• Tidak ada hasil yang ditemukan

Batu untuk Membangun atau untuk Melempar?

Dalam dokumen publikasi e-jemmi (Halaman 56-61)

57

Beberapa orang tidak dapat menerima ketika mereka mengatakan bahwa Allah

menghendaki dia melakukan perbuatan yang sangat berani, yaitu pergi ke ladang misi. Umumnya mereka akan bersikap acuh tak acuh, tidak bersahabat, atau untuk menutupi perasaan mereka yang tertekan, mereka berkata, "Hei, apakah engkau tidak tahu bahwa di sana adalah dunia yang buas dan ganas? Selalu terjadi kekacauan dan peperangan. Engkau bisa terbunuh di sana!" Atau, "Kamu pasti bercanda! Kamu? Jadi misionaris? Apa sih yang bisa kamu lakukan untuk menyelamatkan dunia ini?" Kerap kali sahabat terdekat menasihati seperti ini:

1. Kamu sangat dibutuhkan di sini. Kamu dapat menyumbangkan banyak hal dalam persekutuan kita.

2. Engkau menyia-nyiakan pendidikan yang engkau peroleh dengan susah payah. Setelah harta dihabiskan untuk membiayai kuliahmu hingga sarjana, apa kata orang tuamu nanti?

3. Kenapa kamu tidak mencari pekerjaan yang baik? Pergilah, carilah uang sebanyak mungkin untuk masa depan. Kemudian, barulah kamu memikirkan untuk terjun ke dalam misi.

4. Apakah tindakanmu itu tidak mengecewakan ibumu? Bagaimana mungkin kamu begitu tega memisahkan dia dari cucu-cucunya, dan pergi jauh? Anak-anak itu membutuhkan neneknya juga.

5. Bagaimana dengan pendidikan anak-anakmu nanti? Kasihan, mereka akan pulang rumah dengan keadaan terabaikan dan mendapat perlakuan yang tidak wajar dalam masyarakat.

6. Apakah engkau berharap akan bertemu jodohmu di sana? Engkau akan membujang seumur hidup! Kemudian mereka akan menangis dan meratap, tanpa memedulikan akal sehatnya, "Aku tak percaya hal ini terjadi padaku!" Seorang pekerja lintas budaya yang telah berperang bersama Tuhan mengatasi segala perasaan ketidakmampuan dan keterbatasan, duduk di atas ketidakteraturan, seolah-olah berada di atas tumpukan batu-batu, terpukul berkali-kali, dan terluka. Hanya beberapa orang yang kuat dan sanggup menanggungnya karena menemukan kekuatannya dalam Tuhan. Pada saat seperti ini, akan jauh lebih baik jika mereka mendapatkan Anda sebagai tim pendukung moralnya. Sikap mencari kepuasan sendiri dan meninabobokan diri sendiri merupakan golongan paling besar dari gereja masa kini. Sikap tersebut menghasilkan introspeksi semu yang samar-samar dan rabun. Tampaknya, kita sedang memusatkan diri pada penyembuhan diri sendiri, supaya dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan. Akibatnya, doa-doa kita

berbunyi, "Tuhan, senangkanlah aku supaya bisa menikmati hidup yang mapan," yang secara langsung bertolak belakang dengan apa yang dikatakan kepada kita tentang gereja dalam 2 Korintus 1:14. Kita ingin kehidupan yang mapan dan menyenangkan. Kita menemui kesulitan karena ketidakpastian hidup seperti Rasul Petrus ketika untuk pertama kalinya diberitahu Tuhan Yesus tentang penderitaan yang akan dialami-Nya. Tanpa berpikir, Petrus berkata, "Tidak akan Tuhan .... Hal itu sekali-sekali tidak akan menimpa Engkau."

Kekhawatiran-kekhawatiran tentang pendapat umum dapat melukai seorang misionaris. Barangkali, seorang pekerja lintas budaya diberitahu seperti ini, "Jika kamu harus pergi,

58

pergilah! Akan tetapi, jangan buat kekacauan! Jangan libatkan kami di sini, terutama dalam masalah keuangan. Apa yang akan terjadi dengan program-program kami yang di sini bila harus mendukungmu?" Untungnya, sukar bagi gereja untuk

mempertahankan sikap tersebut, sebab organisasi-organisasi misi yang menolong pekerja-pekerja lintas budaya berkeras melibatkan persekutuan-persekutuan untuk berinisiatif dalam proses pengembangan misi. Tragisnya, ada ribuan kasus di mana calon misionaris adalah orang yang tidak tahu-menahu tentang hal ini. Opini publik di banyak gereja tidak mengizinkan suatu gerakan radikal dalam penginjilan internasional. Jadi, pekerja lintas budaya harus pergi secara diam-diam, kecuali Anda berada di sana, mengucapkan selamat jalan untuk membangkitkan semangatnya, "Bon voyage!"

Persaingan antarpekerja di dalam Tubuh Kristus cukup menakutkan beberapa persekutuan sehingga mereka meruntuhkan semangat calon misionaris. Kata-kata mereka bernada sangat keras, "Kita tidak ingin kehilangan kamu!" Masalahnya bukan karena orang-orang Yahudi tidak percaya akan penginjilan ke seluruh dunia. Kristus pernah berkata kepada mereka, "Sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menobatkan satu orang" (Matius 23:15). Mereka juga tidak menentang penyembuhan yang dilakukan Yesus, bahkan berbondong-bondong mereka datang dan mengikut Dia. Namun, Yesus dianggap sebagai saingan karena tidak sesuai dengan bayangan orang Yahudi tentang Mesias. Demikian pula dengan para misionaris. Tindakan dan rencana-rencana mereka yang penuh keberanian sering kali tidak cocok dengan kebanyakan program-program gereja saat ini. Kecuali Anda yang memberikan dorongan kepada mereka dengan menceritakan teladan Kristus tersebut.

Bahkan kepedulian teman-teman terdekat dapat meruntuhkan semangat seorang misionaris ketika mereka memberikan nasihat yang bertolak belakang dengan

rencananya. Rasul Paulus merasakan gerakan dan ancaman dari Si Seteru pada setiap gerak langkahnya. "Aku akan tinggal di Efesus hingga hari Pentakosta, karena Allah membuka suatu pintu yang luar biasa, sekalipun banyak sekali penantangnya" (1

Korintus 16:8-9). di Miletus, ia menulis, "Aku ditawan dan dibawa secara paksa oleh

Roh Kudus sekalipun telah diperingatkan kepadaku, bahwa penjara dan penganiayaan sedang menanti di setiap kota yang aku kunjungi" (Kisah Para Rasul 20:22-23).

Beberapa hari kemudian, di Tirus, murid-muridnya telah mengatakan kepada Paulus "melalui Roh Kudus", bahwa ia tidak boleh pergi ke Yerusalem, namun Paulus dan teman-temannya meneruskan perjalanan sampai ke Kaisarea. di sana, di rumah Filipus, Agabus mengambil ikat pinggang Paulus. Sambil mengikat tangan dan kakinya sendiri, ia berkata: "Roh Kudus berkata: Beginilah orang yang empunya ikat pinggang ini akan diikat oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem ...." Mendengar hal itu murid-muridnya meminta supaya Paulus jangan pergi ke Yerusalem. Bukannya menerima dukungan moral, Paulus malah menghadapi rintangan. Lukas mengingat jawab Paulus saat itu, "Mengapa kamu menangis dan menghancurkan hatiku? Aku rela bukan saja diikat tapi juga mati demi nama Tuhan Yesus." Paulus tidak mau menerima nasihat para rasul dan murid-muridnya, sehingga mereka menyerah dan berkata: "Jadilah kehendak Tuhan!"

(Kisah Para Rasul 21:13-14). Akhirnya, "orang yang gagah berani untuk melakukan

59

dukungan moral untuk menopang para misionaris di masa-masa yang sulit ketika semua orang menentangnya.

Pandangan-pandangan teologi yang disalahtafsirkan dapat merusak moral pekerja lintas budaya. Hati sang misionaris itu seakan disayat-sayat sembilu, ketika

persekutuannya menyangkal perintah Allah untuk pergi memberitakan Injil. Bahkan ada yang seenaknya, seperti yang dialami William Carey, yang berteriak, "Allah dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan kita jika Ia menghendakinya!" Yang lain dengan lembut mengatakan, "Kita masih terlalu muda dalam persekutuan. Kita tidak punya apa-apa untuk mendukung misionaris. Rasanya, kita tidak dapa-apat menambah proyek baru. Kita berusaha melakukan yang terbaik. Untuk yang lainnya, kita belum siap." Alasan-alasan tersebut dan ribuan lainnya telah berulang kali dikatakan. Belum ada yang dapat bertahan dari alasan-alasan yang berdalih firman Tuhan dan bersembunyi dari cahaya firman-Nya. Sesungguhnya, tidak ada firman Allah yang menolak pelayanan misionaris. Sebaliknya, "Allah tidak menghendaki agar seorang pun binasa, tetapi supaya datang kepada pertobatan!" (2 Petrus 3:9)

Sebuah kisah menarik tentang seorang pelaut muda yang mengadakan persiapan untuk berlayar mengelilingi dunia seorang diri dengan kapal motor buatan sendiri. Banyak orang mengerumuni dia sementara ia mengepak kotak-kotak perbekalannya. di antara orang-orang yang berbisik-bisik, ada yang berkata lantang, "Anakku, kamu tidak akan sanggup! Kapal motormu tidak akan bertahan melawan gelombang! Kamu akan kehabisan bahan makanan dan mati terpanggang matahari!" Semua peringatan-peringatan itu melemahkan semangat dan keyakinannya. Tidak satu pun yang menawarkan semangat dan optimisme. Namun, ketika kapal kecil itu bertolak dari dermaga, seorang yang datang terlambat berlari sampai di ujung dok, melambai-lambaikan tangannya sambil berteriak memberi semangat, "Selamat berlayar! Bon voyage! Kamu benar-benar hebat! Kami bersamamu! Kami bangga dengan kamu! Allah menyertaimu saudaraku!" Tampaknya, dunia menyuguhkan dua macam dukungan moral: yang pertama mengatakan, "Lihat saja, tunggu sampai kamu keluar dari dunia yang kejam dan tak mengenal belas kasihan itu. Biar tahu betapa beratnya!" Atau yang kedua dengan penuh semangat, menaruh kepercayaan penuh, bersorak mengucapkan selamat jalan: "Bon voyage!"

Ada selusin cara yang tak terpikirkan untuk meruntuhkan semangat dan cita misionaris Anda. Tapi sebaliknya, ada banyak jalan untuk membangkitkan antusiasme dengan dukungan moral yang kuat. Pimpinan Roh Kudus untuk mencari jiwa-jiwa dalam pelayanan lintas budaya sangat kita butuhkan di saat-saat tersebut. Ubah dan

singkirkan batu-batu sandungan menjadi batu yang membangun fondasi yang kokoh, yang akan menjadi dasar yang kuat bagi dukungan pelayanan lintas budaya dalam gereja Anda. Bagaimana memberikan dukungan moral seteguh batu karang? Don adalah seorang pendeta yang telah mendengarkan panggilan Allah untuk menjalani misi. Beberapa kali ia mengunjungi Thailand dan melihat para pendeta yang haus akan firman Tuhan. Ia merasakan sukacita dalam memuaskan dahaga rohani mereka melalui seminar-seminar. Kini Don yakin, Allah telah menuntun dia untuk menyerahkan dirinya dan memulai suatu pelayanan dalam bentuk seminar untuk para pendeta pribumi Asia. Ia menyusun berbagai seminar yang dirancang guna melatih para gembala tersebut

60

dalam mempelajari firman Allah, supaya mereka dapat menggembalakan domba-domba-Nya dengan lebih baik.

Namun, Don adalah gembala gereja di Amerika Serikat. Tak mudah baginya untuk pergi begitu saja. Ia telah mendirikan gereja itu. Siapa yang akan menggantikan posisinya bila ia berangkat? Bagaimana ia memindahkan keluarganya ke Thailand, negeri yang tidak mereka kenal? Bagaimana dengan komunikasi dan doa? di mana mereka akan tinggal? Semua pertanyaan dan kekhawatiran ini nyata dan membutuhkan jawaban. Semua itu lebih mudah diatasi, karena jemaat memberikan dukungan moral yang penuh kepada Don, untuk menjadi "berkat" bagi Don, dan bagi mereka juga. Dukungan moral adalah landasan proses pengutusan. Dukungan moral bisa seperti sorakan, "Selamat jalan!", "Bon voyage!" Dukungan yang berasal dari mereka yang melayani sebagai pengutus (sender), untuk mendukung para misionaris yang akan berangkat. Para pekerja lintas budaya dapat merasakan dukungan Anda melalui sikap yang Anda perlihatkan.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Melayani sebagai Pengutus: Kiat Jitu Mendukung Misionaris Profesional

Judul asli buku : Serving as Sender Judul asli

artikel : Dukungan Moral Penulis : Neal Pirolo

Penerjemah : Tim Om Indonesia Penerbit : OM Indonesia, Jakarta Halaman : 19 -- 28

61

Doakan Misi Dunia

Dalam dokumen publikasi e-jemmi (Halaman 56-61)