• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi (masyarakat) rentan adalah kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang terlihat paling banyak mendapatkan perlakuan tidak adil dan teraniaya sebagai konsekuensi dari kondisi diskriminasi, kesulitan ekonomi, dan tekanan-tekanan. Kemudian secara historis, diantara kelompok- kelompok yang sering mengalami perlakukan demikian dari masyarakat adalah anak-anak, perempuan, trans gender, dan kulit berwarna (kalau di negara-negara Barat). Kelompok- kelompok lainnya yang juga termasuk dalam kelompok rentan, termasuk lanjut usia dengan kondisi fisik, emosi, atau disabilitas perkembangan, dan kelompok-kelompok religi yang sangat berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Beberapa kelompok memandang kelompok lainnya secara ‘berbeda’ saja dapat dipandang sebagai korban. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat didasarkan pada warna kulit, kemampuan intelektual, sistem keyakinan, gender, usia, orientasi seks, budaya, atau kelas sosial. Hal penting untuk selalu diingat dalam benak para pekerja sosial adalah bahwa populasi rentan bukanlah situasi atau kondisi yang menghasilkan situasi beresiko rentan, tetapi lebih pada tindakan dan reaksi dari sebagian besar masyarakat.

Sebagai contoh, seorang gay tidak beresiko karena kondisi dia

gay, tetapi bagaimana orang-orang lain di sekitarnya di dalam masyarakat berfikir dan merasakan tentang orientasi seksualnya. Sama halnya dengan perempuan tidak beresiko rentan karena karakteristiknya, tetapi karena orang-orang lain dalam masyarakat seolah memperoleh manfaat dari perlakuan mereka terhadap perempuan tersebut dengan berbagai cara. Terlalu fokus atau terlibat terlalu dalam pada populasi rentan dapat mengakibatkan terjerembab untuk selalu menyalahkan korban daripada mengakui tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap populasi-rentan.

Populasi-Rentan (Population-at-Risk)

Terdapat tiga aspek utama untuk melihat populasi rentan, yaitu: (1) faktor-faktor yang berkontribusi pada kehadiran suatu populasi rentan; (2) beberapa contoh dari populasi-rentan; (3) peranan para pekerja sosial dalam membantu kelompok- kelompok tersebut. Dalam bagian berikutnya akan coba diurai secara singkat beberapa aspek untuk melihat populasi rentan tersebut.

Faktor-faktor Kontributor pada Populasi Rentan

Sejumlah faktor utama yang dapat mendukung timbulnya suatu kondisi populasi-rentan, diantaranya perbedaan fisik (seperti warna kulit) dan nilai-nilai serta keyakinan (termasuk keyakinan agama) yang berbeda dengan masyarakat dominan atau bagian dari masyarakat yang lebih berkuasa. Hal tersebut juga merupakan hasil dari pra konsepsi mengenai kemampuan atau kompetensi anggota suatu kelompok (seperti halnya perempuan). Akhirnya, populasi-rentan merupakan hasil dari sistem ekonomi kemasyarakatan.

Menjadi ‘berbeda’ dari kelompok-kelompok umum lainnya, atau kelompok-kelompok yang lebih berkuasa dalam masyarakat cenderung akan menempatkan sebuah kelompok menjadi berada pada posisi rentan. Beberapa pihak mungkin mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai bagian dari sifat manusiawi, manakala lingkungan sekitar agak berbeda dengan kita sehingga menjadi tidak nyaman buat kita. Karena umumnya, kita seringkali memiliki pengalaman yang minim untuk hidup bersama di lingkungan dengan orang yang berbeda pula, sehingga kita cenderung untuk menghindarinya. Namun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa ketidaknyamanan

tersebut dapat dihilangkan seiring berjalannya waktu melalui proses pembelajaran mengenai kelompok tersebut. Terkadang kita juga merasakan bahwa kita menemukan atau memiliki banyak kesamaan dengan individu-individu tersebut. Banyaknya kesamaan-kesamaan tersebutlah yang sesungguhnya dapat mengikis perbedaan-perbedaan tersebut. Namun demikian akibat kurang dekatnya kita dan kadang tidak nyaman bersama dengan kelompok tertentu, akan menempatkan kelompok tersebut dalam posisi rentan. Dengan kita menghindari kelompok tertentu, maka mungkin akan melukai perasaan mereka, sebagai isyarat tidak acuh, atau membuat mereka tidak secara bebas terlibat aktif bersama kita, juga akan membuat mereka terluka.

Tentunya ketidaknyamanan bersama dengan orang lain mungkin sebagai akibat dari nilai-nilai dan keyakinan yang mereka anut, yang terlalu berbeda dengan kita pada umumnya. Beberapa nilai agama tertentu menilai homoseksualitas sebagai dosa, sehingga orang dengan lesbi dan gay layak dibedakan atau bahkan dipisahkan. Namun demikian, beberapa agama lainnya meyakini bahwa homoseksualitas bukan dosa, tetapi perilakunya yang berdosa. Mereka juga mahluk Tuhan.

Perdebatan akibat perbedaan pandangan tersebut masih terus berlanjut hingga kini.

Kita juga melihat bagaimana perbedaan nilai-nilai telah mengakibatkan diskriminasi di sejumlah negara, seperti Bosnia, Sudan, Rwanda, Ethiopia, dan Macedonia, bahkan berkontribusi menimbulkan genocide dan perbersihan etnik (ethnic cleansing). Upaya perbersihan etnik ini termasuk menghilangkan kelompok-kelompok tertentu dengan aktifitas tertentu seperti pembunuhan, pemerkosaan, penghancuran rumah-rumah dan bangunan, dan penghapusan dokumen publik seperti halnya catatan kelahiran mereka.

Kondisi ekonomi juga memiliki peran yang menempatkan suatu kelompok dalam kondisi rentan. Keadilan ekonomi seringkali diabaikan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam sebuah masyarakat. Terkadang argumentasi sengaja dibangun untuk memperkuat struktur ekonomi kelompok dominan tersebut. Sifat dari suatu sistem ekonomi kapitalis menyediakan produk dengan harga yang semurah mungkin, yang berarti juga mempertahankan penghasilan dan manfaat serendah mungkin. Praktek perusahaan umumnya dengan menyewa karyawan paruh waktu (khususnya

perempuan), hal ini dilakukan sebagai modus untuk menghindari pembayaran jaminan asuransi (seperti asuransi kesehatan, pensiun) yang secara normal diberikan kepada karyawan penuh. Kondisi tersebut merupakan contoh dari sistem ekonomi kapitalis. Ketidakadilan ekonomi tersebut seringkali muncul sebagai bagian dari pembenaran pandangan bahwa ’perempuan tidak perlu memperoleh jaminan, karena suaminya sudah memperolehnya’ atau ‘jika mereka tidak suka dengan aturan ini, tidak usah bekerja di sini’. Fakta tersebut menunjukkan praktek-praktek ketidakadilan yang berdampak pada suatu kelompok tertentu yang terabaikan, yaitu kaum perempuan.

Contoh lain dari ketidakadilan ekonomi yang menempatkan suatu kelompok tertentu menjadi rentan adalah banyak bukti terjadi ketika suatu bisnis memutuskan untuk memindahkan perusahaannya dari suatu masyarakat di wilayah tertentu karena gaji yang harus dibayarkannya terlalu mahal. Dua kelompok yang terkena dampak dari keputusan tersebut: Pertama, pekerja perusahaan dan masyarakat sebagai lokasi bisnis tersebut menjadi korban oleh pertimbangan keputusan ekonomi murni (kapitalis). Para buruh akan kehilangan

kehidupannya, rumahnya, dan rasa identitasnya. Masyarakat (wilayah) menderita kehilangan pendapatan, sehingga akan mengurangi sejumlah pelayanan publik dalam masyarakat tersebut. Masyarakat tersebut mulai memasuki populasi-rentan karena sangat bergantung pada sejumlah buruh yang saat ini direlokasi atau menganggur.

Kedua, masyarakat yang melakukan bisnis juga menjadi populasi-rentan. Perusahaan akan menggaji buruh yang secara signifikan jauh lebih murah dari pada buruh tetap atau yang telah lama bekerja, hal ini merupakan sebuah praktek eksploitasi baru, karena didisain untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalisasi biaya produksi atau layanan. Ini merupakan prinsip-prinsip yang ada dalam sistem ekonomi kapitalis.

Dalam masyarakat kita, kerentanan dapat terjadi karena berbagai cara. Anak-anak jalanan yang berasal dari keluarga miskin terlantar mengalami kerentanan baik dalam sistem pendidikan atau pelayanan sosial lainnya. Anak-anak yang berasal dari keluarga tuna wisma tersebut, sulit untuk diterima dalam sekolah formal, karena ketidakjelasan alamat yang dimilikinya. Upaya untuk menjangkau populasi ini

memerlukan perjuangan usaha yang lebih keras lagi. Beberapa komunitas mengembangkan sebuah sistem pendidikan non formal yang menyediakan layanan pendidikan bagi anak-anak dan remaja. Program tersebut juga diupayakan dapat menjangkau orang dewasa, memberinya pendidikan, kemudian keterampilan yang mempersiapkan mereka agar mampu memperoleh pekerjaan, agar memperoleh penghasilan yang layak. Sehingga akhirnya para orang dewasa tersebut dapat menghidupi keluarganya secara layak. Program-program layanan tesebut merupakan jenis layanan khusus yang ditujukan untuk menjangkau populasi-rentan tertentu pula. Program tersebut merupakan bagian dari upaya kegiatan pendampingan bagi tuna wisma untuk menyediakan program atau layanan khusus sesuai dengan kebutuhan yang mereka perlukan.

Kelompok lain yang rentan dalam masyarakat adalah orang dengan disabilitas fisik dan mental. Meski upaya perlindungan melalui kebijakan undang-undang dan peraturan lainnya telah ada, namun masih banyak dari mereka yang belum memperoleh layanan pendidikan dan kesehatan yang layak. Umumnya pemerintah mampu dan mudah membuat

kebijakan, namun sangat lemah dalam implementasi kebijakan tersebut. Kondisi ini tidak hanya terjadi di satu negara saja, tetapi terjadi di seluruh dunia. Padahal berbobot dan berwibawanya suatu kebijakan adalah karena konsistensi dalam implementasinya. Akibatnya, ketidakkonsistenan tersebut akan cenderung mengarah pada diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan umum, seperti tidak ramahnya fasilitas transportasi, fasilitas bangunan dan fasilitas publik lainnya; apalagi kesempatan untuk memperoleh pekerjaan.

Kondisi perkembangan permasalahan, dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin personal dan mudah, membuat anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan. Siaran televisi yang semakin memanjakan pemirsa dengan kesenangan dan hiburan semata cenderung membuat anak-anak sulit beranjak dari depan layar televisi. Makin mudahnya anak-anak memperoleh dan menggunakan

smartphone membuat anak-anak lebih banyak menggerakkan jemarinya, daripada aktifitas olah raga dan permainan fisik lainnya. Minimnya sarana rekreasi dan olah raga dengan fasilitas ruang terbuka yang layak dan yang memungkinkan tumbuh kembang anak juga turut mendukung kerentanan

perkembangan anak-anak. Masa kanak-kanak mereka banyak dihabiskan dengan gadget. Sementara para orang tua dan orang dewasa lainnya seringkali tidak menyadari bagaimana dampak dari semua kesenangan semata tersebut akan berdampak pada tumbuh kembang anak berikutnya di masa depan.

Kasus pelecehan seksual pada anak-anak siswa di bawah umur (walau belum jelas status hukumnya)di JIS (Jakarta International School) Jakarta menjadikan sekolah yang seharusnya steril-bersih dan paling aman dari semua bentuk kekerasan, menjadi rentan. Demikian pula kasus sodomi pada ratusan anak di lokasi wisata Citamiang Sukabumi, sungguh merupakan berita yang tragis-memilukan dan menyedihkan. Masa kanak-kanak merupakan masa penting, sehingga sedemikian pentingnya, juga akan seiring pula dengan tingkat kerentanan yang mungkin terjadi.

Kelompok rentan berikutnya adalah kelompok remaja putri yang mungkin secara terencana, tidak terencana, atau tidak menginginkan kehamilan (hamil di luar nikah). Permasalahan di seputar remaja putri dan putra seringkali bukan merupakan persoalan yang tunggal, baik faktor penyebabnya, maupun dari akibat yang ditimbulkannya.

Pergaulan bebas, kebiasan meminum minuman keras, serta konsumsi zat adiktif (narkotika dan obat-obatan terlarang) merupakan perilaku yang saling menguatkan satu dengan lainnya. Upaya advokasi perlu dilakukan kepada beberapa kelompok rentan tersebut untuk melindungi dirinya, keluarganya dan serta masa depan mereka.

Dokumen terkait