• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Batasan Masalah

Agar penelitian dalam tugas akhir ini lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan, maka perlu adanya pembatasan masalah. Dalam tugas akhir ini penulis hanya membahas pembuatan Sistem Informasi Geografis Pemetaan Tipe Hujan Oldeman Di Provinsi Aceh. Sistem informasi ini hanya bisa di gunakan untuk menyajikan informasi yang digambarkan dalam bentuk peta.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Definisi SIG selalu berkembang, bertambah dan bervariasi. SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru, digunakan oleh berbagai disiplin ilmu dan berkembang dengan cepat.

Salah satu definisi SIG yang dikemukakan pada ESRI bahwa SIG adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis. (Prahasta, 2007)

SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

SIG dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan.

Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer, sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi (As-Syakur, 2008).

2.1.1 Komponen-komponen SIG

Komponen-komponen SIG terdiri dari sumber daya manusia, data, software, hardware dan analisis. (Prahasta, 2007). Hubungan antar komponen dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Komponen-komponen SIG

SIG terdiri dari beberapa komponen berikut:

1. Sumber Daya Manusia

Manusia mempunyai peran untuk menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan kedua perangkat tersebut. Manusia merupakan subjek yang mengendalikan seluruh sistem, sehingga sangat dituntut kemampuan dan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Data-data SIG

Data spasial (keruangan) yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau tempat-tempat di permukaan bumi. Data atribut (deskriptis) yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat. Data atribut menjelaskan suatu informasi dan diperoleh dari statistik, sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk tabel) lainnya. Analisis

Telah diakui bahwa SIG mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis). Dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu.

3. Perangkat keras (Hardware)

Perangkat keras dalam SIG meliputi komputer beserta perangkat pendukungnya. Data yang terdapat dalam SIG diolah melalui perangkat keras. Perangkat keras dalam SIG terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Input, berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan dan menyimpan data

b. Proses, merupakan sistem dalam komputer yang berfungsi memanipulasi, mengupdate dan menganalisa.

c. Output, yang berfungsi untuk menampilkan atau menyajikan data hasil pemrosesan.

4. Perangkat lunak (Software)

Perangkat lunak merupakan sistem yang berfungsi untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data yang diperlukan.

2.1.2 Manfaat SIG

SIG memiliki kemampuan-kemampuan yang sangat baik dalam memvisualkan data spasial berikut atribut-atributnya. Modifikasi warna, bentuk, dan ukuran simbol yang diperlukan untuk merepresentasikan unsur-unsur permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah. Hampir semua perangkat lunak SIG memiliki galeri yang menyediakan simbol-simbol standar yang sering diperlukan untuk peta. Karena itu, pengguna tidak harus susah payah membuat sendiri semua simbol-simbol yang diperlukan.

2.1.3 Perkembangan SIG

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu perangkat teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini. Ditunjang dengan teknologi sistem informasi komputer terpadu yang mampu menyimpan, menampilkan serta menganalisa tampilan informasi visual pemetaan secara tematis yang berhubungan dengan database dan keseluruhan data terikat pada titik georeferensi bumi.

Perkembangan SIG didukung oleh perkembangan piranti perangkat keras dan sistem perangkat lunak yang mampu menampilkan data grafis secara lebih interaktif dan enerjik. Salah satu perangkat lunak SIG yang sangat terkenal adalah ArcGis yang merupakan produk dari ESRI Corp. Penggunaan ArcGis di bidang keseharian tampak semakin marak karena banyak tool-tool yang tersedia yang sangat membantu dalam mengembangkan analisa dan penyelesaian tematis.

2.2 ArcGis

ArcGis merupakan salah satu perangkat lunak desktop Sistem Informasi Geografis dan pemetaan yang telah dikembangkan oleh ESRI. Dengan ArcGis, pengguna dapat memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab query (baik basis data spasial maupun non-spasial), menganalisis data secara geografis dan sebagainya.

ArcGis dirancang sebagai perangkat dekstop mapping dengan kemampuan membuat tampilan peta dan refresentasi data lain seperti grafik, gabungan grafik dengan peta, dan sebagainya yang sangat menarik dan cepat dalam proses pembuatannya. Hal ini menjadikan ArcGis memiliki fungsi-fungsi analisis lebih banyak dari ArcView atau perangkat lunak SIG lain.

ArcGis merupakan sebuah software pengolah data spasial, yang memiliki berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan pengolah data spasial. ArcGis memiliki kemampuan dalam pengolahan atau editing arc, menerima atau konversi dari data digital lain seperti CAD, atau dihubungkan dengan data image seperti format .JPG, .TIFF, atau image gerak.

2.3 Klasifikasi Oldeman

Perilaku unsur iklim di suatu wilayah merupakan resultante dari unsur iklim lainnya. Meskipun pola perilaku iklim di bumi cukup rumit, tetapi ada kecenderungan pola/karakteristik dari unsur iklim di berbagai daerah yang letaknya berjauhan, menunjukkan perilaku yang sama apabila faktor utamanya sama. Faktor utama tersebut dapat berupa salah satu unsur iklim atau letak pengendalinya. (Bayong,2004).

Sistem penamaan untuk kelompok-kelompok yang mendasarkan pada sifat-sifat yang sama dikenal sebagai sistem klasifikasi. Klasifikasi iklim pada prinsipnya membuat formulasi-formulasi kesamaan tentang sifat unsur-unsur iklim di suatu wilayah sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelas-kelas iklim Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan.

Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia.

Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija.

Dibandingkan dengan metode lain, metode ini sudah lebih maju karena sekaligus memperhitungkan unsur cuaca lain seperti radiasi matahari dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman.

Oldeman et al, (1980) membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim.

Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 dan sub 4.

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, di mana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik (Oldeman et al., 1980).

Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Ia membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut. Kriteria dalam klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.

Konsep Oldeman adalah sebagai berikut :

Padi sawah membutuhkan air rata-rata per bulan 145 mm dalam musim hujan.

Palawija membutuhkan air rata-rata per bulan 50 mm dalam musim kemarau.

Hujan bulanan yang diharapkan mempunyai peluang kejadian 75% sama dengan 0,82 kali hujan rata-rata bulanan dikurangi 30. Hujan efektif untuk sawah adalah 100%. Hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat adalah 75%. Dapat dihitung hujan bulanan yang diperlukan untuk padi atau palawija (X) dengan menggunakan data jangka panjang yaitu:

Padi sawah:

213 dan 118 dibulatkan menjadi 200 dan 100 mm/bulan yang digunakan sebagai batas penentuan bulan basah dan kering.

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm Bulan Lembab (BL) : Bulan dengan rata-rata curah hujan 100-200 mm Bulan Kering (BK) : Bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm

Selanjutnya dalam penentuan klasifikasi iklim Oldeman menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah ada jumlah bulan basah berturut-turut. Sedangkan sub divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut.

Oldeman membagi tipe iklim menjadi 5 kategori yaitu A, B, C, D dan E.

Tipe A : Bulan-bulan basah secara berturut-turut lebih dari 9 bulan.

Tipe B : Bulan-bulan basah secara berturut-turut antara 7 sampai 9 bulan.

Tipe C : Bulan-bulan basah secara berturut-turut antara 5 sampai 6 bulan.

Tipe D : Bulan-bulan basah secara berturut-turut antara 3 sampai 4 bulan.

Tipe E : Bulan-bulan basah secara berturut-turut kurang dari 3 bulan.

Tabel 2.1.Kriteria klasifikasi Oldeman

Tipe Utama BB Berturut-turut Sub Divisi BK Berturut-turut

A > 9

3 4 – 6

Hubungannya dengan pertanian khususnya tanaman pangan, Oldeman mengemukakan penjabaran dari setiap tipe iklimnya sebagai berikut :

Tabel 2.2 Penjabaran kegiatan pertanian berdasarkan klasifikasi Oldeman

Tipe Iklim PenjabaranKegiatan Keterangan

A1, A2 Sesuai untuk padi terus menerus, produksi kurang, karena fluks radiasi surya rendah

3 PS umur pendek atau 2 PS + 1 PL

B1

Sesuai untuk padi terus menerus, dengan perencanaan yang baik, produksi tinggi bila panen musim kemarau

3 PS umur pendek atau 2 PS + 1 PL

B2 Dua kali padivarietasumurpendek, musimkemarau

Yang pendekcukupuntukpalawija 2 PS + 1 PL C1 Tanam padi sekali dan palawija dua kali 1 PS + 2 PL C2, C3, C4 Tanam padi sekali, Palawija kedua jangan jatuh

pada musim kering 1 PS + 1 PL +1 SK

D1 Padi umur pendek satu kali, produksi tinggi,

palawija 1 PS + 1 PL

D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali

palawija 1 PS atau 1 PL

E Terlalu kering, hanya mungkin satu kali palawija 1 PL

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Proyek akhir ini bertempat di Provinsi Aceh dan di Stasiun Klimatologi Indrapuri Aceh Besar. Pembuatan sistem informasi geografis ini dilaksanakan lebih kurang 5 bulan terhitung dari Bulan April 2013 sampai dengan Agustus 2013.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan Proyek akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Buku sebagai referensi pembuatan peta 2. Alat tulis.

3. Satu unit komputer yang dilengkapi dengan Software ArcGis sebagai pengelola pemetaan dan data-data.

4. Satu unit printer untuk mencetak hasil laporan.

5. Semua data-data yang diperlukan untuk pembuatan sistem informasi geografis spasial.

3.3 Prosedur Kerja

Data yang dibutuhkan dalam pembuatan proyek akhir ini adalah data-data yang berhubungan dengan pembuatan Sistem Informasi Geografis spasial, maka untuk mendukung penulisan tersebut penulis melakukan pengumpulan data dengan beberapa metode pengumpulan data, diantaranya sebagai berikut :

1. Studi Lapangan (Field Reserch)

Studi lapangan adalah mendapatkan data langsung dari lapangan yang berkaitan dengan objek penulisan, yang penulis dapatkan berdasarkan pengamatan di lapangan selama melaksanakan penelitian Proyek Akhir pada Stasiun Klimatologi Indrapuri Aceh Besar, baik secara diskusi maupun wawancara dengan pegawai Stasiun Klimatologi Indrapuri.

Data yang diperoleh dalam pembuatan sistem informasi geografis ini yaitu data curah hujan bulanan yang diperoleh dari titik-titik pos hujan kerjasama yang mewakili di setiap wilayah.

a. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan langsung dengan mengajukan pertanyaan tanya jawab kepada para pegawai Stasiun Klimatologi Indrapuri.

b. Pengamatan (Observasi)

Selain wawancara, penulis juga melakukan pengamatan langsung rutinitas yang di lakukan pada Stasiun Klimatologi Indrapuri.

2. Studi Pustaka

Data diperoleh melalui buku-buku literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti sebagai bahan referensi bagi penulis.

3.4 Jadwal Kegiatan

3.5 Metode Pengumpulan dan Analisa Data 3.5.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil data curah hujan sebagai bahan pembuatan klasifikasi Oldeman yang lama dengan periode tahun yang berbeda-beda sesuai dengan ketersediaan data di setiap lokasi.

Data yang digunakan sebanyak 35 sumber data yang berasal dari pos pengamatan curah hujan yang tersebar di seluruh Wilayah Provinsi Aceh dari instansi terkait yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dinas Pertanian, Perseroan Terbatas Perkebunan Swasta (PTPS).

Tabel 3.2 Pos Hujan Oldeman Provinsi Aceh

NO NAMA_POS BUJUR LINTANG

7 Blangbintang 95.4300 5.5200 8 Kuta Baro 95.3900 5.5400 15 Trienggadieng 96.1824 5.2584 16 Peudada 96.5943 5.1955 17 Lhokseumawe 96.9400 5.2200

18 Banda Sakti 97.1300 5.2000 34 Bandara Lasikin 96.4500 2.3600 35 Teupah Barat 95.8000 2.6600

Data yang lain yaitu data informasi geografis Provinsi Aceh diambil dari peta rupa bumi Provinsi Aceh skala 1: 2.500.000 dari Badan Informasi Geospasial.

Gambar 3.1 Peta Pos Hujan Oldeman Provinsi Aceh

3.5.2 Analisa Data

Untuk memetakan klasifikasi iklim metode Oldeman dianalisis dengan menggunakan software ArcGIS. Data-data yang digunakan yaitu data pos penakar curah hujan yang berisi data atribut koordinat lintang dan bujur masing-masing titik, jumlah bulan basah dan bulan kering, serta peta digital wilayah Provinsi Aceh sebagai batasan analisis.

Tahap pertama yaitu menyiapkan data rata-rata curah hujan pada setiap titik pos hujan yang akan kita analisis, dari data curah hujan tersebut kita menghitung curah hujan rata-rata bulanan. Selanjutnya yaitu mengklasifikasikan tipe curah hujan masing-masing pos hujan sesuai dengan konsep klasifikasi tipe iklim oldeman.

Tahapan berikutnya adalah memasukkan data koordinat, data rata-rata curah hujan dan nilai indeks dari hasil perhitungan tipe iklim oldeman berdasarkan rata-rata curah hujan. Data disajikan dalam tabel dengan format *.dbf. Selanjutnya dengan menggunakan software ArcGis *.dbf dirubah kedalam bentuk *.shp dengan terlebih dahulu menyiapkan peta dasar Provinsi Aceh.

Untuk melakukan analisis pemetaan data ini digunakan extension spasial analyst. Setelah data atribut menjadi *.shp dan peta batas administrasinya Provinsi Aceh disiapkan serta extension spasial analystnya aktif, maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpolasi titik yang berisikan data indeks tipe iklim oldeman melalui menu surface-interpolate grid. Setelah itu akan muncul peta baru yang berisikan indeks klasifikasi Oldeman.

Selanjutnya di lakukan simbologi peta hasil interpolasi dengan menggunakan pilihan Categories pilih Unique Values, pada Unique Values tab pilih Values Field pilih Gridcode (nilai hasil interpolasi indeks Oldeman) maka akan di peroleh peta Klasifikasi Tipe Iklim Oldeman.

3.6 Pembuatan Peta Tipe Iklim pada ArcGis 10 3.6.1 Halaman Utama ArcGis 10

Setelah membuka aplikasi ArcGis, langkah pertama yang harus di lakukan adalah mengatur koneksi ke folder yang terdapat data-data yang akan digunakan untuk pembuatan peta. Hal ini dilakukan untuk bisa menambah atau memasukkan data-data yang diperlukan ke dalam project.

Melalui toolbar Add Data kemudian memilih toolbar Connect To Folder dan menentukan folder yang akan di jadikan folder utama project.

Gambar 3.2 Halaman Utama ArcGis

3.6.2 Input Data Peta dan Data Pendukung

Melalui koneksi folder yang sudah ditentukan, kemudian bisa memasukkan data dari folder tersebut, dengan cara Add Data kemudian pilih data yang akan dimasukkan yaitu : kab_aceh.shp dan laut.shp

Gambar 3.3 Input Data Peta

3.6.3 Input Data Tipe Ikim Oldeman

Setelah data peta administrasi Provinsi Aceh (kab_aceh.shp) dimasukkan, maka langkah selanjutnya memasukkan data tipe iklim Oldeman beserta dengan titik koordinat pos hujan Oldeman, dengan cara Add Data kemudian pilih data yang akan dimasukkan yaitu koordinat pos oldeman.dbf dimana data ini terisi dengan nama pos hujan, titik koordinat, tipe iklim oldeman dan juga nilai bobot untuk proses interpolasi data.

Setelah layer koordinat pos oldeman terbentuk, pilih di simbol titik sehingga muncul berbagai macam pilihan simbol sesuai dengan yang akan digunakan dan bisa merubah bentuk, ukuran dan warna simbol untuk titik-titik koordinat yang ditampilkan pada peta.

Gambar 3.4 Input Data Tipe Iklim Oldeman

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Tipe Iklim Oldeman

Tipe iklim ditentukan menggunakan data curah hujan dengan periode waktu tertentu. Dari data curah hujan tersebut, disajikan dalam bentuk curah hujan rata-rata bulanan, kemudian menentukan jumlah bulan basah (BB) berturut-turut dan juga jumlah bulan kering (BK) berturut-turut.

Bulan basah (BB) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm sedangkan bulan kering (BK) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm. Setelah di analisa maka dapat menghasilkan tipe iklim suatu wilayah berdasarkan Klasifikasi Oldeman. Berikut ini grafik curah hujan berdasarkan tipe iklim oldeman :

Gambar 4.1 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim A1

0

Gambar 4.2 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim B1

Gambar 4.3 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim B2

0

Gambar 4.4 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim C1

Gambar 4.5 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim C2

0

Gambar 4.6 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim D1

Gambar 4.7 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim D2 dan D3

0

Gambar 4.8 Grafik Curah Hujan Tipe Iklim E

Dari 35 data pos pengamatan curah hujan, sebaran lokasi data tidak merata bahkan ada kabupaten/kota yang tidak memiliki data yaitu Aceh Jaya, Gayo Lues dan Subulusalam. Untuk Kabupaten/Kota yang hanya diwakili dengan 1 titik pos pengamatan curah hujan yaitu : Banda Aceh, Sabang, Bireun, Langsa, Tamiang Hulu, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Sedangkan untuk kabupaten/kota lainnya sudah memiliki sebaran data yang cukup baik dengan 1 Kabupaten/Kota memiliki minimal 2 titik pos pengamatan curah hujan seperti Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Nagan Raya dan Simeulue (data curah hujan terdapat pada lampiran 1).

Dengan sebaran data yang tidak merata dan adanya Kabupaten/Kota yang tidak memiliki data maka dengan menggunakan Software ArcGis akan dilakukan proses interpolasi data sehingga setiap titik data akan mempengaruhi wilayah yang tidak memiliki data.

4.2 Interpolasi Data Pada ArcGis 10

4.2.1 Proses Interpolasi Data dan Simbologi Peta

Proses interpolasi data dilakukan melalui menu geoprocessing pilih ArcTollbox pilih Spatial Analyst Tools pilih Interpolation kemudian pilih IDW (Inverse Distance Weighted).

Gambar 4.9 Interpolasi menggunakan IDW

Kemudian akan muncul box dari menu IDW, dalam Input Point Features pilih koordinat pos oldeman Events, Z value field pilih BOBOT dan Output cell size dimasukkan 0.001 untuk memperhalus tampilan peta kemudian pilih menu Environments pilih Processing Extent pilih Same as layer kab_aceh, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan hasil interpolasi dengan peta administrasi Provinsi Aceh.

Gambar 4.10 Proses Interpolasi Data

Setelah proses interpolasi selesai maka akan tampil peta dengan warna sesuai nilai bobot dari tipe iklim Oldeman.

Gambar 4.11 Hasil Interpolasi

Langkah selanjutnya melakukan simbologi peta klasifikasikan hasil interpolasi sesuai dengan bobot tipe iklim oldeman yaitu 8 kelas, sesuai dengan jumlah klasifikasi tipe iklim Oldeman.

Gambar 4.12 Hasil Simbologi

4.2.2 Desain Keterangan/Legenda Peta

Langkah terakhir dalam pembuatan peta adalah dengan membuat keterangan pada peta, untuk mempermudah dalam pembacaan peta. Dalam memodifikasi tampilan layout keterangan pada peta, menambahkan garis, kotak, teks dan sebagainya bisa dibuat menggunakan menu ataupun Toolbar Drawing bisa juga memodifikasi atau menambahkan file yang dibutuhkan melalui menu Insert.

Gambar 4.13 Hasil Keterangan/Legenda Peta

4.2.3 Exsport Peta Dalam Bentuk File Gambar

Setelah proses pembuatan legenda peta sudah selesai, maka langkah terakhir menjadikan peta ke dalam bentuk file gambar. bisa menjadi file JPEG, PNG, TIFF dan jenis file gambar lainnya.

Gambar 4.14 Proses Export Peta

Setelah melakukan proses Export peta, maka diperoleh peta tipe iklim Oldeman Provinsi Aceh.

Gambar 4.15 Peta Tipe Iklim Oldeman Provinsi Aceh

4.3 Analisa Hasil Pemetaan Tipe Iklim Oldeman

Berdasarkan peta tipe iklim Oldeman maka diperoleh informasi sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tipe Iklim Oldeman Provinsi Aceh No. Tipe Iklim

Oldeman Wilayah Kabupaten/Kota

1 A1, A2

Aceh Selatan bagian barat, Aceh Barat Daya bagian selatan dan bagian barat, Nagan Raya bagian tengah, bagian selatan dan bagian barat serta Aceh Barat bagian tenggara.

2 B1 bagian utara, Gayo Lues bagian selatan dan bagian barat serta Aceh Selatan bagian tengah dan bagian utara.

4 C1

Aceh Tenggara, Aceh Selatan bagian timur, Gayo Lues bagian selatan dan bagian tengah, Nagan Raya bagian utara, Aceh Barat bagian tengah serta Bener Meriah bagian barat.

5 C2, C3, C4

Subulussalam, Aceh Selatan bagian timur, Gayo Lues bagian tengah, Aceh Tengah bagian selatan dan bagian barat, Aceh Barat bagian utara, Aceh Jaya bagian timur, Pidie bagian tengah dan bagian selatan, Bener Meriah bagian barat, Aceh Utara bagian barat daya serta Bireun bagian tenggara.

Subulussalam, Aceh Selatan bagian timur, Gayo Lues bagian tengah, Aceh Tengah bagian selatan dan bagian barat, Aceh Barat bagian utara, Aceh Jaya bagian timur, Pidie bagian tengah dan bagian selatan, Bener Meriah bagian barat, Aceh Utara bagian barat daya serta Bireun bagian tenggara.

Dokumen terkait