• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN PADA KANTOR PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS: KANTOR PENGADILAN TINGGI MEDAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN PADA KANTOR PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS: KANTOR PENGADILAN TINGGI MEDAN)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KANTOR PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN

(STUDI KASUS: KANTOR PENGADILAN TINGGI MEDAN)

SKRIPSI

OLEH

SEPANI NURMALA PASARIBU 140406020

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

KANTOR PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN

(STUDI KASUS: KANTOR PENGADILAN TINGGI MEDAN)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur Pada Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

SEPANI NURMALA PASARIBU 140406020

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN PADA KANTOR PEMERINTAHAN DI KOTA MEDAN

(STUDI KASUS: KANTOR PENGADILAN TINGGI MEDAN)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 05 Oktober 2018

Sepani Nurmala Pasaribu

(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Penghematan energi melalui sistem tata udara (air conditioning system) merupakan program Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendorong konservasi energi pada kantor pemerintahan. Pada bangunan gedung, sistem tata udara mengkonsumsi energi paling banyak untuk mengatasi beban pendinginan yang terdiri dari beban internal, yaitu panas dari dalam bangunan yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan lainnya dan beban eksternal yaitu panas matahari yang masuk melalui selubung bangunan melalui proses konveksi, konduksi dan radiasi. Untuk mengurangi beban eksternal dalam upaya konservasi energi, SNI 03-6389-2011 menentukan kriteria desain dinding selubung bangunan yang dikenal dengan OTTV (Overall Thermal Transfer Value) dibatasi maksimum 35 Watt/m². Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantifikasi, yaitu mengevaluasi nilai OTTV. Studi dilakukan pada bangunan Kantor Pengadilan Tinggi Medan dan diperoleh hasil bahwa OTTV tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan. Dalam upaya konservasi energi maka dilakukan penurunan nilai OTTV hingga memenuhi kriteria dengan simulasi modifikasi WWR, modifikasi warna cat dan modifikasi kaca ganda.

Kata Kunci: konservasi energi, selubung bangunan, OTTV

(8)

ABSTRACT

Save the energy through the air conditioning system is a program from the Ministry of Energy and Mineral Resources to encourage energy conservation in government offices. In buildings, the air conditioning systems consume the most energy to overcome cooling loads which consist of internal loads, heat from inside the building caused by lights, occupants and other equipment and external loads that enter through solar heat through building envelopes through convection process, conduction, and radiation. To reduce the external burden in energy conservation efforts, SNI 03-6389-2011 determines the criteria for building wall covering design, known as OTTV (Overall Thermal Transfer Value) limited to a maximum of 35 Watts / m2. The method used in this study is quantification, which evaluates the value of OTTV. The study was conducted in the Pengadilan Tinggi Medan office building and obtained results that OTTV did not meet the required criteria. In an effort to save energy, the OTTV value has been reduced to meet the criteria by modifying WWR simulations (window to wall ratio), modification of paint color and double glass modification.

Keyword: energy conservation, building envelope, OTTV

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Kantor Pemerintahan di Kota Medan (Studi Kasus: Pengadilan Tinggi Medan)”. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Arsitektur Fakultas Teknik di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi, tentunya Penulis tidak terlepas dari dukungan dan bantuan serta kritik yang membangun dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc. selaku Ketua Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Basaria Talarosha, M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, dan saran serta meluangkan waktu dalam proses penulisan untuk skripsi ini.

3. Bapak Yulesta Putra, ST., MSc. dan Ibu Amy Marisa, ST., M.Sc., Ph.D.

selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan serta ilmu kepada Penulis dalam proses pengerjaan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Nelson Siahaan, Dipl. TP., M.Arch. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memotivasi dan mengarahkan Penulis.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya selama Penulis mengikuti perkuliahan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

(10)

6. Bapak Timbul Jansen, ST. MT. selaku Ketua Bagian Umum kantor Pengadilan Tinggi Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian dan selalu mengarahkan serta memberikan bantuan yang Penulis butuhkan.

7. Teristimewa kedua orangtua terhebat, Bapak (R.T.Pasaribu) dan Mamak (D.

br Pardede) yang selalu memberikan doa dan kasih sayang yang tak terhingga untuk Penulis.

8. Kepada saudara yang terkasih kakak dan abang yang telah banyak membantu dan selalu mendukung serta memotivasi Penulis, Adrianto Pasaribu/Tarida Sinurat (A.Christo), Cosmas Sipayung/Glorista Pasaribu (A.Callysta), Wilson Pasaribu/Andes Natalia (A.Kembar), dan Van Basti Pasaribu.

9. Kepada Marteus Partogi Hamongan Sihombing yang selalu memberikan waktu mulai dari awal proses penulisan skripsi ini hingga selesai, sekaligus yang telah menjadi motivator terbaik yang telah banyak membantu Penulis.

10. Sahabatku Angel Christine Aritonang, SSC dan D’Happy Rainbow.

11. Kepada para waluyo Unika St. Thomas (Wika, Teus, Riki, Jekson, Bg Jhon, Bg Rioko, Bg Randa, dll) yang sama-sama berjuang untuk skripsi dan menjadi teman travelling serta refreshing ketika Penulis mulai jenuh dengan masa-masa perkuliahan.

12. Kepada seluruh teman Arsitektur 2014, terkhusus teman seperjuangan 2014 (Kristin, Frigga, Cynthia, Albert, Brama, Deden, Uli, Ferdi, Gibka, Gustina, Hizkia, Ivana, Joel, Maria, Odelia, Oscar, Rini, Velinda, dan Yosua)

(11)

13. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bagi peneliti.

Medan, 5 Oktober 2018

Penulis

Sepani Nurmala Pasaribu

(12)

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN PERNYATAAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR TABEL... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

1.5 Batasan Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krisis Energi... 4

2.2 Penggunaan Energi Pada Bangunan... 4

2.3 Beban Pendinginan... 7

2.3.1 Internal Heat Gain... 7

2.3.2 External Heat Gain... 8

(13)

2.4.1 OTTV... 11

2.4.2 RTTV... 25

2.5 Konservasi Energi Selubung Bangunan... 27

2.5.1 Aspek Perancangan Konservasi Energi... 27

2.5.1.1 Matahari dan Pembayangan... 27

2.5.1.2 Pengurangan Radiasi Matahari... 28

2.5.1.3 Penurunan Nilai OTTV... 30

2.6 Penelitian Sebelumnya (Studi Literatur)... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian... 37

3.2 Variabel Penelitian... 37

3.3 Tahapan Penelitian... 38

3.3.1 Penentuan Objek Penelitian (Studi Kasus)... 38

3.3.2 Pengumpulan Data... 38

3.4 Instrumen Penelitian... 39

3.5 Lokasi Penelitian... 40

3.6 Deskripsi Objek Penelitian... 41

3.6.1 Kantor Pengadilan Tinggi Medan... 41

3.6.2 Denah dan Tampak... 42

3.7 Metode dan Pelaksanaan Penelitian... 45

3.7.1 Menghitung nilai OTTV secara manual... 45

3.7.2 Menentukan Shading Coefficient menggunakan Ecotect.. 46

(14)

4.1 Analisis OTTV... 51

4.1.1 Penentuan Nilai Variabel dalam OTTV... 52

4.1.2 Perhitungan OTTV... 66

4.2 Kondisi Nilai WWR terhadap nilai OTTV... 72

4.3 Kondisi Nilai SC Terhadap Nilai OTTV... 73

4.4 Rekomendasi Penurunan Nilai OTTV... 74

4.4.1 Menurunkan nilai WWR (Modifikasi WWR)... 74

4.4.2 Merubah Warna Cat Dinding Luar (Modifikasi α)... 78

4.4.3 Memasang Jendela Kaca Ganda (Modifikasi Uf)... 80

BAB V KESIMPULAN... 83

DAFTAR PUSTAKA... 84 LAMPIRAN

(15)

Gambar 2.1 Konsumsi Energi pada Bangunan gedung... 6

Gambar 2.2 Faktor radiasi matahari kota Medan... 20

Gambar 2.3 Grafik faktor radiasi matahari kota Jakarta, Bandung dan Medan... 22

Gambar 3.1 Lokasi penelitian... 40

Gambar 3.2 Denah lantai 1 dan 2... 42

Gambar 3.3 Tampak eksisting bangunan... 43

Gambar 3.4 Tampak bangunan... 44

Gambar 3.5 Pemodelan pada sofware Ecotect... 47

Gambar 3.6 Penginputan data iklim pada software... 48

Gambar 3.7 Pengaturan tanggal pada software... 48

Gambar 3.8 Pengaturan interval waktu... 49

Gambar 3.9 Tabel solar shade... 49

Gambar 3.10 Stereographic diagram... 50

Gambar 4.1 Material dinding cat kuning medium dan dinding keramik coklat... 54

Gambar 4.2 Diagram Stereographic selatan... 59

Gambar 4.3 Diagram Stereographic utara... 60

Gambar 4.4 Diagram Stereographic timur... 61

Gambar 4.5 Diagram Stereographic barat... 62

Gambar 4.6 Faktor radiasi kota Medan... 64

Gambar 4.7 Orientasi selatan (depan)... 67

(16)

Gambar 4.9 Orientasi timur (samping kiri)... 69

Gambar 4.10 Orientasi barat (samping kanan)... 70

Gambar 4.11 Grafik kondisi nilai WWR terhadap nilai OTTV... 73

Gambar 4.12 Grafik kondisi nilai SC terhadap nilai OTTV... 74

Gambar 4.13 Grafik rasio WWR terhadap nilai OTTV... 76

Gambar 4.14 Posisi jendela yang dikurangi... 78

Gambar 4.15 Jendela... 78

Gambar 4.16 Grafik nilai koefisien α terhadap nilai OTTV... 79

Gambar 4.17 Grafik nilai koefisien kaca ganda terhadap nilai OTTV... 82

(17)

Tabel 2.1 Nilai absorbtansi radiasi matahari untuk dinding luar dan atap tidak

transparan... 14

Tabel 2.2 Nilai absorbtansi radiasi matahari untuk cat permukaan dinding luar... 15

Tabel 2.3 Nilai R lapisan udara permukaan untuk dinding dan atap... 17

Tabel 2.4 Nilai k Bahan Bangunan... 18

Tabel 2.5 Beda temperatur ekuivalen untuk dinding... 19

Tabel 2.6 Intensitas Radiasi Matahari (W/m2) kota Medan... 20

Tabel 2.7 Faktor Radiasi Matahari (SF, W/m2) Berbagai Orientasi... 21

Tabel 2.8 Nilai transmitans termal atap (Ur) maksimum... 26

Tabel 2.9 Beda temperatur ekuivalen berbagai penutup atap... 26

Tabel 2.10 Studi Literatur terkait Konservasi Energi Selubung Bangunan.... 32

Tabel 4.1 Menentukan nilai masing-masing variabel OTTV... 52

Tabel 4.2 Material bangunan Kantor Pengadilan Tinggi... 53

Tabel 4.3 Perhitungan nilai WWR... 56

Tabel 4.4 Perhitungan nilai SCeff orientasi selatan... 59

Tabel 4.5 Perhitungan nilai SCeff orientasi utara... 60

Tabel 4.6 Perhitungan nilai SCeff orientasi timur... 61

Tabel 4.7 Perhitungan nilai SCeff orientasi barat... 62

Tabel 4.8 Perhitungan nilai SCsetiap orientasi... 62

Tabel 4.9 Faktor radiasi matahari kota Medan... 64

Tabel 4.10 Luas dinding pada berbagai orientasi... 65

(18)

Tabel 4.12 Perhitungan OTTV total... 71

Tabel 4.13 Rasio WWR Orientasi Timur Terhadap Nilai OTTV... 75

Tabel 4.14 Perhitungan OTTV Total Setelah Modifikasi WWR... 76

Tabel 4.15 Perbandingan Koefisien α Terhadap OTTV... 78

Tabel 4.16 Perhitungan OTTV Total Setelah Modifikasi Koefisien α... 79

Tabel 4.17 Perbandingan koefisien kaca ganda terhadap OTTV... 80

Tabel 4.18 Perhitungan OTTV Total Setelah Modifikasi kaca (Uf)... 81

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis energi dunia terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah manusia. Konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2013 (ACEEE, 2016) yaitu 40% untuk bangunan, 29% untuk transportasi, 23% untuk industri, dan 8% untuk energi lainnya. Menurut GBCI (2014) konsumsi energi pada bangunan digunakan untuk sistem pengudaraan (55%), pencahayaan (22%), dan lainnya (23%). Di daerah iklim tropis yang suhu rata-ratanya tinggi seperti Indonesia, sistem pengudaraan menggunakan AC (Air Conditioner) dapat mengkonsumsi energi listrik hingga mencapai 60% dari total energi yang digunakan (Satwiko, 2009).

Banyaknya konsumsi energi pada AC ditentukan oleh jumlah beban pendinginan yang bersumber dari dalam bangunan (internal heat gain) dan luar bangunan (external heat gain). Internal heat gain merupakan beban panas yang berasal dari dalam bangunan yang disebabkan oleh aktivitas dari penghuni, pencahayaan dengan lampu, mesin-mesin dan peralatan lainnya. External heat gain adalah panas yang berasal dari matahari yang masuk ke dalam bangunan melalui proses radiasi dan konduksi lewat selubung bangunan (dinding dan atap). Desain dan pemilihan material selubung bangunan yang tepat mampu mengurangi jumlah panas yang masuk ke dalam bangunan sehingga mengurangi beban pendinginan

(20)

yang identik dengan pengurangan jumlah konsumsi energi untuk AC. Untuk mengurangi beban pendinginan (cooling load) dalam rangka mendukung upaya konservasi energi, maka perolehan panas eksternal melalui dinding selubung bangunan yang dikenal sebagai OTTV (Overall Thermal Transfer Value) dibatasi maksimum 35 W/m2 (SNI 03-6389-2011).

Gedung perkantoran pada umumnya menggunakan sistem pengkondisian udara (AC) untuk memperoleh dan mempertahankan kondisi nyaman termal yang dibutuhkan untuk mendukung produktivitas kerja, sebagaimana gedung kantor pemerintahan Pengadilan Tinggi Medan. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 13 tahun 2012 tentang Penghematan Pemakaian Energi Listrik mensyaratkan seluruh bangunan gedung kantor pemerintah baik di pusat maupun daerah harus melaksanakan program penghematan energi listrik pada sistem tata udara (air conditioning system), sistem tata cahaya dan peralatan pendukung lainnya. Mengingat bahwa sistem tata udara paling banyak menggunakan energi pada bangunan, dan konservasi energi dapat dilakukan melalui pembatasan nilai OTTV, maka penelitian bertujuan untuk mengevaluasi nilai OTTV pada bangunan kantor Pengadilan Tinggi Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemilihan judul, permasalahan penelitian adalah apakah bangunan kantor Pengadilan Tinggi Medan sudah memenuhi standar konservasi energi selubung bangunan?

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai OTTV pada objek studi bangunan kantor Pengadilan Tinggi Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang peranan selubung bangunan terhadap konservasi energi pada bangunan perkantoran yang menggunakan AC.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya akan membahas tentang konservasi energi melalui selubung bangunan yang digunakan. Nilai OTTV yang memenuhi persyaratan konservasi energi menurut SNI 03-6389-2011 adalah maksimum 35 W/m². Objek yang diteliti pada selubung bangunan yaitu hanya dinding bangunan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krisis Energi

Menurut data Outlook Energi Indonesia 2017, konsumsi energi final terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Konsumsi energi final selama tahun 2010-2015 meningkat relatif terbatas sekitar 1,3% per tahun. Dengan meningkatnya perekonomian dan penduduk diproyeksikan penggunaan energi final di sektor rumah tangga, sektor komersial, dan sektor lainnya (pertanian, konstruksi dan pertambangan) akan terus bertambah. Peranan sektor komersial terhadap total kebutuhan energi final diperkirakan akan meningkat dari 3,6% pada tahun 2015 menjadi menjadi 6,3% (skenario dasar) dan 6,4% (skenario tinggi) pada tahun 2050.

Sektor komersial terdiri atas perdagangan, hotel, restoran, keuangan, badan pemerintah, sekolah, rumah sakit, komunikasi dan lainnya. Tingginya peningkatan kebutuhan energi final perlu diantisipasi dengan menerapkan upaya konservasi energi yang didukung dengan penetapan kebijakan yang tepat dan dapat dilaksanakan.

2.2 Penggunaan Energi pada Bangunan

Persoalan krisis energi dan pemanasan global sama-sama mendesak adanya upaya penghematan untuk menghindari dampak yang lebih buruk dari apa yang kita telah rasakan sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui

(23)

pengembangan konsep arsitektur baru yang lebih sadar energi. Konsep bangunan hemat energi dinilai sangatlah penting karena bila melihat pada penggunaan energi secara global, sektor bangunan menyerap jumlah energi yang sangat besar.

Peralatan-peralatan yang mengkonsumsi energi pada bangunan terdiri atas:

a) Peralatan-peralatan untuk mengubah kondisi termal:

1) Sistem penyegaran udara (AC) 2) Sistem ventilasi

b) Peralatan-peralatan untuk mengubah kondisi visual/lighting (pencahayaan):

lampu dan alat-alat kontrolnya.

c) Peralatan untuk sistem transportasi: lift/eskalator

d) Peralatan pendukung listrik lainnya: motor-motor listrik, komputer, TV, dispenser, dan lain-lain.

e) Peralatan yang mengkonsumsi bahan bakar minyak dan gas: boiler, genset, dan lain-lain.

Berdasarkan data Green Building Council Indonesia (GBCI, 2014), proporsi konsumsi energi di sektor bangunan gedung secara berturut-turut adalah untuk penggunaan AC, pencahayaan dan lainnya. Konsumsi energi terbesar di sektor bangunan adalah sistem AC yang mencapai 55%, untuk sistem pencahayaan sebesar 22% dan 23% untuk sistem energi lainnya.

(24)

Gambar 2.1 Konsumsi energi pada bangunan gedung Sumber: Green Building Council Indonesia, 2014

Kegiatan audit energi pada bangunan gedung harus melihat aspek-aspek yang terkait dengan gedung yaitu:

1) Sistem kelistrikan pada bangunan gedung

2) Sistem refrigerasi dan tata udara pada bangunan gedung 3) Sistem tata cahaya pada bangunan gedung

4) Sistem selubung bangunan gedung pada bangunan gedung 5) Sistem pompa dan perpompaan pada bangunan gedung

6) Sistem Peralatan lain (lift eskalator dan boiler) pada bangunan gedung 7) Sistem otomasi terintegrasi gedung (Building Automation

System/BAS)

Audit energi adalah alat, jadi bukan hasil kerja atau bukti keberhasilan konservasi energi di gedung. Hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan kegiatan konservasi energi di gedung adalah pemilihan teknologi yang tepat serta kreatifitas untuk membuat disain atau modifikasi sistem menjadi lebih efektif dalam menghemat energi serta tentunya pengalaman yang baik.

(25)

2.3 Beban Pendinginan

Beban Pendinginan adalah jumlah total energi panas yang harus dihilangkan dalam satuan waktu dari ruangan yang didinginkan. Beban ini diperlukan untuk mengatasi beban panas eksternal dan internal. Beban panas eksternal diakibatkan oleh panas yang masuk melalui konduksi (dinding, langit-langit, kaca, partisi, lantai), radiasi (kaca), dan konveksi (ventilasi dan infiltrasi). Beban panas internal diakibatkan oleh panas yang timbul karena orang/penghuni, lampu, dan peralatan/mesin. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh (Feri Harianto, 2013) didapatkan hasil perhitungan external heat gain lebih besar dibandingkan dengan internal heat gain yang disebabkan adanya radiasi matahari secara langsung sehingga tingginya external heat gain akan mempengaruhi kondisi temperatur dalam bangunan, pada penelitian gedung 6 lantai dengan luas bangunan 1000 m2 per lantai, temperatur udara luar 30oC dan temperatur udara dalam 25oC.

2.3.1 Internal Heat Gain

Internal heat gain adalah beban panas yang berasal dari dalam bangunan yaitu panas yang dihasilkan oleh:

1. Manusia, dimana tubuh melepas panas melalui empat cara yaitu konveksi, konduksi, radiasi, dan penguapan.

2. Penerangan, cahaya buatan menghasilkan panas dalam ruangan sehingga diperlukan pemilihan dan desain yang baik agar penggunaannya sesuai dengan tujuan yang dimaksud.

(26)

3. Peralatan, dimana pada saat digunakan dapat menghasilkan panas dalam ruang. Panas ini menjadi beban penyejukan mesin AC.

2.3.2 External Heat Gain

External Heat Gain adalah panas berasal dari matahari (solar heat gain).

Panas yang masuk ke dalam ruangan menjadi beban panas dalam bangunan. Aliran panas (heat transfer) didefinisikan sebagai perpindahan energi antara dua daerah karena perbedaan suhu (Bradshaw, 1993). Pada daerah dengan suhu rendah (dingin) mengandung energi panas lebih sedikit daripada daerah yang bersuhu tinggi (hangat). Perpindahan panas selalu terjadi dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah. Perpindahan panas tidak lagi terjadi antara dua daerah yang terisolasi satu sama lain, dan memiliki suhu yang sama. Keadaan ini dikatakan berada dalam keadaan kesetimbangan termal. Perpindahan panas dapat terjadi melalui media apapun yang memisahkan dua daerah.

Emisivitas Bahan. Material diatas suhu nol mutlak memancarkan radiasi elektromaknetik. Emisivitas (e) permukaan adalah kemampuan material untuk meradiasikan kembali energi yang diserapnya. Nilai maksimum emisivitas permukaan benda hitam sempurna yang dipancarkan adalah 1,0 sementara obyek yang sesungguhnya memiliki nilai emisivitas kurang dari satu (ASHRAE Handbook Committee, 2001).

Proses perpindahan panas. Perpindahaan panas ke dalam bangunan terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Radiasi matahari yang mengenai kaca sebagian akan dipantulkan kembali ke lingkungan (reflected), sebagian akan

(27)

diserap oleh bahan (absorbed), dan sebagian lagi akan diteruskan oleh kaca ke dalam bangunan (transmitted). Panas yang diteruskan oleh kaca ini menjadi beban pendinginan dalam bangunan. Besarnya dapat dihitung dengan persamaan:

Qs = A x SHGF x SC dimana:

A = luas permukaan atap atau dinding luar,dihitung dari gambar bangunan.

SHGF = faktor penambahan kalor matahri, sesuai orientasi, asimut, jam dan bulan.

SC = koeffisien peneduh.

Radiasi matahari yang mengenai dinding sebagian akan dipantulkan kembali ke lingkungan (reflected), sebagian akan dipancarkan kembali secara radiasi, juga secara konveksi oleh udara sekitar dinding, sebagian akan diserap oleh bahan (absorbed) dan akan masuk ke dalam bangunan secara konduksi. Besarnya dapat dihitung dengan persamaan:

Qc = A. U. ∆T dimana:

U = koefisien perpindahan kalor rancangan untuk kaca

∆T = perbedaan temperatur luar dan dalam

Meminimalkan penyerapan radiasi panas matahari dapat diusahakan antara lain dengan mengorientasikan bangunan ke arah utara-selatan, apabila orientasi timur-barat tidak dapat dihindari, usahakan sisi timur-barat bangunan terbayangi secara maksimal (Satwiko, 2008). Fasad terbuka sebaiknya menghadap ke selatan atau utara. Orientasi ini dapat meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari

(28)

rendah dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan pertambahan panas (Lippsmeier, 1994).

Transmitan (U-Value). Bahan bangunan turut menentukan nilai transmitansi termal, kesalahan dalam menentukan transmitansi termal dapat menimbulkan kesalahan dalam perhitungan beban pendinginan. Angka konduktan elemen bangunan yang sudah memasukkan faktor konduktan permukaan disebut transmitan (transmitance, U).

2.4 Selubung Bangunan

Selubung bangunan merupakan elemen bangunan yang membungkus bangunan gedung, yaitu dinding dan atap transparan atau yang tidak transparan dimana sebagian besar energi termal berpindah lewat elemen tersebut (SNI 03- 6389-2011). Selubung bangunan memiliki peran penting dalam menjawab masalah iklim, seperti radiasi matahari, hujan, angin, dan kelembaban. Faktor panas yang berasal dari luar bangunan akan masuk kedalam ruang melalui selubung bangunan, baik melalui dinding maupun atap yang merupakan beban pendingin yang harus dinetralisir oleh sistem pendingin (AC) dengan menggunakan energi.

Untuk itu dalam rangka pemikiran penghematan energi, maka perolehan panas tersebut harus dibatasi. Perambatan panas (heat transfer) adalah proses perpindahan kalor dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas.

Terdapat tiga cara perambatan panas:

1. Perambatan panas konduktif: perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas melalui kontak (sentuhan).

(29)

2. Perambatan panas konvektif: perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas melalui aliran angin (atau zat alir lainnya) 3. Perambatan panas radiatif: perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke

benda yang kurang panas dengan cara pancaran.

Berdasarkan SNI Konservasi Energi Selubung Bangunan, kriteria selubung bangunan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Berlaku hanya untuk komponen dinding dan atap pada bangunan gedung yang dikondisikan (memiliki sistem tata udara)

2. Perpindahan termal menyeluruh untuk dinding dan atap tidak boleh melebihi nilai perpindahan termal menyeluruh yaitu ≤ 35 W/m².

2.4.1 OTTV

OTTV (Overall Thermal Transfer Value) adalah nilai perpindahan termal menyeluruh untuk dinding. OTTV merupakan suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan kaca bagian luar bangunan gedung yang dikondisikan. Konsep OTTV ini mencakup tiga elemen dasar perpindahan panas melalui dinding luar bangunan antara lain:

a. Konduksi panas melalui dinding tidak tembus cahaya.

b. Konduksi panas melalui kaca.

c. Transmisi radiasi matahari melalui kaca.

Besarnya transmisi radiasi matahari dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang diterima, koefisien peneduh dari kaca dan dari alat peneduh (jika ada). Konduksi panas melalui dinding dan kaca dipengaruhi oleh harga transmitansi

(30)

(U) dari dinding dan dari kaca, beda temperatur udara di luar terhadap temperatur udara didalam bangunan (ΔT) dan absortansi radiasi matahari dari permukaan luar dari dinding. Ketiga masukan panas ini dirata-ratakan pada seluruh permukaan dari dinding luar bangunan. Dengan memberikan harga batas tertentu untuk OTTV, maka besarnya beban eksternal dapat dibatasi. Besarnya OTTV dipengaruhi oleh perencanaan dari selubung bangunan, antara lain: luas dan jenis kaca, luas dan jenis bahan dinding serta ketebalannya, warna pemukaan luar dinding dan orientasinya.

Untuk membatasi perolehan panas akibat radiasi matahari lewat selubung bangunan, maka ditentukan nilai perpindahan termal menyeluruh untuk selubung bangunan tidak melebihi 35 W/m2.

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan:

OTTV = α [(UW x (1- WWR) x TDEk] + (UfxWWRxT) + (SCxWWRxSF)....(1)

dimana:

OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (W/m2);

α = absorbtans radiasi matahari.

UW = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2.K);

WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan;

TDEk = Beda temperatur ekuivalen;

(31)

SF = Faktor radiasi matahari (W/m2);

SC = Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi;

Uf = Transmitansi termal fenestrasi (W/m2.K);

T = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam.

(diambil 5°C)

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu dengan lebih dari satu jenis material dinding, harus dihitung melalui persamaan:

OTTV = [α1 {Uw1 x A1/ΣA (1- WWR) x TDEK} + α2 {Uw2 x A2/ΣA (1- WWR)

x TDEK} + ……… αn {Uwn x An/ΣA (1- WWR) x TDEK}] + { Uf x WWR x ΔT } + { SC x WWR x SF }...(2)

dimana:

A1 = area dinding dengan material 1.

A2 = area dinding dengan material 2.

A3 = area dinding dengan material n.

ΣA = A1+A2+…………+An

(32)

Untuk menghitung OTTV seluruh dinding luar, digunakan persamaan sebagai berikut :

𝑶𝑻𝑻𝑽 =

(𝐀𝐨𝟏 𝐱 𝐎𝐓𝐓𝐕𝟏)+(𝐀𝐨𝟐 𝐱 𝐎𝐓𝐓𝐕𝟐)+...+(𝐀𝐨𝐢 𝐱 𝐎𝐓𝐓𝐕𝐢)

𝐀𝐨𝟏+𝐀𝐨𝟐+...𝐀𝐨𝐢

...(3)

dimana:

Aoi = luas dinding pada bagian dinding luar i (m2). Luas total ini termasuk semua permukaan dinding tidak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang terdapat pada bagian dinding tersebut;

OTTVi = nilai perpindahan termal menyeluruh pada bagian dinding I (Watt/m2) sebagai hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (1 atau 2) a. Absorbtans termal

Absorbtans termal (α) merupakan nilai penyerapan energi termal akibat radiasi matahari pada suatu bahan dan ditentukan pula oleh warna bahan tersebut.

Nilai absorbtans termal (α) untuk beberapa jenis permukaan dinding tak transparan dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Nilai Absorbtans Radiasi Matahari untuk Dinding Luar dan Atap tidak Transparan

Bahan dinding luar α

Beton berat* 0,91

Bata merah 0,89

Bituminous felt 0,88

Batu sabak 0,87

(33)

Beton ringan 0,86

Aspal jalan setapak 0,82

Kayu permukaan halus 0,78

Beton ekspos 0,61

Ubin putih 0,58

Bata kuning tua 0,56

Atap putih 0,50

Cat alumunium 0,40

Kerikil 0,29

Seng putih 0,26

Bata glazur putih 0,25

Lembaran alumunium yang

dikilapkan 0,12

Sumber: SNI 6389:2011 *untuk bangunan nuklir Tabel 2.2 Nilai Absorbtansi Radiasi Matahari untuk Cat Permukaan Dinding

Luar

Cat permukaan dinding luar α

Hitam merata 0,95

Pernis hitam 0,92

Abu-abu tua 0,91

Pernis biru tua 0,91

Cat minyak hitam 0,90

Coklat tua 0,88

Abu-abu/biru tua 0,88

Biru/hijau tua 0,88

Coklat medium 0,84

(34)

Pernis hijau 0,79

Hijau medium 0,59

Kuning medium 0,58

Hijau/biru medium 0,57

Hijau muda 0,47

Putih semi kilap 0,30

Putih kilap 0,25

Perak 0,25

Pernis putih 0,21

Sumber: SNI 6389:2011

Bila α material dan warna diketahui, nilai α yang diambil adalah nilai α lapisan terluar. Namun pada konstruksi dinding tirai (curtain wall) yang memiliki 2 nilai maka α total sama dengan α1 x α2.

b. Transmitans Termal

Nilai transmitans termal dinding tidak transparan (Uw) yang terdiri dari beberapa lapis komponen bangunan, dihitung dengan rumus:

U=1/Rtotal...(4) dimana:

Rtotal= resistansi termal total = ∑R Resistans termal terdiri dari:

a) Resistans lapisan udara luar (RUL)

Besarnya nilai RUL ditunjukkan pada tabel 2.3

(35)

Tabel 2.3 Nilai R lapisan udara permukaan untuk dinding dan atap Jenis permukaan Resistans Termal R

(m2.K/W) Permukaan dalam (RUP) Emisivitas tinggi 1) 0,120

Emisivitas rendah 2) 0,299

Permukaan luar (RUL) Emisivitas tinggi 0,044

Sumber: SNI 6389:2011 Keterangan:

1) Emisivitas tinggi adalah permukaan halus yang tidak mengkilap (non reflektif)

2) Emisivitas rendah adalah permukaan dalam yang sangat reflektif, seperti alumunium foil

b) Resistans termal bahan (RK)

Nilai resistansi termal untuk masing masing bahan dihitung dengan rumus:

R=t/k...(5) dimana:

t = tebal bahan (m)

k = nilai konduktivitas termal bahan (W/m.K)

Besarnya nilai k untuk berbagai jenis bahan terdapat dalam tabel 2.4.

(36)

Tabel 2.4 Nilai k Bahan Bangunan

No Bahan bangunan Densitas

(kg/m3)

k (W/m.K)

1 Beton 2400 1,448

2 Beton ringan 960 0,303

3 Bata dengan lapisan plester 1760 0,807

4 Bata langsung dipasang tanpa plester, tahan terhadap cuaca

- 1,154

5 Plesteran pasir semen 1568 0,533

6 Kaca lembaran 2512 1,053

7 Papan gypsum 880 0,170

8 Kayu lunak 608 0,125

9 Kayu keras 702 0,138

10 Kayu lapis 528 0,148

11 Glasswool 32 0,035

12 Fibreglass 32 0,035

13 Paduan Alumunium 2672 211

14 Tembaga 8784 385

15 Baja 7840 47,6

16 Granit 2640 2,927

17 Marmer/Batako/terazo/keramik/mozaik 2640 1,298 Sumber: SNI 6389:2011

(37)

c. Beda temperatur ekuivalen

Beda temperatur ekuivalen (TDEK) adalah beda antara temperatur ruangan dan temperatur dinding luar atau atap yang diakibatkan oleh efek radiasi matahari dan temperatur udara luar untuk keadaan yang di anggap quasistatik yang menimbulkan aliran kalor melalui dinding atau atap yang ekuivalen dengan aliran kalor sesungguhnya. Beda temperatur ekuivalen (TDEK ) dipengaruhi oleh:

• Tipe, massa dan densitas konstruksi

• Intensitas radiasi dan lama penyinaran

• Lokasi dan orientasi bangunan

• Kondisi perancangan

Nilai TDEK bisa dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5 Beda Temperatur Equivalen untuk Dinding

Berat/satuan luas (kg/m²) TDEK

kurang dari 125 15

126 ~ 195 12

lebih dari 195 10

Sumber: SNI 6389:2011

d. Faktor rerata radiasi matahari

Dari data yang diterima dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika untuk wilayah Medan hanya memiliki data radiasi global per tahunnya. Berikut tertera pada tabel dibawah ini.

(38)

Tabel 2.6 Intensitas Radiasi Matahari (W/m2) Kota Medan

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2017 189 205 210 208 192 237 226 211 198 214 176 184 Sumber: Stasiun Klimatologi Deli Serdang (koordinat: 3.620863 LU; 98.714852

BT)

Karena data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah faktor radiasi matahari dari berbagai orientasi (SF). Maka data yang dipakai bukan data radiasi dari BMKG sehingga dilakukan pengambilan data dari simulasi software Ecotect Weather Tool.

U:0° ; TL:45° ; T:90° ; TGR:135° ; S:180° ; BD:-135° ; B:-90° ; BL:-45°

Gambar 2.2 Faktor radiasi matahari kota Medan Sumber: Ecotect Weather Tool 2011

(39)

Faktor radiasi matahari (SF) adalah laju rata rata setiap jam dari radiasi matahari pada selang waktu tertentu yang sampai pada suatu permukaan. Faktor radiasi matahari dihitung antara jam 07.00 sampai dengan jam 18.00. Nilai SF dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.7 Faktor Radiasi Matahari (SF, W/m2) Berbagai Orientasi Orientasi

U TL T TGR S BD B BL

Faktor radiasi kota Jakarta

(Sumber: SNI 6389:2011)

130 113 112 97 97 176 243 211

Faktor radiasi kota Bandung

(Sumber: Perwal Bandung no. 1023, 2016)

133 146 150 120 98 123 155 150

Faktor radiasi kota Medan

(Sumber: Ecotect Weather Tool 2011)

190 280 380 290 200 310 400 300

Faktor radiasi matahari (SF) pada tabel diatas di dapat dari tiga sumber yang berbeda, yaitu pada kota Jakarta yang bersumber dari SNI tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan, pada kota Bandung yang bersumber dari Peraturan Walikota Bandung nomor 1023 tahun 2016 tentang Bangunan Gedung Hijau dan pada kota Medan yang di simulasikan pada software Ecotect Weather Tool 2011.

Jika dilihat pada tabel diatas terdapat perbedaan besar radiasi matahari antara kota Jakarta, Bandung dan Medan. Dapat kita lihat pada grafik dibawah ini.

(40)

Gambar 2.3 Grafik faktor radiasi matahari kota Jakarta, Bandung dan

Medan

Dari grafik diatas dapat kita lihat perbedaan yang signifikan antara faktor radiasi matahari kota Jakarta dan Bandung terhadap faktor radiasi matahari kota Medan. Terlihat dari ketiganya bahwa radiasi di kota Medan memiliki nilai rata- rata radiasi yang paling tinggi yaitu mencapai angka 400 W/m2.

Terlihat juga persamaan dari data radiasi ketiga kota tersebut yaitu paling tinggi berada pada orientasi barat yaitu masing-masing pada kota Jakarta 243 W/m2, pada kota Bandung 155 W/m2 dan pada kota Medan 400 W/m2. Pada kota Medan radiasi paling kecil berada pada orientasi utara yaitu 190 W/m2. Sedangkan pada kota Jakarta dan Bandung radiasi terkecil berada pada orientasi selatan yaitu berturut-turut 87 W/m2 dan 98 W/m2.

130 113 112

97 97

176

243 211

133 146 150

120 98

123

155 150

190

280

380

290 200

310

400

300

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

U TL T TGR S BD B BL

Faktor radiasi matahari SF (W/m2)

Jakarta Bandung Medan

(41)

e. Window to wall ratio (WWR)

Window to wall ratio merupakan proporsi luas bukaan pada dinding bangunan dengan luasan dinding pada bidang yang sama. Proporsi luas jendela memiliki pengaruh sangat besar terhadap beban pendinginan karena menentukan total perolehan panas yang masuk kedalam bangunan. Hal ini dikarenakan jendela kaca dapat memasukkan panas kedalam bangunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dinding masif. Oleh karena itu rasio luas jendela terhadap dinding (WWR) yang lebih tinggi biasanya menyebabkan beban pendinginan lebih tinggi.

Mengurangi luas jendela adalah salah satu solusi paling efektif untuk mengurangi beban pendinginan dan konsumsi energi bangunan secara keseluruhan. Tetapi akan menjadi pertimbangan juga untuk pencahayaan di dalam bangunan.

Panduan Pengguna Bangunan Gedung Hijau Jakarta berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38/2012 WWR untuk perkatoran, retai dan rumah sakit antara 30%

sampai 70%. Standar global menetapkan batas maksimum dari rasio bidang jendela ke dinding (window to wall ratio) antara 25% dan 50%. Intensitas konsumsi energi pada ruang berbanding lurus dengan WWR. Semakin besar nilai WWR, maka tingkat konsumsi energi pada ruang tersebut juga akan semakin besar (Athoillah, 2014).

f. Beda Temperatur Luar dan Dalam (ΔT)

Beda temperatur luar dan dalam bangunan digunakan untuk menghitung konduksi panas dinding transparan untuk bangunan apapun, ΔT mewakili perbedaan suhu iklim lokasi dan desain suhu internal Standar Thailand yang ada

(42)

sehingga digunakan ΔT= 5°C (Pramesti, 2017). Sebagaimana 5°C juga telah ditetapkan pada Standar Nasional Indonesia untuk menghitung nilai OTTV.

g. Koefisien peneduh (SC)

Koefisien peneduh (Shading Coefficient) merupakan angka perbandingan antara perolehan kalor melalui fenestrasi dengan atau tanpa peneduh yang ditempatkan pada fenetrasi yang sama. Pada rumus OTTV, faktor radiasi matahari dihitung berdasarkan radiasi matahari tahunan yang ditransmisikan melalui jendela kaca bening setebal 3 mm. Untuk sistem bukaan yang lain, arus perolehan kalor matahari dimodifikasi dengan koefisien peneduh yang didefinisikan sebagai perbandingan antara perolehan kalor matahari melalui sistem bukaan yang mempunyai kombinasi glazing dan koefisien peneduh dengan perolehan kalor matahari yang melalui kaca bening dengan tebal 3 mm.

Koefisien peneduh tiap sistem fenestrasi dapat diperoleh dengan cara mengalikan besaran SC kaca dengan SC effektif dari kelengkapan peneduh luar, sehingga persamaannya menjadi:

SC = SCk x SCEff...

(6) dimana :

SC = koeffisien peneduh sistem fenestrasi.

SCk = koeffisien peneduh kaca.

SCEff = koeffisien peneduh effektif alat peneduh.

(43)

Angka koeffisien peneduh kaca didasarkan atas nilai yang dicantumkan oleh pabrik pembuatnya, yang ditentukan berdasarkan sudut datang 45° terhadap garis normal.

2.4.2 RTTV

RTTV (Roof Thermal Transfer Value) adalah nilai perpindahan termal dari penutup atap bangunan. Nilai perpindahan termal dari penutup atap bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan:

RTTV = [(Ar x Ur x TDEK) + (As x Us x ΔT) + (As x SC x SF)] / Ao

dengan :

RTTV = nilai perpindahan termal menyeluruh untuk atap (W/m2) α = absorbtans radiasi matahari

Ar = luas atap yang tidak transparan (m2) As = luas skylight (m2)

Ao = luas total atap = Ar + As (m2)

Ur = transmitans termal atap tidak transparan (W/m2.K) TDEK = beda temperatur ekuivalen (K)

SC = koefisien peneduh dari sistem fenestrasi SF = faktor radiasi matahari (W/m2)

Nilai transmitans termal maksimum penutup atap (Ur), ditunjukkan pada tabel 2.8 dibawah ini.

(44)

Tabel 2.8 Nilai transmitans termal atap (Ur) maksimum Berat per satuan luas atap (kg/m2) Transmitans termal maksimum

(W/m2.K)

Di bawah 50 1) 0.4

50 ~ 230 2) 0.8

lebih dari 230 3) 1.2

Sumber: SNI 6389:2011 Keterangan:

1) Atap genteng

2) Atap beton ringan

3) Atap beton ketebalan > 6 inchi (15 cm)

Nilai beda temperatur ekuivalen untuk berbagai konstruksi atap ditentukan sesuai angka-angka pada tabel 2.9.

Tabel 2.9 Beda Temperatur Ekuivalen Berbagai Penutup Atap Berat atap per satuan luas (kg/m2) Beda temperatur ekuivalen (TDEK),

K

Di bawah 50 1) 24

50 ~ 230 2) 20

lebih dari 230 3) 16

Sumber: SNI 6389:2011

(45)

2.5 Konservasi Energi Selubung Bangunan

Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung merupakan standar yang memuat kriteria perancangan, prosedur perancangan, konservasi energi dan rekomendasi dari selubung bangunan pada bangunan gedung yang optimal, sehingga penggunaan energi dapat evisien tanpa mengorbankan kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni (SNI 03-6389:2011).

2.5.1 Aspek Perancangan Konservasi Energi 2.5.1.1 Matahari dan Pembayangan

Orientasi bangunan merupakan salah satu faktor utama untuk meminimalkan konsumsi energi pada bangunan. Orientasi bangunan di wilayah iklim tropis lembab lebih diutamakan mengarah ke utara, selatan dan timur, untuk bukaan yang memadai sebagai penangkap angin dalam meningkatkan pendinginan di dalam ruangan dan penggunaan penerangan alami yang memadai untuk kegiatan di dalam ruang. Jumlah panas yang berlebihan di iklim tropis belum dimanfaatkan secara optimal oleh beberapa perancang pada bangunan.

Seluruh permukaan bangunan harus terlindungi dari sinar matahari secara langsung. Dinding dapat dibayangi oleh pepohonan. Atap perlu diberi isolator panas atau penangkal panas. Langit-langit umum dipergunakan untuk mencegah panas dari atap merambat langsung ke bawahnya. Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi laju peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi aktivitas manusia di luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan yaitu

(46)

durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari (Satwiko, 2005).

Bila melihat pada beberapa desain bangunan tropis, walaupun terbatasnya lahan yang dimiliki, tetap diupayakan agar rumah dan lingkunganya tetap nyaman untuk ditinggali. Macam-macam cara yang dilakukan, misalnya teras depan digunakan untuk menggantung dan menanam berbagai macam tanaman sehingga menyerupai tembok tanaman yang berefek pada pengurangan panas. Disamping itu daun yang hijau dalam proses fotosintesis bisa menghasikan udara yang lebih baik bagi kesehatan lingkungan. Inisiatif yang ditempuh oleh masyarakat untuk menerapkan konsep ekologis bagi lingkunganya merupkan suatu upaya yang sederhana dalam mewujudkan keberlanjutan.

Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas penghuninya. Untuk mencapai tujuan itu, karya rancang bangun hemat energi dapat dilakukan dengan pendekatan aktif maupun pasif. Pendekatan pasif mengandalkan kemampuan perancang untuk mengantisipasi fluktuasi iklim luar melalui solusi arsitektural, sedangkan pendekatan aktif mutlak memerlukan kolaborasi perancang dan engineering melalui solusi teknologi.

2.5.1.2 Pengurangan Radiasi Matahari

Radiasi sinar matahari yang masuk secara langsung ke dalam bangunan sebagian besar melalui kaca pada jendela. Cara menghindarinya yaitu meletakkan

(47)

bidang kaca pada daerah yang terlindung oleh bidang penangkal sinar matahari (sun shading device), atau bahkan tidak terkena matahari secara langsung sama sekali. Lebar sirip penghalang sinar matahari tergantung pada jam perlindungan yang dikehendaki dan letak lintang daerah tersebut.

Secara nyata lebar bidang penangkal dapat didesain dengan menggunakan Diagram Matahari dan Pengukur Sudut Bayangan, dengan perbandingan sebagai berikut:

• Sinar matahari yang langsung mengenai bidang kaca akan merambatkan panas sebesar 80% - 90%.

• Pemasangan tabir matahari di sebelah dalam akan mengurangi panas, sehingga tinggal 30% - 40%.

• Pemasangan tabir matahari di luar jendela akan mengurangi masuknya panas, sehingga tinggal 5%- 10%.

Untuk mengurangi radiasi panas dan kesilauan dari sinar matahari, dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu:

• Pembayangan/shading untuk mematahkan sinar matahari, dengan prinsip payung atau perisai yang dilakukan dengan cara seperti: penanaman vegetasi berupa pohon-pohon tinggi di dekat bangunan, penggunaan jendela-jendela rapat/blinden, penggunaan papan atau bidang yang dapat disetel pada poros vertikal, kerai, tenda jendela dan jerambah, penjulangan atap pada cucuran (tritisan), gimbal atap dan galeri, atap rapat pada rumah, selasar, galeri dan doorloop

(48)

• Penyaringan/filtering, untuk memperlembut sinar matahari, terutama siang hari yang masuk agar tidak terlalu menyilaukan, dilakukan dengan cara:

penanaman vegetasi berupa tanaman, bunga, perdu, krepyak, louvre, jalousie, kisi-kisi, kerawang/roster, kerai, pergola, horisontal overhangs.

2.5.1.3 Penurunan Nilai OTTV

Berdasarkan SNI, konservasi energi atau cara menurunkan nilai OTTV pada selubung bangunan bisa diperoleh dengan:

1. mengganti warna cat dinding luar dari warna gelap ke warna yang lebih terang, misalnya dengan mengganti warna cat dinding luar dari abu-abu tua menjadi warna putih (modifikasi nilai α)

2. memasang jendela dengan kaca ganda (modifikasi Uf) 3. memasang isolasi dinding dan atap (modifikasi Uw dan Ur)

4. mengurangi angka perbandingan jendela luar dan dinding luar (modifikasi WWR)

5. memasang alat peneduh pada jendela luar (modifikasi SC).

(49)

2.6 Penelitian Sebelumnya (Studi Literatur)

Berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah nasional maupun internasional di bawah ini, mengenai pengaruh selubung bangunan di dalam konservasi energi terdapat faktor-faktor yang dapat meminimalkan penggunaan energi di dalam bangunan, seperti penataan masa bangunan dan penataan lingkungan di sekitar bangunan.

Penataan masa bangunan dilakukan dengan cara mengatur orientasi bangunan yang optimal dengan cara memperkecil luasan sisi bangunan pada arah timur dan barat.

Sementara penataan lingkungan dapat dilakukan dengan penataan penghijauan agar tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat membuat bayangan yang dapat membayangi sisi bangunan agar panas radiasi dari matahari tidak langsung mengenai sisi bangunan. Penggunaan material yang tepat pada setiap sisi bangunan juga akan memperkecil nilai OTTV.

Dengan mengontrol nilai OTTV diharapkan dapat mengurangi suhu di dalam bangunan. Dengan semakin rendahnya suhu di dalam ruang, mengakibatkan kerja mesin pendingin udara semakin ringan. Dengan semakin ringannya kerja mesin pendingin udara, mengakibatkan penggunaan listrik pada bangunan dapat dikurangi.

(50)

Tabel 2.10 Studi Literatur Terkait Konservasi Energi Selubung Bangunan

Judul/Sumber Tujuan Permasalahan Obyek Studi Metoda Hasil Penelitian

1. ANALISA KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KANTOR

PEMERINTAH DI SURABAYA Wa Ode Alfian, IGN Antaryama, Ima Defiana (2015)

menganalisa seberapa jauh pengaruh tipologi fasade dalam

mendukung konservasi energi

meskipun kantor pemerintahan didesain telah sesuai PERMEN PU 45/PRT/M/2007 dan respon terhadap iklim, namun suhu ruang dalam bangunan dirasa tidak mampu mengatasi kenyamanan pengguna, sehingga memaksa digunakannya AC. Radiasi matahari dan temperatur udara yang tinggi menyebabkan kebutuhan energi untuk

mendinginkan bangunan menjadi besar

Kantor Walikota Surabaya dan Kantor DPRD Kota Surabaya

metodologi penelitian kuantifikasi dengan menghitung OTTV dan RTTV berdasarkan SNI 03-6389- 2011 (secara manual)

• WWR berbanding lurus terhadap OTTV. Semakin besar WWR maka semakin besar pula OTTV

• Desain bangunan Kantor DPRD dan Kantor Walikota telah memenuhi kriteria bangunan hemat energi dengan OTTV keseluruhan kedua bangunan memenuhi standar yang disyaratkan, yakni OTTV ≤ 35Watt/m2

2. ANALISA KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN BERDASARKAN SNI 03-6389-2011.

STUDI KASUS:

GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Ricky Gendo, Jimmy Priatman, Sandra Loekita

meneliti apakah nilai OTTV gedung P1 dan P2 Universitas Kristen Petra Surabaya sudah memenuhi standar.

Greenship yang dikeluarkan oleh GBCI mulai disadari pentingnya oleh para stakeholder proyek dan bahkan dalam waktu dekat akan menjadi salah satu persyaratan mengajukan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Surabaya.

Pengurangan beban pendinginan bangunan merupakan awal dari penghematan energi dan pengurangan pemakaian air conditioning yang menyebabkan efek urban heat island dan pemanasan global. Nilai OTTV ini diatur oleh SNI 03-6389-2011

Gedung P1 dan P2 Universitas Kristen Petra Surabaya

Metode input data ecotect berdasarkan denah autocad.

• menghitung variabel yang terdapat di dalam rumus OTTV, antara lain α, U, SC, SF, Tdeq, luas selubung, dan WWR (perhitungan OTTV gedung P1 dan P2 akan dipisah)

• OTTV dihitung untuk masing- masing orientasi selubung, yaitu orientasi utara, selatan, timur, barat, barat daya, dan tenggara untuk gedung P1. Orientasi utara, selatan, timur, barat, dan

Kedua nilai OTTV pada gedung P1 dan P2 ini kurang dari 35 W/m2 yang berarti desain kedua bangunan sudah memenuhi syarat OTTV sesuai SNI 03- 6389-2011

(51)

3. ANALISIS KONSERVASI ENERGI MELALUI SELUBUNG BANGUNAN Sandra Loekita (2006)

mencari Window to Wall Ratio (WWR) yang dapat memenuhi OTTV yang disyaratkan

Sistem tata udara menggunakan 50-70% energi dari keseluruhan energi listrik yang digunakan dalam sebuah bangunan gedung perkantoran. Beban pendinginan dari suatu bangunan gedung terdiri dari beban internal, yaitu beban yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan lain yang menimbulkan panas dan beban external yaitu panas yang masuk dalam bangunan diakibatkan oleh radiasi matahari, konduksi dan ventilasi/infiltrasi melalui selubung bangunan

5 Bangunan gedung kantor tingkat banyak (lebih dari 8 lantai):

1. Menara Batavia, 2. Menara

Global, 3. Wisma

Dharmala Manulife 4. Wisma

Dharmala Sakti 5. Wisma

SMR

• menghitung OTTV (Overall Thermal Transfer Value) menurut SNI 03-6389-2000 (manual)

• menghitung beban Pendinginan dengan metode Cooling Load Temperature Difference (CLTD)

• Selubung bangunan dengan WWR ≤ 0,40 menghasilkan nilai OTTV yang memenuhi standar.

• Selubung bangunan dengan WWR ≥ 0,60 menghasilkan nilai OTTV yang melewati standar.

• Selubung bangunan dari lima gedung yang diteliti dapat menghasilkan nilai OTTV yang memenuhi standar bila dilakukan perubahanperubahan pada:

WWR; jenis, tebal dan warna dinding luar; alat peneduh; konduktansi kaca;

insulasi atap dan dinding.

4. KAITAN DESAIN SELUBUNG BANGUNAN TERHADAP PEMAKAIAN ENERGI DALAM BANGUNAN (STUDI KASUS PERUMAHAN GRAHA PADMA SEMARANG) Sukawi (2010)

Mengetahui kaitan antara bentuk tampilan dan orientasi selubung bangunan dengan pemakaian energi dalam bangunan.

Krisis energi mendorong arsitek untuk semakin peduli akan energi dalam merancang bangunan yang hemat energi. Ada tiga faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap penghematan energi pada bangunan, yaitu : desain selubung bangunan, manajemen energi dan kesadaran pengguna.

Arsitek mempunyai peran penting dalam penghematan energi, untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas penghuninya.

Perumahan Graha Padma Semarang

hitung persentase pembayangan baik pada bidang tidak tembus cahaya (dinding) maupun pada bidang yang tembus cahaya (bukaan/jendela)

Konfigurasi kolompok atau deretan rumah pada komplek perumahan harus memperhatikan lintasan matahari terutama untuk penentuan jarak bangunan, model fasade, model atap dsb. Sehingga penyelesaian disain fasade yang dibuat tidak diseragamkan antara yang menghadap barat, timur selatan atau utara. Karena pada prisipnya deretan rumah yang menghadap ke barat dan ke selatan memiliki permasalahan yang berlainan apabila dilihat dari aspek lintasan matahari, jika solusi yang diterapkan tidak sesuai justru akan menimbulkan

(52)

5. KONSERVASI ENERGI MELALUI SELUBUNG BANGUNAN PADA BANGUNAN KANTOR DI JAKARTA SELATAN

Davin, Firza Utama Sjarifudin,

Nofriyon Nasir (2015)

bagaimana cara merancang bangunan kantor yang hemat energi dengan memfokuskan menggunakan sistem selubung bangunan dengan memperhatikan nilai OTTV

Penghematan energi pada bangunan juga dapat dilakukan dengan cara pengoptimalan penggunaan energi alami juga dilakukan seperti pengoptimalan penggunaan ventilasi alami, pengoptimalan cahaya matahari, dsb. Penghematan energi dengan cara mengoptimalkan penggunaan energi alami dilakukan

berdasarkan hasil rancangan bangunan yang dilakukan oleh arsitek karena dipengaruhi dari desain rancangan bangunan yang dirancang oleh arsitek.

Kantor di Jakarta Selatan.

Lokasi berada di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pengumpulan data kuantitatif dimana variabel kuantitatif dapat dilihat dari pembayangan matahari. Analisa dilakukan dengan menggunakan Software Autodesk Ecotect Analysis dan Open Studio

Dengan semakin rendahnya nilai OTTV, maka suhu di dalam ruangan menjadi semakin rendah. Dengan semakin rendahnya suhu di dalam ruangan sehingga mengurangi kerja dari sistem pendingin udara.

Pemakaian listrik pada bangunan dapat dikurangi karena sistem pendingin udara yang bekerja tidak terlalu berat.

6. KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN PADA GEDUNG GRAHA GALAXY

SURABAYA Feri Harianto dan Anastasia Fairanie Gozali

mengetahui bagaimana pengaruh dari besaran nilai OTTV (overall thermal transfer value) dan RTTV (Roof thermal transfer value) terhadap jumlah energi yang dibutuhkan pada beban pendingin udara (Air

Conditioner).

Permasalahan yang diangkat adalah mengenai cara

penghematan energi untuk sistem penghawaan buatan pada sebuah gedung di Kota Surabaya.

Gedung Graha Galaxy Surabaya

menggunakan pengumpulan data sekunder, yaitu berupa gambar proyek, data meteorologi, foto dan survey.

bangunan yang nilai OOTV dan RTTV nya besar akan memberatkan beban dari sistem pendingin udara di dalam ruangan, solusi yang diberikan berupa memasang tanaman hijau yang dapat membayangi bangunan, mengganti cat bangunan dengan warna yang lebih cerah, dan mengganti AC konvensional dengan AC hemat energi.

Referensi

Dokumen terkait

One-Sample Test dapat dilihat bahwa nilai t yang didapat adalah -5,704 dan lebih kecil dari t tabel sebesar 1,658. Bedasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dikatakan

Dari sosiogram diatas dapat dilihat bahwa aktor yang memiliki nilai inclosenes tertinggi dimiliki oleh aktor 96 dalam gambar diatas ditandai dengan warna merah. -

Dari tabel ANOVA diatas diperoleh nilai signifikansi uji F sebesar 0,000, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka hasil yang diperoleh dengan

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 0,809 ini berarti diketahui pengaruh yang diberikan oleh variabel penghargaan finansial,

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pegawai yang setuju dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh atas ada sebanyak 27 orang (72,97%), terdapat pegawai yang

Perhitungan laju emisi untuk pengamatan siang dan hari lainnya dilakukan sama seperti perhitungan di atas, sehingga dapat dilihat hasil perhitungan laju emisi pada Tabel 4.2

Sehingga diperoleh bahwa F-hitung lebih besardari F-tabel atau 8.771 > 2,31 dan juga dapat dilihat pada nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 5%

Hasil perhitungan seluruh nilai diatas untuk masing-masing benda uji dapat dilihat pada Tabel 2. Penggunaan pen-binder dari material baja dan plastik tidak memberikan