• Tidak ada hasil yang ditemukan

Batasan al-ªanb dalam Perspektif Norma

Dalam dokumen Perspektif Al-Qur’an tentang Al-anb (Halaman 58-66)

KAJIAN PUSTAKA A. Hubungan dengan Kajian Terdahulu

B. Kajian Teoretis

2. Batasan al-ªanb dalam Perspektif Norma

Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Secara terminologi, norma memiliki dua pengertian yang sangat dekat, yaitu; pertama: Norma adalah aturan, ukuran, atau kaedah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu; dan kedua: Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan dapat diterima.88

Dari sinilah kita dapat mengartikan bahwa norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Dengan demikian norma atau kaedah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaedah,

88

ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur dan aman. Norma juga merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong, bahkan menekan anggota masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial.

Norma–norma yang berlaku di dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya. Pada yang terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dilihat dari sumbernya norma-norma dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu;

1) Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi, yaitu: a) Norma agama/religi

b) Norma moral/kesusilaan

2) Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan antarpribadi, yaitu: b) Norma kesopanan

c) Norma hukum 89

Masing-masing norma di atas, baik yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi maupun aspek kehidupan antarpribadi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Norma agama,

Norma agama adalah norma, atau peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan (Allah) yang diberlakukan bagi

89

Lihat Suryono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar (Cet. 38; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 200.

manusia, berasal dari kitab suci melalui wahyu yang diturunkan kepada nabi berdasarkan atas agama atau kepercayaannya masing-masing.

Norma Agama bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari wahyu Tuhan. Norma agama merupakan petunjuk hidup manusia dalam menjalani kehidupan dunia supaya memperoleh kebahagiaan di akhirat. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapat hukuman berupa sanksi di dunia dan akhirat. Norma agama harus dipatuhi walau tak ada pengawasan oleh para penegak hukum. Melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma agama akan dianggap berdosa.

2) Norma moral/kesusilaan,

Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia. Norma moral lalu menjadi tolok ukur yang dipakai oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, entah sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu. Norma moral diharapkan dapat dipatuhi oleh setiap orang tanpa mempedulikan sanksi atau hukuman, karena memang norma moral tidak mengenal sanksi semacam itu.

Sanksi norma moral bersifat relatif sesuai situasi dan kondisi masyarakatnya termasuk agama yang dianut oleh masyarakatnya. Umumnya pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (merasa menyesal dan merasa bersalah), contohnya seperti, berpelukan dan berciuman di tempat umum meskipun dilakukan oleh sepasang suami istri, perbuatan tersebut akan dikecam oleh masyarakat.

3) Norma kesopanan,

Norma Kesopanan disebut juga norma etiket, adalah norma yang timbul dari kebiasaan pergaulan manusia sehari-hari. Norma kesopanan kadang pula disebut norma adat, karena sesuai dengan adat yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu. Karena itu ia bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.

Norma ini mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia dalam pergaulan sehari-hari, misalnya menyangkut aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas ketika minum atau membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada orang yang lebih tua, serta membuang sampah pada tempatnya.

Kendati perilaku dan sikap lahiriah bisa menentukan pribadi seseorang, tidak dengan sendirinya sikap ini menentukan sikap moral seseorang. Artinya norma ini tidak menentukan baik buruknya seseorang sebagai manusia. Sebab itu ia merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringan terhadap pelanggarnya, yakni hanya dinyatakan tidak sopan. Sanksi paling tinggi akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran.

4) Norma hukum,

Yaitu peraturan/kaedah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa individu untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Norma ini mencerminkan harapan, keinginan, dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik. Karena itu, ia mengikat semua anggota masyarakat tanpa kecuali.

Ketentuan-ketentuan dalam norma hukum lazimnya dikodifikasikan dalam bentuk kitab undang-undang atau konvensi-konvensi.90 Jika norma ini dilanggar akan ada sanksi yang bersifat memaksa, sanksinya pun dapat berupa denda atau hukuman fisik (dipenjara atau hukuman mati). Contohnya seperti pelanggaran terhadap rambu lalu-lintas.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka perbuatan dosa yang dimaksudkan adalah yang menyangkut pelanggaran norma agama. Meski demikian, bukan berarti perbuatan yang menciderai bentuk norma yang lain tak dianggap sebagai suatu dosa. Karena penerapan norma-norma di atas dalam kehidupan masyarakat tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi bersifat kumulatif. Lagi pula pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian, semua bentuk norma sosial yang disebutkan di atas meski dibedakan menurut aspek-aspek tertentu, namun antara satu norma dengan norma lainnya tetap saling berhubungan (korelatif).

Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya, demikian halnya dengan norma hukum. Meski demikian, norma yang berlaku antara satu kelompok masyarakat dengan yang lain bisa berbeda sesuai dengan keyakinan serta landasan moral dan hukum yang dipakai. Sedangkan norma kesopanan, biasanya setiap kelompok masyarakat mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri sehingga cenderung hanya dipelihara atau dijaga oleh masing-masing kelompok masyarakat sesuai norma kesopanan dan kebiasaan yang dimilikinya.

90

Itu sebabnya, jika seseorang melakukan perbuatan yang melanggar salah satu norma, maka boleh jadi ia juga telah melanggar norma yang lain. Misalnya seseorang yang melakukan pembunuhan, ia telah melanggar norma hukum sekaligus melanggar norma agama, serta norma lainnya, dan ia pun bisa mendapat sejumlah sanksi dari pelanggaraan atas norma-norma tersebut. Karenanya, norma tidak boleh dilanggar dan siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh sanksi atau hukuman yang setimpal dengan tingkat pelanggaran norma yang dilakukannya.

Dalam pandangan penulis, pembagian norma sosial kepada empat macam norma, yakni; norma agama, norma moral, norma kesopanan dan norma hukum, adalah hal yang dapat dimaklumi jika dilihat dari sudut pandang ilmu sosial. Namun jika dilihat dari sudut pandang agama Islam, maka bisa jadi pembagian tersebut kurang tepat. Alasannya adalah, semua jenis norma yang disebut di atas secara umum sudah tercakup dalam ajaran-ajaran syariat agama Islam.

Seperti diketahui, bahwa agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Secara garis besar ruang lingkup ajaran Islam mencakup tiga persoalan pokok, yaitu:

Pertama; aspek keyakinan yang disebut akidah (credial) atau keimanan kepada Allah dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini (rukun iman).

Kedua; aspek norma atau hukum yang disebut dengan syariat, yaitu pedoman yang mengatur hubungan manusia secara khusus dengan Penciptanya.

Ketiga; aspek perilaku yang disebut dengan akhlak (moral), yaitu sistem nilai dan tata etika yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dengan makhluk lainnya, serta dengan alam sekitarnya (lingkungan).

Ketiga aspek tersebut memiliki relasi yang sangat kuat, tidak bisa dipisahkan tetapi menyatu membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim. Akidah atau keimanan merupakan keyakinan mendorong seorang muslim untuk melaksanakan syariat agamanya. Dan bila syariat dilaksanakan berdasarkan akidah yang benar akan lahir akhlak karimah atau moral yang mulia.

Di dalam kitab suci Al-Qur‟an, Allah telah memerintahkan kepada setiap orang beriman agar menjalankan ajaran agama secara utuh, tidak parsial. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Baqarah/2: 208,



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ

َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ َّ Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.91

Pada ayat lain, terdapat larangan agar tidak meninggal dunia kecuali dalam keadaan muslim (tunduk dan patuh). Secara implisit, larangan tersebut justru mengandung perintah (mafh-m mukh±lafah) agar dalam menjalankan kehidupan di dunia ini, dalam bidang apa saja; sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya, tetap mengikuti petunjuk dan pedoman agama secara utuh. Allah swt. berfirman dalam Q.S. ²li „Imr±n/3: 102,



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ



َّ 91

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan muslim.92

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam kategori norma agama sudah mencakup norma moral, norma hukum dan norma kesopanan. Adapun, norma agama yang disebutkan sebelumnya sebagai bagian dari norma sosial, menurut hemat penulis lebih tepat disebut dengan norma ibadah.

C. Kerangka Teoretis

Uraian mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai pijakan dalam berpikir dan mengurai masalah yang dibahas.

Gambaran mengenai perspektif Al-Qur‟an tentang al-©anb yang akan dibahas, secara umum di samping ingin mengungkap hakikat dosa melalui penelusuran terhadap term al-©anb serta term lain yang semakna dengan al-©anb, juga ingin memaparkan jenis-jenis al-©anb dalam Al-Qur‟an.

Selain itu, perkara lain yang akan dibahas adalah faktor-faktor penyebab terjadinya dosa, mekanisme pengampunan dosa serta pengaruh atau dampaknya pada diri manusia.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka alur masalah al-©anb berdasarkan perspektif Al-Qur‟an dengan kajian tematik, adalah mengutamakan elaborasi ayat-ayat berkenaan dengan ©anb tersebut yang di dalam Al-Qur‟an selain term

al-©anb ditemukan pula beberapa term yang semakna dengannya.

92

Ayat-ayat Al-Qur‟an tentang al-©anb itu, kemudian dianalisis lebih lanjut guna merumuskan hakikat dan eksistensi al-©anb, dari sini kemudian akan ditemukan faktor-faktor terjadinya al-©anb dan cara untuk menghindarinya.

Proses tercapainya tujuan dimaksud dapat divisualisasikan melalui skema kerangka pikir berikut ini;

Keterangan: : Garis Sikwens : Garis Pengaruh BAB III Latar Belakang Masalah

Tujuan

AL-QUR’AN Upaya-upaya Mencegah Dosa Faktor-faktor Penyebab Dosa Al-ªanb 1. Hakikat

Dalam dokumen Perspektif Al-Qur’an tentang Al-anb (Halaman 58-66)

Dokumen terkait