• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BATASAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA

B. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Penganiayaan

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana penganiayaan terhadap istri tergolong dalam kejahatan terhadap badan seseorang dan di defenisikan sebagai perbuatan yang sengaja mengakibatkan rasa tidak enak, sakit, atau luka pada tubuh korban. Atau dalam pengertian lain penganiayaan adalah “sengaja merusak kesehatan orang lain”. Setiap perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan.68

68

Tindak pidana penganiayaan terhadap istri pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Bukum II Bab XX, Pasal 356 ayat (1) yang termasuk dalam kategori tindak pidana penganiayaan tertentu yang memberatkan Hukuman.

Dalam Pasal 356 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut hukuman terhadap pelaku dapat ditambah dengan sepertiga dari hukuman tindak pidana penganiayaan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355. Dalam Pasal 356 ayat (1), berlakunya ketentuan pasal tersebut apabila tindak pidana penganiayaan tersebut dilakukan terhadap ibu, bapak, suami, istri dan anak pelaku.

Diaturnya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan terhadap sesama anggota keluarga dalam lingkup rumah tangga karena tindak pidana tersebut dipandang sebagai perbuatan yang lebih buruk dan mempunyai kesalahan yang lebih besar daripada penganiayaan terhadap orang lain.

Tujuan diperberatnya hukuman pada tindak penganiayaan tersebut adalah suntuk melindungi kerukunan rumah tangga dan mencegah dilakukannya penganiayaan dalam rumah tangga Sebab terhadap sesama anggota keluarga seharusnya bersikap dan bertindak penuh kasih sayang, sebab diantara mereka ada hubungan ketergantungan, masing-masing saling membutuhkan, dan keterikatan batin.69

69

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm. 37.

Adapun jenis-jenis tindak pidana penganiayaan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 356 ayat (1) tersebut dapat di kategorikan dalam beberapa bentuk yaitu:

1. Tindak Pidana Penganiayaan Biasa

Tindak pidana penganiayaan biasa ini diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dari rumusan pasal ini tidak memuat tentang unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana tersebut tetapi hanya menyebutkan kualifikasi umum dari tindak pidana penganiayaan dan ancaman hukuman terhadap orang melakukannya.

Berdasarkan rumusan pasal ini, tindak pidana penganiayaan biasa ini merupakan suatu perbuatan merusakkan kesehatan seseorang yang menyebabkan timbulnya rasa sakit atau luka pada tubuh seseorang.

Berdasarkan doktrin dan pendapat dari arrest-arrest HR, maka tindak pidana penganiayaan dalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan ditunjukkan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain, yang mana akibat tersebut merupakan tujuan dari si pelaku. Dari pengertian tersebut maka penganiayaang mempunyai unsur-unsur sebagaimana berikut:

a. Adanya kesengajaan b. Adanya perbuatan

c. Adanya akibat perbuatan (dituju) yakni: 1. Rasa sakit, tidak enak pada tubuh 2. Lukanya tubuh

d. Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan.

Walaupun unsur-unsur tersebut tidak ada dalam Pasal 351, akan tetapi harus disebutkan dalam surat dakwaan dan harus dibuktikan di persidangan.70

Suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan biasa ini telah cukup apabila telah termuat unsur-unsur yang dapat menyebabkan rasa sakit atau luka sebagai tujuan atau kehendak dari pelaku. 71

Sehingga walaupun korbannya sampai meninggal dunia, tetap dikategorikan sebagai tindak pengaiayaan biasa sebab tujuan pelaku melakukan penganiayaan tersebut adalah hanya untuk memberikan rasa sakit atau luka pada tubuh korban dan meninggalnya korban tersebut adalah diluar kehendak dari pelaku.

Untuk membuktikan mengenai timbulnya rasa sakit atau luka akibat dari suatu tindak pidana penganiayaan maka harus dibuktikan dari keterangan dokter atau rumah sakit yang memeriksa korban tindak pidana penganiayaan itu.

Adapun sanksi pidana terhadap tindak penganiayaan biasa ini dibedakan menjadi:

a. Tindak pidana penganiayaan dihukum penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan penjara.

b. Jika perbuatan penganiayaan tersebut menjadikan luka berat, pelaku dihukum selama-lamanya 5 (lima) tahun penjara.

70

Ibid., hlm. 10.

71

c. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya korban, pelaku dihukum selama-lamanya 7 (tujuh) tahun penjara.

Terhadap percobaan dalam melakukan tindak pidana penganiayaan biasa ini tidak dapat dihukum.

2. Tindak Pidana Penganiayaan yang Direncanakan

Pengertian dari tindak pidana penganiayaan yang direncanakan ini bahwa antara adanya maksud pelaku dengan terjadinya tindak pidana tersebut mempunyai jeda waktu untuk pelaku memikir dan merancang bagaimana penganiayaan itu dapat dilakukan.

Jeda waktu ini juga tidak boleh terlalu pendek dan juga tidak perlu terlalu lama, yang terpenting adalah pelaku dapat dengan tenang berpikir guna melakukan tindak pidana tersebut dan masih ada kesempatan untuk pelaku membatalkan perbuatannya tersebut.72 Adapun sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana ini sebagaimana diatur dalam Pasal 353 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diantaranya adalah:

a. Terhadap tindak pidana penganiayaan biasa dihukum penjara selama- lamanya 4 (empat) tahun.

b. Terhadap tindak pidana penganiayaan biasa yang menyebabkan luka berat dihukum penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

c. Terhadap tindak pidana penganiayaan biasa yang menyebabkan kematian dihukum penjara selama-lamanya 9 (sembilan) tahun.

72

Sedangkam dalam Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur tentang penganiayaan berat yang direncanakan dengan sanksi pidana sebagai berikut:

a. Terhadap tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu dihukum penjara selama-lamanya 12 (dua belas) tahun penjara. b. Terhadap tindak pidana penganiayaan berat yang mengakibatkan

kematian dihukum penjara 15 (lima belas) tahun penjara.

3. Tindak Pidana Penganiayaan Berat

Dalam rumusan Pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hal yang paling esensi dalam tindak pidana penganiayaan berat ini adalah adanya niat dan maksud pelaku untuk menyebabkan luka berat pada diri korban, namun apabila tidak ada niat atau maksud dari pelaku tersebut, maka perbuatan pelaku tersebut digolongkan dalam penganiayaan biasa yang berakibat luka berat atau kematian.73

Unsur-unsur perbuatannya terdiri dari unsur subjektif: dengan sengaja, unsur objektif: melukai berat orang lain. Adapun sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan berat ini adalah:

a. Apabila pelaku dengan sengaja melakukan penganiayaan berat dihukum dengan penjara selama-lamanya 8 (delapan) tahun. Apabila direncanakan terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya 12 (dua belas) tahun penjara.

73

b. Jika tindak pidana penganiayaan tersebut mengakibatkan meninggalnya seseorang pelaku dihukum penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun.

Dalam tindak pidana penganiayaan ringan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak termasuk dalam jenis tindak pidana yang diatur dalam Pasal 356 ayat (1) tersebut.

Sehingga apabila tindak pidana penganiayaan ringan tersebut dilakukan terhadap orang-orang dalam lingkup rumah tangga, maka tidak termasuk dalam kategori tindak pidana penganiayaan ringan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 352 tersebut, tetapi tetap dikategorikan dalam tindak pidana penganiayaan yang memberatkan hukuman sebagaimana dalam Pasal 356 ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).74

Dalam Pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dimaksud dengan tindak pidana penganiayaan ringan adalah tindak pidana penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak pidana ini dikategorikan sebagai kejahatan ringan yang akibat atau rasa sakit yang ditimbulkan terhadap korban tidaklah berat sehingga tidak mengganggu kesehatan korban secara signifikan.

74

Ancaman pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan ringan ini adalah pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah. Percobaan terhadap tindak pidana ini tidak dapat dihukum. Namun tindak pidana ini yang dilakukan dengan perencanaan terlebih dahulu tidak termasuk dalam ruang lingkup pasal ini.

Dari penjabaran di atas, tindak pidana penganiayaan dalam rumah tangga yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan sanksi pidana dari tiap-tiap tindak pidana penganiayaan sesuai dengan unsur- unsur perbuatan dan akibat yang ditimbulkan dari terjadinya tindak pidana tersebut. Semua jenis tindak pidana penganiayaan dalam ketentuan undang- undang ini termasuk dalam delik biasa sebab tidak ada diatur mengenai jenis delik dalam pasal-pasal tindak pidana penganiayaan tersebut .

Dalam ketentuan hukum mengenai tindak pidana penganiayaan dalam rumah tangga sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ini, tidak ada mengatur secara khusus mengenai perlindungan dan pemulihan terhadap korban. Adapun mekanisme yang dapat ditempuh oleh korban sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Hukuman pokok yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana penganiayaan lebih banyak bersifat hukuman langsung terhadap fisik (hukuman penjara). Alternatif hukuman selain penjara hanya ada berupa hukuman denda sebagaimana yang termuat dalam Pasal 351.

Hukuman tambahan juga dapat dijatuhkan kepada pelaku hanya pada tindak pidana penganiayaan dalam rumah tangga yang termuat dalam Pasal 353 tentang penganiayaan yang direncanakan dan Pasal 355 tentang penganiayaan berat yang direncanakan yakni berupa pencabutan hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nomor 1 sampai dengan 4 yang terdiri dari:

1. Hak untuk menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan 2. Hak untuk dapat masuk ke dalam angkatan bersenjata

3. Hak untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum

4. Hak untuk menjadi penasehat, wali, wali yang diakui negara, kurator, dan kurator pengawas atas orang lain dan anaknya sendiri

Terhadap hukuman tambahan ini tidak ada kewajiban bagi hakim untuk menjatuhkannya pada setiap tindak pidana tersebut, hakim hanya menjatuhkan hukuman tambahan tersebut apabila berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukumnya, hakim berpendapat bahwa hukuman tambahan tersebut perlu dijatuhkan terhadap pelaku.

Cakupan berlakunya ketentuan pidana dalam tindak pidana penganiayaan terhadap istri ini adalah bagi setiap subjek hukum yang tidak terdapat alasan pemaaf maupun pembenar serta mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Dalam proses peradilan pidananya, harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum formilnya dan proses pemeriksaan dimuka pengadilan menggunakan acara pemeriksaan biasa.

C. Perbedaan Rumusan Tindak Pidana Kekerasan Fisik/Penganiayaan terhadap Istri dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)

Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan timbulnya rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Sedangkan dalam tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan suatu perbuatan yang menyebabkan timbulnya rasa sakit atau luka pada tubuh seseorang.

Berdasarkan dari defenisi di atas, kekerasan fisik terhadap istri dan tindak pidana penganiayaan terhadap istri terdapat kesamaan dalam hal unsur-unsurnya maupun akibat dari perbuatannya walaupun ada perbedaan istilah pada kedua rumusan tindak pidana yang diatur dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Secara umum pada kedua bentuk tindak pidana tersebut menyatakan bahwa akibat dari terjadinya tindak pidana itu mengakibatkan timbulnya penurunan kesehatan dan timbulnya penderitaan pada tubuh istri yang menjadi korbannya.

Kekerasan fisik sebagaimana yang diatur dalam Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan bagian dari ketentuan tindak pidana khusus yang pengaturannya diluar dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan demikian berlakulah asas lex specialis derogat lex generalis (ketentuan hukum yang bersifat khusus

mengenyampingkan ketentuan hukum yang bersifat umum). Asas tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang termuat di dalam Pasal 63 ayat (2) yang mengatur bahwa jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, kemudian diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

Dalam hal ini ketentuan yang bersifat khusus adalah kekerasan fisik yang diatur dalam Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan ketentuan yang bersifat umum adalah tindak pidana penganiayaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sehingga dengan demikian setiap perbuatan tindak pidana penganiayaan atau kekerasan fisik yang dilakukan dalam rumah tangga termasuk dalam ruang lingkup Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sehingga proses penegakan hukumnya menggunakan ketentuan dalam undang-undang tersebut dan mengenyampingkan ketentuan yang bersifat umum yakni tindak penganiayaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Begitu juga selama tidak ada ketentuan yang bersifat khusus tersebut, maka tetap berlaku ketentuan yang bersifat umum. Seperti dalam tindak pidana penganiayaan yang dilakukan dalam rumah tangga termasuk dalam ruang lingkup Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai ketentuan yang bersifat khusus. Sedangkan terhadap tindak pidana penganiayaan yang dilakukan terhadap orang lain diluar anggota keluarga

tetap menggunakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai ketentuan yang bersifat umum.

Perkembangan kriminalitas di masyarakat juga telah mendorong lahirnya ketentuan pidana khusus yang pengaturannya ada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.75

Tujuan daripada dibentuknya pengaturan terhadap tindak-tindak pidana yang bersifat khusus ini adalah untuk mengisi kekurangan ataupun kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun dengan pengertian bahwa pengaturan itu masih tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum pidana materil maupun formil.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada dasarnya juga telah diatur mengenai tindak penganiayaan yang dilakukan terhadap istri dalam lingkup rumah tangga sebagaimana yang termuat dalam Pasal 356 ayat (1). Namun dalam ketentuan Pasal tersebut tidak ada dijelaskan secara khusus mengenai istilah rumah tangga tetapi dalam rumusannya hanya menjelaskan bahwa tindak pidana penganiayaan yang dilakukan terhadap ibu, bapak, suami, istri dan anak dari pelaku dengan bentuk tindak pidana penganiayaan yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 Kitab Undang-Undang Hukum

75

Pidana (KUHP) maka hukumannya dapat ditambah sepertiga dari masing-masing hukuman tindak pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut.

Sedangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dapat dijatuhi hukuman pidana adalah setiap orang yang melakukan kekerasan fisik terhadap:

a. Suami, istri, dan anak

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan/atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ruang lingkup rumah tangga hanya mencakup ibu, bapak, suami, istri, dan anak dari pelaku saja.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ruang lingkup selain yang disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di atas, juga mengalami perluasan ruang lingkup yang meliputi orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang sebagaimana dimaksud pada karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Dalam rumusan tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, seseorang yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan pelaku juga menjadi subjek hukum dalam tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga dengan syarat orang itu bekerja dan menetap dalam rumah tangga tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 huruf c undang-undang tersebut.

Sehingga dapat diketahui bahwa ruang lingkup cakupan pada tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding tindak pidana penganiayaan dalam rumah tangga sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelaku, terdapat perbedaan rumusan antara kekerasan fisik atau penganiayaan terhadap istri yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan Pasal 356 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pada tindak pidana kekerasan fisik terhadap istri dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pelaku dijatuhi sanksi pidana seseuai dengan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya tersebut setelah memenuhi unsur-unsur utama sebagaimana yang

ditentukan dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Sedangkan pada tindak pidana penganiayaan terhadap istri pada Pasal 356 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan dengan pemberatan yang hukuman terhadap pelaku dapat ditambah sepertiga sesuai dengan jenis tindak pidana penganiayaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).

Adapun perbedaan maksimal hukuman pidana pada kedua rumusan tindak pidana tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1

Perbedaan Sanksi Pidana Maksimum Tindak Pidana Kekerasan Fisik/Penganiayaan terhadap Istri yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Jenis tindak pidana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Penganiayaan biasa Paling lama 5 (lima tahun)

penjara atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)

Paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan penjara atau denda paling banyak Rp. 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah)

Apabila ditambah sepertiga:

Paling lama kurang lebih 3 (tiga) tahun 8 (delapan) bulan penjara

Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

Paling lama 10 (sepuluh) tahun penjara atau denda paling banyak Rp.

30.000.000 (tiga puluh juta rupiah)

Paling lama 5 (lima) tahun penjara

Apabila ditambah sepertiga:

Paling lama kurang lebih 6 (enam) tahun 6 (enam) bulan penjara

Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

Paling lama 15 (lima belas) tahun penjara atau denda paling banyak Rp.

45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah)

Paling lama 7 (tujuh) tahun penjara

Apabila ditambah sepertiga:

Paling lama kurang lebih 9 (sembilan) tahun 3 (tiga) bulan penjara Penganiayaan ringan Paling lama 4 (empat) bulan

penjara atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)

(Penganiayaan yang dilakukan terhadap istri tidak digolongkan dalam penganiayaan ringan) Pada tabel ketentuan tindak pidana penganiayaan terhadap istri yang dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah ketentuan Pasal 356 ayat (1) juncto Pasal 351 dengan ditambah sepertiganya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak ada dijelaskan lebih rinci mengenai jenis-jenis tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga penulis menganggap ketentuan dalam Pasal 351 tersebut adalah yang paling sesuai berdasarkan unsur-unsur yang termuat di dalam ketentuan pidana yang dirumuskan dalam Pasal 44 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Berdasarkan pada uraian dapat terlihat perbedaan hukuman pidana pokok antara tindak pidana kekerasan fisik atau penganiayaan terhadap istri dalam

rumah tangga pada kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Sanksi pidana terhadap pelaku kekerasan fisik terhadap istri dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mempunyai hukuman maksimum yang lebih tinggi dan denda maksimum yang jauh lebih banyak daripada sanksi pidana tindak pidana penganiayaan terhadap istri yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga telah diatur mengenai bentuk tindak pidana kekerasan fisik ringan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 44 ayat (4). Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana penganiayaan ringan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 352 apabila dilakukan terhadap istri ataupun anggota keluarga lainnya di dalam lingkup rumah tangga tidak dapat digolongkan dalam tindak pidana penganiayaan ringan.

Dengan demikian, setiap tindak pidana penganiayaan yang dilakukan terhadap bapak, ibu, anak, istri, atau suami pelaku tetap berlaku ketentuan Pasal 356 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain bentuk pidana pokok, pada kedua aturan hukum tersebut juga diatur mengenai bentuk pidana tambahan. Namun bentuk pidana tambahan dalam tindak pidana kekerasan fisik atau penganiayaan terhadap istri yang diatur pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga berbeda dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pelaku tindak pidana kekerasan fisik terhadap istri, pelaku dapat dijatuhkan hukuman tambahan yang berupa: 1. Pembatasan gerak pelaku yang bertujuan untuk menjauhkan korban dalam jarak

dan waktu tertentu , maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku

2. Penetapan pelaku mengikuti program konseling dibawah pengawasan lembaga tertentu

Sedangkan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hukuman tambahan terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan terhadap istri diatur dalam Pasal 357 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bentuk hukuman tambahan yang dapat dijatuhkan kepada pelaku hanya berlaku pada ketentuan Pasal 356 ayat (1) juncto Pasal 353 tentang penganiayaan yang

Dokumen terkait