebahagiaan.

Setelah menurunkan beban berat Tanpa membawa beban lain,

Setelah mencabut keinginan hingga ke akarnya,

Ia terbebas dari kelaparan, padam sepenuhnya.”40

23 (2) Pemahaman Penuh

Di Sāvatthī. [27] “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian

hal-hal yang harus dipahami sepenuhnya dan juga pemahaman penuh.

Dengarkanlah….

“Dan apakah, para bhikkhu, hal-hal yang harus dipahami sepenuhnya? Bentuk, para bhikkhu, adalah suatu hal yang harus

dipahami sepenuhnya; perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran adalah suatu hal yang harus dipahami

sepenuhnya. Hal-hal ini disebut sebagai hal-hal yang harus dipahami sepenuhnya.

“Dan apakah, para bhikkhu, pemahaman penuh itu? Kehancuran nafsu, kehancuran kebencian, kehancuran kebodohan. Ini disebut

pemahaman penuh.”41

24 (3) Mengetahui secara Langsung

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, tanpa mengetahui secara langsung dan

memahami sepenuhnya bentuk, tanpa menjadi bosan terhadapnya dan meninggalkannya, seseorang tidak akan mampu menghancurkan penderitaan. Tanpa mengetahui secara langsung dan memahami

sepenuhnya perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak …

kesadaran, tanpa menjadi bosan terhadapnya dan meninggalkannya, seseorang tidak akan mampu menghancurkan penderitaan.

“Para bhikkhu, dengan mengetahui secara langsung dan memahami sepenuhnya bentuk, dengan menjadi bosan terhadapnya dan meninggalkannya, seseorang akan mampu menghancurkan penderitaan. Dengan mengetahui secara langsung dan memahami

sepenuhnya perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak …

kesadaran, dengan menjadi bosan terhadapnya dan meninggalkannya,

25 (4) Keinginan dan Nafsu

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, tinggalkanlah keinginan dan nafsu akan

bentuk. Demikianlah bentuk itu ditinggalkan, dipotong hingga ke akarnya, dibuat seperti tunggul pohon kelapa, dilenyapkan sehingga tidak akan muncul kembali di masa depan.

“Tinggalkanlah keinginan dan nafsu akan perasaan … akan persepsi … akan bentukan-bentukan kehendak … akan kesadaran. Demikianlah

kesadaran itu ditinggalkan, dipotong hingga ke akarnya, dibuat seperti tunggul pohon kelapa, dilenyapkan sehingga tidak akan muncul kembali di masa depan.”

26 (5) Kepuasan (1)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sebelum peneranganKu, sewaktu Aku masih

seorang Bodhisatta, masih belum tercerahkan sempurna, Aku berpikir: ‘Apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan diri dari bentuk? Apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan

diri dari perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak …

kesadaran?’43 [28]

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Kenikmatan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung pada bentuk: ini adalah kepuasan dalam bentuk. Bentuk itu adalah tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan: ini adalah bahaya dalam bentuk. Melenyapkan dan meninggalkan keinginan dan nafsu akan bentuk: ini adalah jalan membebaskan diri dari bentuk.

“‘Kenikmatan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung

pada perasaan … dengan bergantung pada persepsi … dengan bergantung pada bentukan-bentukan kehendak … dengan bergantung

pada kesadaran: ini adalah kepuasan dalam kesadaran. Kesadaran itu adalah tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan: ini adalah bahaya dalam kesadaran. Melenyapkan dan meninggalkan keinginan dan nafsu akan kesadaran: ini adalah jalan membebaskan diri dari kesadaran.’

“Para bhikkhu, selama Aku belum mengetahui secara langsung sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan ini yang menjadi

subjek kemelekatan, Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga Penerangan Sempurna yang tanpa bandingnya di dunia ini bersama

dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini dengan

para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika Aku mengetahui secara langsung sebagaimana adanya, maka Aku mengaku telah tercerahkan hingga Penerangan Sempurna yang tanpa

bandingnya di dunia ini bersama dengan … para deva dan manusia.

“Pengetahuan dan penglihatan muncul dalam diri-Ku: ‘Kebebasan

batin-Ku tidak tergoyahkan; ini adalah kehidupan terakhir-Ku; tidak

ada lagi penjelmaan baru.’” [29]

27 (6) Kepuasan (2)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku pergi mencari kepuasan di dalam

bentuk. Apa pun kepuasan yang terdapat di dalam bentuk – yang Kutemukan. Aku telah melihatnya dengan jelas dengan kebijaksanaan seberapa jauh jangkauan dari kepuasan di dalam bentuk itu.

“Para bhikkhu, Aku pergi mencari bahaya di dalam bentuk. Apa pun bahaya yang terdapat di dalam bentuk – yang Kutemukan. Aku telah melihatnya dengan jelas dengan kebijaksanaan seberapa jauh jangkauan dari bahaya itu.

“Para bhikkhu, Aku pergi mencari jalan membebaskan diri dari bentuk. Apa pun jalan membebaskan diri dari bentuk – yang Kutemukan. Aku telah melihatnya dengan jelas dengan kebijaksanaan seberapa jauh jangkauan dari jalan membebaskan diri dari bentuk itu.

“Para bhikkhu, Aku pergi mencari kepuasan di dalam … bahaya di dalam … jalan membebaskan diri dari perasaan … dari persepsi … dari bentukan-bentukan kehendak … dari kesadaran. Apa pun

jalan membebaskan diri dari kesadaran – yang Kutemukan. Aku telah melihatnya dengan jelas dengan kebijaksanaan seberapa jauh jangkauan dari jalan membebaskan diri dari kesadaran itu.

“Para bhikkhu, selama Aku belum mengetahui secara langsung sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan ini yang menjadi subjek kemelekatan, Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga Penerangan Sempurna yang tanpa bandingnya di dunia ini bersama

para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika Aku mengetahui secara langsung sebagaimana adanya, maka Aku mengaku telah tercerahkan hingga Penerangan Sempurna yang tanpa

bandingnya di dunia ini bersama dengan … para deva dan manusia.

“Pengetahuan dan penglihatan muncul dalam diri-Ku: ‘Kebebasan

batin-Ku tidak tergoyahkan; ini adalah kehidupan terakhir-Ku; tidak

ada lagi penjelmaan baru.’”

28 (7) Kepuasan (3)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, jika tidak ada kepuasan di dalam bentuk, [30] maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya; tetapi karena

ada kepuasan di dalam bentuk, maka makhluk-makhluk menyukainya. Jika tidak ada bahaya di dalam bentuk, maka makhluk-makhluk tidak

akan mengalami kejijikan terhadapnya; tetapi karena ada bahaya

di dalam bentuk, maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan terhadapnya. Jika tidak ada jalan membebaskan diri dari bentuk, maka

makhluk-makhluk tidak akan terbebas darinya; tetapi karena ada jalan

membebaskan diri dari bentuk, maka makhluk-makhluk terbebas darinya.

“Para bhikkhu, jika tidak ada kepuasan di dalam perasaan … di dalam persepsi … di dalam bentukan-bentukan kehendak … di dalam kesadaran, maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya … tetapi

karena ada jalan membebaskan diri dari kesadaran, maka makhluk- makhluk terbebas darinya.

“Para bhikkhu, selama makhluk-makhluk belum mengetahui secara langsung sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan ini yang menjadi subjek kemelekatan, mereka belum terbebaskan

dari dunia ini bersama dengan para deva, Māra, [31] dan Brahmā,

dari generasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan

manusia; mereka belum terlepaskan darinya, belum keluar darinya,

juga mereka tidak berdiam dengan batin bebas dari rintangan. Tetapi ketika makhluk-makhluk mengetahui secara langsung sebagaimana

adanya, maka mereka telah terbebaskan dari dunia ini dengan … para deva dan manusia; mereka telah terlepas darinya, keluar darinya, dan

29 (8) Kenikmatan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, seseorang yang mencari kenikmatan di

dalam bentuk mencari kenikmatan di dalam penderitaan. Ia yang mencari kenikmatan di dalam penderitaan, Aku katakan, adalah tidak terbebas dari penderitaan. Ia yang mencari kenikmatan di dalam

perasaan … di dalam persepsi … di dalam bentukan-bentukan kehendak … di dalam kesadaran mencari kenikmatan di dalam penderitaan. Ia

yang mencari kenikmatan di dalam penderitaan, Aku katakan, adalah tidak terbebas dari penderitaan.

“Seseorang yang tidak mencari kenikmatan di dalam bentuk … di

dalam kesadaran tidak mencari kenikmatan di dalam penderitaan. Ia yang tidak mencari kenikmatan di dalam penderitaan, Aku katakan, adalah terbebas dari penderitaan.”

30 (9) Kemunculan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, kemunculan, kelangsungan, produksi,

[32] dan manifestasi dari bentuk adalah kemunculan penderitaan,

kelangsungan penyakit, manifestasi penuaan-dan-kematian.

Kemunculan perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak …

kesadaran adalah kemunculan penderitaan, kelangsungan penyakit, manifestasi penuaan-dan-kematian.

“Berhentinya, surutnya, dan lenyapnya bentuk … kesadaran adalah

berhentinya penderitaan, surutnya penyakit, lenyapnya penuaan-dan- kematian.”

31 (10) Akar Kesengsaraan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian

mengenai kesengsaraan44 dan akar kesengsaraan. Dengarkanlah….

“Dan apakah, para bhikku, kesengsaraan itu? Bentuk adalah

kesengsaraan; perasaan adalah kesengsaraan; persepsi adalah kesengsaraan; bentukan-bentukan kehendak adalah kesengsaraan;

kesadaran adalah kesengsaraan. Ini disebut kesengsaraan.

“Dan apakah, para bhikkhu, akar kesengsaraan? Adalah keinginan yang membawa menuju penjelmaan baru, disertai dengan kenikmatan

dan nafsu, mencari kenikmatan di sana-sini; yaitu, keinginan akan

kenikmatan indria, keinginan akan penjelmaan, keinginan akan pemusnahan. Ini disebut akar kesengsaraan.”

32 (11) Rentan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian

mengenai yang rentan145 dan yang tidak rentan. Dengarkanlah….

“Dan apakah, para bhikkhu, yang rentan, dan apakah yang tidak

rentan? [33] Bentuk adalah rentan; berhentinya, surutnya, lenyapnya adalah tidak rentan. Perasaan adalah rentan … Persepsi adalah rentan … Bentukan-bentukan kehendak adalah rentan … Kesadaran adalah rentan; berhentinya, surutnya, lenyapnya adalah tidak rentan.”

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 57-67)

Dokumen terkait