• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya akan membahas tentang konservasi energi melalui selubung bangunan yang digunakan. Nilai OTTV yang memenuhi persyaratan konservasi energi menurut SNI 03-6389-2011 adalah maksimum 35 W/m². Objek yang diteliti pada selubung bangunan yaitu hanya dinding bangunan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krisis Energi

Menurut data Outlook Energi Indonesia 2017, konsumsi energi final terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Konsumsi energi final selama tahun 2010-2015 meningkat relatif terbatas sekitar 1,3% per tahun. Dengan meningkatnya perekonomian dan penduduk diproyeksikan penggunaan energi final di sektor rumah tangga, sektor komersial, dan sektor lainnya (pertanian, konstruksi dan pertambangan) akan terus bertambah. Peranan sektor komersial terhadap total kebutuhan energi final diperkirakan akan meningkat dari 3,6% pada tahun 2015 menjadi menjadi 6,3% (skenario dasar) dan 6,4% (skenario tinggi) pada tahun 2050.

Sektor komersial terdiri atas perdagangan, hotel, restoran, keuangan, badan pemerintah, sekolah, rumah sakit, komunikasi dan lainnya. Tingginya peningkatan kebutuhan energi final perlu diantisipasi dengan menerapkan upaya konservasi energi yang didukung dengan penetapan kebijakan yang tepat dan dapat dilaksanakan.

2.2 Penggunaan Energi pada Bangunan

Persoalan krisis energi dan pemanasan global sama-sama mendesak adanya upaya penghematan untuk menghindari dampak yang lebih buruk dari apa yang kita telah rasakan sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui

pengembangan konsep arsitektur baru yang lebih sadar energi. Konsep bangunan hemat energi dinilai sangatlah penting karena bila melihat pada penggunaan energi secara global, sektor bangunan menyerap jumlah energi yang sangat besar.

Peralatan-peralatan yang mengkonsumsi energi pada bangunan terdiri atas:

a) Peralatan-peralatan untuk mengubah kondisi termal:

1) Sistem penyegaran udara (AC) 2) Sistem ventilasi

b) Peralatan-peralatan untuk mengubah kondisi visual/lighting (pencahayaan):

lampu dan alat-alat kontrolnya.

c) Peralatan untuk sistem transportasi: lift/eskalator

d) Peralatan pendukung listrik lainnya: motor-motor listrik, komputer, TV, dispenser, dan lain-lain.

e) Peralatan yang mengkonsumsi bahan bakar minyak dan gas: boiler, genset, dan lain-lain.

Berdasarkan data Green Building Council Indonesia (GBCI, 2014), proporsi konsumsi energi di sektor bangunan gedung secara berturut-turut adalah untuk penggunaan AC, pencahayaan dan lainnya. Konsumsi energi terbesar di sektor bangunan adalah sistem AC yang mencapai 55%, untuk sistem pencahayaan sebesar 22% dan 23% untuk sistem energi lainnya.

Gambar 2.1 Konsumsi energi pada bangunan gedung Sumber: Green Building Council Indonesia, 2014

Kegiatan audit energi pada bangunan gedung harus melihat aspek-aspek yang terkait dengan gedung yaitu:

1) Sistem kelistrikan pada bangunan gedung

2) Sistem refrigerasi dan tata udara pada bangunan gedung 3) Sistem tata cahaya pada bangunan gedung

4) Sistem selubung bangunan gedung pada bangunan gedung 5) Sistem pompa dan perpompaan pada bangunan gedung

6) Sistem Peralatan lain (lift eskalator dan boiler) pada bangunan gedung 7) Sistem otomasi terintegrasi gedung (Building Automation

System/BAS)

Audit energi adalah alat, jadi bukan hasil kerja atau bukti keberhasilan konservasi energi di gedung. Hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan kegiatan konservasi energi di gedung adalah pemilihan teknologi yang tepat serta kreatifitas untuk membuat disain atau modifikasi sistem menjadi lebih efektif dalam menghemat energi serta tentunya pengalaman yang baik.

2.3 Beban Pendinginan

Beban Pendinginan adalah jumlah total energi panas yang harus dihilangkan dalam satuan waktu dari ruangan yang didinginkan. Beban ini diperlukan untuk mengatasi beban panas eksternal dan internal. Beban panas eksternal diakibatkan oleh panas yang masuk melalui konduksi (dinding, langit-langit, kaca, partisi, lantai), radiasi (kaca), dan konveksi (ventilasi dan infiltrasi). Beban panas internal diakibatkan oleh panas yang timbul karena orang/penghuni, lampu, dan peralatan/mesin. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh (Feri Harianto, 2013) didapatkan hasil perhitungan external heat gain lebih besar dibandingkan dengan internal heat gain yang disebabkan adanya radiasi matahari secara langsung sehingga tingginya external heat gain akan mempengaruhi kondisi temperatur dalam bangunan, pada penelitian gedung 6 lantai dengan luas bangunan 1000 m2 per lantai, temperatur udara luar 30oC dan temperatur udara dalam 25oC.

2.3.1 Internal Heat Gain

Internal heat gain adalah beban panas yang berasal dari dalam bangunan yaitu panas yang dihasilkan oleh:

1. Manusia, dimana tubuh melepas panas melalui empat cara yaitu konveksi, konduksi, radiasi, dan penguapan.

2. Penerangan, cahaya buatan menghasilkan panas dalam ruangan sehingga diperlukan pemilihan dan desain yang baik agar penggunaannya sesuai dengan tujuan yang dimaksud.

3. Peralatan, dimana pada saat digunakan dapat menghasilkan panas dalam ruang. Panas ini menjadi beban penyejukan mesin AC.

2.3.2 External Heat Gain

External Heat Gain adalah panas berasal dari matahari (solar heat gain).

Panas yang masuk ke dalam ruangan menjadi beban panas dalam bangunan. Aliran panas (heat transfer) didefinisikan sebagai perpindahan energi antara dua daerah karena perbedaan suhu (Bradshaw, 1993). Pada daerah dengan suhu rendah (dingin) mengandung energi panas lebih sedikit daripada daerah yang bersuhu tinggi (hangat). Perpindahan panas selalu terjadi dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah. Perpindahan panas tidak lagi terjadi antara dua daerah yang terisolasi satu sama lain, dan memiliki suhu yang sama. Keadaan ini dikatakan berada dalam keadaan kesetimbangan termal. Perpindahan panas dapat terjadi melalui media apapun yang memisahkan dua daerah.

Emisivitas Bahan. Material diatas suhu nol mutlak memancarkan radiasi elektromaknetik. Emisivitas (e) permukaan adalah kemampuan material untuk meradiasikan kembali energi yang diserapnya. Nilai maksimum emisivitas permukaan benda hitam sempurna yang dipancarkan adalah 1,0 sementara obyek yang sesungguhnya memiliki nilai emisivitas kurang dari satu (ASHRAE Handbook Committee, 2001).

Proses perpindahan panas. Perpindahaan panas ke dalam bangunan terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Radiasi matahari yang mengenai kaca sebagian akan dipantulkan kembali ke lingkungan (reflected), sebagian akan

diserap oleh bahan (absorbed), dan sebagian lagi akan diteruskan oleh kaca ke dalam bangunan (transmitted). Panas yang diteruskan oleh kaca ini menjadi beban pendinginan dalam bangunan. Besarnya dapat dihitung dengan persamaan:

Qs = A x SHGF x SC dimana:

A = luas permukaan atap atau dinding luar,dihitung dari gambar bangunan.

SHGF = faktor penambahan kalor matahri, sesuai orientasi, asimut, jam dan bulan.

SC = koeffisien peneduh.

Radiasi matahari yang mengenai dinding sebagian akan dipantulkan kembali ke lingkungan (reflected), sebagian akan dipancarkan kembali secara radiasi, juga secara konveksi oleh udara sekitar dinding, sebagian akan diserap oleh bahan (absorbed) dan akan masuk ke dalam bangunan secara konduksi. Besarnya dapat dihitung dengan persamaan:

Qc = A. U. ∆T dimana:

U = koefisien perpindahan kalor rancangan untuk kaca

∆T = perbedaan temperatur luar dan dalam

Meminimalkan penyerapan radiasi panas matahari dapat diusahakan antara lain dengan mengorientasikan bangunan ke arah utara-selatan, apabila orientasi timur-barat tidak dapat dihindari, usahakan sisi timur-barat bangunan terbayangi secara maksimal (Satwiko, 2008). Fasad terbuka sebaiknya menghadap ke selatan atau utara. Orientasi ini dapat meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari

rendah dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan pertambahan panas (Lippsmeier, 1994).

Transmitan (U-Value). Bahan bangunan turut menentukan nilai transmitansi termal, kesalahan dalam menentukan transmitansi termal dapat menimbulkan kesalahan dalam perhitungan beban pendinginan. Angka konduktan elemen bangunan yang sudah memasukkan faktor konduktan permukaan disebut transmitan (transmitance, U).

2.4 Selubung Bangunan

Selubung bangunan merupakan elemen bangunan yang membungkus bangunan gedung, yaitu dinding dan atap transparan atau yang tidak transparan dimana sebagian besar energi termal berpindah lewat elemen tersebut (SNI 03-6389-2011). Selubung bangunan memiliki peran penting dalam menjawab masalah iklim, seperti radiasi matahari, hujan, angin, dan kelembaban. Faktor panas yang berasal dari luar bangunan akan masuk kedalam ruang melalui selubung bangunan, baik melalui dinding maupun atap yang merupakan beban pendingin yang harus dinetralisir oleh sistem pendingin (AC) dengan menggunakan energi.

Untuk itu dalam rangka pemikiran penghematan energi, maka perolehan panas tersebut harus dibatasi. Perambatan panas (heat transfer) adalah proses perpindahan kalor dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas.

Terdapat tiga cara perambatan panas:

1. Perambatan panas konduktif: perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas melalui kontak (sentuhan).

2. Perambatan panas konvektif: perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas melalui aliran angin (atau zat alir lainnya) 3. Perambatan panas radiatif: perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke

benda yang kurang panas dengan cara pancaran.

Berdasarkan SNI Konservasi Energi Selubung Bangunan, kriteria selubung bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Berlaku hanya untuk komponen dinding dan atap pada bangunan gedung yang dikondisikan (memiliki sistem tata udara)

2. Perpindahan termal menyeluruh untuk dinding dan atap tidak boleh melebihi nilai perpindahan termal menyeluruh yaitu ≤ 35 W/m².

2.4.1 OTTV

OTTV (Overall Thermal Transfer Value) adalah nilai perpindahan termal menyeluruh untuk dinding. OTTV merupakan suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan kaca bagian luar bangunan gedung yang dikondisikan. Konsep OTTV ini mencakup tiga elemen dasar perpindahan panas melalui dinding luar bangunan antara lain:

a. Konduksi panas melalui dinding tidak tembus cahaya.

b. Konduksi panas melalui kaca.

c. Transmisi radiasi matahari melalui kaca.

Besarnya transmisi radiasi matahari dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang diterima, koefisien peneduh dari kaca dan dari alat peneduh (jika ada). Konduksi panas melalui dinding dan kaca dipengaruhi oleh harga transmitansi

(U) dari dinding dan dari kaca, beda temperatur udara di luar terhadap temperatur udara didalam bangunan (ΔT) dan absortansi radiasi matahari dari permukaan luar dari dinding. Ketiga masukan panas ini dirata-ratakan pada seluruh permukaan dari dinding luar bangunan. Dengan memberikan harga batas tertentu untuk OTTV, maka besarnya beban eksternal dapat dibatasi. Besarnya OTTV dipengaruhi oleh perencanaan dari selubung bangunan, antara lain: luas dan jenis kaca, luas dan jenis bahan dinding serta ketebalannya, warna pemukaan luar dinding dan orientasinya.

Untuk membatasi perolehan panas akibat radiasi matahari lewat selubung bangunan, maka ditentukan nilai perpindahan termal menyeluruh untuk selubung bangunan tidak melebihi 35 W/m2.

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan:

OTTV = α [(UW x (1- WWR) x TDEk] + (UfxWWRxT) + (SCxWWRxSF)....(1)

dimana:

OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (W/m2);

α = absorbtans radiasi matahari.

UW = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2.K);

WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan;

TDEk = Beda temperatur ekuivalen;

SF = Faktor radiasi matahari (W/m2);

SC = Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi;

Uf = Transmitansi termal fenestrasi (W/m2.K);

T = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam.

(diambil 5°C)

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu dengan lebih dari satu jenis material dinding, harus dihitung melalui persamaan:

OTTV = [α1 {Uw1 x A1/ΣA (1- WWR) x TDEK} + α2 {Uw2 x A2/ΣA (1- WWR)

x TDEK} + ……… αn {Uwn x An/ΣA (1- WWR) x TDEK}] + { Uf x WWR x ΔT } + { SC x WWR x SF }...(2)

dimana:

A1 = area dinding dengan material 1.

A2 = area dinding dengan material 2.

A3 = area dinding dengan material n.

ΣA = A1+A2+…………+An

Untuk menghitung OTTV seluruh dinding luar, digunakan persamaan sebagai berikut :

𝑶𝑻𝑻𝑽 =

(𝐀𝐨𝟏 𝐱 𝐎𝐓𝐓𝐕𝟏)+(𝐀𝐨𝟐 𝐱 𝐎𝐓𝐓𝐕𝟐)+...+(𝐀𝐨𝐢 𝐱 𝐎𝐓𝐓𝐕𝐢)

𝐀𝐨𝟏+𝐀𝐨𝟐+...𝐀𝐨𝐢

...(3)

dimana:

Aoi = luas dinding pada bagian dinding luar i (m2). Luas total ini termasuk semua permukaan dinding tidak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang terdapat pada bagian dinding tersebut;

OTTVi = nilai perpindahan termal menyeluruh pada bagian dinding I (Watt/m2) sebagai hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (1 atau 2) a. Absorbtans termal

Absorbtans termal (α) merupakan nilai penyerapan energi termal akibat radiasi matahari pada suatu bahan dan ditentukan pula oleh warna bahan tersebut.

Nilai absorbtans termal (α) untuk beberapa jenis permukaan dinding tak transparan dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Nilai Absorbtans Radiasi Matahari untuk Dinding Luar dan Atap tidak Transparan

Bahan dinding luar α

Beton berat* 0,91

Bata merah 0,89

Bituminous felt 0,88

Batu sabak 0,87

Beton ringan 0,86

Aspal jalan setapak 0,82

Kayu permukaan halus 0,78

Beton ekspos 0,61

Ubin putih 0,58

Bata kuning tua 0,56

Atap putih 0,50

Cat alumunium 0,40

Kerikil 0,29

Seng putih 0,26

Bata glazur putih 0,25

Lembaran alumunium yang

dikilapkan 0,12

Sumber: SNI 6389:2011 *untuk bangunan nuklir Tabel 2.2 Nilai Absorbtansi Radiasi Matahari untuk Cat Permukaan Dinding

Luar

Cat permukaan dinding luar α

Hitam merata 0,95

Pernis hitam 0,92

Abu-abu tua 0,91

Pernis biru tua 0,91

Cat minyak hitam 0,90

Coklat tua 0,88

Abu-abu/biru tua 0,88

Biru/hijau tua 0,88

Coklat medium 0,84

Pernis hijau 0,79

Hijau medium 0,59

Kuning medium 0,58

Hijau/biru medium 0,57

Hijau muda 0,47

Putih semi kilap 0,30

Putih kilap 0,25

Perak 0,25

Pernis putih 0,21

Sumber: SNI 6389:2011

Bila α material dan warna diketahui, nilai α yang diambil adalah nilai α lapisan terluar. Namun pada konstruksi dinding tirai (curtain wall) yang memiliki 2 nilai maka α total sama dengan α1 x α2.

b. Transmitans Termal

Nilai transmitans termal dinding tidak transparan (Uw) yang terdiri dari beberapa lapis komponen bangunan, dihitung dengan rumus:

U=1/Rtotal...(4) dimana:

Rtotal= resistansi termal total = ∑R Resistans termal terdiri dari:

a) Resistans lapisan udara luar (RUL)

Besarnya nilai RUL ditunjukkan pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Nilai R lapisan udara permukaan untuk dinding dan atap Jenis permukaan Resistans Termal R

(m2.K/W) Permukaan dalam (RUP) Emisivitas tinggi 1) 0,120

Emisivitas rendah 2) 0,299

Permukaan luar (RUL) Emisivitas tinggi 0,044

Sumber: SNI 6389:2011 Keterangan:

1) Emisivitas tinggi adalah permukaan halus yang tidak mengkilap (non reflektif)

2) Emisivitas rendah adalah permukaan dalam yang sangat reflektif, seperti alumunium foil

b) Resistans termal bahan (RK)

Nilai resistansi termal untuk masing masing bahan dihitung dengan rumus:

R=t/k...(5) dimana:

t = tebal bahan (m)

k = nilai konduktivitas termal bahan (W/m.K)

Besarnya nilai k untuk berbagai jenis bahan terdapat dalam tabel 2.4.

Tabel 2.4 Nilai k Bahan Bangunan

No Bahan bangunan Densitas

(kg/m3)

k (W/m.K)

1 Beton 2400 1,448

2 Beton ringan 960 0,303

3 Bata dengan lapisan plester 1760 0,807

4 Bata langsung dipasang tanpa plester, tahan terhadap cuaca

- 1,154

5 Plesteran pasir semen 1568 0,533

6 Kaca lembaran 2512 1,053

7 Papan gypsum 880 0,170

8 Kayu lunak 608 0,125

9 Kayu keras 702 0,138

10 Kayu lapis 528 0,148

11 Glasswool 32 0,035

12 Fibreglass 32 0,035

13 Paduan Alumunium 2672 211

14 Tembaga 8784 385

15 Baja 7840 47,6

16 Granit 2640 2,927

17 Marmer/Batako/terazo/keramik/mozaik 2640 1,298 Sumber: SNI 6389:2011

c. Beda temperatur ekuivalen

Beda temperatur ekuivalen (TDEK) adalah beda antara temperatur ruangan dan temperatur dinding luar atau atap yang diakibatkan oleh efek radiasi matahari dan temperatur udara luar untuk keadaan yang di anggap quasistatik yang menimbulkan aliran kalor melalui dinding atau atap yang ekuivalen dengan aliran kalor sesungguhnya. Beda temperatur ekuivalen (TDEK ) dipengaruhi oleh:

• Tipe, massa dan densitas konstruksi

• Intensitas radiasi dan lama penyinaran

• Lokasi dan orientasi bangunan

• Kondisi perancangan

Nilai TDEK bisa dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Beda Temperatur Equivalen untuk Dinding

Berat/satuan luas (kg/m²) TDEK

kurang dari 125 15

126 ~ 195 12

lebih dari 195 10

Sumber: SNI 6389:2011

d. Faktor rerata radiasi matahari

Dari data yang diterima dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika untuk wilayah Medan hanya memiliki data radiasi global per tahunnya. Berikut tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.6 Intensitas Radiasi Matahari (W/m2) Kota Medan

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2017 189 205 210 208 192 237 226 211 198 214 176 184 Sumber: Stasiun Klimatologi Deli Serdang (koordinat: 3.620863 LU; 98.714852

BT)

Karena data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah faktor radiasi matahari dari berbagai orientasi (SF). Maka data yang dipakai bukan data radiasi dari BMKG sehingga dilakukan pengambilan data dari simulasi software Ecotect Weather Tool.

U:0° ; TL:45° ; T:90° ; TGR:135° ; S:180° ; BD:-135° ; B:-90° ; BL:-45°

Gambar 2.2 Faktor radiasi matahari kota Medan Sumber: Ecotect Weather Tool 2011

Faktor radiasi matahari (SF) adalah laju rata rata setiap jam dari radiasi matahari pada selang waktu tertentu yang sampai pada suatu permukaan. Faktor radiasi matahari dihitung antara jam 07.00 sampai dengan jam 18.00. Nilai SF dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.7 Faktor Radiasi Matahari (SF, W/m2) Berbagai Orientasi Orientasi

Faktor radiasi matahari (SF) pada tabel diatas di dapat dari tiga sumber yang berbeda, yaitu pada kota Jakarta yang bersumber dari SNI tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan, pada kota Bandung yang bersumber dari Peraturan Walikota Bandung nomor 1023 tahun 2016 tentang Bangunan Gedung Hijau dan pada kota Medan yang di simulasikan pada software Ecotect Weather Tool 2011.

Jika dilihat pada tabel diatas terdapat perbedaan besar radiasi matahari antara kota Jakarta, Bandung dan Medan. Dapat kita lihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 2.3 Grafik faktor radiasi matahari kota Jakarta, Bandung dan

Medan

Dari grafik diatas dapat kita lihat perbedaan yang signifikan antara faktor radiasi matahari kota Jakarta dan Bandung terhadap faktor radiasi matahari kota Medan. Terlihat dari ketiganya bahwa radiasi di kota Medan memiliki nilai rata-rata radiasi yang paling tinggi yaitu mencapai angka 400 W/m2.

Terlihat juga persamaan dari data radiasi ketiga kota tersebut yaitu paling tinggi berada pada orientasi barat yaitu masing-masing pada kota Jakarta 243 W/m2, pada kota Bandung 155 W/m2 dan pada kota Medan 400 W/m2. Pada kota Medan radiasi paling kecil berada pada orientasi utara yaitu 190 W/m2. Sedangkan pada kota Jakarta dan Bandung radiasi terkecil berada pada orientasi selatan yaitu berturut-turut 87 W/m2 dan 98 W/m2.

Faktor radiasi matahari SF (W/m2)

Jakarta Bandung Medan

e. Window to wall ratio (WWR)

Window to wall ratio merupakan proporsi luas bukaan pada dinding bangunan dengan luasan dinding pada bidang yang sama. Proporsi luas jendela memiliki pengaruh sangat besar terhadap beban pendinginan karena menentukan total perolehan panas yang masuk kedalam bangunan. Hal ini dikarenakan jendela kaca dapat memasukkan panas kedalam bangunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dinding masif. Oleh karena itu rasio luas jendela terhadap dinding (WWR) yang lebih tinggi biasanya menyebabkan beban pendinginan lebih tinggi.

Mengurangi luas jendela adalah salah satu solusi paling efektif untuk mengurangi beban pendinginan dan konsumsi energi bangunan secara keseluruhan. Tetapi akan menjadi pertimbangan juga untuk pencahayaan di dalam bangunan.

Panduan Pengguna Bangunan Gedung Hijau Jakarta berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38/2012 WWR untuk perkatoran, retai dan rumah sakit antara 30%

sampai 70%. Standar global menetapkan batas maksimum dari rasio bidang jendela ke dinding (window to wall ratio) antara 25% dan 50%. Intensitas konsumsi energi pada ruang berbanding lurus dengan WWR. Semakin besar nilai WWR, maka tingkat konsumsi energi pada ruang tersebut juga akan semakin besar (Athoillah, 2014).

f. Beda Temperatur Luar dan Dalam (ΔT)

Beda temperatur luar dan dalam bangunan digunakan untuk menghitung konduksi panas dinding transparan untuk bangunan apapun, ΔT mewakili perbedaan suhu iklim lokasi dan desain suhu internal Standar Thailand yang ada

sehingga digunakan ΔT= 5°C (Pramesti, 2017). Sebagaimana 5°C juga telah ditetapkan pada Standar Nasional Indonesia untuk menghitung nilai OTTV.

g. Koefisien peneduh (SC)

Koefisien peneduh (Shading Coefficient) merupakan angka perbandingan antara perolehan kalor melalui fenestrasi dengan atau tanpa peneduh yang ditempatkan pada fenetrasi yang sama. Pada rumus OTTV, faktor radiasi matahari dihitung berdasarkan radiasi matahari tahunan yang ditransmisikan melalui jendela kaca bening setebal 3 mm. Untuk sistem bukaan yang lain, arus perolehan kalor matahari dimodifikasi dengan koefisien peneduh yang didefinisikan sebagai perbandingan antara perolehan kalor matahari melalui sistem bukaan yang mempunyai kombinasi glazing dan koefisien peneduh dengan perolehan kalor matahari yang melalui kaca bening dengan tebal 3 mm.

Koefisien peneduh tiap sistem fenestrasi dapat diperoleh dengan cara mengalikan besaran SC kaca dengan SC effektif dari kelengkapan peneduh luar, sehingga persamaannya menjadi:

SC = SCk x SCEff...

(6) dimana :

SC = koeffisien peneduh sistem fenestrasi.

SCk = koeffisien peneduh kaca.

SCEff = koeffisien peneduh effektif alat peneduh.

Angka koeffisien peneduh kaca didasarkan atas nilai yang dicantumkan oleh pabrik pembuatnya, yang ditentukan berdasarkan sudut datang 45° terhadap garis normal.

2.4.2 RTTV

RTTV (Roof Thermal Transfer Value) adalah nilai perpindahan termal dari penutup atap bangunan. Nilai perpindahan termal dari penutup atap bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan:

RTTV = [(Ar x Ur x TDEK) + (As x Us x ΔT) + (As x SC x SF)] / Ao

dengan :

RTTV = nilai perpindahan termal menyeluruh untuk atap (W/m2) α = absorbtans radiasi matahari

Ar = luas atap yang tidak transparan (m2) As = luas skylight (m2)

Ao = luas total atap = Ar + As (m2)

Ur = transmitans termal atap tidak transparan (W/m2.K) TDEK = beda temperatur ekuivalen (K)

SC = koefisien peneduh dari sistem fenestrasi SF = faktor radiasi matahari (W/m2)

Nilai transmitans termal maksimum penutup atap (Ur), ditunjukkan pada tabel 2.8 dibawah ini.

Tabel 2.8 Nilai transmitans termal atap (Ur) maksimum Berat per satuan luas atap (kg/m2) Transmitans termal maksimum

(W/m2.K)

Di bawah 50 1) 0.4

50 ~ 230 2) 0.8

lebih dari 230 3) 1.2

Sumber: SNI 6389:2011 Keterangan:

1) Atap genteng

2) Atap beton ringan

3) Atap beton ketebalan > 6 inchi (15 cm)

Nilai beda temperatur ekuivalen untuk berbagai konstruksi atap ditentukan sesuai angka-angka pada tabel 2.9.

Tabel 2.9 Beda Temperatur Ekuivalen Berbagai Penutup Atap Berat atap per satuan luas (kg/m2) Beda temperatur ekuivalen (TDEK),

K

Di bawah 50 1) 24

50 ~ 230 2) 20

lebih dari 230 3) 16

Sumber: SNI 6389:2011

2.5 Konservasi Energi Selubung Bangunan

Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung merupakan standar yang memuat kriteria perancangan, prosedur perancangan, konservasi energi dan rekomendasi dari selubung bangunan pada bangunan gedung yang optimal, sehingga penggunaan energi dapat evisien tanpa mengorbankan kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni (SNI 03-6389:2011).

2.5.1 Aspek Perancangan Konservasi Energi 2.5.1.1 Matahari dan Pembayangan

Orientasi bangunan merupakan salah satu faktor utama untuk meminimalkan konsumsi energi pada bangunan. Orientasi bangunan di wilayah iklim tropis lembab lebih diutamakan mengarah ke utara, selatan dan timur, untuk bukaan yang memadai sebagai penangkap angin dalam meningkatkan pendinginan di dalam ruangan dan penggunaan penerangan alami yang memadai untuk kegiatan di dalam ruang. Jumlah panas yang berlebihan di iklim tropis belum dimanfaatkan secara optimal oleh beberapa perancang pada bangunan.

Seluruh permukaan bangunan harus terlindungi dari sinar matahari secara langsung. Dinding dapat dibayangi oleh pepohonan. Atap perlu diberi

Seluruh permukaan bangunan harus terlindungi dari sinar matahari secara langsung. Dinding dapat dibayangi oleh pepohonan. Atap perlu diberi

Dokumen terkait