• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEKERJAAN SOSIAL GENERALIS SUATU PENGANTAR BEKERJA BERSAMA ORGANISASI DAN KOMUNITAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEKERJAAN SOSIAL GENERALIS SUATU PENGANTAR BEKERJA BERSAMA ORGANISASI DAN KOMUNITAS."

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

PEKERJAAN SOSIAL GENERALIS

SUATU PENGANTAR BEKERJA BERSAMA

ORGANISASI DAN KOMUNITAS

(2)

PEKERJAAN SOSIAL GENERALIS

SUATU PENGANTAR BEKERJA BERSAMA

ORGANISASI DAN KOMUNITAS

Oleh;

(3)

ISBN: 978-602-9238-86-0

Judul Buku:

PEKERJAAN SOSIAL GENERALIS

PENGANTAR BEKERJA BERSAMA ORGANISASI DAN KOMUNITAS

Penulis:

Santoso Tri Raharjo

Jl. Raya Bandung – Sumedang km 21 Sumedang Tlp. (022) 843 88812

Website: lppm.unpad.ac.id Email: lppm.unpad.ac.id Bandung 45363

1 Jilid, A5: 14,8 x 21 cm; 243 hlm, 21 X 14,8 cm ISBN: 978-602-9238-86-0

Cetakan: Kedua

ISBN: 978-602-9238-86-0

(4)

KATA PENGANTAR

Tulisan ini berkaitan dengan salah satu ranah praktek pekerjaan sosial khususnya bagaimana praktek generalis dalam bekerja dengan organisasi dan masyarakat. Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, pendekatan pengembangan masyarakat nampakn masih merupakan hal esensial dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial atau kemakmuran masyarakat dan penanganan masalah sosial lainnya. Patut dicermati bahwa

sebenranya banyak masalah sosial muncul dari struktur dan kondisi masyarakat ‘menyimpang’, sehingga masyarakat tidak mampu menjadi sumber dari pemecahan masalah sosial tersebut, dan mengjangkau sumber-sumber pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Penulisan buku ini merupakan upaya untuk memperbanyak bahan bacaan bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial yang masih minim. Kemudian penulisan buku ini mudah-mudahan akan memotivasi diri penulis dan penulis lainnya untuk terus berkarya; khususnya memperkaya bahan-bahan pustaka pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial.

Terima kasih!

(5)

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ... 1

2. Unit –Unit Praktek: sebagai Aktor dan Sasaran Perubahan 7 3. Kerangka dan Peranan Praktek ... 12

4. Praktek Pekerjaan Sosial Generalis... 17

5. Model Pemecahan Masalah... 25

6. Model Intervensi Generalis... 36

7. Makna Praktek Generalis... 52

8. Karakteristik Praktek Generalis... 58

A. Berbasiskan Pengetahuan Eklektik ... 59

B. Menekankan pada Pemberdayaan Klien ... 90

C. Asimilasi Nilai dan Etika Profesional... 93

D. Menguasai Seluas Mungkin Keterampilan Praktek untuk semua jenis Ranah Sistem... 101

E. Bekerja secara Efektif dalam Struktur Organsasi... 105

F. Beragam Peranan Pekerja Sosial Generalis... 110

G. Memanfaatkan Keterampilan Pemikiran Kritis... 135

H. Menggunakan Proses Perubahan Terencana... 145

9. Advokasi dan Aksi Sosial ... 164

A. Batasan Advokasi ... 165

B. Batasan Aksi Sosial... 170

C. Batasan Pemberdayaan ... 171

D. Batasan Populasi-Rentan ... 174

E. Peran Pekerja Sosial dengan Populasi-Rentan... 184

F. Advokasi ... 187

Nilai-nilai dan Keterbasan Advokasi ... 188

Komitmen Lembaga akan Advokasi ... 190

(6)

Prinsip-prinsip advokasi level-makro... 195

Panduan untuk advokasi level makro... 198

Taktik advokasi... 203

Legislative advocacy... 212

G. Aksi Sosial (social action) ... 223

Pendekatan aksi sosial Alinsky’s ... 225

Kekhawatiran aksi sosial... 227

Aksi Legal (hukum)... 230

Participatory action research... 232

Pemberdayaan (empowerment) ... 237

10. Penutup... 241

(7)

TABEL

Tabel 1 Perbandingan Problem Solving dan Empowering Processes ... 37

Tabel 2 Dimensi-dimensi dalam Batasan Praktek Generalis ... 57

Tabel 3. Penjelasan Singkat Istilah-istilah Kunci

advokasi... 166

Tabel: 4 Dimensions of Empowerment... 173

Tabel 5: 9 (sembilan) Pendekatan Aksi Sosial Alisky 225

(8)

GAMBAR

Gambar 1 Lembar Kerja Pemecahan_Masalah ... 31

Gambar 2 Langkah-langkah Perubahan Terencana dalam Generalist Intervention Model ... 39

Gambar 3 Step in the Planned Change Process—Initiating Macro Change ... 42

Gambar 4 Definition of Generalist Practice ... 55

Gambar 5 Peranan Enabler dalam Praktek Makro... 113

Gambar 6 Peranan Mediator dalam Praktek Makro... 115

Gambar 7 Peranan Integrator/Coordinator dalam Praktek Makro ... 117

Gambar 8 Peranan Manager dalam Praktek Makro... 119

Gambar 9 Peranan Educator dalam Praktek Makro... 120

Gambar 10 Peranan Analyst/Evaluator dalam Praktek Makro ... 122

Gambar 11 Peranan Broker dalam Praktek Makro... 123

Gambar 12 Peranan Facilitator dalam Praktek Makro.... 125

Gambar 13 Peranan Initiator dalam Praktek Makro... 128

Gambar 14 Peranan Negotiator dalam Praktek Makro.... 129

Gambar 15 Peranan Mobilizer dalam Praktek Makro... 131

Gambar 16 Peranan Advocate dalam Praktek Makro... 134

Gambar 17 Perubahan Terencana Praktek Makro... 162

(9)

1

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun belakangan ini telah muncul kesadaran bahwa terdapat kekuatan-kekuatan dan proses-proses dalam dunia kehidupan sosial yang telah mempengaruhi banyak orang dengan beragam cara secara meluas. Jika dilihat dari perspektif ekologis, maka manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok, organisasi dan masyarakat semestinya memperoleh manfaat yang luas atas kekuatan-kekuatan dan proses-proses kehidupan sosial tersebut. Artinya, bahwa ketika individu tersebut berinteraksi dengan dunia luar yaitu kehidupan sosial adalah dalam rangka mempertahankan dan melindungi kehidupan manusia itu sendiri, baik sebagai inividu dan maupun sebagai kelompok, sudah seharusnya lah manusia memperoleh manfaat dari proses interaksinya tersebut.

(10)

didorong untuk terus mengembangkan diri agar lebih produktif lagi, agar bermanfaat bagi kehidupan manusia. Proses-proses kehidupan sosial di dunia luar (individu) tersebut telah bekerja-bergerak dengan baik, sehingga memungkinkan kelompok-kelompok dan masyarakat memiliki daya adaptasi yang semakin lebih baik lagi seiring perjalanan waktu tersebut.

Secara ekologis terdapat dua hal yang saling melekat dan terkait satu sama lain dari kehidupan sosial tersebut, yaitu: a) kekuatan-kekuatan sosial di luar diri manusia sendiri yang besar pengaruhnya baik secara positif maupun negatif bagi manusia; b) kemudian, terdapat hal-hal normatif, kewenangan etis dalam kehidupan sosial di luar diri manusia yang berfungsi untuk memastikan bahwa proses-proses dan kekuatan sosial tersebut terpelihara dan berjalan dengan baik.

(11)

dan menghargai proses sosial dan kekuatan sosial tersebut, hanya jika hal tersebut memang mampu memberi pengaruh positif bagi kehidupan dirinya.

Praktek pekerjaan sosial generalis memang bekerja dengan sistem yang luas dengan suatu asumsi bahwa intervensi pekerjaan sosial seharusnya diarahkan pada hal-hal sebagai berikut:

a) Memelihara proses-proses sosial dalam masyarakat yang telah berjalan positif;

b) Mengembangkan atau memperbaiki proses-proses sosial menjadi lebih baik lagi, sehingga dapat berkontribusi dan mendukung bagi pengembangan dan keberfungsian sosial manusia; dan

c) Memberdayakan individu-individu dan sistem-sistem mikro sehingga memungkinan mereka mampu bertindak untuk mempengaruhi sistem lebih luas yang akan berdampak bagi kehidupan manusia (Kirst-Ashman & Hull, 1997a).

(12)

yang lebih besar lagi dan menjamin keberlangsungan program-program berikutnya, atau dapat pula makin memusatkan (fokus) perhatian pada proyek-proyek perbaikan sosial dan pemberdayaan masyarakat serta kelompok-kelompok kecil,.

Dari sisi nilai, terdapat beberapa pertimbangan perlu dilakukan oleh para pekerja sosial, yang pertama adalah status manusia, yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat yang fungsional dan positif. Predikat manusia ini akan berkait langsung dengan sifat sosial manusia (fitrah manusia sebagai mahluk sosial), sehingga memungkinkannya untuk dapat berkontribusi dan terlibat dalam pemikiran dan pembangunan kohesifitas sosial yang lebih baik dalam dunia yang lebih luas. Dalam hal ini, elemen-elemen seperti altruisme dan utilitarianisme secara potensial hadir sebagai hasil refleksi atas proses-proses masyarakat.

Sejalan dengan nilai kemanusiaan, maka hal kedua

(13)

kekuatan negatif. Nilai-nilai profesional tersebut dapat memandu pekerja sosial untuk tetap di jalur praktek profesional, baik ketika melakukan interaksi dengan klien, bekerja bersama dengan kolega, atau dengan profesional lainnya, serta pemangku kepentingan lainnya dalam dunia sosial.

Para pekerja sosial memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk tetap bertindak dan fokus pada pemeliharaan dan perbaikan dunia sosial sesuai amanah profesional sebagai pekerja sosial. Segala daya upaya dan kekuatan sudah sepatutnya diarahkan langsung pada perubahan-perubahan dunia eksternal, yaitu perbaikan, pemeliharaan dan peningkatan kondisi sosial yang lebih baik lagi. Hal ini dapat dilakukan dalam kerangka tersebut antara lain, mungkin perlu dilakukan perubahan-perubahan secara mendasar (fundamental), perubahan struktur dalam peran-peran, kekuatan-kekuatan dan keberadaan proses-proses sosial serta mulai mengatasi upaya-upaya pencapaian keadilan sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang lebih luas.

(14)
(15)

2

Unit-unit Perhatian Praktek: sebagai Aktor dan

Sasaran Perubahan

Praktek pekerjaan sosial generalis lebih menitikberatkan pada unit-unit sosial tertentu seperti organisasi dan masyarakat, serta pada kelompok-kelompok yang mungkin masih berkaitan atau merupakan bagian dari organisasi dan masyarakat tersebut. Keberadaan unit-unit sosial tersebut dipandang sebagai faktor signifikan yang menentukan keberfungsian sosial manusia. Di lain waktu unit-unit tersebut dapat pula dipandang sebagai unit yang perlu diberi perlakuan perubahan khusus berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang lebih terukur dan terarah pada kondisi keberfungsian manusia (sosial). Persoalannya adalah, apakah unit-unit tersebut akan dipandang mungkin sebagai aktor atau mungkin sebagai

(16)

Pada bagian berikut akan coba diilustrasikan bagaimana tiga unit sosial yang sama-sama bertindak sebagai aktor atau sebagai subyek kunci, sebagai berikut:

• Organisasi. Inisiasi kegiatan organisasi yang ditujukan pada pertolongan organisasi lain, kelompok, dan komunitas (masyarakat) agar mereka lebih responsif terhadap kebutuhan dan resiko-resiko dalam masyarakat; membantu organisasi lain untuk memperbaiki program-programnya serta pola-pola penyediaan pelayanan; mendorong dan membangkitkan organisasi lain untuk mempertahankan seluas mungkin respon aktif terhadap ketersediaan layanan atau untuk perubahan yang lebih baik atau mendukung respon program yang sudah ada dan berjalan baik.

(17)

masyarakat yang secara luas mempengaruhi keseluruhan kemampuan masyarakatnya untuk berkembang dan terus berproses sehingga memungkinkan semua anggota dan kelompok-kelompok dalam masyarakat tetap fungsional.

• Kelompok. Baik kelompok formal maupun informal, yang melakukan inisiasi kegiatan kelompok yang diarahkan pada identifikasi organisasi atau sektor institusional yang perlu dikembangkan, dididik, atau diubah agar mampu merespon secara tepat atas kepentingan-kepentingan dan kebutuhan kelompok.

Sedangkan jika ketiga unit yang sama berperan sebagai target

atau objects dari upaya-upaya yang dilakukan para praktisi, maka dapat dilihat dalam contoh berikut ini, yaitu dimana praktisi berupaya melakukan upaya perubahan dalam unit (Netting, Kettner, & Mcmurty, 1998) :

(18)

keberlangsungan program yang semakin relevan atau efektif dalam sebuah masyarakat; mendorong organisasi untuk membangun program-program khusus guna memenuhi kebutuhan individu dan kelompok yang belum terpenuhi dan terlayani; aktifitas-aktifitasnya juga mungkin meliputi penciptaan situasi dan pengembangan organisasi baru.

• Masyarakat. Aktiftas-aktifitas praktisi diarahkan pada proses-proses dukungan yang membangun atau memastikan orang-orang terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan; mendukung sektor-sektor kelembagaan (Institusi) kunci untuk menangani kebutuhan kelompok-kelompok berbeda dalam masyarakat; pengembangan dan mempertahankan proses-proses kepemimpinan dan pembuatan keputusan yang sudah baik; perubahan dan perbaikan aspek-aspek kehidupan masyarakat yang disfungsional atau tidak berkembang dan tidak berjalan dengan baik.

(19)

kekerabatan, jaringan sosial, kelompok-kelompok formal, kelompok-kelompok usaha mikro, dan kelompok-kelompok kepentingan khusus lainnya.

Diskusi tersebut di atas mengarah pada dua hal yaitu perbedaan konseptual dan kenyataan dari unit-unit praktek ---organisasi, masyarakat, dan kelompok---dan bagaimana unit-unit tersebut dapat diterapkan dalam praktek pekerjaan sosial generalis: baik sebagai pelaku (actors) diri mereka sendiri atau sebagai sasaran (targets) dari praktek.

(20)

3

Kerangka dan Peranan Praktek

Akan sangat berguna apabila sebelum melakukan suatu intervensi atau praktek adalah memiliki suatu kerangka praktek, yang dibangun melalui perspektif, teori atau model praktek. Kerangka praktek tersebut terutama berguna dalam membuat keputusan penting dan agar keterlibatan praktek akan lebih sesuai dan tepat sasaran, serta lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Umumnya sebuah kerangka praktek memiliki komponen sebagai berikut: memiliki prosedur operasional baku (POB) pada lingkungan praktek, memiliki informasi yang relevan dengan permasalahan, mampu melakukan penilaian atas permasalahan dan tujuan, menentukan sebuah strategi perubahan, dan kemudian mampu memastikan bahwa prakteknya dapat bekerja dengan baik atau tidak.

(21)

diterapkan sebagai suatu metode pemecahan-masalah, dengan penerapannya pada sistem yang lebih luas. Kerangka pengetahuan untuk praktek dapat memandu cara berfikir, memandu melakukan asesmen, dan memandu melakukan praktek; singkatnya, hal tersebut akan membantu praktisi menyesuaikan dan mecocokan antara maksud dirinya dan sumber-sumber lain dalam dunia sosial sekitarnya. Pada kenyataannya, suatu pemecahan masalah sosial secara rasional akan selalu meningkatkan tingkat tekanan seseorang dan seringkali dipengaruhi oleh alasan-alasan sosial, politis dan perilaku tertentu. Selanjutnya, pada kondisi pemecahan masalah sosial tersebut dalam konteks prakteknya yang umum terjadi, para praktisi generalis mengidentifikasi dan memilih seluas mungkin aktifitas perannya: misalkan sebagai broker

(22)

Praktisi atau pekerja sosial generalis perlu memusatkan diri atau fokus pada peran tertentu saja dulu, sehingga memungkinan mereka mampu menerapkan kerangka praktek secara rasional dan interpersonal atau mampu melihat aspek-aspek politis dari situasi yang dihadapi. Aspek rasional menekankan langkah-langkah logis dalam pemecahan masalah, sementara aspek interpersonal atau politis tekanannya lebih flesibel, namun tetap signifikan, mempertimbangkan keterkaitan latar belakang orang, motivasi, budaya dan tradisi, kepentingan, dan kekuasaan. Dengan demikian pekerja sosial harus mampu memadukan ilmu dan seni dalam praktek pekerjaan sosial. Inilah yang memunculkan ‘arts’ dari profesi pekerjaan sosial.

(23)

sebaliknya, jangan memaksakan teori-teori level mikro pada level makro, sehingga dapat dikatakan sebagai reductionism.

Pemikiran reduksionisme jelas merupakan kesalahan (misconduct) saat pekerja sosial bekerja dengan sistem yang lebih luas (besar), karena hal tersebut tidak merefleksikan sebuah pemaknaan, penghargaan dan penghormatan atas keunikan dan dinamika multi dimensi dari sistem yang lebih besar. Penggunaan konsep-konsep psikologi secara terus-menerus yang digunakan dan diterapkan dalam ranah individual dan keluarga juga akan menimbulkan salah arah (mislead) dan dapat menghilangkan keunikan dari sistem yang lebih besar serta akan menimbulkan dampak negatif dengan tidak jelas dan komprehensifnya dalam memahami suatu situasi praktek secara totalitas atau menyeluruh.

(24)
(25)

4

Praktek Pekerjaan Sosial Generalis

Banyak para ahli dan praktisi pekerjaan sosial berupaya menjelaskan secara gamblang tentang apa yang dimaksud dengan praktek generalis. Jhonson (1989) misalnya menyebutkan bahwa, pendekatan generalis dalam pekerjaan sosial akan menuntut para pekerja sosial yang mampu untuk mengetahui atau mengakui beragam sistem yang saling berinteraksi satu sama lain dan dengan individu. Dari interaksi tersebut maka para pekerja sosial akan membutuhkan dan mempertimbangkan pentingnya sistem-sistem tertentu sebelum menentukan suatu sistem khusus yang akan diintervensi.

(26)

Mereka memaknai praktek generalis sebagai pemanfaatan basis pengetahuan yang eklektik, dengan berlandaskan pada nilai-nilai profesional, yang didukung dengan keluasan dan keeragaman perangkat keterampilan yang digunakan guna memberi dampak perubahan penting pada beragam ukuran sistem yang berbeda. Upaya-upaya yang mendasari perubahan tersebut antara lain adalah gagasan eklektik pada beberapa hal seperti tentang keberfungsian dan interaksi, asesmen, pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan keadilan sosial.

Sebagai suatu bidang praktek pertolongan, profesi pekerjaan sosial telah mencapai banyak kesepahaman umum berkenaan dengan bentuk keseluruhan dari praktek generalis, namun demikian tetap saja perlu dibedakan secara jelas, tentang apa yang dimaksud dengan praktek generalis dan

praktek generik. Pada dasarnya praktek generik merujuk pada

(27)

kebutuhan-kebutuhan dan sumber-sumber; peran fungsional praktisi; pentingnya kerangka a person-in-environment; nilai-nilai tertentu seperti penerimaan, self-determination, dan kehormatan dan harga-diri seseorang; pentingnya pemberdayaan, serta norma-norma, nilai-nilai, dan etika bertindak sebagaimana tercantum dalam kode etik pekerjaan sosial.

Mengenali hubungan dan perbedaan diantara ‘generic’

dan ‘general’, dapat dikatakan bahwa generalis adalah para praktisi yang setidaknya memiliki basis generic, yang mampu menyediakan sebanyak mungkin pelayanan kepada beragam ukuran sistem klien.

Kemudian mengenai tujuan dari praktek pekerjaan sosial, Pincus and Minahan (1973) mengidentifikasi tujuan-tujuan dari pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:

1) meningkatkan kapasitas orang dalam pemecahan masalah dan cara-cara penanggulangannya;

(28)

3) mendukung efektifitas dan kemanusiaan dari sistem-sistem tersebut; dan

4) berkontribusi terhadap pengembangan dan perbaikan kebijakan sosial.

Kesemua tujuan-tujuan dasar tersebut dalam prakteknya akan saling terkait, dan saling mempengaruhi. Fokusnya pada pemecahan masalah yang memiliki ‘makna’ bahwa para praktisi tidak sekedar berupaya menghilangkan permasalahannya tetapi juga mengajarkan dan melatihkan keterampilan-keterampilan hidup yang penting bagi keberdayaan klien. Fokus kesalingterkaitan tersebut memiliki arti bahwa para praktisi atau pekerja sosial perlu memberi penekanan atau perhatian lebih pada pemanfaatan pendekatan

(29)

pekerja sosial adalah pada upaya-upaya untuk meningkatkan daya tawar akan potensi-potensi alternatif terhadap solusi apa yang paling cocok atau sesuai diantara beragam sistem yang ada dalam lingkungan sosialnya.

(30)

pandang profesi pekerjaan sosial melihat permasalahan sosial dibandingkan profesi lainnya.

PIE dapat memberikan gambaran dan penjelasan akan keberfungsian sosial dengan cara dan arti yang paling mudah dipahami baik oleh klien, praktisi pekerjaan sosial lainnya, dan para profesional pelayanan kemanusiaan lainnya. PIE dapat memberikan sebuah mekanisme atau panduan untuk pengumpulan dan pengurutan data, menarik kesimpulan tentang keterkaitan antar faktor yang berkontribusi terhadap permasalahan, serta menentukan intervensi apa yang diyakini atau dipercayai akan benar-benar dapat mengatasi permasalahan. Secara klasifikasi, sistem PIE menyediakan hal-hal berikut:

• Menyediakan bahasa yang sama bagi praktisi pekerjaan sosial pada semua setting untuk menjelaskan dan memetakan permasalahan keberfungsian sosial klien mereka.

(31)

• Menyediakan sebuah basis atau landasan untuk pengumpulan data yang diperlukan untuk mengukur kebutuhan pelayanan dan mendisain program-program pelayanan kemanusiaan, serta mengevaluasi efektifitasnya.

• Menyediakan suatu mekanisme untuk memperjelas komunikasi diantara para praktisi pekerja sosial dan antar praktisi serta administrator dan para peneliti.

• Menyediakan suatu basis untuk menjelaskan domain pekerjaan sosial dalam bidang pelayanan manusia.

Schatz, Jenkins and Sheafor (2000) mengidentifikasi terdapat empat elemen utama yang paling membedakan (khas atau unik) dari praktek generalis, yaitu:

1. Orientasi teoritis multidimensional yang menekankan keterkaitan dari masalah-masalah kemanusiaan, situasi kehidupan, dan kondisi-kondisi sosial.

2. Basis pengetahuan, nilai dan keterampilan yang mampu dialihkan (digunakan) diantara berbagai konteks, lokasi dan permasalahan.

(32)

generalis menuntut pekerja sosial yang eklektik---memperoleh gagasan dan teknik-teknik dari banyak sumber.

4. Pemilihan strategi dan peran-peran pekerja sosial terutama dibuat berdasarkan pada basis permasalahan dari klien individual dan sasaran serta ukuran dari sistem sasaran untuk perubahan.

Berdasarkan keempat elemen utama tersebut, maka hal sebaliknya pun dapat digunakan melihat elemen-elemen yang bukan generalis, yaitu praktek spesialis.

Perspektif generalis akan semakin baik, jika dalam pendekatannya juga menggunakan perspektif kekuatan (strength base perspectives). Asumsi-asumsi yang dibangun dalam perspektif kekuatan menurut DuBois & Miley (2010), sebagai berikut:

a) Memahami bahwa klien memiliki sumber-sumber dan kompetensi yang dapat didayagunakan.

(33)

c) Menjelaskan masalah sebagai suatu peristiwa dalam transaksi antar sistem, lebih dari sekedar menempatkannya sebagai keberfungsian sosial yang menurun.

d) Berpegang pada keberadaan kekuatan dari keberhasilan kolaborasi untuk membangun sumber-sumber baru. e) Memastikan bahwa klien yang paling mengetahui

situasi terbaik dan, menyediakan opsi (pilihan-pilihan), sehingga dapat menentukan solusi terbaik atas tantangan.

f) Memelihara perubahan positif untuk membangun suatu visi kemungkinan terbaik di masa mendatang.

(34)

5

Model Pemecahan Masalah

(35)

perubahan positif sesuai dengan kebutuhan dan kondisi khusus dari lingkungan klien.

Dalam praktek pekerjaan sosial, pemikiran rasional juga merupakan bukti, sebagai prosedur dasar pada kerangka praktek yang kini digunakan, yaitu 1) mengidentifikasi dan membatasi permasalahan; 2) studi, eksplorasi dan pengumpulan data; 3) asesmen, perencanaan, dan intervensi; 4) evaluasi; 5) terminasi; dan 6) tindak lanjut. Kesemua hal tersebut merupakan langkah-langkah yang sama pentingnya, yang sebetulkan juga telah digunakan dalam metode-metode praktek lainnya (mikro, meso, makro). Terlihat jelas bahwa tahapan-tahapan tersebut sangat berlandaskan metode ilmiah rasional.

Dalam perkembangan terkini, praktek pekerjaan sosial juga telah banyak dipengaruhi oleh konsep “critical thinking”

(36)

(1) a predisposition to question conclusions that concern client care and welfare; (2) asking “does it work?” and “how do you know?” when confronted with claims that a method helps clients, and also quenstioning generalizaion about treatment metheods and client; (3) weighing evidence for an against assertions in a logical, rational, systematic, data-based way; and (4) analyzing arguments to see what is being argued, spotting and explaining common fallacies in reasioning, and applying basic methodological principles of scientific reasioning (Kirst-Ashman & Hull, 1997b)

(37)

suka. Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul ketika pekerja sosial berfikir kritis, antara lain:

1. Bagaimana saya dapat mengetahui sebuah pernyataan itu adalah benar?

2. Siapa yang menyatakan dengan tepat? Apa motif dibaliknya? Bagaimana sumber tersebut diperoleh? 3. Apakah fakta yang ditampilkannya secara benar? 4. Apakah terdapat fakta yang terlewatkan?

5. Apakah telah teruji secara kritis pernyataan tersebut? Apakah sudah dilakukan pengujian sebelumnya? Apakah ada studi atau penelitian sejenis lainnya?

(38)

bahwa para klien benar-benar memperoleh pelayanan penuh (Breggin, 1991; Morgan, 1983; Szasz, 1994). Berikut ini beberapa kesalahan yang mungkin terjadi apabila perspektifnya tidak lengkap atau tidak akurat diperoleh oleh para praktisi:

• Salah mengklasifikasi atau mengkategori klien • Intervensinya terlalu lama, tidak efisien

• Terlalu fokus pada faktor-faktor yang tidak ada relevansinya

• Pemilihan metode intervensi yang lemah (misalnya, melakukan konseling psikologis sementara klien membutuhkan sumber-sumber material)

• Terjadi peningkatan ketergantungan klien kepada praktisi

• Terlalu tinggi atau terpukau melihat aset-aset klien • Menggambarkan perilaku yang tidak berkaitan dengan

konteksnya

• Menghentikan intervensi terlalu awal

(39)

Gambar 1; Lembar Kerja Pemecahan_Masalah 1. Study, Exploration, and Data Gathering 2. (Brief) Statement of Problem

3. Assessment and Strategies

a. Apakah anda melaksanakan putusan anda? Yes____ No____

b. Apakah ada antisipasi atas konsekuens yang terjadi? Yes___ No___

7. Follow-up

Sumber: Kirst-Ashman and Hull (2002)

(40)

mengidentifikasi permasalahan dan memilih sebuah strategi yang berkait langsung dengan permasalahan. Ingat, bagaimana pengaruhnya secara sistem ketika memilih atau mengkaji penentuan strategi alternatif. Meski mungkin saja hanya ada satu cara untuk mencapai solusi yang diinginkan, beberapa alternatif lain juga perlu dipertimbangkan baik-buruknya dan para praktisi perlu memahami kondisi-kondisi tersebut.

(41)

Dengan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita mulai melihat mengapa begitu penting dan perlu untuk membatasi permasalahan dan kebutuhan secara tepat. Karena pembatasan lingkup permasalahan yang jelas, pada gilirannya, akan menentukan kebutuhan keuangan dan kebutuhan sumber daya manusia (staf pendukung) serta menentukan seberapa besar kebutuhan akan keberadaan daya dukungan masyarakat. Seiring pengumpulan data, maka permasalahan akan mulai lebih fokus, pernyataan permasalahan dapat diartikulasi secara benar, dan para praktisi kemudian dapat menentukan strategi apa yang akan diterapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

(42)

menimbulkan permasalahan yang semakin serius di masa mendatang.

Untuk mengidentifikasi dan memilih diantara berbagai alternatif strategi, seorang pekerja sosial perlu mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin pengetahuan, keterampilan, dan teknik. Pekerja sosial harus memiliki informasi yang cukup dan sebuah visi yang jelas tentang permasalahan, sehingga mampu membedakan potensi-potensi permasalahan apa saja yang akan menghambat strategi yang akan dan sedang dikembangkan. Memang banyak gagasan bagus namun seringkali gagal di tengah jalan, karena resitensi dari masyarakat penerima manfaat program tertentu. Oleh karena itu, selalu diperlukan analisis dan penambahan informasi untuk mengetahui apakah suatu strategi intervensi itu akan berhasil atau gagal. Sangatlah penting untuk mengajak serta anggota dewan pertimbangan atau dewan pakar dalam organisasinya untuk terlibat, karena taktik pekerja sosial mungkin saja tidak cukup untuk menyuarakan pendapat atau melakukan pendekatan dengan banyak konstituennya.

(43)
(44)

6

Model Intervensi Generalis

Pada dasarnya pekerja sosial adalah seorang (ahli) generalis yang membutuhkan seluas dan sebanyak mungkin seperangkat keterampilan. Pekerja sosial tidak memilih atau menentukan permasalahan atau isyu apa yang mereka sukai untuk ditangani. Mereka seringkali dihadapkan dan memandang masalah, bahkan sebuah permasalahan yang sulit sekalipun, dan selalu mencoba untuk mengatasinya. Para pekerja sosial harus selalu mempersiapkan diri mereka sendiri untuk membantu orang dengan permasalahan personal individual pada satu sisi dan pada pihak lain dalam mengatasi permasalahan yang mempengaruhi keseluruhan organisasi dan komunitas. Mereka melakukan aktifitas pekerjaannya dalam berbagai setting yang fokusnya luas, yang mungkin saja terdiri dari anak-anak dan keluarga, kesehatan, keadilan, pendidikan, status ekonomi, dan banyak isyu-isyu lainnya.

(45)

penerimaan praktek generalis dalam praktek pekerjaan sosial nampaknya hanya baru pada satu area keterampilan tertentu saja (misalkan, keterampilan bekerja dengan individu atau keluarga, atau kelompok, atau masyarakat) atau satu bidang praktek (semisal, anak-anak dan keluarga, atau administrasi). Seorang pekerja sosial generalis tentu sangat membutuhkan kompetensi dalam banyak area bidang praktek pekerjaan sosial.

DuBois & Miley (2010) mengusulkan pergeseran proses pemecahan masalah menjadi proses pemberdayaan, sebagai bagian dari penegasan perspektif kekuatan (strength perspectives) dalam proses pemecahan masalah. Sebagaimana dalam terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 1 Perbandingan Problem Solving dan Empowering Processes

Problem-Solving Empowering Processes

Engagement Forming Partnership

Problem identification and Goal setting and planning Framing Solutions

Implementation Activating resources

Creating alliances Expanding opportunities

Evaluation Recognition succes

Termination Integrating gains

(46)

Kirst-Ashman & Hull (2002) juga sebelumnya telah mengembangkan praktek pekerjaan sosial generalis dengan konsepsi yang dikenal dengan Generalist Intervention Model

(GIM) yang setidaknya dicirikan oleh tiga bentuk utama, yaitu:

Pertama, perspektif generalis disini didasari pada sebuah definisi praktek generalis yang didukung oleh pengetahuan (knowlede), keterampilan (skills) dan nilai-nilai (values) yang mencirikan keunikan profesi pekerjaan sosial.

Kedua, perspektif generalis secara khusus menggunakan, metode tujuh tahap (seven-step) perubahan terencana (atau problem-solving) yang fleksibel penggunaannya. Sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 1, tujuh tahap tersebut termasuk engagement, assessment, planning, implementation, evaluation, termination, and

(47)

Gambar 2. Langkah-langkah Perubahan Terencana dalam Generalist Intervention Model

Ketiga, perspektif generalis di sini adalah ditujukkan pada pemecahan masalah pada semua level intervensi. Artinya, pemecahan masalah tertentu mungkin di dalamnya akan terdiri dari individu-individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan komunitas. Dengan kata lain, model tersebut akan meliputi sistem mikro, meso, dan makro sebagai sasaran perubahannya.

FOUNDATION FOR GENERALIST PRACTICE

KNOWLEDGE SKILLS VALUES

Langkah 1: engagement

Langkah 2: Assessment

Langkah 3: Planning

Langkah 4: Implementation

Langkah 5: Evaluation

Langkah 6: Termination

Langkah 7: Follow-up

(48)

Sistem mikro adalah individu-individu. Sistem meso adalah kelompok kecil. Sistem makro adalah beberapa sistem yang lebih besar, termasuk organisasi dan komunitas. Keluarga, karena sifat kedekatannya, berada pada wilayah antara sistem mikro dan sistem meso.

Gambar 3 juga menggambarkan bagaimana seorang praktisi generalis dapat menentukan beberapa pilihan dari ketiga level intervensi dalam upaya mengatasi permasalahan tertentu. Pertama-tama, mungkin pekerja sosial mungkin perlu menggunakan keterampilan-keterampilan level mikro untuk

engage (yaitu, memantapkan hubungan dan memulai

(49)

tindak lanjut, berkaitan dengan level intervensi yang anda capai.

(50)

Gambar 3 Step in the Planned Change Process—Initiating Macro Change

Mungkin saja seorang pekerja sosial akan menerima rujukan seorang lansia, sebut saja tuan Jana. Orang yang menghubungi anda mungkin tetangganya, sebut saja tuan Jono.

(51)

karena ia pernah melihat lansia tersebut terjatuh dua kali. Di saat yang sama Jono (tetangga) yang memberitahukan dan menolong tersebut juga sedang mengalami permasalahan berkaitan dengan pemeliharan dan perawatan rumah yang tidak baik, sampah ada dimana-mana, ada di dapur, di ruang tengah, di kamar tidur, atau ruang tamu---yang jelas kondisi tersebut menggambarkan sebuah cara hidup yang kurang sehat.

(52)

generalis, dia harus dapat bekerja sama dengan klien untuk memastikan apa kebutuhan dan keinginannya.

Selama masa fase asesmen, kemudian pekerja sosial menentukan untuk mengembangkan perencanaan dan impelementasi pada level mikro, meso atau makro. Pekerja sosial juga mungkin akan menentukan dan memastikan bahwa apakah intervensinya pada sejumlah level akan berjalan dengan baik atau tidak.

Pendekatan Mikro

(53)

Pendekatan Meso

Namun demikian, dengan melihat perspektif lainnya, sebagai pekerja sosial Anda mungkin memilih opsi untuk fokus pada level meso atau pendekatan kelompok/berorientasi-keluarga. Sekiranya tidak terdapat pelayanan untuk pembantu keliling atau bantuan makanan yang sifatnya segera bagi Tuan Jana. Mungkin juga karena area wilayah dimana anda bekerja sangat polutif atau juga tidak sehat. Secara faktual atau kenyataannya memang diperkirakan wilayah tempat anda bekerja memang wilayah yang serba kekurangan atau miskin. Sehingga tanpa pelayanan dan semua sumber yang dibutuhkan, lalu apa yang akan anda lakukan sebagai pekerja sosial?

(54)

sumber-sumber bantuan sesuai kebutuhannya. Dalam kasus tersebut anda berarti mencoba melibatkan kerabatnya dalam proses pertolongan. Selanjutnya, anda sebagai pekerja sosial mungkin memutuskan untuk melihat apakah tuan Jana memiliki teman-teman atau atau tetangga-tetangga dekat atau jauh yang bersedia untuk membantunya. Sekarang anda telah mengetahui bahwa tuan Jono peduli terhadap tuan kondisi kesejahteraan Jana.

(55)

pertemuan setiap minggunya, baik berolah raga ringan, atau kegiatan seni, atau aktifitas minat lainnya.

Pendekatan Makro

Akhirnya, sebagai tambahan pemikiran murni dalam istilah mikro atau meso, anda sebagai pekerja sosal mungkin mengambil keputusan untuk mengupayakan pendekatan makro. Sekali lagi, jika disana benar-benar tidak terdapat pelayanan yang menyediakan pembantu keliling, kiriman makanan, perlindungan lansia, atau dukungan pekerja-pekerja di area kerja pekerja sosial. Anda mungkin menemukan banyak klien-klien lansia yang mempertahankan hidupnya sendiri di rumah mereka masing-masing. Anda menemukan bahwa, berdasarkan aturan dan kapasitas anda, maka sulit bagi anda untuk membantu klien-klien tersebut satu persatu—bahwa isyu yang ditanganinya tersebut lebih luas, yang tidak sekedar penyediaan bantuan individu perseorangan. Anda kemudian memutuskan bahwa solusi yang dibutuhkan tidak sebatas keterlibatan keluarga atau kelompok pada level mikro dan meso saja.

(56)
(57)

panduan intervensi profesional yang didisain untuk membawa perubahan terencana baik dalam organisasi dan masyarakat. Kirs-Ashman & Hull (2002: 110) menjelaskan bahwa praktek makro adalah praktek pekerjaan sosial yang didisain untuk memperbaiki atau memodifikasi sejumlah aspek dari masyarakat. Perbaikan atau perubahan tersebut dapat dilihat baik secara keorganisasian atau kebijakan dan prosedur kemasyarakatan yang mengatur distribusi sumber-sumber klien. Perbaikan-perbaikan tersebut hanya mungkin terjadi manakala klien tidak memperoleh sumber-sumber yang seharusnya dibutuhkan atau ketika sumber-sumber tersebut tidak berjalan penyalurannya secara efektif dan efisien.

(58)

Tugas umum lainnya dari praktek makro adalah membantu klien memperoleh hak-haknya sebagai warga suatu negara. Sehingga diperlukan perubahan-perubahan dalam “sistem” sehingga klien dapat memperoleh hak-haknya secara wajar. Perubahan-perubahan dalam sistem tersebut dibutuhkan bukan sekedar alasan pada jumlah klien semata, tapi memang berkaitan dengan hak-hak yang melekat pada satu orang klien atau seribu klien.

Sistem sasaran praktek makro digunakan untuk menentukan dimana dan bagaimana perubahan harus dilakukan. Beragam dan banyak sistem yang membentuk sebuah masyarakat, umumnya. Termasuk di dalamnya sistem politik seperti pemerintahan kota, kebupaten, provinsi dan nasional. Di dalamnya juga terdapat sistem hukum yang meliputi kepolisian, pengadilan, dan legislatif. Kemudian, meliputi pula sistem penyediaan pelayanan sosial seperti halnya badan-badan pelayanan sosial, fasilitas pelayanan kesehatan mental, dan fasilitas pelayanan sosial lainnya.

(59)

meliputi intervensi dalam rangka membantu klien memperoleh hak yang mereka butuhkan, yang terkadang advocacy

digunakan lebih jauh lagi dan bekerja dengan cara yang lebih keras lagi, melebihi spesifikasi deskripsi pekerjaannya. Inilah elemen pekerjaan sosial yang menjadi salah satu ciri dari pekerjaan sosial dan pembeda dari bidang-bidang lainnya.

(60)

7

Makna Praktek Generalis

Sebagian besar aktifitas dari praktek pekerjaan sosial generalis merupakan sebuah proses pertolongan. Seorang praktisi pekerja sosial generalis mungkin saja diminta untuk membantu sebuah keluarga yang tidak memiliki rumah tinggal (homeless), mengalami kekerasan seksual pada anak, kasus remaja hamil di luar nikah, persoalan lansia yang sakit dan tidak mampu merawat dirinya lebih lama lagi, atau masyarakat yang mencoba mengatasi masalah obat-obatan terlarang di lingkungannya, atau juga lembaga bantuan masyarakat yang berjuang memodifikasi kebijakan agar sesuai dengan peraturan perundangan yang baru. Dengan demikian seorang praktisi generalis harus mempersiapkan diri untuk mengatasi berbagai jenis situasi kesulitan atau permasalahan sosial yang ada.

Perlu kiranya untuk kembali apa yang dimaksud atau batasan dari praktek generalis. Batasan prakek generalis yaitu:

Generalist practice is the application of an eclectic knowledge

(61)

size systems for change within the context of four primary

process. Pertama, praktek generalis menekankan

pemberdayaan klien, “the process of increasing personal, interpersonal, or political power so that individuals can take

action to improve their life situation” (Gutierez, 2001, p. 210). Kedua, melibatkan kerja efektif dalam sebuah struktur keorganisasian. Ketiga, menuntut asumsi a wide range of prefessional roles. Keempat, praktek generalis meliputi penerapan pemikiran dari critical thinking skills untuk planned change process.

Di dalamnya terdapat sepuluh dimensi kunci yang berkaitan dengan batasan dari praktek generalis. Setiap satu dimensi adalah penting, urutan yang ditampilkan tidak menunjukkan mana yang paling penting. Dalam tabel 1 ditunjukkan secara ringkas konsep-konsep tersebut.

(62)

dan keterampilan profesional. Namun demikian, hal ini menjadi tidak logis jika hal tersebut ditempatkan dibawah “akuisisi dari sebuah basis pengetahuan profesional”, sederhananya adalah karena pengetahuan adalah dimensi pertama yang dicitasi. Pengulangan “promoting of social and economic justice” di bawah masing-masing dimensi akan menjadi redundant (pengulangan) dan menyulitkan untuk dipahami. Lalu maksud dari penulisan di sini adalah dalam upaya menyuguhkan suatu batasan praktek generalis yang mudah untuk diingat.

(63)

dalam gambar 4 memberikan mengilustrasikan pekerja sosial dalam kotak yang besar.

Gambar 4 Definition of Generalist Practice

ORGANIZATIONAL

STRUCTURE

ANDA SEBAGAI PRAKTISI

GENERALIS

1. Knowledge 2. Values

3. Skills

Macro system

Mezzo system

Micro system

Emphasis on client empowerment

Assumption of wide range of professional roles Use of critical thinking Following a planned change

process APLICATION

PROCESS

(64)

Dalam kotak yang sama terdapat pula Knowledge, Values, dan skills. Kotak tersebut menggambarkan bahwa pekerja sosial melaksanakan pekerjaannya berlandaskan pengetahuan, nilai-nilai profesional, dan keterampilan yang luas.

Lingkaran memusat pada dasar gambar 4 mengilustrasikan target system potensial bagi pekerja sosial. Sebagaimana telah ditentukan sebelumnya, praktisi generalis mungkin akan menentukan apakah akan bekerja bersama dengan sebuah sistem mikro, meso, atau makro sesuai dengan sasaran dari upaya perubahan tersebut. Ketiga sistem tersebut diposisikan dalam lingkaran memusat sesuai dengan ukurannya.

Kemudian pada arah anak panah diberi label “Aplication Process” yang mengarah dari kotak Struktur Organisasi mengarah ke bawah menuju lingkaran target system

(65)

mengarah pada aplication process. Hal ini menggambarkan bagaimana pekerja sosial, sebagai praktisi generalis akan menekankan pemberdayaan klien, dengan menggunakan seluas mungkin peran-peran profesional, serta keterampilan pemikiran kritis, dan juga proses perubahan yang terencana selama ia bekerja membantu memperbaiki keberfungsiannya suatu sistem.

Tabel 2 Dimensi-dimensi dalam Batasan Praktek Generalis

1. Akuisisi dari dasar pengetahuan eklektik a. Landasan teoritis: Teori sistem

b. Human Behavior and Social Environment c. Kebijakan dan pelayanan kesejahteraan sosial d. Praktek pekerjaan sosial

e. Penelitian f. Human diversity

g. Mendukung keadilan sosial dan ekonomi h. Population-at-risk

2. Menekankan Pemberdayaan Klien 3. Akuisisi nilai-nilai profesional

a. Kode Etik Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) b. Kesadaran nilai-nilai pribadi

c. Klarifikasi pertentangan akan dilema etis d. Pemahaman akan pemaksaan (oppression) e. Menghormati keragaman penduduk

4. Menggunakan sebanyak mungkin keterampilan praktek a. Mikro

b. Meso c. Makro

5. Orientasi sasaran pada beberapa ukuran sistem a. Mikro

(66)

Lanjutan:

c. Makro

6. Bekerja secara efektif adalam sebuah struktur keorganisasian 7. Asumsi seluas mungkin peran profesional

a. Enabler

8. Menerapkan keterampilan pemikiran kritis 9. Menggunakan proses perubahann terencana

a. Engagement b. Assessment

i. Defining Issues

ii. Collecting a nd assessing data c. Planning

i. Mengidentifikasi alternatif intervensi

ii. Memilih/menentukan rangkaian kegiatan yang tepat iii. Perjanjian

d. Implementation rangkaian kegiatan yang sesuai e. Evaluation

i. Menggunakan rangkaian yang tepat

ii. Menerapkan penelitian berbasis pengetahuan dan teknologi maju yang sesuai

(67)

8

Karakteristik Praktek Generalis

Social workers are generalist (Landon, 1995; Sheafor & Landon, 1987). Dari pertanyataan tersebut memiliki arti bahwa para pekerja sosial harus menguasai dan memiliki pengetahuan serta keterampilan yang luas. Karena memang profesi pekerjaan sosial akan dihadapkan dengan berbagai masalah manusia yang sifatnya multi level, baik ranah mikro, meso maupun makro; baik sifat pelayanan tersebut direct service

maupun indirect service. Kemudian apa ciri atau karakteristik dari praktek pekerjaan sosial generalis. Berikut ini akan dikemukakan beberapa karakteristik mengenai praktek generalis, berdasarkan konsepsi dari Karen K. Kirst-Ashman & Grafton H. Hull, Jr. (2002).

A. Berbasiskan Pengetahuan Ekletik

(68)

pendekatan, metode dan gaya praktek pekerjaan sosial. Misalkan saja, pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan pemahaman akan dinamika situasi manusia, dan kemudian bagaimana menentukan keterampilan terbaik apa yang sesuai dengan kondisi dinamina manusia tersebut.

Pekerjaan sosial akan terus tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada pengetahuan-pengetahuan tentang bagaimana seharusnya para pekerja sosial dapat bekerja secara lebih efektif dalam membantu pemecahan suatu masalah. Oleh karena itu, pekerjaan sosial di awalnya perlu meminjam ilmu dari bidang-bidang lainnya, seperti psikologi, ilmu politik, dan sosiologi. Pekerjaan sosial kemudian dapat menerapkan pengetahuan-pengetahuan tersebut pada situasi prakteknya.

(69)

pekerjaan sosial. Teori sistem menyediakan suatu landasan teoritis yang kuat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari profesi pekerjaan sosial.

Tentu saja semua disiplin akademik memiliki kerangka filosofis dan kerangka konseptual, karena berdasarkan kerangka itulah model praktek dikembangkan dalam pekerjaan sosial. John Poulin (2005), dalam bukunya “Strengths-Based Generalist Practice: A Collaborative Approach” menyatakan bahwa model praktek generalis dapat dikembangkan dengan menggabungkan dua kerangka koseptual yang sangat berbeda, yaitu logika positifisme dan post modernism.

(70)

berkembang secara berbeda dari tradisi psikoanalitis juga mulai mendominasi teori-teori praktek pekerjaan sosial dari tahun 1940-an hingga kini.

Di tahun 1960-an, gerakan praktek empiris juga mulai berkembang. Gerakan praktek empiris menekankan pentingnya penerapan metode penelitian bagi praktek individual, keluarga dan kelompok. Karakteristik yang membedakan pekerjaan sosial empiris dari praktek pekerjaan sosial sebelumnya adalah pada pemanfaatan metode ilmiah dalam mengkaji situasi-situasi klien, penetapan-penetapan tujuan, fokus pada formulasi solusi intervensi, dan efektifitasnya yang terevaluasi. Para pekerja sosial empiris menfokuskan diri pada assessment fakta-fakta yang relevan, secara khusus pada keterukuran atau kejelasan permasalahan, dan hasil assessment yang objektif (Fischer, 1981; Hudson, 1982; Reid, 1994).

(71)

keadilan sosial dan ekonomi, dan berpihak pada populasi yang rentan. Pada bagian berikut akan dijelaskan secara singkat mengenai teori sistem dan penerapannya bagi praktek generalis.

Teori Sistem

Fokus pekerjaan sosial pada interaksi-interaksi antar individu dan beragam sistem dalam lingkungan. Suatu siatem adalah seperangkat elemen yang secara teratur dan saling berkaitan fugsional secara menyeluruh. Setiap bagian terkait dengan banyak komponen lainnya yang bekerja bersama agar fungsional.

(72)

Pemahaman akan teori sistem bagi pekerja sosial adalah penting, mengingat praktek generalis akan memerlukan penggambaran sasaran pada semua ukuran sistem guna proses perubahan. Pekerja sosial generalis, akan dituntut untuk mampu mengevaluasi beragam permasalahan yang dihadapi dengan beragam perspektif. Sehingga sebagai pekerja sosial, mereka diharapkan mampu untuk menentukan perubahan terbaik apa yang dapat dicapai oleh individu, keluarga, kelompok, organisasi, ataupun komunitas. Pekerja sosial diharapkan juga mampu menentukan sejumlah sistem yang seharusnya dapat menjadi sasaran dari upaya perubahan terencana. Dalam konteks penulisan buku ini, maka fokusnya adalah penerapan praktek generalis dalam ranah praktek makro.

Konseptualisasi Sistem dalam Praktek Makro

(73)

Agar dapat memahami lebih baik lagi proses perubahan makro, akan sangat membantu apabila mengkonseptualisasi terlebih dahulu sejumlah konsep interaksi sistem dalam lingkungan. Sebagaimana telah kemukakan sebelumnya, maka teori sistem menunjukkan dinamika, yaitu interaksi yang saling terkait diantara sejumlah sistem dan sub sistem di dalamnya. Sistem tersebut ukuran besarannya beragam. Dalam konteks yang lebih luas dari praktek generalis, akan dikemukakan empat jenis sistem penting dalam upaya proses perubahan, yaitu: klien makro, sasaran makro, agen perubahan makro, dan sistem tindakan makro (Compton, Galaway & Couroyer, 2005; Pincuss & Minnahan, 1973).

Sistem Klien Makro

(74)

yang akan memperoleh manfaat dari proses intervensi makro. Sebagai contoh, sebagai seorang praktisi generalis mungkin akan berupaya mengembangkan atau mengimplementasikan sebuah program penempatan kerja yang mungkin akan berdampak pada lusinan atau bahkan ribuan pengangguran. Seperti halnya, pengembangan sebuah program pelatihan lembaga internal mengenai penerapan teknik treatment baru yang ditujukan peningkatan lembaga tersebut yaitu diantaranya memperbaiki penyediaan pelayanan sosial.

Perbedaannya adalah bahwa perubahan makro digunakan untuk memperoleh manfaat yang lebih besar jumlahnya bagi sekelompok orang-orang, dimana kelompok tersebut dapat terdiri dari populasi klien khusus, anggota atau pengurus lembaga, atau warga masyarakat. Berbeda halnya dengan tujuan perubahan mikro dan meso yang lebih bermanfaat bagi klien individual, keluarga, atau kelompok kecil.

Sistem Sasaran

(75)
(76)

Konsep organisasi dan komunitas adalah luas. Konsep tersebut juga berlaku bagi organisasi kecil atau komunitas kecil (seperti sub bagian tertentu dari sebuah kantor, sekelompok jamaah yang terisolasi, atau warga kampung) atau berlaku bagi sistem yang lebih besar (seperti unit-unit kota, kabupaten, provinsi, pemerintahan atau negara). Demikian pula halnya pada suatu komunitas dalam arti luas yaitu warga masyarakat dari sebuah negara. Sistem dapat digambarkan dengan berbagai ukuran. Dengan demikian, sistem sasaran adalah sejumlah sistem yang memerlukan perubahan melalui intervensi makro.

Sistem Agen (Pelaksana) Perubahan

(77)

yang juga percaya dan sepakat dengan usulan-usulan perubahan pada level makro. Kemudian pekerja sosial sebagai pelaksana individual, menjadi bagian dari sistem yang lebih luas tersebut. Apakah pekerja sosial melakukan sendiri aktifitasnya atau bergabung dengan sistem lainnya dalam upaya melakukan perubahan makro, maka posisi pekerja sosial juga menjadi bagian dari sistem kegiatan (aksi).

Sistem Kegiatan (Aksi)

(78)

Perilaku Manusia dan Lingkungan Sosial (human

behavior and social environment)

Satu cara klasifikasi berdasarkan batang tubuh pengetahuan pekerjaan sosial, bahwa yang harus diajarkan bagi para pekerja sosial generalis adalah human behavior and social environment

(HBSE) atau perilaku manusia dan lingkungan manusia (PMLS). Kemudian lainnya dari dimensi pengetahuan pekerjaan sosial adalah pengetahuan mengenai kebijakan dan pelayanan kesejahteraan sosial, praktek pekerjaan sosial, penelitian, human diversity, promotion of social and economic justice,population-at-risk, serta nilai dan etika.

(79)

konseptual, konsep a person-in-environment menyediakan sebuah tools pengetahuan bagi pekerja sosial dengan representasi simbolis tentang bagaimana (manusia) memandang dunia. Pengetahuan tersebut juga menyediakan suatu gagasan tentang bagaimana mengkaji (to assess) situasi klien dan mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi pada berbagai level praktek pekerjaan sosial.

(80)

Kebijakan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial

Kebijakan, apabila digambarkan dengan cara yang paling sederhana, adalah peraturan. Kehidupan pekerja sosial dan klien sebagai individu diatur oleh suatu peraturan: yaitu aturan mengenai bagaimana seharusnya berkendaraan yang baik, aturan mengenai kapan seharusnya pergi ke sekolah, atau aturan mengenai bagaimana kita seharusnya berbicara atau menulis, dan seterusnya.

Kebijakan adalah aturan yang memberitahukan kepada kita mengenai tindakan mana yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan. Kebijakan kesejahteraan sosial memberitahukan kepada kita tentang sumber-sumber apa yang tersedia bagi klien dan apa yang dapat pekerja sosial lakukan bagi kliennya. Praktisi generalis memerlukan kemampuan untuk menganalisa kebijakan dan mampu melakukan perubahan jika diperlukan.

(81)

klien yang layak untuk memperoleh pelayanan, dan menentukan siapa-siapa saja yang berwenang dan memiliki kualifikasi untuk menjalankan program tersebut. Kebijakan juga menyediakan seperangkat acuan (standards) berkenaan dengan jenis-jenis pelayanan yang akan dan dapat disediakan, kualifikasi penyedia layanan, dan aturan-aturan lainnya.

Pengertian kebijakan sosial meliputi “the actions of goverment that have a direct impact on the welfare of people

by providing services and income. As principles of action,

policies translate our goverments’s sense of responsibility to

us, its citizens. Thus, (social) policies reflects sicetal values,

(82)

apa yang pekerja sosial dapat lakukan untuk menangani anak korban kekerasan seksual dan apa yeng tidak boleh dilakukan.

Dalam kerangka membentuk dan membuat kebijakan sosial, dapat saja lembaga kebijakan (agency policies)

memasukan acuan-acuan yang diperoleh dari organisasi perorangan dan program-program yang menyediakan pelayanan (contohnya, lembaga-lembaga pelayanan keluarga, badan-departemen pelayanan manusia, atau rumah perawatan). Dalam standar-standar tersebut mungkin saja secara khusus mengatur tentang bagaimana pembentukan lembaga, kualifikasi supervisor dan pekerja sosial seperti apa yang dibutuhkan, norma atau aturan yang mengatur pekerja sosial yaitu berkenaan dengan boleh dan tidaknya, serta prosedur apa yang sesuai atau cocok guna melengkapi sebuah asesmen bagi keluarga, misalnya. Itulah beberapa contoh atau aspek kecil dari sekian banyak aspek kehidupan dari badan pelayanan sosial dan keterkaitannya dengan kebijakan sosial.

(83)

pegawai dapat diperoleh dan bagaimana peningkatan penghasilannya pertahun, bagaimana mengukur kinerja, dan seterusnya. Misalkan sebuah kebijakan dari lembaga pengasuhan anak dapat menentukan siapa yang elijibel untuk memperoleh pelayanan asuhan di sebuah lembaga pengasuhan. Dengan demikian suatu kebijakan program sosial, dapat menentukan siapa yang layak mendapatkan pelayanan dan sumber-sumber yang dibutuhkannya.

(84)

Pada bagian selanjutnya, praktisi pekerja sosial generalis juga sangat membutuhkan landasan pengetahuan berkenaan dengan proses pelayanan sosial. Secara historis, telah banyak pula dikembangkan bagaimana pelayanan-pelayanan sosial sebaiknya dilakukan. Dalam proses pelayanan-pelayanan sosial juga dikembangkan sebuah perspektif analitis mengenai bagaimana sebaiknya pelayanan-pelayanan tersebut yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia dan mendukung peningkatan kapabilitas manusia.

Praktek Pekerjaan Sosial

Berbicara pengetahuan maka menyebut apa itu pengetahuan pekerjaan sosial, kemudian kalau bicara praktek maka berbicara bagaimana. Praktek pekerjaan sosial adalah kegiatan melakukan pekerjaan sosial. Praktek pekerjaan sosial tersebut mulai dari identifikasi permasalahan, identifikasi klien, kemudian pemilihan alternatif intervensi, kemudian melakukan proses perubahan terencana untuk mencapai tujuan-tujuan intervensi.

(85)

praktek terbaik apa yang dapat membantu klien. Misalkan, pendekatan konseling apa yang paling efektif? Keterampilan intervensi krisis apa yang akan diterapkan? Apakah permasalahannya hanya ada orang perorang saja? Apakah pekerja sosial melihat bahwa sebetulnya banyak klien memiliki masalah yang sama? Apakah pekerja sosial perlu membangun dan mengembangkan program pencegahan guna mengatasi permasalahan secara lebih luas? Apakah pekerja sosial perlu melibatkan lembaga-lembaga lain dan perubahan kebijakan secara politis dalam rangka ketersedian pendanaan yang lebih efektif lagi agar dapat membantu klien dan banyak klien lainnya yang memiliki kesamaan masalah?

Penelitian

(86)

pelayanan. Batasan atau ruang lingkup intervensi pekerjaan sosial dapat dievaluasi melalui penelitian sehingga dapat menyediakan informasi mengenai teknik terbaik apa yang dapat digunakan untuk jenis permasalahan yang sifatnya khusus. Ketika pekerja sosial bekerja dengan seorang klien maka prosesnya dapat dievaluasi, sehingga memungkinkan pekerja sosial untuk memutuskan apakah mereka benar-benar mampu membantu seorang klien dengan permasalahannya; kemudian juga, pekerja sosial dapat memonitor kemajuannya selama proses implementasi pertolongan berlangsung (Hudson & Thyer, 1987). Hal yang sama juga berlaku bagi lembaga pelayanan, dimana penelitian dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas program-programnya.

Alasan yang kedua adalah bahwa akumulasi dari hasil-hasil penelitian dapat membantu untuk membangun suatu basis pengetahuan yang kuat dan efektif untuk pengembangan profesi pekerjaan sosial di masa mendatang. Manfaat penelitian bagi basis pengetahuan yaitu “...can generate and refine concepts, determine the evidence for generalizations and

theories, and ascertain the effectiveness of practice methods...;

(87)

difference” sehingga akan memantapkan pekerjaan sosial sebagai sebuah profesi yang bertanggungjawab dan dihormati oleh profesi lainnya dan masyarakat luas (Reid, 1987, p.474).

Konsep penting terbaru dalam perkembangan penelitian pekerjaan sosial adalah evidence-based practice, dimana di dalamnya dikembangkan secara hati-hati, penuh pertimbangan, dan penuh rasa tanggungjawab melalui pemanfaatan terhadap bukti-bukti terbaik yang tersedia digunakan pada implementasi intervensi yang ternyata terbukti efektif, khususnya dalam situasi praktek tertentu (Gambrill, 2005; Rubin & Babbie, 2007). Rubin dan Babbie menjelaskan:

Practitioners engaged in evidence-based practice will be critical thinkers (described more thoroughly later). Rather than automatically accepting everything others with more experience or authority tell them about practice, they will question things. They will recognize unfounded beliefs and assumptions and think for themselves as to the logic and evidence supporting what others may convey as practice wisdo, Instead of conforming blindly to tradition or authority; they will use the best scientific evidence available in deciding how to intervene with individuals, families, groups, or communities (2007, p.4)

(88)
(89)

lebih kecil. Hasil kajiannya akan menjadi lebih fleksibel sehingga memungkin bagi pekerja sosial membuat rencana yang lebih besar dan lebih hati-hati terutama berkaitan dengan budaya tertentu.

2. Descriptive: banyak atau sebagian besar penelitian pekerjaan sosial dilakukan pada tujuan yang kedua ini, yaitu: untuk menggambarkan situasi atau kejadian. Peneliti mengamati dan kemudian menggambarkan apa yang telah diamatinya. Karena pengamatan ilmiah harus hati-hati dan memiliki tujuan yang jelas, maka sebuah deskriptif ilmiah semestinya lebih akurat dan lebih tepat daripada sekedar gambaran biasa. Contoh dari penelitian deskriptif ini, misalkan seorang peneliti mungkin akan mengkaji atau menilai kebutuhan sebuah masyarakat dengan melakukan sebuah survai warga masyarakat.

(90)

ilmiah. Namun sebuah laporan sederhana tentang perbedaan tingkat kekerasan antar kota besar di salah satu propinsi adalah sebuah laporan penelitian deskripsi. Seorang peneliti yang bertujuan melakukan eksplanasi adalah jika dia ingin tahu, misalkan mengapa wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan kembali hidup dalam suasana dengan kekerasan pula, jelas hal ini memerlukan penjelasan lebih jauh, lebih daripada gambaran sederhana bagaimana pengulangan tersebut terjadi.

(91)

survai pada sampel dari warga masyarakat tersebut Hal yang sama, kemudian penelitian juga dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana pelayanan-pelayanan yang telah tersedia tersebut dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Suatu penelitian juga mungkin bertujuan mengkaji variabel-variabel yang berkaitan untuk penyediaan pelayanan seperti etnisitas, rendahnya pendapatan, atau tingkat pendidikan untuk explain mengapa pelayanan pada beberapa kelompok tertentu lebih banyak tersedia daripada kelompok lainnya. Pada akhirnya, evaluasi efektifitas penyediaan pelayanan mungkin lebih fokus pada bagaimana pelayanan-pelayanan tersebut berdampak bagi klien atau adanya ketercapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

(92)

bergantung pada ketersediaan sumber, waktu dan tenaga dalam melakukan penelitian sosial.

Oleh karena itu pemahaman mengenai penelitian sosial juga merupakan bagian penting bagi praktek generalis. Penelitian akan menjelaskan dan mendukung pendekatan-pendekatan intervensi yang digunakan. Penelitian juga akan menjelaskan teori-teori dan program-program mana yang lebih efektif bagi sebuah komunitas atau kelompok sasaran tertentu. Pada akhirnya, penelitian akan membantu pekerja sosial untuk memastikan bahwa sistem klien telah terbantu atau belum, oleh apa yang telah dikerjakan oleh pekerja sosial kepada mereka.

Ragam Manusia (Human Diversity)

(93)

disabilitas, etnis, struktur keluarga, gender, status perkawinan, asal negara, ras, religi, seks dan orientasi seksual.

Keanggotaan seseorang dalam sebuah kelompok yang perbedaannya terlihat jelas dengan ciri-cirinya dapat juga menempatkan orang tersebut pada situasi yang penuh resiko atau rawan mendapatkan tindakan diskriminatif, penganiayaan, dan perampasan hak-hak ekonomi dan sosialnya. Diskriminasi adalah tindakan mengancam secara berbeda, yang terjadi karena mereka memiliki ciri-ciri pada kelompok khusus daripada umumnya. Sedangkan pemaksaan meliputi tindakan pembatasan dan pengekangan yang ekstrim pada beberapa orang, kelompok atau pada sistem yang lebih luas. Pengurangan atau pembatasan (sumber) ekonomi adalah suatu kondisi tidak meratanya akses atau daya jangkau kelompok masyarakat tertentu terhadap sumber-sumber keuangan. Hal-hal tersebut berakibat pada munculnya sejumlah situasi seperti pengangguran, diskriminasi pekerjaan, manfaat kerja yang tidak sesuai, dan kebijakan publik yang tidak memuaskan.

(94)

kelompok tertentu berdasarkan pada sejumlah atribut atau atribut-atribut yang merefleksikan pandangan yang berlebihan tentang kelompok tersebut, tanpa pertimbangan atau apresiasi akan terdapatnya perbedaan-perbedaan individual.

Berikut ini adalah contoh gambaran dari situasi yang relevan dengan stereotip, yaitu bayangkan seorang perempuan yang berada dalam sebuah bisnis perlengkapan kebutuhan lelaki remaja. Pikirkan seorang wanita berusia enam puluh empat tahun yang menjual barang di sebuah pusat pertokoan dimana yang lainnya berusia dibawah tiga puluh tahun.

(95)

generalis agar dapat bekerja secara efektif. Pemahaman akan beragamnya manusia tersebut sangat terkait dengan prinsip-prinsip praktek pekerjaan sosial. Pada prinsip-prinsip acceptance,

maka pekerja sosial harus mampu menerima apa adanya klien.

Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekonomi

(Promotion of Social and Economic Justice)

Gambar

Gambar 1; Lembar Kerja Pemecahan_Masalah
Tabel 1 Perbandingan Problem Solving dan Empowering Processes
Gambar 2. Langkah-langkah Perubahan Terencana dalam Generalist Intervention Model
Gambar 3 Step in the Planned Change Process—Initiating Macro Change
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Manajer proyek akan mengubah jadwal proyek atau rencana kerja untuk mengakomodasi perubahan yang telah disetujui dan mempresentasikannya dalam meeting kemajuan proyek

Tulang Bawang merupakan daerah pemekaran yang saat ini dapat dikatakan daerah yang sedang dalam tahap maju pesat, terutama di Daerah Unit Dua yang sekarang

Loss yang terjadi pada jaringan dapat mengakibatkan keadaan yang lebih buruk di sisi client , misalkan paket data pertama dari frame-frame video yang

Apabila Anda berminat mengambil paket outbond atau training bertema budaya daerah desa wisata Gilangharjo ini menjadi rekomendasi utama karena Anda nantinya dapat belajar

sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia baik secara individu maupun secara kelompok dan akibat dari hubungan

Data diperoleh melalui wawancara terhadap dokter kepala puskesmas dan bidan pelaksana KB/ KIA mengenai program skrining kanker serviks yang pernah atau masih dilaksanakan, jumlah

a. Untuk segmen Jawa Tengah karena perusahaan saya beroperasi di Semarang sehingga akan lebih mudah untuk menargetkan pasar di pulau Jawa, yaitu dalam hal

[r]