• Tidak ada hasil yang ditemukan

Novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahan El Shirazy ini menggambarkan sebuah novel yang menceritakan beban psikologi atau tekanan batin yang dialami oleh tokoh utama yaitu Zahrana.

Beban utama yang dialami oleh tokoh utama yaitu Zahrana sangat mendominasi cerita, dimana terjadi konflik yang menyebabkan beban tersendiri dalam kejiwaan seorang Zahrana. Terkait dengan teori

kepribadian psikoanalisis sigmund freud yang terdiri dari tiga sistem yaitu id, ego, dan super ego terdapat hubungan antara sistem dengan novel Cinta Suci Zahrana :

Id , pada novel Cinta Suci Zahrana ini ada pada keinginan dalam hati seorang Zahrana untuk meraih gelar tertinggi dalam bidang akademik, selalu berambisi untuk mendapatkan banyak penghargaan dan pujian dari dalam maupun luar negeri.

Ego, Zahrana melakukan upaya apa saja untuk mewujudkan keinginanya itu dengan tekun belajar, melanjutkan studi di Universitas ternama di Indonesia sepeti UGM dan ITB sampai pada puncak prestasinya ia mendapatkan penghargaan dari Tsinghua University di Beijing, China.

Super ego, sesuai dengan norma yang berlaku dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, dalam hal akademik Zahrana mendapatkan segalanya, tetapi dalam kehidupan pribadinya ia tak dapat membahagiakan kedua orangtuanya lantaran dia sudah sangat menikmati untuk mengejar gelar akademik, ia lupa akan kodratnya sebagai perempuan untuk menikah dan memberikan cucu kepada kedua orangtuanya yang sudah tua, di usia yang sudah mencapai 34 tahun dia belum juga mendapatkan pasangan hidup, ini menjadi gunjingan tersendiri bagi tetangga-tetangga dan

orang-commit to user

orang yang ada di sekeliling Zahrana karena dalam masyarakat kita, usia 34 tahun untuk seorang wanita adalah usia yang terlalu tua untuk

mengabaikan kehidupan rumah tangga. Sehingga Zahrana sering disebut perawan tua oleh orang sekelilingnya.

Apa yang menurut Zahrana benar belum tentu benar pula di mata orang lain, ini membuat beban tersendiri bagi Zahrana. Berikut beberapa masalah yang bertubi-tubi yang membuat jiwa Zahrana semakin tertekan dan akhir bahagia yang di alami Zahrana.

a. Keinginan Untuk Menikah

Beban psikologi pada tokoh utama yang ada dalam novel ini adalah rana sebagai tokoh utama yang mempunyai keinginan untuk segera menikah. Tetapi usia yang sudah tiga puluh empat tahun belum juga menemukan jodohnya. Dengan usia yang sudah kepala tiga ini, rana menjadi tidak yakin apakah masih ada pemuda yang mau menikah dengannya. Permasalahan ini dapat dilihat pada percakapan di bawah ini :

“Aku juga sebenarnya sudah memikirkannya Lin. Tapi sekarang di umurku yang sudah tiga puluh empat tahun, pemuda mana yang mau denganku?” (CSZ, 2011: 107).

Rana semakin ragu apakah masih bisa ia menemukan pasangan hidupnya mengingat usianya yang sudah kepala tiga. Pikiran Rana yang takut sampai kapan ia akan menunggu dan menemukan pasangan hidupnya ditambah dengan desakan orangtua yang menginginkan Rana segara menikah dan hanya dengan menikah itulah yang dapat

membahagiakan orangtuanya. b. Keinginan orangtua

Beban psikologi yang Zahrana alami sebagai tokoh utama dalam novel ini adalah menggambarkan sebuah beban yang berasal atau disebabkan oleh keinginan orangtua dan desakan dari orangtuanya selain dari rasa khawatir dan kecemasannya sendiri. Keinginan

commit to user

orangtua Zahrana yang ingin agar Zahrana segera untuk menikah dan tidak terus-terusan mencari penghargaan atau gelar. Seperti yang diceritakan dalam penggalan percakapan antara Zahrana dan Lina temannya sebagai berikut :

“Ya aku tahu itu. Aku sangat senang kau mengerti mereka. Tapi saat ini ada yang sangat mereka inginkan, dan keinginan mereka bukan melihat kau diwisuda lagi atau menerima penghargaan ini dan itu. Bagi mereka apa yang ia lihat dari putrinya sudah sangat cukup. Mereka sudah sangat bangga padamu. Mereka Cuma ingin lihat satu hal darimu.” “Apa itu ?”. “Mereka Cuma ingin melihat kamu punya anak. Mereka ingin kau memberikan mereka cucu yang bisa menghibur mereka dan membuat mereka tidak kesepian. Itu saja. Masalahnya kau tidak memikirkan keinginan mereka ini, yang kau pikirkan adalah bagaimana dapat penghargaan ilmiah. Bisa jadi malah setelah dari China kau ingin melanjutkan kuliah lagi. Ingin meraih doktor.” (CSZ, 2011: 106).

Cerita tersebut menceritakan bahwa niat rana sukses dengan mencari gelar maupun penghargaan itu untuk membahagiakan orangtua tetapi semua seakan sia-sia. Orangtua tidak menginginkan hal itu dari Rana, yang orangtua inginkan adalah Rana untuk segera menikah dan memberi cucu bagi orangtuanya. Sedangkan Rana sendiri juga

menginginkan untuk segera punya suami, tetapi belum juga mendapat pasangan atau seorang pria sesuai dengan yang ia inginkan.

Kenyataan Rana belum menikah hingga usia sudah mencapai kepala tiga, hal ini membuat malu orangtuanya. Dengan rasa malu orangtuanya terhadap tetangga-tetangga tersebut, membuat beban tersendiri untuk batin rana. Beban semakin bertambah dengan keadaan ayah Rana yang sudah emosi dan kecewa dengan Rana dikarenakan di mata sang ayah, Rana hanya mementingkan keinginannya sendiri untuk

commit to user

terus-menerus mencari gelar dan penghargaan tanpa memikirkan keinginan orangtuanya agar ia segera menikah. Beban karena rasa malu orangtua yang disebabkan karena dirinya ini dapat dilihat dari

perkataan atau ucapan dari sang ayah sebagai berikut :

“O, gitu, to? Kebanggan apa? Nyatanya semakin kamu terkenal, dapat banyak penghargaan, malah semakin bikin malu orangtua! Kamu bangga, kami malu!” (CSZ, 2011: 114).

Rana yang mengira dan mengharapkan dengan dia banyak mendapat penghargaan itu bisa membuat orangtua semakin bangga dengan dirinya tetapi malah sebaliknya, dengan penghargaan itu, anggapan orangtua adalah hal yang semakin membuat malu

orangtuanya. Anggapan orangtua terhadap rana hanya ingin senang-senang dan dipuji kepandaiannya dan sampai sudah berumur belum menikah juga. Seperti percakapan dari Ayah dengan ibunya berikut ini :

“Bu! Tanya anakmu ini, sampai kapan dia mau senang-senang cari gelar, cari penghargaan, dipuji-puji kepinterannya. Sampai lupa umur dan jadi perawan tua. Sampai kapan begini terus?” Kata Pak Munajat lebih keras. “ (CSZ, 2011: 115).

Dengan kata-kata keras dari Ayah itu, Rana semakin tertekan dan beban dalam batinnya semakin berat. Perjuangan dia untuk meraih prestasi yang bertujuan untuk membahagiakan orangtuanya, tetapi tidak dihargai dan tidak membuat Ayahnya bangga dan bahagia. Kata-kata dari sang ayah yang beranggapan Rana lupa akan umurnya sekarang adalah hal yang keliru. Rana sebenarnya sudah menginginkan dan memikirkan untuk menikah. Tetapi Allah belum mempertemukan ia dengan jodohnya. Kesabaran Rana menunggu hadirnya jodoh penuh dengan keikhalasan agar dapat menemukan jodoh yang baik untuk dia dan Rana tidak mau buru-buru dalam menentukan pilihan.

commit to user

Beban Rana tidak hanya sebatas pada umur yang sudah kepala tiga tetapi belum menemukan jodohnya. Beban semakin bertambah ketika ia mengetahui kalau ayahnya menderita sakit jantung yang sudah parah. Sedangkan Rana merasa bahwa dirinya belum bisa menuruti keinginan orangtuanya. Selama ini Rana sudah berusaha dan berjuang untuk dapat membahagiakan dan menyenangkan orangtuanya. Tetapi anggapan bagi orangtuanya berlainan dengan anggapan Rana. Rana berusaha dan berjuang untuk menyelesaikan kuliah dan mendapat gelar-gelar yang seharusnya dapat dibanggakan, tetapi hal itu tidak berarti apa-apa untuk orangtuanya terutama ayahnya. Mereka beranggapan bahwa yang bisa membahagiakan dan menyenangkan hatinya sebagai orangtua Rana adalah segera dapat menyaksikan Rana menikah.

Nasihat dan pesan dari ibu Rana, seakan seperti suatu ancaman bagi Rana. Dengan pesan dari ibunya itu, Rana semakin tertekan dan merasa tidak berharga di mata orangtua karena belum menikah juga pada usia yang sudah tua. Nasihat dari ibu Rana tersebut adalah ketika Rana dan ibunya sedang bercakap-cakap sebagai berikut :

“Senangkanlah hati Bapakmu. Kalau bisa penuhilah permintaan dia. Kau anaknya satu-satunya, orang yang sangat dikasihaninya selain ibu.” (CSZ, 2011: 116).

“Jangan sampai kau menyesal di kemudian hari. Kau juga harus ingat umurmu sudah tidak muda lagi” (CSZ, 2011: 190).

Beban psikologi yang ada dalam diri Rana semakin bertambah. Kata-kata nasihat dari ibunya membuat hati Rana terpukul. Kata-kata dari ibu tersebut selalu terngiang-ngiang dalam benaknya. Sebagai anak satu-satunya seharusnya dia bisa membahagiakan orangtuanya, bisa memenuhi permintaannya. Kenyataan pahit bagi Rana yang belum bisa memenuhi permintaan orangtuanya sangat memukul hari Rana. Kata-kata dari ibu yang menyangkut umur dia sekarang dirasa menusuk hatinya. Seakan dengan umur yang sudah tidak muda lagi itu

commit to user

kesempatan untuk memenuhi keinginan orangtuanya yaitu dengan menikah adalah hal yang mustahil. Tetapi Rana sendiri tidak dapat melakukan apa-apa selain bersabar menunggu ada seorang pria yang melamarnya dan yang sesuai dengan keinginannya. Rana hanya bisa pasrah dan meminta kepada Allah untuk segera dipertemukan jodohnya.

Ketakutan dan kekhawatiran Rana dengan ayah yang sakit jantung membuat Rana menjadi takut dan tertekan. Tekanan dan ketakutan ini adalah ia membayangkan jika ayahnya tidak dapat menyaksikan dia ketika nanti ia menikah karena mengingat sakit sang ayah sudah parah.

c. Lamaran

Permasalahan dan cobaan yang diterima Rana hingga membuat beban batinnya semakin bertambah. Beban yang ia rasa tidak hanya karena desakan dari orangtua atau gunjingan-gunjingan dari tetangga-tetangga. Beban yang lain yang Rana rasa dan terima adalah ketika Pak Karman yang tak lain adalah Dekan Kampus dimana ia bekerja

menyatakan keinginannya untuk melamarnya.

Lamaran dari Pak Karman sangat menekan batinnya. Hal ini karena Pak Karman adalah orang yang tidak ia harapkan karena ia tidak bermoral, sudah punya istri tetapi masih suka dan sering menggoda wanita-wanita cantik termasuk mahasiswanya. Lamaran Pak Karman membuat batin Rana tertekan dapat diambil dari penggalan cerita pada novel sebagai berikut :

“Suasana pertemuan yang hangat itu membuat Zahrana bisa sedikit melupakan tekanan batinnya atas lamaran Pak Karman….” (CSZ, 2011: 157).

Setelah Pak Karman datang ke rumah untuk melamar dirinya, hari-hari Rana seakan suram dan gelap. Semangat Rana tidak seperti biasanya dan selalu terbayang-bayang wajah Pak Karman. Dengan

commit to user

keadaan yang seperti ini membuat batin Rana semakin tertekan dengan keadaan dan kebingungan harus berbuat apa dan bagaimana baiknya. Beban Rana berkurang ketika mahasiswanya yaitu Hasan dan Nina datang ke rumahnya dan tercipta suasana yang membuat Rana lupa dengan tekanan batin karena lamaran dari Dekannya tersebut.

Keinginan dan harapan yang besar dari orangtua Rana agar Rana mau menerima lamaran itu semakin membuat batinnya tertekan dan berat. Meskipun orangtuanmya tidak secara langsung menyuruh Rana untuk menerima lamaran itu, tetapi dari cara bicara orangtuanya sangat terlihat bahwa mereka mengharapkan Rana menerima lamaran dari Pak Karman yang sama sekali tidak pernah ada dalam bayangan dan pikiran Rana untuk menjadi istri dari dekannya tersebut. Cara bicara orangtua rana yang menunjukkan keinginan dan harapan orangtuanya itu adalah sebagai berikut :

“ Buatlah kami bangga kamu menikah dengan orang yang terhormat dan terpandang, sehingga penantian kamu tidak sia-sia”. Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam telinga, dada dan pikirannya. Jelas sekali kedua orangtuanya menginginkan ia menerima lamaran itu.” (CSZ, 2011: 183).

Semakin tertekan batin Rana ketika orangtuanya menginginkan dan mengharapkan Rana untuk menerima lamaran dari Pak Karman. Orangtua Rana terutama Ayahnya sangat mengharapkan dan menyuruh agar Rana menerima lamaran dari Pak Karman. Tetapi hal ini berlainan dengan hati Rana yang sangat menolak lamaran tersebut. Sampai berujung perselisihan antara Rana dan ayahnya karena permasalahan lamaran ini. Di mata ayahnya, Pak Karman adalah orang yang baik, terpandang dan terhormat, jadi tidak ada alasan untuk Rana untuk menolak lamarannya dan dari segi umur masih lebih muda Pak Karman bila dibandingkan dengan ayahnya jadi masih pantas untuk jadi suami Rana.

commit to user

Anggapan dan penilaian ayah Rana terhadap Pak Karman sangat berlainan dengan hati Rana. Rana yang lebih tau siapa sebenarnya Pak Karman dan bagaimana sikap dan moralnya. Tetapi Rana tidak ingin menceritakan bagaimana Pak Karman yang sesungguhnya kepada orangtuanya.

d. Teror Sms

Sejak Rana menolak lamaran dari Dekannya yaitu Pak Karman, Pak Karman tidak begitu saja diam dan menerima kenyataan bahwa Rana menolak lamaran darinya. Pak Karman berusaha balas dendam karena penolakan Rana tersebut. Pak Karman selalu meneror Rana dengan mengirim sms yang berisi ejekan dan ancaman-ancaman yang lain. Teror sms yang berisi ejeken contohnya yang terdapat pada novel berikut ini :

“Sedang apa perawan tua:”

“Ternyata jadi perawan tua itu indah.”

“Jangan-jangan jilbabmu itu kedok untuk menutupi daging tuamu yang sudah busuk di kerubung lalat!” (CSZ, 2011: 223). “Apa kabar Perawan Tua?”

“Kelapa itu semakin tua semkain banyak santannya. Banggalah jadi perawan tua!” (CSZ, 2011: 224).

Teror sms tersebut menjadi beban psikologi bagi Rana. Menjadi perawan tua seakan itu merupakan sesuatu yang sangat hina. Anggapan bahwa jilbab yang dikenakan Rana hanya untuk kedok sangat memukul hati Rana. Teror sms yang dikirim Pak Karman sangat menyakitkan hati. Rana semakin pesimis dan tidak yakin apakah akan dapat mewujudkan keinginan orangtuanya yang menginginkan ia untuk segera menikah.

Pak Karman tidak puas dengan teror sms yang dikirim kepada Rana. Setelah ia menerima undangan pernikahan dari Rana. Teror sms masih dikirim untuk mengancam Rana. Ancaman sms dari Pak Karman

commit to user

membuat Rana ketakutan dan cemas hingga membuat pikiran Rana bertanya-tanya apa maksud dari sms tersebut. Sms ancaman dari Pak Karman terdapat pada novel berikut :

“Apa kabar perawan tua? Jika kau telah beli gaun pengantin. Sebaiknya kau kembalikan saja. Kau tak akan memakainya di hari pernikahan yang telah kau tentukan. Kau masih akan lama menyandang statusmu sebagai perawan tua. Bukankah jadi perawan tua itu indah. Tiap saat dilamar banyak orang dan bisa dengan semena-mena menolaknya. Kenapa kau tidak

menikmatainya saja? Kenapa tergesa-gesa? Demi kebaikanmu sendiri, sebaiknya kau kembalikan saja gaun pengantinmu itu. Jadilah perawan tua selamanya.” (CSZ, 2011: 246).

SMS yang diterima Rana tersebut seakan ancaman yang diberikan kepadanya dari Pak Karman. Dengan sms itu, menjelaskan bahwa Pak Karman mempunyai maksud dan niat yang tersembunyi yang bertujuan untuk menggagalkan pernikahan yang telah disusun dan direncanakan itu. Setelah menerima sms ancaman itu, Rana tidak bisa tenang dan semakin menjadi ketakutan.

e. Kehilangan Bapak dan Calon Suami

Beban psikologi Rana dalam novel ini penuh dengan rasa haru. Tidak hanya berhenti pada teror yang membuat Rana menjadi selalu ada beban yang merupakan beban psikologi bagi dia. Di hari bahagia dan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang. Hari dimana dia menikah dengan calon suami yang selama ini diimpikan. Hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari yang membahagiakan baginya tetapi justru memberikan kesedihan baginya.

Kesedihan di hari yang seharusnya menjadi hari bahagia buat Rana itu adalah dengan meninggalnya Rahmad calon suaminya.

Rahmad meninggal karena kecelakaan kereta api. Mendengar kabar itu, Rana tidak percaya dan sangat terpukul berat dalam hatinya. Tidak

commit to user

hanya Rana yang kaget dan tidak percaya dengan kabar tersebut, Bapak Rana mendengar kabar kecelakaan itu seketika jatuh dan penyakit jantungnya kambuh hingga akhirnya sang Ayah tidak kuat dan meninggal dunia.

Keadaan yang membuat Rana sangat terpukul dan membuat beban dalam kehidupan Rana membuat ia merasa tidak sanggup untuk hidup. Harapan yang selama ini ada seakan sudah tidak ada lagi, semua seperti sudah pupus bagi Rana. Harapan yang sudah pupus dan merasa bahwa ia tidak kuat terdapat pada percakapan dalam novel berikut :

“Entahlah Lin, harapanku sudah pupus. Aku merasa tidak bergairah hidup lagi.” “Tidak Rana. Kau tidak boleh pupus harapan. Ingatlah Allah Maha luas kasih sayang-Nya.

Percayalah ini Cuma ujian kecil. Masih banyak hamba Allah di muka bumi ini yang diuji dengan ujian yang jauh lebih besar dari yang kau alami. Ayolah Rana, kau harus tabah! Kau tak boleh menyerah. Putus asa berarti kau menyerahkan dirimu dalam perangkap setan!” “Yah do‟akan aku ya Lin. Semoga aku kuat. Tapi bagiku ini sangat berat!” (CSZ, 2011: 251).

Terpukul dan kecewa karena calon suaminya meninggal di hari pernikahannya, bertambah dengan kenyataan bahwa Bapaknya

meninggal menyusul calon menantunya. Beban semakin berat karena Rana merasa belum bisa membahagiakan orangtuanya, belum bisa memberi apa yang menjadi keinginan orangtuanya terutama ayah yang tidak bisa melihat ia saat duduk di pelaminan.

f. Pernikahan Zahrana

Manusia sejatinya tak luput dari salah, kesalahan, dan

permasalahan dan dari setiap permasalahan pasti tuhan menyediakan pula jalan keluarnya, begitu pula pada masalah yang ada pada novel Cinta Suci Zahrana ini, dalam novel ini kita di ajarkan untuk selalu sabar dan ikhlas untuk menerima berbagai macam cobaan. Penyelesaian

commit to user

dari masalah yang dihadapi seorang Zahrana adalah ketika ia dilamar oleh Hasan yang tidak lain adalah mahasiswa Zahrana dulu saat

menjadi dosen di Universitas Mangunkarsa, dikala Zahrana mengalami keterpurukan Hasan datang membawa harapan baru untuk menjadikan Zahrana istrinya.

“Bu Zahrana ini Hasan. Saya setuju dengan syarat ibu. Ibu siapkan wali dan saksinya saya akan siapkan maharnya dan penghulunya. Kamu sekeluarga insyaallah berangkat sekarang, dan kami shalat isya di masjid dekat rumah Ibu.”(CSZ, 2011: 269).

“Airmata Zahrana meleleh, ia merasa bahagia diberi karunia oleh ALLAH suami yang sholeh, yang romantis tetapi juga sangat menjaga akhlak, adab, etika, dan tatakrama.”(CSZ, 2011: 275).

“ Zahrana menggenggam erat tangan suaminya. Kini, cinta suci itu benar-benar ia rasakan. Hatinya tiada henti memuji

keagungan ALLAH yang maha pengasih dan Maha Penyayang.” (CSZ, 2011: 275).

Karena kesabaran dan keikhlasannya akhirnya Zahrana hidup bahagia dengan Hasan suaminya.

Dokumen terkait